Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
Diare merupakan masalah kesehatan terutama pada balita baik di tingkat global,
regional maupun nasional. Pada tingkat global, diare menyebabkan 16% kematian, sedikit
lebih rendah dibandingkan dengan pneumonia, sedangkan pada tingkat regional (negara
berkembang), diare menyumbang sekitar 18% kematian balita dari 3.070 juta balita 1,2. Di
Indonesia berdasarkan hasil survei Program Pemberantasan (P2) Diare di Indonesia
menyebutkan bahwa angka kesakitan diare di Indonesia pada tahun 2000 sebesar 301 per
1000 penduduk dengan episode diare balita adalah 1,0-1,5 kali per tahun. Tahun 2003 angka
kesakitan penyakit ini meningkat menjadi 374 per penduduk dan merupakan penyakit dengan
frekuensi KLB (Kejadian Luar Biasa) kedua tertinggi setelah DBD (Demam Berdarah
Dengue) 2. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, diare merupakan penyebab
kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun, lebih tinggi dibanding
pneumonia yaitu sebesar 15,5%3. Hal ini tentu menjadi masalah yang serius untuk Indonesia
dalam rangka mencapai tujuan keempat dari pembangunan milenium (Millenium
Development Goals/MDGs) yaitu menurunkan angka kematian bayi menjadi 2/3 dalam kurun
waktu 25 tahun (1990-2015) 1,3.
Mengingat tingginya angka kesakitan dan kematian disebabkan diare, World Health
Association (WHO) mengeluarkan pedoman tatalaksana diare. Penggunaan cairan rehidrasi
oral (CRO) sebagai terapi dan pencegahan dehidrasi, serta suplementasi zinc diharapkan
dapat mengurangi angka kematian akibat diare1. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
telah mengeluarkan pedoman yang mencakup aspek yang lebih luas, dikenal dengan LINTAS
DIARE (Lima Langkah Tuntaskan Diare). Lima langkah untuk menuntaskan diare yaitu
rehidrasi, suplementasi zinc, dukungan nutrisi, pemberian antibiotik selektif, dan edukasi.
Akan tetapi menurut data WHO, hanya sekitar 39% anak dengan diare di negara berkembang
yang mendapat pengobatan sesuai rekomendasi WHO. Di Indonesia, data tatalaksana diare
sesuai rekomendasi WHO sangat terbatas1,3.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diare
Organisasi kesehatan dunia (WHO) mendefinisikan diare sebagai kejadian buang air
besar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi 3 kali atau lebih selama 1
hari atau lebih. Definisi ini lebih menekankan pada konsistensi tinja daripada frekuensinya.
Jika frekuensi BAB meningkat namun konsistensi tinja padat, maka tidak disebut sebagai
diare2.
Bayi yang menerima ASI eksklusif sering mempunyai tinja yang agak cair, atau
seperti pasta; hal ini juga tidak disebut diare. Ibu biasanya mengetahui kapan anak mereka
terkena diare dan dapat menjadi sumber diagnosis kerja yang penting. Diare menyerang anak
pada tahun-tahun pertama kehidupannya. Insidensi diare tertinggi pada anak di bawah umur 2
tahun, dan akan menurun seiring bertambahnya usia1,2-7.
2.2. Klasifikasi
Klasifikasi diare berdasarkan lama waktu diare terdiri dari2,4,10 :
1. Diare akut
Diare akut yaitu buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan konsistensi
tinja yang lembek atau cair dan bersifat mendadak datangnya dan berlangsung dalam
waktu kurang dari 2 minggu.
2. Diare persisten
Episode diare yang diperkirakan penyebabnya adalah infeksi dan mulainya sebagai
diare akut teteapi berakhir lebih dari 14 hari, kondisi ini menyebabkan malnutrisi dan
berisiko tinggi menyebabkan kematian.
3. Diare kronik
Diare kronis sebagai suatu episode diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dengan
etiologi non-infeksi.

2.3. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu1,2,4-10:
1. Faktor Infeksi
a. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare
pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
-

Infeksi virus: Enteroovirus (Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus,


Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. Diare cair pada anak sebagian besar disebabkan
oleh infeksi rotavirus, V. cholera dan E.coli dan diare cair akut pada anak di bawah
lima tahun paling banyak disebabkan oleh infeksi rotavirus.

Infeksi bakteri: Vibrio, E.coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,


Aeromonas dan sebagainya. Bakteri-bakteri ini merupakan beberapa contoh bakteri
patogen yang menyebabkan epidemi diare pada anak. Diare berdarah paling sering
disebabkan oleh Shigela. Kolera merupakan salah satu contoh kasus epidemik dan
sering diidentikkan dengan penyebabkan kematian utama pada anak. Namun sebagian
besar kejadian diare yang disebabkan oleh kolera terjadi pada dewasa dan anak
dengan usia yang lebih besar.

