Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Preeklampsia merupakan kelainan yang ditemukan pada waktu kehamilan yang ditandai
dengan berbagai gejala klinis seperti hipertensi, proteinuria, dan edema yang biasanya terjadi
setelah umur kehamilan 20 minggu sampai 48 jam setelah persalinan. Sedangkan eklampsia
adalah kelanjutan dari preeklampsia berat dengan tambahan gejala kejang-kejang atau koma.
Menurut World Health Organization (WHO, 2001), angka kejadian preeklampsia berkisar
antara 0,51% - 38,4%. Preeklampsia dan eklampsia di seluruh dunia diperkirakan menjadi
penyebab kira-kira 14% (50.000-75.000) kematian maternal setiap tahunnya (Hak lim, 2009).

Salah satu penyebab kematian maternal di Indonesia adalah preeklampsia-eklampsia.


Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Angsar (1993), insiden preeklampsia-eklampsia
di Indonesia berkisar 10- 13% dari keseluruhan ibu hamil. Sementara itu di dua rumah sakit
pendidikan di Makasar insidensi preeklampsia berat 2,61%, eklampsia 0,84% dan angka
kematian akibatnya 22,2% (Lukas dan Rambulangi, 1995). Sedangkan selama periode 1
Januari-31 Desember 2000 di RSU Tarakan mencatat dari 1431 persalinan terdapat 74 kasus
preeklampsiaeklampsia (5,1%), preeklampsia 61 kasus (4,2%) dan eklampsia 13 kasus
(0,9%). Kasus preeklampsia terutama dijumpai pada primigravida dan usia 20-24 tahun
(Sudiyana, 2003).

Faktor predisposisi preeklampsia/eklampsia antara lain adalah paritas, umur ibu hamil kurang
dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun, diabetes melitus, hipertensi kronik, riwayat keluarga
dengan preeklampsia, dan penyakit vaskuler ginjal (Offord,2002). Catatan statistik seluruh
dunia menunjukkan dari insidensi 5%-8% preeklampsia dari semua kehamilan, terdapat 12%
lebih diantaranya dikarenakan oleh primigravida. Menurut data The New England Journal of
Medicine pada kehamilan pertama risiko terjadi preeklampsia sebanyak 3,9%, kehamilan
kedua 1,7%, dan kehamilan ketiga 1,8% (Rozikhan, 2006). Angka kejadian
preeklampsia/eklampsia akan menurun pada ibu dengan paritas 1-3 kali, namun pada paritas
tinggi akan terjadi lagi peningkatan angka kejadian preeklampsia/eklampsia (Offord, 2002).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tibatiba yang dapat
disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang menunjukan gejala
preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand mal dan bukan diakibatkan oleh
kelainan neurologis.5 Istilah eklampsia berasal dari bahasa Yunani yang berarti halilintar.
Kata-kata tersebut dipergunakan karena seolah-olah gejala eklampsia timbul dengan tiba-tiba
tanpa didahului tanda-tanda lain.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

a. Data subjektif

1. Umur sering terjadi pada primi gravida, < 20 tahun atau > 35 tahun.
2. Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatanTD, oedema, pusing.
3. Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, hipertensi kronik, DM.
4. Riwayat kehamilan :riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa, hidramnion ,riwayat
kehamilan dengan eklamsia sebelumnya.
5. Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi (pokok /selingan).
6. Psiko sosial spiritual : Emosi yang tidak stabil, kecemasan.

b. Data objektif

1. Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam waktu 24 jam.


2. Palpasi : mengetahuiTFU , letak janin, lokasi edema.
3. Auskultasi : mendengarkan DJJ . d. Perkusi : refleks patella.
4. Pemeriksaan penunjang : Tanda vital.
5. Laboratorium : protein urin (↑ hingga 0,3 gr/lt atau +1hingga +2 ), hematokrit ↓, Bj
urine ↑, serum kreatini ↑. Berat badan: ↑≥ 1 kg/minggu.
6. Tingkat kesadaran ; ↓ GCS, tanda adanya kelainan pada otak. USG ; NST

Pemeriksaan fisik

1. Keadaan Umum : Composmentis, lemah, gelisah dan meringis


2. Tanda-tanda vital: Suhu tubuh 36,7°C, Tekanan Darah 150/100 mmHg, Denyut
Nadi 87 x/menit, Respirasi Rate 20 x/menit, TB/BB: 147 cm/79 kg.
3. Kepala & leher:
 Kepala: tidak terdapat nyeri tekan, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat lesi.
 Rambut: hitam, ikal, bersih tidak terdapat ketombe.
 Telinga: bentuk simetris, tidak terdapat serumen, tidak terdapat lesi, tidak
terdapat perdarahan.
 Mata: bola mata simetris, tidak terdapat kantung mata, sklera putih,
konjungtiva merah muda, pupil isokor.
 Hidung: lubang hidung simetris, tidak terdapat serumen, tidak terdapat nyeri
tekan, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat perdarahan, tidak terdapat
pernafasan cuping hidung, tidak terpasang selang oksigen.
 Mulut: tidak terdapat kelainan kongenital seperti bibir sumbing, fungsi
pengecapan baik, tidak terdapat stomatitis, tidak terdapat karies gigi, tidak
terdapat perdarahan.
 Leher: tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak terdapat nyeri tekan,
tidak terdapat benjolan, tidak mengalami kaku kuduk, tidak terdapat
pembesaran vena jugularis.
4. Thorax & dada
Paru-paru
 Inspeksi: bentuk simetris, gerakan saat inspirasi dan ekspirasi seirama, tidak
terdapat penggunaan otot bantu pernafasan, tidak terdapat jejas, tidak terdapat
lesi
 Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan
 Perkusi: suara sonor
 Auskultasi: tidak terdapat suara nafas tambahan, suara nafas vesikuler.

