Anda di halaman 1dari 9

STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA SECARA TERPADU :

PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE *


Oleh : Dr. Ery Iswary, M.Hum
Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin, Indonesia
ABSTRAK
Paper ini akan mendeskripsikan tentang penggunaan dan penerapan
strategi pembelajaran bahasa Indonesia yang menyenangkan (fun learning)
secara utuh dan terpadu dengan pendekatan whole Language. Masalah
yang akan dibahas dalam paper ini adalah bagaimana strategi pembelajaran
bahasa Indonesia dengan menggunakan pendekatan Whole Language?; dan
komponen-komponen apa saja yang dipelajari untuk mengaplikasikan
strategi whole language sebagai pendekatan dalam pembelajaran bahasa
Indonesia secara terpadu. Strategi pembelajaran whole language
mengajarkan 4 keterampilan bahasa (menyimak, berbicara, membaca,
menulis) yang terpadu secara bertahap sehingga dapat menjadi strategi
pembelajaranbahasa Indonesia yang menarik dan menyenangkan.
Aplikasi strategi pembelajaran bahasa Indonesia dengan pendekatan
whole language meliputi 8 komponen yang dapat diterapkan secara variatif
dan menyenangkan (fun learning), dan dilakukan secara bertahap, yaitu 1)
reading aloud (guru membaca teks/buku dengan suara keras untuk
meningkatkan keterampilan menyimak dan memperkaya kosakata anak
didik); 2)Jurnal writing (anak didik dilatih untuk mengekspresikan dan
merefleksikan perasaan, kejadian yang dilihat/dialami dalam bentuk tulisan
dengan kalimat sederhana); 3) sustained silent reading (melatih konsentrasi
dan comprehension); 4) shared reading (guru dan anak didik bergantian
membaca, di mana guru memberi modeling membaca yang baik); 5) guided
reading (membaca terbimbing untuk comprehension); 6) guided writing
(mengarahkan anak didik untuk menemukan apa yang ingin ditulis dan cara
menulis sistematis); 7) independent reading (anak didik diberikan
kesempatan untuk menemukan sendiri materi bacaan yang menarik
baginya); 8) independent writing (melatih anak didik menulis berdasarkan
hal yang menarik baginya tanpa intervensi pengajar). Strategi pembelajaran
dengan pendekatan whole language telah diaplikasikan pada beberapa
negara dan telah dibuktikan sebagai strategi pembelajaran yang
menyenangkan (fun learning) baik untuk pengajaran bahasa maupun sastra.

*) untuk dipresentasikan pada International Conference at Hankuk University of Foreign


Studies (HUFS), pada tgl. 14 September 2012.

PENDAHULUAN

Bahasa memasang perangkap yang sama bagi semua orang; ia adalah


jaringan yang sangat luas berupa kelokan-kelokan yang keliru. Dan
demikianlah kita melihat manusia demi manusia berjalan di jalur yang
sama, dan kita sudah tahu sebelumnya kemana ia akan berbelok, kemana
bila ia berjalan lurus tanpa memerhatikan belokan di kanan kirinya, dan
sebagainya. Jadi yang aku harus lakukan adalah memasang papan
penunjuk jalan pada setiap persimpangan yang menyesatkan sehingga
bisa membantu orang-orang melintasi titik-titik yang berbahaya.
(Ludwig Wittgenstein).

Bahasa merupakan instrumen yang digunakan untuk berkomunikasi


dan berinteraksi serta dapat memberikan arah untuk bertindak atau
melakukan sesuatu. Bahasa ibarat papan penunjuk arah (seperti pendapat
Wittgenstein di atas) sehingga membantu manusia untuk menghindari
kesesatan dan kebisuan dalam berinteraksi sehari-hari.
Bahasa adalah alat verbal yang digunakan untuk berkomunikasi; bahasa
merupakan gambaran realitas, sistem simbol yang memiliki makna. Bahasa
merupakan sistem simbol yang berupa bunyi-bunyi empiris dan memiliki
makna yang bersifat non empiris. Sedangkan berbahasa adalah proses
penyampaian informasi dalam berkomunikasi (Djojosuroto,2007:45).
Bahasa digunakan untuk memperoleh pengetahuan melalui belajar, baik
secara formal maupun informal. Belajar adalah proses untuk memperoleh
perubahan yang dilakukan secara sadar, aktif, dinamis, sistematis,
berkesinambungan, , integratif, dan tujuan yang jelas. Sedangkan kegiatan
pembelajaran adalah kegiatan yang di dalamnya terdapat proses mengajar,
membimbing, melatih, memberi contoh, dan mengatur serta memfasilitasi
berbagai hal kepada peserta didik agar bisa belajar sehingga tercapai tujuan
pendidikan (Jauhari, 2000:75).
Belajar dan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan tidaklah tanpa
arah, tetapi mempunyai tujuan tertentu yang disesuaikan dengan kegiatan
pembelajarannya. Adapun tujuan belajar dapat diklasifikasi atas 3 jenis,
seperti berikut.