Infestasi parasit : Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides), protozoa


(Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), jamur (candida
albicans).
b. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
Otitis Media akut (OMA), Tonsilofaringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.
2. Faktor Malabsorbsi
a. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan
anak yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktrosa.
b. Malabsorbsi lemak
c. Malabsorbsi protein
3. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

2.4. Cara penularan


Cara penularan diare umumnya melalui fekal-oral dengan mekanisme berikut 2,4-10:
1. Melalui air yang merupakan media penularan utama. Diare dapat terjadi bila seseorang
menggunakan air minum yang sudah tercemar, baik tercemar dari sumbernya, tercemar
selama perjalanan sampai ke rumah-rumah, atau tercemar pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran di rumah terjadi bila tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
2. Melalui tinja terinfeksi. Tinja yang sudah terinfeksi mengandung virus atau bakteri dalam
jumlah besar. Bila tinja tersebut dihinggapi oleh binatang dan kemudian binatang tersebut
hinggap di makanan, maka makanan itu dapat menularkan diare ke orang yang memakan.
3. Kontak langsung tangan dengan penderita.
2.5. Faktor risiko
Diare dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain umur, gizi, sosial ekonomi, lingkungan,
dan perilaku 2,4-8,10.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi
terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan pendamping ASI
(MP-ASI). Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi dan
kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
2. Faktor gizi
Selama diare, penurunan asupan makanan dan penyerapan nutrisi dan peningkatan
kebutuhan nutrisi, sering secara bersama-sama menyebabkan penurunan berat badan, dan
berlanjut ke gagal tumbuh. Gangguan gizi tersebut dapat menyebabkan diare menjadi lebih
parah, lebih lama dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan kejadian diare pada anak
yang tidak menderita gangguan gizi. Episode diare yang dialami anak juga makin banyak
pada anak dengan gizi buruk.
3. Faktor sosial ekonomi
Kebanyakan anak yang mudah menderita berasal dari keluarga besar dengan daya beli
yang rendah, kondisi rumah yang buruk, tidak mempunyai pe-nyediaan air bersih yang
memenuhi persyaratan kesehatan, pendidikan orang-tuanya yang rendah dan sikap serta
kebiasaan yang tidak menguntungkan.

4. Faktor lingkungan
Kesehatan lingkungan hidup di Indonesia masih merupakan masalah utama dalam usaha
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Besarnya masalah kesehatan lingkungan hidup
berpengaruh terhadap terjadinya penyakit infeksi, termasuk diare. Masalah kesehatan
lingkungan hidup ini meliputi: kurangnya penyediaan air minum yang bersih dan
memenuhi persyaratan kesehatan, kurangnya pembuangan kotoran yang sehat, keadaan
rumah yang tidak sehat, usaha higiene dan sanitasi makanan yang belum menyeluruh,
banyaknya faktor penyakit, belum ditanganinya higiene dan sanitasi industri secara
intensif, kurangnya usaha pengawasan dan pencegahan terhadap pencemaran ling-kungan,
pembuangan limbah di daerah pemukiman yang kurang baik.
5. Perilaku
Faktor perilaku dapat mempengaruhi penyebaran kuman enterik serta meningkatkan atau
mengurangi risiko terjadinya diare, perilaku yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Pemberian ASI eksklusif
Bayi yang tidak diberikan ASI secara eksklusif 6 bulan pertama kehidupan bayi akan
lebih berisiko mengalami kesakitan dan kematian akibat diare karena ASI banyak
mengandung zat-zat kekebalan terhadap infeksi.
a. Penggunaan botol susu
Pemakaian botol susu yang tidak bersih akan meningkatkan risiko pencemaran kuman
dan susu akan terkontaminasi oleh kuman dari botol. Kuman akan cepat berkembang
bila susu tidak segera diminum.
b. Kebiasaan cuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan keberhasilan perorangan yang penting dalam
penularan diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama
sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyuapi anak, dan
sesudah makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
c. Kebiasaan membuang tinja
Membuang tinja (termasuk tinja bayi) harus dilakukan secara bersih dan benar. Tinja
bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya.
d. Penggunaan air minum
Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan di rumah.
Pencemaran di rumah dapat terjadi apabila tempat penyimpanan tidak tertutup atau
tangan yang tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat
penyimpanan.
5

e. Menggunakan jamban
Penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penularan risiko terhadap
penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban, sebaiknya membuat jamban
dan keluarga harus buang air besar di jamban. Bila tidak mampu untuk mempunyai
jamban, sebaiknya jangan membiarkan anak-anak untuk pergi ke tempat buang air
besar, hendaknya tempat untuk buang air besar jauh dari rumah, jalan setapak, tempat
bermain anak-anak, dan harus berjarak kurang lebih 10 meter dari sumber air.
f. Pemberian imunisasi campak
Diare sering timbul menyertai campak, sehingga pemberian imunisasi campak juga
dapat mencegah diare. Diare sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang
menderita campak, hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.

