Anda di halaman 1dari 4

Biografi Raden Patah

Raden Fatah (Palembang, 1450-Demak, 1518). Dia sultan pertama Kesultanan Demak dan
merupakan pemimpin pertama yang menjalin kerjasama yang baik antara ulama dan umara di
Nusantara yaitu bekerjasama dengan Wali Sanga dalam memerintah. Sewaktu kecil bernama
Pangeran Jimbun, dia adalah putra raja Majapahit, Kertabumi Brawijaya V (memerintah
1408-1478). Ibunya seorang Muslimah bernama Putri Campa. Raden Fatah langsung
menganut agama Islam seperti ibunya. Dua puluh tahun dia hidup di Paembang di istana
Adipati Majapahit (Palembang adalah jajahan Majapahit). Adipati penguasa Palembang ialah
Aria Damar. Setelah dewasa Raden Fatah kembali ke Jawa/Majapahit.
Waktu dia dilahirkan, Majapahit sedang dilanda kemelut setelah Raja Hayam Wuruk wafat.
Terjadi perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana, menantu Hayam Wuruk yang
mendapat limpahan mahkota Majapahit dan Wirabhumi, putra salah satu selir raja. Keadaan
ini terus berlangsung selama pemerintahan Brawijaya V yang kekuasaannya selalu diincar
oleh Girindra Wardhana yang berkuasa di Keling.
Setalah berumur 20 tahun Raden Fatah dikirim ke Jawa menemui Raden Rahmat (Sunan
Ampel) untuk belajar agama bersama pemuda-pemuda lainnya, antara lain Raden Paku
(Sunan Giri), putra Raden Rahmat bernama Maulana Ibrahim (Sunan Bonang) dan Raden
Kosim (Sunan Drajat).
Setelah Sunan Ampel menganggap Raden Fatah mampu, dikawinkanlah dia dengan cucunya
bernama Nyi Ageng Maloka. Raden Fatah menjadi mubalig dan membawa jemaahnya ke
tempat masyarakat Muslim Bintoro yang kemudian menjadi Demak. Dia dikawal Sultan
Palembang Aryadila beserta 200 orang tentaranya. Dia bekerja keras karena daerah itu
direncanakan oleh Wali Songo sebagai pusat kerajaan Islam di Jawa.
Raden Fatah mendirikan pondok pesantren. Daerah tersebut menjadi pusat keramaian dan
perdagangan. Para wali sepakat mengangkat Raden Fatah sebagai Sultan Demak dengan gelar
Sultan Alam Akbar al-Fatah. Kemudian dia melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa sejak pemerintahannya.
Keberhasilan Raden Fatah selama pemerintahannya, antara lain:
a. perluasan dan pertahanan kerajaan
b. pengembangan Islam dan pengamalannya
c. sistem musyawarah dan kerjasama antara ulama dan umara.
Prabu Brawijaya ke 5 dari kerajaan Majapahit yang berkuasa pada saat itu memberi anugrah
jabatan kepada Raden Fatah sebagai Adipati dengan gelar Adipati Nata Praja yang
berkedudukan di Glagah Wangi Bintoro tahun 1477 M.
Raden Fatah selaku Adipati Nata Praja di Glagah Wangi Bintoro oleh para wali dinilai sangat
berhasil dalam membangun pemerintahan dan menjadi panutan dan abdi seorang satria yang
tampan cerdas santun serta bersahaja dan halus budi pekertinya.
Di samping dengan cepat dapat menguasai berbagai disiplin ilmu yang diajarkan para wali.
Oleh karena itu Majlis wali 9 secara bulat mengambil fatwa dan memutuskan untuk
mengangkat Raden Fatah serta mengijinkan menduduki tahta kerajaan Islam di Pulau Jawa,
yang berkedudukan di Bintoro Demak pada tahun 1478 M dengan gelar atau sebutan Sultan
Raden Abdul Fatah Al Akbar Sayyidin Pranotogomo. Tahta kerajaan Islam ini berjalan
dengan lancar dan tidak menimbulkan reaksi dari Kerajaan Majapahit.

