Portofolio KET
Portofolio KET
Presentan
Dr. Ryan Resky Andaresta
Pendamping
Dr. Rahman Gusdiardi
Borang Portofolio
No. ID dan Nama Peserta :
Topik :
Tanggal Kasus :
26 Desember 2013
Nama Pasien :
Ny. DNN
Nomor RM :
165304
Tanggal Presentasi :
30 Desember 2013
Pendamping :
Tempat Presentasi :
Objektif Presentasi :
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
Istimewa
Neon Bayi
atus
Deskripsi :
Anak
Re
De
Lansia
Bu
maja
wasa
mil
Seorang wanita usia 22 tahun datang ke IGD RSUD M. Zein Painan dengan
keluhan utama nyeri perut bagian bawah tiba-tiba dirasakan sejak 14 jam
Tujuan :
SMRS
Mengidentifikasi
penyebab,
factor
predisposisi,
gejala,
diagnosis,
Bahan
Audit
Bahasan :
Cara
Pustaka
Diskusi Presentasi dan Diskusi
Pos
No. Reg:
165304
Membahas :
Data Pasien
Nama :
Ny.DNN
dan
Terdaftar sejak :
Nyeri perut dirasakan di seluruh lapangan perut, terus menerus, bertambah sakit saat
berubah posisi.
Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan
Riwayat menstruasi
Menarche umur 13 tahun, haid teratur tiap bulan, lama siklus 1 x 28 hari, lama haid 4 5 hari,
banyaknya 3 4 x ganti duk per hari, nyeri haid (-).
2. Riwayat Pengobatan :Pasien belum pernah berobat untuk keluhan ini.
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Tidak pernah menderita penyakit jantung, penyakit paru,
penyakit ginjal, penyakit hepar, hipertensi dan penyakit diabetes melitus.
4. Riwayat Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit keturunan,
penyakit menular dan penyakit kejiwaan.
5. Riwayat Pekerjaan : Pasien adalah seorang ibu rumah tangga.
6. Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik : 7. Riwayat perkawinan : 1 x tahun 2012
Riwayat kehamilan / abortus/ persalinan
:2/0/1
:
:
:
:
:
:
:
Pe
A
-
Abdomen
Genitalia
Ekstrimitas
Paru
:I
Pa
Pe
: sonor
:
:
:
Status Obstetri
Status Obstetri
Edema tidak ada, Refleks fisiologis +/+, akral dingin
:
:
Status Obstetri
Muka
Mamae
Abdomen
Inspeksi
: tidak membuncit.
Palpasi
: fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defans
muskuler (+)
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Genitalia
Inspekulo
: tidak dilakukan
VT Bimanual
Vagina
Portio
: 9.0 gr/dl
Leukosit
Ht
Trombosit
: 22.100/mm3
: 26
: 308.000/mm3
leukosit 1-2
eritrosit (-)
slilinder (-)
Kristal (-)
Epitel (-)
Kimia :
Protein (+)
Glukosa (-)
Bilirubin (-)
SIKAP :
Konsul Obgyn :
rencana USG interpretasi : uterus bentuk dan ukuran besar dari normal, end line (+),
fluid collection (+), gestasional sac ekstra uterine.
Diagnosis
Akut abdomen e.c KET + G2P1A0H1 gravid 4-5 minggu
Daftar Pustaka :
Oppenheimer L and Ottawa ON. Diagnosis and Management of Placenta Previa. SOGC
Dutta DC. Antepartum Haemorrhage. Text Book of Obstetrics. Fourth Ed. New Central
Book Agency (P) LTD. India 1998. p. 256-67.
Hasil Pembelajaran :
1. Mengidentifikasi faktor predisposisi terjadinya Kehamilan Ektopik Terganggu.
2. Menegakkan diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu.
3. Penatalaksanaan Kehamilan Ektopik Terganggu.
Nyeri perut dirasakan di seluruh lapangan perut, terus menerus, bertambah sakit saat
berubah posisi.
Buang air besar dan buang air kecil tidak ada keluhan
Riwayat menstruasi
-
Menarche umur 13 tahun, haid teratur tiap bulan, lama siklus 1 x 28 hari, lama haid 4
:
:
:
:
:
:
:
Abdomen
Genitalia
Ekstrimitas
Paru
Pa
Pe
:I
Pa
Pe
: sonor
:
:
:
Status Obstetri
Status Obstetri
Edema tidak ada, Refleks fisiologis +/+, akral dingin, refilling < 2.