2.6. Patofisiologi
Secara umum diare disebabkan oleh dua hal yaitu gangguan pada proses absorbsi atau
sekresi. Kejadian diare secara umum terjadi dari satu atau beberapa mekanisme yang saling
tumpang tindih. Menurut mekanismenya, dikenal diare akibat gangguan absorbsi yaitu
volume cairan yang berada di kolon lebih besar daripada kapasitas absorbsi. Diare ini dapat
terjadi akibat kelainan di usus halus, mengakibatkan absorbsi menurun atau sekresi yang
bertambah, namun jika fungsi usus halus normal, diare dapat terjadi akibat absorbsi di kolon
menurun atau sekresi di kolon meningkat. Diare dapat juga dikaitkan dengan gangguan
motilitas, inflamasi, dan imunologi 2,4-8,10.
1. Gangguan absorpsi
Adanya bahan yang tidak diserap menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian
proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat
perbedaan tekanan osmosis antara lumen usus dan darah maka pada segmen usus jejunum
yang bersifat permeabel, air akan mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan
banyak terkumpul dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen dengan
demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na normal.
Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di
lumen oleh sebab ada bahan yang tidak dapat diserap di segmen ileum dan melebihi
kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi diare.

2. Gangguan sekresi
Akibat adanya rangsangan yang menstimulasi sekresi lumen, misalnya toksin bakteri,
maka akan terjadi peningkatan air ke rongga usus sehingga usus menjadi penuh dan terjadi
diare. Toksin penyebab diare terutama bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi
intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya mengaktifkan protein kinase.
Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosfolirasi membran protein sehingga
mengakibatkan perubahan saluran ion yang menyebabkan Cl - di kripta keluar, selain itu
terjadi peningkatan pompa natrium sehingga natrium masuk ke dalam lumen usus bersama
Cl-.
3. Gangguan motilitas
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap
makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya apabila peristaltik menurun akan
menyebabkan bakteri tumbuh berlebihan yang kemudian menyebabkan diare.
4. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada beberapa keadaan.
Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction, tekanan hidrostatik dalam
pembuluh darah dan limfe menyebabkan air, elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel
darah merah serta sel darah putih menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat
inflamasi ini berhubungan dengan tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare
sekretorik.
Bakteri enteral patogen akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction,
menginduksi sekresi cairan dan elektroit, dan mengaktifkan kaskade inflamasi. Efek
infeksi bakterial pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi
absorpsi. Pengaruh tersebut menyebabkan hipersekresi klorida yang akan diikuti natrium
dan air.
5. Diare terkait imunologi
Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III dan IV
dimana terjadi pelepasan mediator pada ketiga reaksi hipersensitivitas tersebut. Mediator
yang dilepaskan akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan
jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natirum dan air.

2.7. Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala gastrointestinal
bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi sistemik bervariasi
tergantung pada penyebabnya. 2,4-8,10
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada muntah
dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan dehidrasi,
asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian bila tidak
diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat berupa dehidrasi
isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik. Menurut derajat
dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau dehidrasi berat. 2,48,10

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang. 4-8,10
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai muntah:
volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak kencing dalam 6 8
jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama diare. Adakah panas atau
penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis media, campak.
Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi oralit, membawa
berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan yang diberikan serta riwayat
imunisasinya.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda utama
dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda tambahan lainnya :
8

ubun- ubun besar cekung atau tidak, mata : cowong atau tidak, ada atau tidak adanya air
mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau basah.
Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik. Bising usus
yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena
perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat dehidrasi yang terjadi.

Gambar. 2.1. Cara menilai turgor kulit


3. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak diperlukan,
hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab dasarnya tidak
diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada penderita dengan dehidrasi
berat. Contoh: pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau infeksi
saluran kemih.
Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan pada diare akut :
-

Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur dan
tes kepekaan terhadap antibiotika.

Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.

