Anda di halaman 1dari 7

EMAS DAN SEJARAH PERTAMBANGAN EMAS DI INDONESIA

SIFAT EMAS
Emas adalah logam yang berat dengan warna kuning yang khas. Dalam bentuk bubuk,
warnanya coklat kemerahan. Logam ini melebur pada suhu 1064,18 oC. Emas
merupakan logam transisi ( trivalen dan univalen ) yang bersifat lunak dan mudah
ditempa, kekerasannya berkisar antara 2,5 3 ( skala Mohs ). Emas dapat dibentuk jadi
lembaran sedemikian tipis hingga tembus pandang. Sebanyak 120.000 lembar emas
dapat ditempa menjadi satu lapisan yang sedemikian tipisnya sehingga tebalnya tidak
lebih dari 1 cm. Dari 1 gram emas dapat diulur menjadi kawat sepanjang 2,5 km.
Emas mempunyai karakteristik sectile ( lunak, elastis, mudah dibentuk ), memiliki warna
yang menarik ( kuning, mengkilap, tidak mudah memudar ), berat, tahan lama, tahan
pada panas tinggi dan daya konduksi listrik juga sebagai perlawanan terhadap oksidasi
( tahan korosi ) sehingga emas memiliki banyak kegunaan. Namun karena emas
sebagai salah satu logam coinage yang keberadaannya di alam sangat langka,
menjadikannya sebagai logam yang sangat berharga.

Emas memberikan sumbangan yang amat besar bagi kehidupan manusia seperti,
untuk perhiasan, peralatan elektronik, kedokteran gigi, uang, medali, dll. Sekitar 65
persen dari emas diolah digunakan dalam industri seni, terutama untuk membuat
perhiasan. Selain perhiasan, emas juga digunakan di peralatan listrik, elektronik, dan
industri keramik. Industri aplikasi ini telah berkembang dalam beberapa tahun dan kini
menempati sekitar 25 persen dari pasar emas.
Dalam perdagangan emas, ukuran berat biasanya dipakai troy ouns, kemurnian emas
murnidalam karat ditunjukan angka 24 atau dalam kehalusan ditunjukkan angka 1.000.
Karena emas merupakan logam yang relatif lunak ( sectile ) menjadi satu halangan
untuk digunakan dalam industri. Untuk mengatasi kelemahan ini, emas biasanya
dipadukan dengan logam lain ( alloy ) seperti perak, tembaga, platinum, atau
nikel. Emas putih adalah alloy emas dengan platinum, iridium, nikel, atau zink. Alloy
emas dengan tembaga berwarna merah atau kuning. Alloy emas dengan besi berwarna
hijau, dan alloy emas dengan aluminum berwarna ungu. Bagian emas yang terdapat
dalam campuran diukur dalam karat atau persen. Karat adalah unit sama dengan 1 / 24
bagian dari emas murni dalam alloy. Dengan demikian, emas 24 Karat ( 24K ) adalah
emas murni, sedangkan emas 18 Karat adalah 18 bagian emas murni dan 6 bagian
logam lainnya, jadi emas 18 karat 18/24 berarti emas 75 %.