Jantung

 Inspeksi: bentuk simetris, tidak terdapat jejas, ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi: ictus cordis teraba di intra costae sinistra 4-5, tidak terdpat nyeri tekan
 Perkusi: suara redup
 Auskultasi: suara S1 S2 tunggal, irama regular, bungi jantung murni.

5. Pemeriksaan payudara: Bentuk simetris, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat jejas,
puting susu menonjol keluar, colosterum sebelah kanan dan kiri belum keluar,
konsistensi agak kenyal.
6. Abdomen
 Inspeksi: perut cembung, terdapat striae, tidak terdapat luka bekas operasi
 auskultasi: bising usus 20 x/menit
 Palpasi: teraba masa besar lunak, Pemeriksaan Leopold: Leopold 1: 32 cm, Leopold
II: terdapat puki, Leopold III: bagian bawah teraba keras dan masuk pintu atas
panggul (PAP), Leopold IV: sudah dijalan lahir, His (kontraksi): 2x dalam 10 menit
lamanya 15 detik, Detak jantung janin (DJJ): 152 x/menit.
7. Genetalia dan anus: Genetalia kotor, ganti underpad sebanyak 2x, keluar darah dari
vagina, keluar lendir dari vagina, tidak terdapat hemoroid, Keluaran pervaginam:
darah berwarna merah segar bercampur lendir, Vagina Toucher: (jam 24.00 WIB)
oleh: bidan wanti, hasil: pembukaan 5 cm, Ketuban: berwarna keruh dan bau.
8. Punggung: Tidak terdapat kelainan tulang belakang seperti: kifosis, lordosis, dan
skoliosis.
9. Ekstremitas:
 Ekstremitas atas: tidak terdapat edema pada tangan kanan dan kiri, terpasang
infus pada tangan sebelah kiri, tidak terdapat lesi pada tangan kanan dan kiri,
tidak terdapat nyeri tekan pada tangan kanan dan kiri, Capilary Real Time
(CRT): ≤ 2 detik
 Ekstremitas bawah: tidak terdapat edema pada kaki kanan dan kiri, tidak
terdapat nyeri tekan, tidak terdapat lesi, Capilary Real Time (CRT): 2 detik.
10. Integumen: Warna kulit sawo matang, bersih, turgor kulit ≤ 2 detik, tidak terdapat
lesi, tidak terdapat jejas.

3.2 Diagnosa

1. Ketidak efektifnya kebersihan jalan nafas b.d kejang


2. Kelebihan volume cairan b.d peningkatan retensi urine dan edema
3. Resiko cedera pada janin b.d tidak adekuatnya perfusi darah ke placenta
4. Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin b.d perubahan pada plasenta.

3.3 Intervensi

1. Dx : Ketidak efektifnya kebersihan jalan nafas b.d kejang


2. Tujuan : Bersihan jalan nafas Optimal.
3. Kriteria : Pasien dapat mempertahankan pola pernafasan efektif dengan jalan nafas
paten atau aspirasi dicegah.
4. Intervensi :
 Kosongkan mulut pasien dari benda atau zat tertentu atau alat yang lain untu
menghindari rahang mengatup jika kejang terjadi menurunkan risiko aspirasi
atau masuknya sesuatu benda asing ke faring
 Atur posisi klien miring, permukaan datar, miringkan kepala selama serangan
kejang meningkatkan aliran secret, mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan
nafas
 Renggangkan pakian didaerah leher, dada, dan abdomen. untuk memfasilitasi
usaha bernafas atau ekspansi dada
 Lakukan penghisapan sesuai indikasi menurunkan risiko aspirasi atau aspiksia
 Berikan tambahan oksigen atau ventilasi manual sesuai kebutuhan
1. Dx : Kelebihan volume cairan b.d peningkatan retensi urine dan edema
2. Tujuan : Volume cairan normal
3. Kriteria : Volume cairan sesuai kebutuhan, edema minimal
4. Intervensi :
 Observasi berat badan pasien. Untuk menentukan intervensi lebih lanjut.
 Pantau intake cairan. Membantu mengidentifikasi kebutuhan.
 Observasi hasil lab protein urine. Meminimalkan komplikasi.
 Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian obat. Agar tidak kesalahan
dalam pemberian obat.
1. Dx : Resiko tinggi terjadinya foetal distress pada janin b.d perubahan pada plasenta.
2. Tujuan : Tidak terjadi foetal distress pada janin.
3. Kriteria : DJJ, NST, USG
4. Intervensi :
 Monitor DJJ sesuai indikasi
 Observasi tentang pertumbuhan janin
 Jelaskan adanya tanda-tanda solutio plasenta (nyeri perut, perdarahan, Uterus
tegang, aktifitas janin turun)
 Monitor respon janin pada ibu yg diberi SM 5. Kolaborasi dengan medis
dalam pemeriksaan USG dan NST

Anda mungkin juga menyukai