Tinja : Pemeriksaan makroskopik:


Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita dengan diare

meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang watery dan tanpa mukus
atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau disebabkan oleh
infeksi diluar saluran gastrointestinal.
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang
menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau
parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya
9

bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada
permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang
berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Strongyloides.

Pemeriksaan mikroskopik:
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya leukosit dapat memberikan

informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan mukosa.
Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa
kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau
kuman yang memproduksi sitotoksin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C.
difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P.
shigelloides. Leukosit yang ditemukan pada umumnya adalah leukosit PMN, kecuali pada S.
typhii leukosit mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat leukosit pada tinjanya,
pasien yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya leukosit pada tinja minimal.
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit dalam jumlah
banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari telur atau parasit kecuali
terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah resiko tinggi, kultur tinja negatif untuk
enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau pada pasien immunocompromised.
2.8. Tata Laksana
1. Prinsip Tatalaksana Diare
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus
diare yang diderita anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah
sakit. Lima pilar tersebut sering disingkat dengan LINTAS DIARE (Lima Langkah Tuntaskan
Diare).
Gambar. 2.2. Lima langkah tuntaskan diare

a. Rehidrasi.
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl), kalium
klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit diberikan untuk
10

mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat diare. Karena oralit
formula lama biasanya menyebabkan mual dan muntah, sehingga ibu enggan memberikan
kepada anaknya sekarang sudah ada oralit formula baru, sehingga sekarang rehidrasi
dilakukan dengan menggunakan oralit baru. Perbedaan kedua oralit ini terdapat pada
tingkat osmolaritas. Osmolaritas oralit baru lebih rendah yaitu 245 mmol/l dibanding total
osmolaritas oralit lama yaitu 331 mmol/l.
No
.
1.
2.
3.
4.

No

Oralit lama (WHO/UNICEF 1978)

Oralit

NaCl : 3.5 g
NaHCO3: 2.5 g
KCl : 1.5 g
Glucose : 20 g
Osmolar. 331 mmol/l

2004)
NaCl : 2.6 g
Na Citrate: 2.9 g
KCl : 1.5 g
Glucose : 13.5 g
Osmolar. 245 mmol/l

Oralit lama (WHO/UNICEF 1978)

Oralit

.
1.
2.
3.
4.
5.

Na+ : 90 mEq/l
K+ : 20 mEq/l
HCO3 : 30 mEq/l
Cl- : 80 mEq/l
Glucose : 111 mmol/l
Osmolar. 331 mmol/l

formula

formula

baru

baru

(WHO/UNICEF

(WHO/UNICEF

2004)
Dengan Osmolaritas
Na+ : 75 mEq/l
K+ : 20 mEq/l
Citrate : 10 mmol/l
Cl- : 65 mEq/l
Glucose : 75 mmol/l
Osmolar. 245 mmol/l

Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak mengandung
garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam
tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung

11

dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare. Pemberian oralit harus
segera bila anak diare, sampai diare berhenti.

Ada beberapa keunggulan oralit formula baru. Penelitan menunjukkan bahwa oralit
formula baru mampu:
a. Mengurangi volume tinja hingga 25%
b. Mengurangi mual-muntah hingga 30%
c. Mengurangi secara bermakna pemberian cairan melalui intravena.
Ketentuan pembuatan larutan oralit adalah sebagai berikut:
a. Melarutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 200 cc air matang,
b. Memberikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar dengan ketentuan untuk
anak berumur kurang dari 2 tahun diberikan 50-100 ml setiap kali buang air besar,
sedangkan untuk anak 2 tahun atau lebih diberikan 100-200 ml tiap kali buang air besar.
c. Bila dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa, sisa larutan harus

dibuang.
Gambar. 2.3. Cara pembuatan larutan oralit.
b. Zinc.
Zinc merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zinc yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar ketika
12