Ketimbang di Kota, Kemiskinan di Desa Kian Dalam dan Parah


Oleh : Bonardo Maulana Wahono | 07:41 WIB - Selasa , 19 Juli 2016
Survei Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin pada Maret
2016 di Indonesia lebih sedikit ketimbang September tahun lalu. Pada laporan terbaru, angka
orang miskin mencapai 28,01 juta atau 10,86 persen dari total penduduk negeri. Sementara
itu, pada September 2015, jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan 28,51 juta
orang (11,13 persen)
Dilansir Kompas, penduduk miskin dalam hal persentase paling banyak terdapat di Maluku
dan Papua. Mengikuti di bawahnya, Bali dan Nusa Tenggara. Adapun Jawa, daerah ini
menjadi pulau dengan penduduk miskin terbanyak secara absolut karena "memang jumlah
penduduknya paling banyak atau paling padat," ujar Suryamin, Kepala BPS, Senin (18/7).
Suryamin menyatakan secara umum "di perdesaan terjadi peningkatan kedalaman dan
keparahan kemiskinan, sehingga secara rata-rata di desa meningkat," ujarnya dikutip laman
Detik. Di kawasan termaksud, Indeks Kedalaman Kemiskinan naik dari 2,40 menjadi 2,74
dan Indeks Keparahan Kemiskinan naik dari 0,67 menjadi 0,79. Pada wilayah perkotaan
Indeks Kedalaman Kemiskinan justru turun dari 1,29 menjadi 1,19 dan Indeks Keparahan
Kemiskinan naik dari 0,35 menjadi 0,27.
Hal tersebut menurutnya dimungkinkan karena tiga faktor. Pertama, "garis kemiskinan desa
lebih tinggi karena inflasi desa lebih tinggi dari perkotaan."
Selain itu, penduduk perdesaan lebih banyak mengonsumsi produk dari kota seperti mi instan
dan susu. Pembelian barang pun terjadi secara eceran "sehingga menyebabkan harganya lebih
mahal" dan memicu inflasi lebih tinggi daripada perkotaan.
Menanggapi penurunan jumlah penduduk miskin seperti yang disampaikan oleh BPS,
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution, meyakini salah satu
pemicunya adalah "harga pangan yang makin stabil.'' Pasalnya, ujarnya dikutip laman
Okezone, "tingkat kemiskinan banyak dipengaruhi oleh harga pangan.''

BPS sendiri mencatat bahwa peranan komoditas makanan terhadap garis kemiskinan memang
lebih besar ketimbang peran komoditas nonmakanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan
kesehatan). Sumbangannya terhadap garis kemiskinan pada Maret 2016 mencapai 73,50
persen, tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2015 yaitu sebesar 73,07 persen.
Lebih jauh BPS lewat laman resminya menyebutkan, jenis komoditas makanan yang
memiliki pengaruh terbesar terhadap nilai garis kemiskinan di perkotaan maupun di
perdesaan, di antaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, gula pasir, mi instan,
bawang merah dan roti. Sedangkan untuk komoditas bukan makanan yang terbesar
pengaruhnya adalah biaya perumahan, listrik, bensin, pendidikan, dan perlengkapan mandi.
Dilansir kantor berita Antara, garis kemiskinan di Indonesia yang dirilis BPS naik 2,78 persen
dari Rp344.809 per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp354.386 per kapita per
bulan pada Maret 2016.
Lembaga tersebut menunjukkan bahwa garis kemiskinan--yakni tingkat minimum pendapatan
yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi--di
perkotaan secara nasional naik 2,29 persen dari Rp356.378 per kapita per bulan pada
September 2015 menjadi Rp364.527 per kapita per bulan pada Maret 2016.
Sementara, garis kemiskinan di perdesaan secara nasional naik 3,19 persen dari Rp333.034
per kapita per bulan pada September 2015 menjadi Rp343.646 per kapita per bulan pada
Maret 2016.
Terdapat beberapa provinsi dengan garis kemiskinan desa yang lebih tinggi ketimbang
perkotaan. Penyebabnya, tingkat perkembangan harga-harga komoditas di desa yang lebih
tinggi daripada di kota.
Provinsi yang tercatat garis kemiskinan desa lebih tinggi dari kota pada Maret 2016 antara
lain Bangka Belitung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara,
Sulawesi Barat, dan Maluku.

Anda mungkin juga menyukai