( 123 ) UP EN MT AUB NKE A M T EUA NK D ANK P OSA NIT SK EA PN PD EA N G KE T A EH R U A M N P I L A N

Tujuan belajar (1) untuk mendapatkan pengetahuan haruslah dilandasi


dengan kemampuan berpikir secara kreatif dan logis. Setiap individu akan
mempunyai cara tersendiri untuk memperkaya pengetahuannya seperti
proses kreativitas dalam pembuatan sutera yang harus mampu
mngombinasikan warna dan corak sehinga tampak menarik. Tujuan belajar
(2) penanaman konsep dan keterampilan, juga membutuhkan proses
tersendiri untuk meraihnya melalui repetisi dan penghayatan berbagai
ragam fenomena,bukan sekedar menghafal dan tindakan imitasi. (3)
pembentukan sikap dan perilaku anak didik dilakukan dengan penanaman
nilai-nilai etika positif (transfer of value), sehingga dapat menumbuhkan
kesadaran untuk senantiasa berperilaku baik, dan konsisten memegang nilainilai tersebut sehingga tidak mudah terpengaruh dalam kondisi apapun.
Untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran harus menggunakan
strategi pembelajaran tertentu untuk mencapai sasaran belajar yang
dinginkan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang dapat digunakan
khusus untuk pembelajaran bahasa adalah pendekatan whole Language.
Whole Language adalah satu pedekatan pengajaran bahasa yang
menyajikan pengajaran bahasa secara utuh, tidak terpisah-pisah (weaver,
1992).
Pendekatan whole language adalah pendekatan pembelajaran bahasa
yang berbasis pada pandangan dan teori konstruktivisme yang menyatakan
bahwa belajar merupakan proses aktif dari si subjek untuk merekonstruksi
makna, sesuatu teks, kegiatan dialog, pengalaman fisik, dan lain-lain. Belajar
merupakan proses mengasimilasikan dan menghububngkan pengalaman
atau materi yang dipelajarinya dengan pengertian yang sudah dimiliki,
sehingga membuat pemahamannya lebih berkembang (Sardiman, 1986:37).
Pengajaran keterampilan berbahasa dengan menggunakan pendekatan
whole Language dianggap lebih efektif karena mengajarkan keterampilan
berbahasa berbicara, membaca, menulis, dan menyimak secara terpadu
(holistik), namun dapat dioperasionalkan secara bertahap sesuai dengan
kondisi anak didik (pembelajar). Penerapan strategi ini dinilai efektif dan
efisien karena pada saat mengajarkan sebuah materi bacaan Cerita rakyat
(folktale) untuk pelajaran bahasa Indonesia, maka sekaligus dapat
menerapkan beberapa keterampilan berbahasa secara simultan (membaca,
menyimak, berbicara). Dengan demikian pembelajaran tentang kosakata
baru,diksi, tanda baca, intonasi,
pelafalan/pengucapan, pengetahuan
umum, serta pola kalimat bahasa Indonesia yang benar dapat dipelajari
secara tidak langsung dalam bacaan tanpa terkesan dipaksakan dan
membosankan.

RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana strategi pembelajaran
bahasa Indonesia dengan
menggunakan pendekatan Whole Language?
2. Komponen-komponen
apa
saja
yang
dipelajari
untuk
mengaplikasikan strategi whole language sebagai pendekatan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia secara terpadu ?
STRATEGI PEMBELAJARAN BAHASA WHOLE LANGUAGE
Pendekatan pembelajaran bahasa Indonesia dengan menggunakan
whole language merupakan pembelajaran bahasa secara kontekstual, logis,
kronologis, dan komunikatif. Para anak didik dapat belajar tentang hal-hal
yang menarik perhatiannya secara interaktif melalui proses pembelajaran
dan tugas yang diberikan.
Ciri-ciri pendekatan whole language menurut Hartati. T, dkk (2006:124) dapat
diformulasi sebagai berikut :
1. Menyeluruh (whole language)
Mempelajari keterampilan berbahasa secara menyeluruh seperti
berbicara, membaca, menyimak dan menulis; juga mempelajari unsurunsur kebahasaan secara holistik seperti sistem bunyi, bentuk ,
makna, dan pola kalimat. Pembelajaran ini dapat dilakukan secara
manual aau dengan penggunaan multimedia.
2. Bermakna (meaningful)
Pembelajar dapat belajar dari berbagai pengalaman dan sumber
belajar sehingga materi yang diajarkan terasa bermakna.
3. Berfungsi (function)
Penggunaan literatur berbasis pengalaman nyata dalam kehidupan
dan juga tulisan berupa bacaan.
4. Alamiah (natural)
Pembelajaran dimulai dengan percakapan natural sesuai dengan
kondisi anak didik , dan selama proses berlangsung sekaligus
mempraktikkan keterampilan berbahasa secara bergradasi dan
holistik.
Kelebihan dari pendekatan whole language dalam pembelajaran
bahasa karena bukan hanya mempelajari tata bahasa (aspek
linguistik) semata tetapi sekaligus mempelajari sastra (cerita rakyat,
sejarah) sebagai sumber belajar.

KOMPONEN-KOMPONEN WHOLE LANGUAGE

Routmen (dalam Santosa, 2007) berpendapat bahwa ada 8 komponen


yang dapat diterapkan. Adapun komponen-komponen tersebut seperti
berikut:
1. Reading Aloud (membaca nyaring)
Komponen ini dapat diartikan sebagai membaca nyaring yaitu
kegiatan membaca teks atau cerita yang dilakukan oleh guru kepada
siswanya. Kegiatan membaca yang dilakukan oleh guru dengan suara
nyaring bertujuan untuk memberikan modeling membaca yang baik
kepada siswa, khususnya untuk mengajari cara pelafalan atau
artikulasi bunyi-bunyi tertentu,intonasi, cara membaca ekspresif
dengan mimik yang sesuai khususnya dalam membacakan dongeng.
Kegiatan membaca ini sangat berguna untuk pembelajaran bahasa
Indonesia bagi penutur asing (BIPA), dan pembelajaran bahasa kedua
(bahasa asing, bahasa daerah). Di samping itu, kegiatan membaca
nyaring dapat melatih aspek penyimakan di kalangan anak didik dan
menambah perbendaharaan leksikal.
2. Jurnal writing (menulis jurnal)
Tugas menulis jurnal dengan berbagai bentuknya seperti buku harian
(catatan harian) atau refleksi perasaan bukanlah tugas yang harus
dinilai oleh guru, tetapi cukup dengan pemberian respons atau
komentar terhadap hasil tulisan dari anak didik. Tulisan berupa jurnal
ini merupakan media pengekspresian perasaan, menceritakan
pengalaman dan kejadian yang dialami dalam keseharian, curahan
hati hasil belajar yang diperoleh dengan bahasa yang lugas dan
mengalir apa adanya.
Adapun manfaat yang diperoleh dalam penulisan jurnal ini
(Routman,1991) antara lain:

MANFAAT PENULISAN JURNAL

PENJELASAN

Meningkatkan kemampuan menulis

Pelatihan menulis jurnal diawali dengan


menggunakan kata-kata sedehana dan lugas
sesuai kemampuan dan gaya penceritaan
masing-masing individu

Meningkatkan kemampuan membaca

Hasil tulisan jurnal harus dibaca oleh penulisnya


setelah hasil jurnal rampung.

Menumbuhkan keberanian menghadapi resiko

Latihan mengeksplorasi ide dan perasaan tanpa


takut berbuat salah.

Kesempatan membuat refleksi

Berlatih merefleksi tentang hal-hal yang telah


dipelajari atau telah dilakukan.

Memvalidasi pengalaman dan perasaan

Ungkapan perasaan tentang apa yang telah


dialami dalam keseharian ( misalnya : di rumah,

di sekolah).
Media yang aman untuk menulis

Membuat diari atau buku harian

Meningkatkan kemampuan berpikir

Berlatih menyusun informasi yang akan ditulis


dan memilih peristiwa yang impresif dalam
kehidupan.