anak mengalami diare. Untuk menggantikan zinc yang hilang selama diare, anak dapat
diberikan zinc yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga agar anak tetap
sehat.
Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani kebijakan bersama dalam hal
pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan Zinc selama 10-14 hari. Hal ini didasarkan
pada penelitian selama 20 tahun (1980-2003) yang menunjukkan bahwa pengobatan diare
dengan pemberian oralit disertai zinc lebih efektif dan terbukti menurunkan angka
kematian akibat diare pada anak-anak sampai 40%.
Pada saat diare, anak akan kehilangan zinc dalam tubuhnya. Pemberian Zinc mampu
menggantikan kandungan Zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat
penyembuhan diare. Zinc juga meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat
mencegah risiko terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.
Berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, manfaat zinc sebagai pengobatan
diare adalah mengurangi :
1. Prevalensi diare sebesar 34%;
2. Insidens pneumonia sebesar 26%;
3. Durasi diare akut sebesar 20%;
4. Durasi diare persisten sebesar 24%;
5. Kegagalan terapi atau kematian akibat diare persisten sebesar 42%.
Kemampuan zinc untuk mencegah diare terkait dengan kemampuannya meningkatkan
sistem kekebalan tubuh. Zinc merupakan mineral penting bagi tubuh. Lebih 300 enzim dalam
tubuh yang bergantung pada zinc. Zinc juga dibutuhkan oleh berbagai organ tubuh, seperti
kulit dan mukosa saluran cerna. Semua yang berperan dalam fungsi imun, membutuhkan
zinc. Jika zinc diberikan pada anak yang sistim kekebalannya belum berkembang baik, dapat
meningkatkan sistim kekebalan dan melindungi anak dari penyakit infeksi. Itulah sebabnya
mengapa anak yang diberi zinc (diberikan sesuai dosis) selama 10 hari berturut - turut
berisiko lebih kecil untuk terkena penyakit infeksi, diare dan pneumonia.
Zinc diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut. Pemberian zinc harus
tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan
ketahanan tubuh terhadap kemungkinan berulangnya diare pada 2 3 bulan ke depan. Obat
Zinc merupakan tablet dispersible yang larut dalam waktu sekitar 30 detik. Zinc diberikan
selama 10 hari berturut-turut dengan dosis sebagai berikut:
a. Balita umur < 6 bulan: 1/2 tablet (10 mg)/ hari
13

b. Balita umur 6 bulan: 1 tablet (20 mg)/ hari


Obat Zinc yang tersedia di Puskesmas baru berupa tablet dispersible. Saat ini
perusahaan farmasi juga telah memproduksi dalam bentuk sirup dan serbuk dalam sachet.
Zinc diberikan dengan cara dilarutkan dalam satu sendok air matang atau ASI. Untuk anak
yang lebih besar, zinc dapat dikunyah. Zinc aman dikonsumsi bersamaan dengan oralit. Zinc
diberikan satu kali sehari sampai semua tablet habis (selama 10 hari) sedangkan oralit
diberikan setiap kali anak buang air besar sampai diare berhenti.
Pemberian zinc selama 10 hari terbukti membantu memperbaiki mucosa usus yang
rusak dan meningkatkan fungsi kekebalan tubuh secara keseluruhan. Efek samping zinc
sangat jarang dilaporkan. Kalaupun ada, biasanya hanya muntah. Namun, pemberian zinc
dalam dosis sebanyak 10-20 mg sesuai usia seperti dosis yang dianjurkan seharusnya tidak
akan menyebabkan muntah. Zinc yang dilarutkan dengan baik akan menyamarkan rasa
metalik dari zinc.
c. ASI dan makanan tetap diteruskan.
Jika anak masih mendapatkan ASI, maka teruskan pemberian ASI sebanyak dia mau.
Karena ASI bukanlah penyebab diare dan ASI justru dapat mencegah diare sehingga bayi
dibawah 6 bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan
sistim imunitas tubuh bayi. Jadi, jika anak mau lebih banyak dari biasanya itu akan lebih
baik. Biarkan dia minum sebanyak dan selama dia mau.
Pemberiannya makanan disesuaikan dengan umur anak dan dengan menu yang sama
pada waktu anak sehat. Anak harus diberi makan seperti biasa dengan frekuensi lebih sering.
Lakukan ini sampai dua minggu setelah anak berhenti diare. Jangan batasi makanan anak jika
ia mau lebih banyak, karena lebih banyak makanan akan membantu mempercepat
penyembuhan, pemulihan dan mencegah malnutrisi.
Untuk anak yang berusia kurang dari 2 tahun, anjurkan untuk mulai mengurangi susu
formula dan menggantinya dengan ASI. Untuk anak yang berusia lebih dari 2 tahun, teruskan
pemberian susu formula. Ingatkan ibu untuk memastikan anaknya mendapat oralit dan air
matang.
d. Antibiotik selektif.
Selain bahaya resistensi kuman, pemberian antibiotik yang tidak tepat bisa membunuh
flora normal yang justru dibutuhkan tubuh. Antibiotik juga dapat memberikan efek negatif
seperti memperburuk diare (antibiotics induced diarrhea). Efek samping dari penggunaan
antibiotik yang tidak rasional adalah timbulnya gangguan fungsi ginjal, hati dan diare yang

14

disebabkan oleh antibiotik. Hal ini juga akan mengeluarkan biaya pengobatan yang
seharusnya tidak diperlukan.