:
:
Status Obstetri
Muka
Mamae
Abdomen
Inspeksi
: tidak membuncit.
Palpasi
: fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+), defans
6
muskuler (+)
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Genitalia
Inspekulo
: tidak dilakukan
VT Bimanual
Vagina
Portio
Assesment :
Definisi
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan dalam keadaan telur yang telah dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. 1,2,3
Lebih dari 10.000 kehamilan ektopik dilaporkan di Amerika yang merupakan 2 % dari
seluruh kehamilan. Walaupun angka mortalitas kehamilan ektopik turun secara bermakna
selama 30 tahun terakhir, kehamilan ektopik ini masih merupakan penyebab kematian ibu
nomor satu pada trisemester pertama kehamilan.
Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik
di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan. Sebagian besar wanita yang
mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20 40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun.2,3
Walaupun angka kehamilan ektopik cendrung meningkat, tapi angka kejadian
sesungguhnya sukar ditentukan karena kehamilan ektopik yang tidak mengalami ruptur atau
abortus tuba dapat diresorpsi spontan. 1,4
Insiden kehamilan ektopik meningkat secara dramatis selama 20 tahun terakhir yang
kemungkinan disebabkan meningkatnya insiden penyakit inflamasi pelvik (PID) dan
kemampuan diagnostik yang lebih baik. Sebaliknya, angka kematian menurun karena
membaiknya sarana diagnostik dan pengobatan. 1,5
7
uterus.
Kerusakan mukosa tuba ini terbanyak disebabkan oleh infeksi, dan kemungkinan hal ini lah yg
paling mungkin terjadi pada pasien ini.
Etiologi dan faktor penyebab
Penyebab kehamilan ektopik sebagian besar belum diketahui. Kebanyakan hipotesa
yang mencoba menjelaskan terjadinya semua jenis kehamilan ektopik tidak berhasil
memperoleh dukungan data yang memadai. Pendekatan yang lebih realistik adalah mengenali
faktor perdisposisi terjadinya kehamilan ektopik. Berbagai kelainan dan kerusakan pada tuba
yang berperan dalam kehamilan ektopik adalah 1,2,4,7 :
1. Faktor mekanik yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang telah dibuahi
kehamilan ektopik dalam kavum uteri.
Salfingitis
Terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi lipatan mukosa tuba dan dapat
mempersempit lumen tuba serta membentuk kantong-kantong buntu. Infeksi juga
mengurangi silia mukosa tuba yang menyebabkan implantasi zygot kedalam mukosa
tuba terganggu. Insidennya 12,8% setelah satu kali infeksi, 35,5% setelah dua kali
infeksi dan 75% setelah tiga kali infeksi. Infeksi terbanyak yang menyebabkan
kehamilan ektopik adalah Chlamydia trachomatis.
Perlekatan perituba setelah infeksi post-abortus atau infeksi masa nifas, apendisitis atau
8
dari 20 batang perhari resiko kehamilan ektopik meningkat 2,5 kali dan jika merokok 1
10 batang perhari resiko kehamilan ektopik meningkat 1,3 kali.
3. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah dibuahi, ini
ditemukan pada endometriosis.
4. Reproduksi yang dibantu. Terjadi peningkatan insiden kehamilan ektopik pada induksi
ovulasi, Gamete intrafallopian transfer (GIFT), in vitro fertilization (IVF) dan ovum
transfer. Chen dkk. melaporkan 11 kehamilan ektopik dari 1014 kali dilakukan IVF, dan 3
diantaranya implantasi kornu.
5. Kegagalan kontrasepsi. Terdapat peningkatan insiden kehamilan ektopik setelah sterilisasi
tuba. Resiko lebih tinggi pada jenis electrocoagulation dari sterilisasi tuba jenis lain.
Pada pasien ini, sulit menentukan teori yang mendukung terjadinya kehamilan ektopik
tersebut.