Meningkatkan tata tertib menulis

Pengorganisasian struktur kalimat, tanda baca,


atau tata bahasa secara benar; Struktur topik,
subtopik, judul.
Evaluasi terhadap respons /komentar tulisan dari
guru.

Alat evaluasi

Dokumentasi tertulis

Tulisan yang terdokumentasi dapat menjadi bukti


perkembangan kemampuan menulis.

3. Sustained Silent Reading (Membaca dalam hati)


Kegiatan ini menerapkan kegiatan membaca dalam hati oleh anak
didik dan mereka diberikan kesempatan memilih sendiri materi atau
buku bacaan yang diminati untuk dibacanya. Kegiatan ini diharapkan
dapat memberikan pengaruh bahwa membaca adalah kegiatan yang
menyenangkan. Agar dapat mengukur keseriusan anak didik terhadap
bacaan yang dipilihnya, maka guru dapat meminta agar hasil bacaan
masing-masing anak didik
diceritakan dalam bentuk parafrase
(pengungkapan kembali isi cerita secara singkat dan jelas).
4. Shared Reading (membaca begiliran)
Kegiatan ini dilakukan dengan membaca secara bergiliran antara guru
dan anak didik, dan setiap anak didik mempunyai bacaan yang sama.
Cara ini dapat ditempuh secara variatif , seperti : guru membaca
kemudian anak didik mengikutinya (biasa untuk kelas rendah di
Sekolah Dasar), guru membaca dan anak didik menyimak bacaan
sesuai apa yang dibaca oleh guru, anak didik membaca secara
bergiliran dengan menyimak bacaan sambil menunggu giliran
membaca.
Kegiatan membaca bergiliran ini menjadikan guru sebagai
modeling dalam cara membaca. Di samping itu, memberikan
kesempatan kepada anak didik tentang kemampuan dan
keterampilannya membaca teks dengan cara yang sempurna, dan jika
masih ada anak yang belum terampil membaca maka dapat
memperoleh contoh dari teman-teman lainnya. Hal yang paling
penting dalam kegiaan ini
adalah anak didik dilatih untuk
memperhatikan setiap teks yang dibaca (konsentrasi) sambil
menunggu giliran membaca.
5. Guided Reading (membaca terbimbing/pemahaman)

Peran guru dalam kegiatan ini adalah sebagai fasilitator atau


pengamat. Penekanan kegiatan
membaca adalah pada aspek
pemahaman sehingga hasil bacaan dan pemahaman anak didik dicek
dengan mengajukan pertanyaan dan meminta mereka menjawabnya
secara kritis dengan kemampuan daya penalaran masing-masing.
Tingkat pemahaman siswa
terhadap bacaan dapat dilihat
indikatornya berdasarkan jawaban yang diberikan.
6. Guided Writing (menulis terbimbing)
Dalam kegiatan menulis terbimbing guru juga bertindak sebagai
fasilitator dan mengarahkan anak didiknya untuk menemukan ide
yang ingin ditulisnya, serta cara menuliskannya secara sistematis dan
jelas, dengan penggunaan pola kalimat yang benar. Pada saat proses
penulisan berlangsung, anak didik mengerjakannya sendiri mulai dari
memilih topik , pembuatan draft, revisi, dan mengedit tulisan.
7. Independent Reading (Membaca mandiri/bebas)
Kegiatan membaca mandiri atau bebas adalah kegiatan
membaca yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
menentukan sendiri materi bacaannya, baik bacaan fiksi maupun nonfiksi. Adapun penekanan dari kegiatan membaca ini adalah
meningkatkan kemampuan pemahaman anak didik terhadap buku
bacaan, mengembangkan wawasan dan kosakata, dan agar mereka
cinta membaca dan cinta buku.
8. Independent Writing (Menulis mandiri/bebas)
Kegiatan menulis mandiri diberikan kepada anak didik sesuai
dengan hal-hal atau peristiwa yang dianggap menarik bagi setiap
individu. Tujuan utamanya adalah membiasakan anak didik menulis
untuk mengekpresikan ide, gagasan, perasaan; dan juga sebagai
sarana berpikir kritis. Misalnya, kegiatan menulis jurnal atau menulis
respons.
Adapun ciri-ciri dari pendekatan Whole Language dapat dideksripsikan
sebagai berikut.

CIRI-CIRI KELAS WHOLE LANGUAGE

PENJELASAN

Kelas ramai dengan bahan bacaan yang


tergantung di dinding dan sudut-sudut kelas

Poster hasil kerja siswa ditempel di dinding


dan bulletin board.