e. Nasihat kepada orang tua


Berikan nasihat dan cek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara pemberian Oralit,
Zinc, ASI/makanan dan tanda-tanda untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan
jika anak:
- Buang air besar cair lebih sering
- Muntah berulang-ulang
- Mengalami rasa haus yang nyata
- Makan atau minum sedikit
- Demam
- Tinjanya berdarah
- Tidak membaik dalam 3 hari.
Ketika terkena diare, tubuh akan memberikan reaksi berupa peningkatan motilitas atau
pergerakan usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun. Perut akan terasa banyak gerakan
dan berbunyi. Anti diare dapat menghambat gerakan itu sehingga kotoran yang seharusnya
dikeluarkan, justru dihambat keluar. Hal ini menyebabkan bakteri tumbuh di dalam usus yang
justru dapat memperburuk kondisi pasien. Selain itu anti diare dapat menyebabkan
komplikasi yang disebut prolapsus pada usus (terlipat/terjepit). Kondisi ini berbahaya karena
memerlukan tindakan operasi. Oleh karena itu anti diare seharusnya tidak boleh diberikan.
Probiotik adalah mikroorganisme hidup sebagai suplemen makanan yang memberikan
pengaruh pada pejamu dengan memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus. Strain
yang digunakan sebagai probiotik biasanya dipilih dari flora komersial. Lactobacillus atau
bifidobacterium adalah mikro organisme yang paling banyak digunakan dan telah sejak lama
digunakan sebagai probiotik.
Berdasarkan WHO, probiotik mungkin bermanfaat untuk AAD (Antibiotic Associated
Diarrhea), tetapi karena kurangnya bukti ilmiah dari studi yang dilakukan pada kelompok
masyarakat, maka WHO belum merekomendasikan probiotik sebagai bagian dari tatalaksana
pengobatan diare. Secara statistik, probiotik memberikan efek signifikan pada AAD sebanyak
0.48% (95% CI 0.35 - 0.65), tetapi tidak memberikan efek signifikan untuk travellers diare
yaitu 0.92 (95% CI 0.79 - 1.06) dan juga tidak memberikan efek signifikan pada community15

based diarrhea. Harus diperhitungkan juga biaya dalam pemberian pengobatan tambahan
probiotik.
Probiotik memiliki banyak manfaat, meskipun belum direkomendasikan; pemberian
probiotik tidak mengurangi intensitas diare, tetapi hanya akan mengurangi kejadian diare.
Probiotik akan meningkatkan kolonisasi bakteri probiotik dalam lumen saluran cerna,
sehingga akan terjadi persaingan tempat reseptor permukaan usus, produksi bahanbahan
antibiotik, peningkatan pertahanan imun inang (efek adjuvan, peningkatan produksi IgA
polimerik, stimulasi sitokin) dan kompetisi dengan patogen untuk nutrisi luminal.
1. Prosedur Tatalaksana Diare
a. Penilaian klinis
Tabel. 2.1. Penilaian Derajat Dehidrasi (Buku Saku Lintas Diare, 2011)
PENILAIAN

1.LIHAT:

BILA TERDAPAT 2 TANDA ATAU LEBIH


Baik, sadar
Gelisah, rewel
Lesu, lunglai atau

Keadaan Umum

Normal

Mata

Minum biasa, tidak Haus, ingin minum

Sangat cekung dan

Rasa Haus

haus

kering

Cekung

tidak sadar

banyak

Malas minum/tidak
2.PERIKSA:
Turgor Kulit
3.DERAJAT

Kembali cepat
Tanpa dehidrasi

DEHIDRASI

Kembali lambat

bisa minum
Kembali

Dehidrasi

lambat
Dehidrasi berat

ringan/sedang
(dehidrasi

4.RENCANA

sangat

Rencana Terapi A

tidak

berat)
Rencana Terapi B

Rencana Terapi C

PENGOBATAN
b. Rencana terapi
Rencana pengobatan diare dibagi menjadi tiga (3) berdasarkan derajat dehidrasi yang dialami
oleh balita
1. Rencana Terapi A, jika penderita diare tidak mengalami dehidrasi
2. Rencana Terapi B, jika penderita diare mengalami dehidrasi ringan/sedang
3. Rencana Terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi berat.
16