Lokasi kehamilan ektopik
Menurut lokasinya kehamilan ektopik dapat dibagi atas beberapa kelompok 9 :
a)
b)
Tuba fallopii
Pars interstisialis
Isthmus
Ampula
Infundibulum
Uterus
Kanalis servikalis
Divertikulum
Cornu
Tanduk rudimenter
c)
Ovarium
d)
Intraligamenter
e)
Abdominal
f)
Primer
Sekunder
Di antara sekian banyak tempat kehamilan ektopik yang mungkin terjadi, yang terbanyak
adalah yang terjadi di tuba yaitu 98,3 % dari seluruh kehamilan ektopik. Dari seluruh kehamilan
tuba ini 79,6 % implantasi terjadi di ampula, 12,3 % di isthmus, 6,2 % di fimbrie dan 1,9 % di
pars interstisialis. Kehamilan ektopik di luar tuba fallopii adalah 1,4 % kehamilan abdominal,
0,15 % kehamilan ovarium dan 0,15 % kehamilan servikal. 4,6
Gejala dan Tanda 1,2,6,9
Diagnosis kehamilan ektopik
Anamnesa
Pada kehamilan ektopik yang tidak terganggu terdapat gejala seperti kehamilan normal
seperti amenorea, mual, dan sedikit nyeri pada perut bagian bawah yang tidak begitu dirasakan.
2
Pasien kehamilan ektopik biasanya akan datang dengan keluhan klasik yaitu nyeri perut,
amenorea dan perdarahan pervaginam. Nyeri perut merupakan keluhan utama pada kehamilan
ektopik terganggu. Nyeri bisa bilateral atau unilateral dan bisa juga terasa di perut bagian atas
atau bawah. Setelah ruptura, bisa terasa nyeri bahu, leher atau pinggang. Ini menandakan sudah
terjadi perdarahan intraperitoneal. 7
Pada ruptura tuba nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan intensitasnya
disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan masuk ke dalam keadaan
syok. Pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mulamula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk kehamilan ektopik dalam rongga perut,
rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Darah dalam rongga perut
dapat merangsang diagrama, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk hematokel
retrouterina menyebabkan defikasi nyeri. Prichard dan Adam menemukan bahwa 500 cc darah
dalam rongga peritoneum lebih sering menyebabkan nyeri perut dan khususnya nyeri pada bahu
atas dan leher akibat iritasi diagrama. Kemungkinan yang terjadi pada pasien ini adalah rupture
tuba, dikarenakan pasien ini datang dalam keadaan syok dan keluhan diawali dengan nyeri yang
tiba-tiba.
Keluhan amenorea dapat bervariasi tergantung pada kehidupan janin. Sebagian penderita
tidak mengalami amenorea karena janin mati sebelum haid berikutnya. Perdarahan pervaginam
yang terjadi menunjukan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua.
Biasanya perdarahan tidak banyak tetapi dapat berlangsung lama, darah bewarna merah
kehitaman. 2 Hal ini sesuai dengan anamnesis yang didapat dari pasien yang telah tidak haid 1
11
bulan ini.
Pemeriksaan fisik 1,4,7
Pemeriksaan fisik yang dilakukan mencakup pengukuran tanda vital, abdomen dan
pelvik. Sebelum terjadi ruptura pemeriksaan fisik yang ditemukan mungkin tidak spesifik. Bila
sudah terjadi ruptura dapat timbul gejala shok dengan nadi cepat dan halus, akral dingin, pucat
dan hipotensi. Nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi abdomen karena rangsangan peritoneum
dan pekak beranjak (shifting dullness) pada perkusi yang menandakan terdapatnya perdarahan
intraperitoneal. Vagina dan servik bewarna kebiruan, lunak dan nyeri pada salah satu fosa iliaka
jika servik digerakkan. Dapat ditemukan massa adneksa yang nyeri tekan dan penonjolan
kavum douglas bila sudah terjadi ruptura.
umumnya dalam semua kehamilan ektopik kadar hCG dalam serum kosentrasinya
jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan kehamilan normal. Pada pasien ini hanya
dilakukan pemeriksaan kehamilan sederhana dengan menggunakan plano test, dan
didapatkan hasil positif. Namun hasil ini menurut literature, masih perlu dikonfirmasi
dengan pemeriksaan USG dan kadar -hCG untuk menegakkan diagnosis kehamilan
dan kehamilan ektopik itu sendiri.