Anak didik belajar melalui modeling

Guru dan murid melakukan kegiatan


membaca, berbicara, menulis, menyimak
secara bersama-sama, dengan peralatan
yang telah disiapkan (LCD, Tape recorder).

Anak didik belajar sesuai tingkat kemampuannya

Guru menyediakan bahan bacaan yang


variatif dan anak didik dapat
memilih

sesuai dengan kemampuannya. Panduan


menulis
ditempel
didinding
sebagai
panduan untuk siswa untuk tugas menulis.
Anak didik bertanggungjawab dalam proses
pembelajaran

Guru
sebagai fasilitator. Anak didik
mengumpulkan
fakta
berdasarkan
pengamatan,
brainstorming,
membuat
kumpulan kata (word banks) untuk
kepentingan bahan tugas.

Melatih kemadirian dan rasa bertanggung jawab


anak didik

Anak didik terlibat secara aktif dalam proses


pembelajaran, sedangkan guru bertugas
mengawasi jalnnya proses.

Kebebasan
resiko

Hasil kerja anak didik direspons atau


dikomentari tanpa ada koreksi.

bereksperimen

dan

menghadapi

Pemberian feedback dengan spontan

Feedback secara positif bersumber dari


guru dan teman sekelas dari hasil evaluasi
perkembangan diri.

Pendekatan whole language melakukan evaluasi untuk anak didik


berdasarkan hasil observasi guru terhadap seluruh rangkaian kegiatan
yang diberikan selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu,
penilaian dilakukan terhadap seluruh hasil kerja anak didik selama
kegiatan pembelajaran (evaluasi berdasarkan portofolio).
PENUTUP
Pendekatan pembelajaran bahasa dengan whole language
merupakan pendekatan yang didasari oleh teori konstruktivisme yang
telah banyak diterapkan di berbagai negara di dunia karena keunggulan
yang dimilikinya untuk menerapkan pembelajaran bahasa secara holistik
dan terpadu. Pendekatan ini dapat digunakan mulai dari tingkat Sekolah
Dasar (Elementary School) hingga Perguruan Tinggi. Khusus di tingkat
Universitas (Perguruan tinggi) dapat diterapkan untuk mempelajari
bahasa kedua (second language) atau pembelajaran Bahasa Indonesia
bagi penutur asing (BIPA).
Pembelajaran bahasa ini membuat suasana kelas tidak monoton
tetapi selalu diusahakan dengan kegiatan pembelajaran yang
menyenangkan (fun learning), karena setiap pertemuan guru diharapkan
dapat menciptakan pemberian tugas/latihan bukan sebagai beban tetapi
menjadikannya seperti game atau permainan. Aspek penilaian untuk
hasil evaluasi juga tidak membutuhkan tes tetapi dilakukan selama
proses pembelajaran berlangsung dan berdasarkan portofolio (kumpulan
hasil kerja siswa selama kegiatan pembelajaran).

DAFTAR PUSTAKA
Burhanudeen, Hafriza. 2006. Language and Social Behaviour. Voices
from the Malay World. Malaysia: Universiti Kebangsaan Malaysia.
Dharma, Lala Herawati (Penerjemah). 2007. Brain-Based Teaching:
Merancang Kegiatan Belajar-Mengajar yang melibatkan Otak
emosional, Sosial, Kognitif, Kinestetis, dan Reflektif.Bandung:
Kaifa.
Djojosuroto, Kinayati. 2007. Filsafat Bahasa. Yogjakarta : Pustaka Book
Publisher.
Idi, Abdullah. 2011. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik.
Yogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Jalaluddin, Nor Hashimah, dkk. (Ed). 2009. Lnguistik Teori dan Aplikasi.
Malaysia:
Universiti Kebangsaan Malaysia.
Lim Kiat Boey. 1980. Language Learning and Language Use Among
Some Singaporean Students. Regional English Language Center
Journal 11:2.
Nasution, S. 2011. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sardiman. 1986. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Taniredja, Tukiran, dkk. 2011. Model-Model Pembelajaran Inovatif.
Bandung: Alfabeta.
Weaver, C. 1992. A Whole Language Belief System and Its
Implications for Teacher and Institutional Change. In C.
Weaver dan L.Henke Supporting Whole Language : Stories of
Teacher and Institutional Change. Porstmouth, NH: Heinemann.

Anda mungkin juga menyukai