A
Diare tanpa dehidrasi
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Keadaan Umum baik, sadar
Mata tidak cekung
Minum biasa, tidak haus
Cubitan kulit perut/turgor kembali segera
RENCANA TERAPI A
UNTUK TERAPI DIARE TANPA DEHIDRASI
MENERANGKAN 5 LANGKAH TERAPI DIARE DI RUMAH
1. BERI CAIRAN LEBIH BANYAK DARI BIASANYA
Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama
Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri ORALIT atau air matang sebagai tambahan
Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan ORALIT
atau cairan rumah tangga
sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air matang, dsb)
Beri ORALIT sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan
sedikit demi sedikit
- Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak
- Umur > 1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak
Anak harus diberi 6 bungkus ORALIT (200 ml) di rumah bila:
- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C
- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk
Ajari ibu cara mencampur dan memberikan ORALIT
2. BERI OBAT ZINC
Beri ZINC 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan dengan
cara dikunyah atau dilarutkan
dalam 1 sendok air matang atau ASI
Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari
Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari
3. BERI ANAK MAKANAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
Beri makanan kaya Kalium seperti buah segar, pisang, air kelapa hijau.
Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)
Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama 2 minggu
4. ANTIBIOTIK HANYA DIBERIKAN SESUAI INDIKASI
MISAL: DISENTERI, KOLERA dll
5. NASIHATI IBU/PENGASUH
Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila:
Berak cair lebih sering
Muntah berulang
Sangat haus
Makan dan minum sangat sedikit
17

Timbul demam
Berak berdarah
Tidak membaik dalam 3 hari

B
Diare dehidrasi Ringan/Sedang
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Gelisah, rewel
Mata cekung
Ingin minum terus, ada rasa haus
Cubitan kulit pertu/turgor kembali lambat
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA DI SARANA
KESEHATAN
ORALIT yang diberikan = 75 ml x BERAT BADAN anak
Bila BB tidak diketahui berikan ORALIT sesuai tabel di bawah ini:
Umur sampai
Berat Badan
Jumlah cairan

< 4 bulan
< 6 kg
200-400

4-12 bulan
6-10 kg
400-700

12-24 bulan
10-12 kg
700-900

2-5 tahun
12-19 kg
900-1400

Bila anak menginginkan lebih banyak ORALIT, berikanlah


Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
Untuk bayi < 6 bulan, tunda pemberian makan selama 3 jam kecuali ASI dan ORALIT
Beri obat ZINC selama 10 hari berturut-turut
AMATI ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT:
Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
Berikan sedikit demi sedikit tapi sering dari gelas
Periksa dari waktu ke waktu bila ada masalah
Bila kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian ORALIT dan berikan air masak
atau ASI
Beri ORALIT sesuai Rencana Terapi A bila pembengkakan telah hilang
SETELAH 3-4 JAM, NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN
PENILAIAN, KEMUDIAN PILIH RENCANA TERAPI
A, B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN TERAPI
Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A. Bila dehidrasi telah hilang, anak
biasanya kencing kemudian
mengantuk dan tidur
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/sedang, ulangi Rencana Terapi B
Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C
BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B
Tunjukkan jumlah ORALIT yang harus dihabiskan dalam Terapi 3 jam di rumah
Berikan ORALIT 6 bungkus untuk persediaan di rumah
Jelaskan 5 langkah Rencana Terapi A untuk mengobati anak di rumah

18

C
Diare dehidrasi berat
Bila terdapat dua tanda atau lebih
Lesu, lunglai/tidak sadar
Mata cekung
Malas minum
Cubitan kulit perut/turgor kembali sangat lambat > 2 dtk
RENCANA TERAPI C
UNTUK TERAPI DIARE DEHIDRASI BERAT DI SARANA KESEHATAN
Ikuti arah anak panah. Bila jawaban dari pertanyaan adalah YA, teruskan ke kanan. Bila
TIDAK, teruskan ke bawah.
Apakah saudara dapat
menggunakan cairan IV

Mulai diberi cairan IV (intravena) segera. Bila penderita bisa minum,


berikan oralit, sewaktu cairan IV dimulai. Beri 100ml/kgBB cairan
Ringer Laktat (atau cairan normal salin, atau ringer asetat bila ringer
laktat tidak tersedia), sebagai berikut :

Ya

Umur

Pemberian pertama
30 ml/kg dalam

Kemudian 70ml/kg
dalam

Bayi < 1 tahun

1 jam

5 jam

Anak 1-5 tahun

30 menit

2 jam

Tidak

Apakah ada terapi IV terdekat


(dalam 30 menit)?