Sejarah Pertambangan Emas Di Indonesia


Pada awalnya Belanda datang di bumi Nusantara karena tertarik akan rempah-rempah
khas seperti lada dan pala yang melimpah di negri ini. Dan kemudian Belanda juga
mengeksploitasi kesuburan tanah Nusantara dengan membuka perkebunan aneka
komoditas dengan menerapkan sistem tanam paksa yang sangat menyengsarakan
penduduk pribumi. Selain itu Belanda juga melirik kekayaan mineral khususnya emas.
Jejak kegiatan penambangan yang dilakukan Belanda selama berkuasa di Indonesia
masih dapat dijumpai mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi.
Namun jauh sebelum Belanda datang, Nusantara sudah terkenal akan kekayaan
emasnya. Emas sebagai salah satu komoditas tambang sudah dikenal dan diusahakan
di Nusantara sejak lebih dari seribu tahun yang lalu. Selain situs tambang, banyak
artefak yang ditemukan para arkeolog yang terbuat dari emas, baik berupa mahkota,
perlengkapan peribadatan, perhiasan, hingga peralatan sehari-hari. Mitos atau legenda
dengan emas menjadi bagian dari kisahnya, masih dituturkan hingga kini. Secara
empiris hal tersebut membuktikan bahwa sejak dahulu, beberapa daerah di negri ini
pernah menjadi pusat penambangan emas, pengrajin emas, hingga perdagangan
emas.
Tambang Salida
Pusat tambang emas tertua Nusantara diantaranya berada di Sumatera. Menurut M.J.
Crow dan T.M. van Leeuwen, jalur emas Sumatra berhimpitan dengan garis patahan
karena adanya peristiwa geologi. Proses mineralisasi emas ini terjadi berbarengan
dengan munculnya basur magma sepanjang Bukit Barisan. Interaksi magma dengan
batuan dasar pada tekanan tertentu sehingga membentuk zona ubahan pada batuan
induk lava dan tufa yang kemudian berperan sebagai batuan induk kaya mineral ( host
rock ), termasuk emas. Logam mulia tersebut banyak ditemukan disekitar kawasan
Bukit Barisan seperti Martabe, Rawas, Bangko, Lebong, dan Mandailing. Hal ini
menjadikan pulau Sumatra terkenal dengan sebutan SWARNADWIPA. Yang dalam
bahasa Sanskerta berarti "Pulau Emas" seperti yang tertera pada prasasti Nalanda,
tahun 860 Masehi.

Perdagangan emas di pulau ini telah berlangsung lama. Berita mengenai Pulau Emas
sudah sampai ke Eropa melalui cerita-cerita para pelaut Arab. Penyair Portugis yang
terkenal, Luiz de Camoens (1524-1580), menulis sebuah puisi epik "Os Lusiadas"
(1572), tentang Gunung Ophir di Pasaman yang kaya emas, yang diperdagangkan oleh
penduduk lokal dengan orang asing. Melalui catatan Tome Pirse, seorang petualang di
awal abad 16 telah diketahui bahwa emas telah diperdagangkan di seluruh kota
pelabuhan di Sumatera terutama Barus. Bahkan jauh sebelum itu, melalui tulisan
Ptolomeus dalam Geographia pada awal abad ke-2, disebutkan bahwa pelabuhan tua
di pantai barat Sumatra Utara tersebut, emas telah menjadi salah satu komoditas utama
yang diperdagangkan selain kapur barus. Emas yang diperdagangkan tersebut
diperkirakan berasal dari sungai-sungai yang berhulu di sekitar Bukit Barisan.
Sebuah batu bertuliskan huruf Hindi yang berasal dari peradaban Hindu-Budha dari
kerajaan Sriwijaya dan Melayu menceritakan bahwa Sultan Sungai Emas mengekspor
emasnya kehilir melalui sungai Indragiri dan Siak yang mengalir dari tanah tinggi
Sumatera Barat ke pantai barat Sumatera. Disebut pula bahwa orang Minang yang
pertama kali menempati jantung kerajaan Sriwijaya di sekitar Palembang. Kerajaan
Minangkabau yang kaya dengan emas merupakan pendukung dari Kerajaan Sriwijaya
abad ke 7 pada masa kejayaan agama Budha.
Hingga awal abad ke-17 tambang-tambang di daerah Minangkabau merupakan daerah
yang paling kaya akan emas di seluruh kawasan itu. Emas ditambang dari sungaisungai di sebelah timur dan ditambang-tambang bukit Minangkabau. Dikabarkan bahwa
pernah terdapat 1200 tambang emas di sana (Marsden 1783: 168; cf. Eredia 1600:
238-239).
Melalui perjanjian Painan, pada tahun 1662 VOC mendapat konsesi untuk berdagang di
pantai barat Sumatra. VOC mulai mengeksploitasi kandungan emas Salida pada tahun
1669 semasa jabatan commandeur VOC ketiga untuk pos Padang; Jacob Joriszoon Pit
(1667-23 Mei 1678). Dua ahli tambang pertama yang didatangkan ke Salida bernama
Nicolaas Frederich Fisher dan Johan de Graf yang berasal dari Hongaria.
Selama 150 tahun beroperasinya Tambang Salida tidak banyak yang diketahui orang
mengenai tambang itu sampai kemudian Verbeek menerbitkan bukunya, Nota over de
verrichtingen der Oost-Indische Compagnie bij de ontginning der goud- en zilveraders