Ultrasonografi (USG)
USG merupakan alat bantu dini dalam diagnostik kehamilan ektopik. Adanya test
kehamilan positif pada kehamilan muda serta penemuan tanda-tanda kehamilan pada
pemeriksaan dalam belum memberikan keyakinan apakah terjadi intra uterin atau
kehamilan ektopik. Robinson et. al. (1988) menyatakan bahwa dengan test kehamilan
positif, USG tidak memperlihatkan tanda kehamilan intrauterin, adanya cairan bebas
di kavum Douglasi dan masa pelvik yang abnormal, hampir pasti merupakan
kehamilan ektopik.
USG transvaginal memiliki akurasi 1 minggu lebih awal dari USG transabdominal.
USG abdominal dapat menditeksi adanya kantong gestasi intrauterine secara baik bila
kadar -hCG > 6.500 mIU/ml atau 5 6 minggu setelah haid terakhir dan USG
transvaginal dapat menditeksi kantong gestasi bila kadar -hCG > 1.500 mIU/ml atau
4 5 minggu setelah haid terakhir. Bila tidak ditemukan tanda kehamilan intrauterin
diatas kadar -hCG tersebut harus di curigai terdapatnya kehamilan ektopik.
Pemeriksaan -hCG bila digabungkan dengan USG maka akurasi diagnostik
kehamilan ektopik mendekati 100%. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan USG
transabdominal dan didapatkan hasil berikut
13
Laparoskopi
Laparoskopi merupakan standar emas untuk diagnostik kehamilan ektopik, dimana
tuba dapat divisualisasi dan dievaluasi secara jelas, walaupun 3 4% masa kehamilan
ektopik yang sangat kecil tidak terdiagnosis. Kehamilan ektopik tanpak sebagai masa
yang mendistorsi struktur tuba normal. Laparoskopi dipergunakan bila dicurigai
adanya kehamilan ektopik dan tidak terdapat tanda-tanda perdarahan intraperitoneal.
Namun pada pasien ini hanya direncanakan laparatomi, karena terbatasnya alat yang
tersedia di RS, dan keadaan KU pasien yang mengharuskan dilakukan tindakan
laparatomi segera.
Dari beberapa pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan sementara bahwa pasien ini
mengalami rupture tuba yang ditandai dengan gejala nyeri yang timbul tiba-tiba di bagian perut
bawah dan disertai dengan syok. Dari anamnesis didapatkan pasien juga telah tidak haid sejak
1 bulan ini. Kemudian dari vital sign ditemukan adanya gejala presyok yakni TD = 80/50
mmHg dan akral dingin. Dan dari pemeriksaan fisik lainnya didapatkan. Adanya nyeri goyang
portio yang merupakan gejala khas pada kehamilan ektopik terganggu. Dari pemeriksaan
laboratorium darah, didapat Hb 9.0 yang cocok dengan literature yang menyatakan bahwa pada
pasien ini sedang terjadi perdarahan yang diikuti penurun pada kadar Hb tersebut. Hal ini
diperkuat dengan kadar Ht yang juga ikut menurun (21%).
14
Selanjutnya dari pemeriksaan plano test didapatkan hasil positif yang menandakan
adanya tanda-tanda kehamilan pada pasien. Hal ini diperkuat dari pemeriksaan USG. Dari
pemeriksaan ini semua, sangat mendukung bahwa pasien memang sedang mengalami
kehamilan ektopik yang terganggu. Namun tetap harus dilakukan operasi dan pemeriksaan
patologi anatomi sebagai evaluasi dari jaringan tuba yang rusak.
Tatalaksana
Penanganan kehamilan ektopik yang paling sering adalah salpingektomi untuk
menggangkat tuba yang rusak dan mengalami perdarahan. Tujuannya adalah untuk
menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini penanganan kehamilan ektopik telah berubah dari
salpingektomi menjadi prosedur untuk mempertahankan fungsi tuba. Hal ini dimungkinkan oleh
karena diagnosis dini kehamilan ektopik dilakukan dengan USG dan penentuan kadar -hCG
serum. 1,6
Dalam pangobatan kehamilan ektopik harus memperhatikan hal-hal berikut ini :
Hasil pertimbangan ini menentukan apakah perlu dilakukan salpingektomi pada kehamilan tuba
atau dapat dilakukan pembedahan konservatif dengan dilakukan salpingostomi atau
reanastomosis tuba. Apabila kondisi penderita buruk, lebih baik dilakukan salpingektomi.