Ya

Tidak

Ya

Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba
Nilai kembali penderita tiap 1-2jam. Bila rehidrasi belum tercapai,
percepat tetesan intravena
Juga berikan oralit (5ml/KgBB/jam) bila penderita bisa minum,
Kirim penderita untuk terapi intrevena.
Bila penderita bisa minum, sediakan oralit dan tunjukkan
memberikannya selama perjalanan.

cara

Mulai rehidrasi mulut dengan oralit melalui pipa nasogastrik atas


mulut. Berikan 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg)
Nilailah penderita tiap 1-2jam :

Bila muntah atau perut kembung berikan cairan pelan-pelan

Bila tehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk penderita untuk


terapi intravena
Setelah 6 jam nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi yang

Apakah saudara dapat


menggunakan pipa nasogastrik

Tidak

Segera rujuk anak untuk


rehidrasi melalui nasogastrik
atau intravena

Catatan :
o Bila mungkin, amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk
memastikan bahwa ibu dapat menjaga mengembalikan cairan yang hilang
dengan memberi19
oralit

2.9. Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan dua cara, yakni mencegah penyebaran
kuman patogen penyebab diare dan memperbaiki daya tahan tubuh pejamu2,4-8,10.
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare
Kuman patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral sehingga
pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran ini.
Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.
b. Penyiapan MP-ASI harus bersih dan penyimpanannya di tempat bersih dan
tertutup.
c. Penggunaan air bersih untuk minum, mencuci peralatan makan dan bahan makanan
dan memasak
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar
dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota keluarga.
f. Membuang tinja bayi di jamban.
2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu.
Cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat
mengurangi risiko diare antara lain:
-

Memberi ASI paling tidak sampai anak berusia 2 tahun. Bayi yang diberi ASI lebih
terlindungi dari infeksi, terutama diare, karena banyaknya komponen penting di dalam
ASI. Menurut Shams, dkk. pemberian ASI akan menurunkan insiden diare karena
adanya intestinal cell growth promoting factor, sehingga villi usus cepat mengalami
penyembuhan setelah rusak karena diare. Selain itu, kolostrum kaya akan secretory
IgA, laktooksidase, dan juga asam neuraaminik yang mempunyai sifat antibakterial
terhadap E. coli dan Staphylococcus. Adanya laktoferin dan lyzosim yang merupakan
komponen imunitas saluran cerna, serta faktor bifidus yang berfungsi menjaga
keasaman flora usus dan menghambat pertumbuhan bakteri patogen juga sangat
berpengaruh.

Imunisasi campak.

3. Imunisasi Rotavirus11,12.
20

Rotavirus adalah penyebab utama gastroenteritis pada anak-anak. Virus ini bertahan di
lingkungan beberapa hari sampai beberapa minggu, sehingga dapat menyebabkan
benda-benda yang berada di lingkungan (fomite) sebagai sumber penularan.
Kebersihan dan sanitasi yang baik, termasuk ketersediaan pasokan air bersih, hanya
menimbulkan sedikit efek dalam upaya mencegah penularan rotavirus. Karena itu,
vaksinasi merupakan metode pencegahan yang paling efektif dan sangat diperlukan
untuk mengontrol transmisi dan mencegah penyakit yang disebabkan oleh virus ini.
Tujuan pemberian vaksin rotavirus adalah untuk memberikan tingkat perlindungan
yang sama dengan perlindungan dari infeksi alami. Infeksi alamiah tidak memberikan
kekebalan seumur hidup terhadap infeksi rotavirus dan penyakitnya ringan, tetapi
mencegah timbulnya infeksi rotavirus yang berat berikutnya.
Pertama kali WHO merekomendasikan imunisasi rotavirus secara rutin pada April
2009. Di Indonesia, vaksin ini direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia
(IDAI) pada tahun 2011. Berdasarkan studi-studi yang telah dipublikasikan
menunjukkan bahwa vaksinasi rotavirus menunjukkan bahwa vaksin ini mencegah
jumlah kematian karena diare dalam jumlah yang signifikan di negara berkembang.
Vaksin rotavirus yang beredar adalah vaksin hidup yang mengandung 1 strain
(monovalen) dan 5 strain (pentavalen). Waktu pemberiannya, yaitu :
-

Vaksin monovalen diberikan secara oral (melalui mulut) 2 kali dengan jarak waktu
kurang lebih 8 minggu setiap pemberian. Dosis pertama diberikan pada bayi usia 6-14
minggu dan dosis kedua kurang lebih pada 24 minggu.

Vaksin pentavalen diberikan secara oral dan dilakukan dalam 3 kali. Jarak pemberian
antar dosis berkisar 1 bulan sejak pemberian pertama. Dosis pertama diberikan pada
usia 2 bulan, kedua usia 4 bulan, dan pemberian ketiga pada umur 6 bulan.

21

Anda mungkin juga menyukai