te Salida op Sumatras Westkust [Catatan tentang tindakan VOC mulai menggarap


sumber emas dan perak di Salida, Sumatra Barat] (1886).
Tambang Lebong
Perusahaan tambang Belanda, baik milik pemerintah maupun swasta baru mulai
melakukan kegiatan penambangan di Bengkulu setelah ditemukannya formasi Lebong
pada tahun 1890. Penambangan emas yang tertua diantaranya dilakukan oleh
perusahaan Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong dan Mijnbouw Maatschappij
Simau berada di Lebong, Bengkulu. Kedua perusahaan itu merupakan penyumbang
terbesar ekspor emas perak Hindia Belanda. Misalnya, pada tahun 1919 perusahaan
Mijnbouw Maatschappij Redjang Lebong menghasilkan 659 kg/emas dan 3.859
kg/perak, dan perusahaan Mijnbouw Maatschappij Simau menghasilkan 1.111 kg/emas
dan 8.836 kg/perak. Setidaknya dua perusahaan ini berhasil meraup 130 ton emas
selama berproduksi kurang dari setengah abad (1896-1941)
Jejak-jejak sisa penambangan yang dilakukan Belanda di Bengkulu masih dapat
ditemui di Ulu Ketenong, Tambang Sawah, Lebong Donok, Lebong Simpang, Lebong
Tandai.
Tambang Singkawang
Kota Singkawang yang penduduknya mayoritas keturunan Cina, leluhurnya adalah
pekerja tambang emas imigran dari Cina. Kota Singkawang dulunya merupakan sebuah
desa bagian dari wilayah kerajaan Sambas, Desa Singkawang sebagai tempat singgah
para pedagang dan penambang emas dari Monterado. Sejarah kedatangan orangorang Cina berawal dari potensi daerah-daerah di wilayah Kerajaan Sambas yang
banyak mengandung emas. Sejak Kesultanan Sambas, tambang emas ini merupakan
sumber penghasilan kesultanan. Pada 1760 Sultan Umar Akamudin II mendatangkan
orang-orang sebagai pekerja tambang di daerah Sambas, Bengkayang, dan Montrado
untuk meningkatkan hasil pertambangan emas. Kebijakan Sultan Sambas ini, di
samping telah meningkatkan hasil emas bagi Kesultanan Sambas, juga menyebabkan
gelombang masuknya ribuan imigran ke daerah itu. Para imigran ini mendirikan kongsikongsi pekerja tambang, semacam koloni Cina yang mengatur pemerintahan dan
perdagangan.
Tambang Cikotok
Cikotok telah ditemukan sejak tahun 1839 yang kemudian dieksploitasi mulai tahun
1936 oleh perusahaan Belanda N.V. Mijnbauw Maatschapij Zuid Bantam (MMZB). Pada
1939 hingga tahun 1942 terpaksa terhenti akibat terjadinya Perang Dunia II. Selama
pendudukan Jepang 1942 1945, kegiatan tambang dikerjakan oleh perusahaan
Jepang Mitsui Kosha Kabushiki Kaisha tetapi tidak menambang emas melainkan timah
hitam timbal (Pb) di Cirotan untuk keperluan produksi amunisi. Pada masa
pemerintahan Sukarno tahun 1958, tambang emas Cikotok diresmikan dan dikerjakan
oleh NV Tambang Emas Tjikotok (TMT) yang berada di bawah manajemen NV
Perusahaan Pembangunan Pertambangan (P3). Setelah beberapa kali berganti induk
perusahaan, pada tanggal 5 Juli 1968 tambang emas Cikotok dikelola oleh PN Aneka
Tambang (BUMN) yang lalu berubah menjadi PT Aneka Tambang sejak 1974 dan
sekarang kemudian dikenal sebagai PT Antam.

Anda mungkin juga menyukai