A. Ekspektatif (Observasi)
Penanganan kehamilan ektopik secara ekspektatif dimungkinkan karena diagnosis dini
kehamilan ektopik dengan pemeriksaan USG, kadar -hCG dan laparoskopi. Cara ini
tidak memerlukan pembedahan, biaya sedikit dan fertilitas tidak terganggu. 6, 7
B. Medikamentosa
Metotreksat (MTX) merupakan obat kemoterapi pilihan dalam mengobati kehamilan
ektopik. Metotreksat merupakan antogonis asam folat yang di metabolisme di hepar dan
di eksresikan melalui ginjal. MTX menghambat sintesa purin dan pirimidin sehingga
menggangu sintesa DNA dan multiplikasi sel-sel. Sel-sel yang sedang tumbuh seperti
15
Pemakaian protokol MTX dosis tunggal lebih disukai karena biaya lebih murah, efek
samping yang sedikit dan pangawasan yang sedikit dibandingkan dengan dosis ganda.
Angka kehamilan setelah pemberian dengan MTX lebih tinggi dibandingkan dengan
pembedahan. Walaupun demikian, fisiologi tuba setelah pemberian MTX masih belum
diketahui. 5
Tingkat keberhasilan pengobatan dengan MTX tergantung dari kadar -hCG ketika
terapi dimulai. 3
Metotreksat tidak mencegah kehamilan ektopik menjadi ruptur. Selama terapi dengan
MTX pasien harus menghindari alkohol, tidak berhubungan sex sampai kadar -hCG
menjadi normal.
C. Pembedahan
Sekarang penanganan kehamilan ektopik telah berobah dari salpingektomi yang dulunya
merupakan standar emas penatalaksanaan kehamilan ektopik menjadi prosedur untuk
16
Salphingostomi
Tehnik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan ektopik yang kurang dari 2
cm dan terletak pada 1/3 distal tuba. Dengan laparoskopi dilakukan insisi linear
sepanjang 2 cm diatas kehamilan ektopik sehingga kehamilan ektopik ini akan
menonjol keluar dari lubang insisi sehingga dapat dikeluarkan dengan hati-hati.
Perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau laser. Luka insisi dibiarkan
terbuka tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri. Sherman dkk. (1982)
melaporkan bahwa salphingostomi memberikan tingkat kehamilan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan salpingektomi.
Salphingotomi
Prosedur ini pertama kali ditemukan oleh Strommme tahun 1953. Insisi
longitudinal dibuat diatas kehamilan ektopik. Hasil konsepsi dikeluarkan dengan
hati-hati dan tuba yang terbuka diirigasi dengan larutan ringer laktat. Luka
ditutup dengan jahitan satu lapis dengan memakai benang vicryl 7-0. Jahitan
hanya sampai batas serosa dan otot, tidak sampai mukosa karena dapat
menimbulkan reaksi peradangan dan menimbulkan obstruksi. Tehnik ini
dilakukan pada kehamilan ektopik dengan diameter > 2 cm.
Salpingektomi
Tuba diangkat dengan membuat insisi berbentuk baji yang tidak lebih dari 1/3
luar pars interstitialis tuba untuk memperkecil kemungkinan terjadinya
kehamilan dalam puntum tuba tanpa melemahkan miometrium di tempat eksisi
tersebut. Tehnik ini dilakukan pada kehamilan ektopik yang sudah terganggu
dengan perdarahan intraperitoneal yang masif.
Dari sekian banyak tatalaksana di atas, pada pasien ini dilakukan tindakan salpingektomi,
karena kemungkinan pada pasien ini telah terjadi perdarahan intraperitoneal yang terlihat dari
17
Pengobatan :
Pada pasien ini diperlukan pemantauan yang intensif
-
Konsul Obgyn
Cek Hb Ulang
Rawat KB
Pendidikan :
Memberikan edukasi kepada keluarga pasien tentang kondisi pasien, dan penanganan pada
Kehamilan Ektopik Terganggu
Konsultasi
Konsultasi dilakukan dengan bagian kebidanan.
Rujukan
Saat ini pasien belum perlu dirujuk.
18