Anda di halaman 1dari 2

KB 1

Pendekatan Whole Language dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

A. Latar Belakang

Pandangan tentang pentingnya menyatunya unsur-unsur yang selama ini di pandang dan diperlakukan
terpisah-pisah adalah pengaruh dari PWL ini. Pendekatan Whole Language ini lahir secara tidak langsung
sebagai reaksi atas kelemahan-jelemahan pendekatan struktural yang memperlakukan keterampilan
bahasa dan komponen bahasa secara terpisah-pisah. Padahal, kenyataannya dalam kehidupan sehari-
hari seseorang lebih banyak menghadapi fenomena kebahasaan secara untuh.

Dengan mengajarkan bahasa secara terpisah-pisah, sangat sulit untuk memotivasi siswa belajar bahasa
karena siswa melihat apa yang dipelajarinya tidak ada hubungannya dengan kehidupan mereka didalam
keluarga dan masyarakat.

B. Landasan Teoritis

Rigg (1991) berkeyakinan bahwa bahasa merupakan satu kesatuan (whole) yang tidak dapat dipisahkan.
Roberts (1996) menyatakan bahwa anak atau siswa membentuk sendiri pengetahuannya melalui peran
aktifnya dalam belajar secara utuh (whole) dan terpadu (integrated) Sehingga whole language adalah
salah satu pendekatan pengajaran bahasa yang menyajikan pengajaran bahasa secara utuh tidak
terpisah-pisah. Pendekatan whole language atau pendekatan integrated whole language adalah
pendekatan pengajaran Bahasa pertama (B1) dan Bahasa kedua (B2) yang didasarkan pada prinsip-
prinsip berikut.

 Bahasa disajikan dalam keutuhan, bukan sebagai potongan bahasa yang terisolasi atau terpisah-
pisah.
 Aktifitas pembelajaran lebih bergerak dari keseluruhan ke sebagian dari pada dari bagian ke
kesuluruhan.
 Keempat keterampilan berbahasa dioptimalkan.
 Bahasa dipelajari melalui interaksi sosial dengan orang lain.

C. Komponen Whole Language

 Membaca nharing, dilakukan oleh guru untuk siswanya. Umumnya dilakukan oleh guru-guru
kelas rendah untuk membantu siswa meningkatkan kemampuan menyimak, berkonsentrasi, dan
memperkaya kosakata.
 Menulis jurnal. Melalui jurnal siswa dapat mengungkapkan perasaannya tentang suatu hal.
 Membaca diam. Komponen membaca diam dapat dilakukan rutin setiap hari (10-45 menit).
Anak-anak membaca mandiri dalam hati selama waktu tertentu secara terus menerus tanpa
interupsi.
 Membaca bersama/berbagi. Dilakukan siswa dan guru secara bersama. Pertama guru membaca
teks lalu siswa mengikutinya. Kedua guru membaca teks sementara itu siswa menyimak sambil
melihat bacaan. Ketiga siswa membaca bergiliran.
 Membaca terbimbing. Siswa membaca untuk memahami teks, kemudian mendiskusikannya
dengan siswa lainnya. Guru sebagai pengamat dan fasilitator.
 Menulis terbimbing. Sama halnya dengan membaca terbimbing. Giri sebagai fasilitator,
pendorong, pemberi saran. Bukan pengatur, bukan penunjuk. Guru memonitor proses menulis
yang dilakikan siswa.
 Membaca bebas. Siswa bebas berkesempatan menentukan sendiri materi yang ingin dibacanya,
guru berperan sebagai pengamat, fasilitator dan pemberi respons (Suratinah & Prakoso, 2009)
 Menulis bebas. Adalah tahapan keterampilan menulis yang perlu dimiliki oleh anak didik.
Bertujuan meningkatkan kemampuan menulis.

D. Merancang Pengajaran Berpendakatan Whole Language.

 Tujuan Pengajaran
Menguasai keterampilan berbahasa secafa utuh, tidak terpisah-pisah.
 Materi Pengajaran
Materi diambil dari lingkungan yang dekat dengan anak. Dengan demikian ada sesuatu yang
dapat dicontoh oleh siswa dalam menguasai sesuatu.
 Peran Siswa dan Guru
Dalam PWL siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran yang bermakna. Guru lebih berperan
sebagai fasilitator pembelajaran.
 Tekhnik Mengajar
Tanya jawab, diskusi, demonstrasi, penugasan. Tekhnik-tekhnik itu dapat mengembangkan
empat keterampilan berbahasa secara simultan.
 Tekhnik Penilaian
Penilaian dilaksanakan selama proses belajar berlangsung agar memperoleh gambaran
kemampuan siswa yang sifatnya menyeluruh.

Anda mungkin juga menyukai