Anda di halaman 1dari 3

GINA SHAFA N.M.

XI MIPA 2

KIM JEFFREY KURNIAWAN

Memperkuat skuad tim nasional menjadi kebutuhan. Karena itu, pengurus Persatuan
Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) yang kini dikomandoi Nurdin Halid
mencanangkan program naturalisasi alias meng-Indonesia-kan warga asing atau
mereka yang dwi kewarganegaraan.

Maka, dengan senjata UU No.12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik


Indonesia, sejumlah pemain asing atau yang memiliki dua kewarganegaraan akan
di-Indonesia-kan.

Pemain klub Heidelsheim FC, Jerman, Kim Jeffrey Kurniawan (20) merupakan
pemain hasil program naturalisasi pertama yang dilakukan PSSI. Hal itu diumumkan
langsung Ketua PSSI Nurdin Halid di markas besar salah satu organisasi olahraga
besar Indonesia ini, di Senayan, Jakarta, Senin (20/12).

Pria yang akrab disapa Puang ini menegaskan Kim merupakan pemain pertama
naturalisasi yang melalui program PSSI. "Saya tegaskan, Kim Jeffrey merupakan
pemain pertama yang melalui program naturalisasi. Christian Gonzales bukan
melalui program naturalisasi PSSI," ujar Nurdin.

Pernyataan Nurdin menepis anggapan selama ini, Christian 'El Loco' Gonzales
dianggap sebagai pemain pertama naturalisasi melalui program PSSI. "Gonzales
murni permintaannya sendiri untuk menjadi Warga Negara Indonesia. Karena dia

sudah lama tinggal di Indonesia, menikah dengan wanita Indonesia, punya anak
WNI dan dia cinta Indonesia," lanjut Nurdin.

"Kim, datang ke rumah saya sekitar dua tahun lalu meminta bantuan untuk menjadi
WNI. Dan kami hanya membantu percepatannya di Kementerian Hukum dan HAM,"
kata Nurdin.

Direktur Jenderal Administrasi Hukum dan Umum Kemenhukham, Aidir Amin Daud
mengakui Kim terlambat sebulan hingga dua bulan mengajukan permohonan.
Terpenting, tegasnya, naturalisasi pemain gelandang pada satu klub yang
berkompetisi di Verbandsliga Nordbaden Jerman (satu level di bawah divisi 3
Bundesliga), sudah sesuai aturan.

Patut diketahui, tidak seperti pemain timnas lain, Irfan Bachdim yang memegang
paspor Indonesia sejak usia 17 tahun, Kim memilih untuk memegang paspor
Jerman. Hal ini dapat dimaklumi karena nama negara Indonesia di Jerman tidak
selazim di Belanda.

Aidir mengungkapkan alasan mengapa pihaknya menyetujui permohonan Kim. Cucu


dari Kwee Hong Sing, pesepakbola nasional Indonesia era 50-an, adalah anak dari
perkawinan campur, sesuai Pasal 41. Kim juga diyakini akan ikut membantu
meningkatkan prestasi PSSI yang kini terpuruk.

Dari penelusuran hukumonline, tata cara seseorang untuk mendapat


kewarganegaraan RI berdasarkan UU 12/2006 diatur pada Pasal 8 dan 9. Namun
ada hal-hal khusus dibuka dalam UU untuk seseorang mendapat hak serupa yaitu
Pasal 20.

Pasal 20
Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan
alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh
Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan


yang bersangkutan berkewarganegaraan ganda.

Pasal 41
Anak yang lahir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c, huruf d, huruf h,
huruf l dan anak yang diakui atau diangkat secara sah sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 sebelum UU ini diundangkan dan belum berusia 18 tahun atau belum
kawin memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan UU ini
dengan mendaftarkan diri kepada Menteri melalui Pejabat atau Perwakilan Republik
Indonesia paling lambat empat tahun setelah UU ini diundangkan.

Ketika hal ini ditanyakan pada Aidir, dia bersikukuh proses Kim sudah benar. Ada
kepentingan besar yang harus didahulukan dan itu sudah sesuai Pasal 41,
ulangnya.

Aidir tak dapat menjelaskan, apakah proses meng-Indonesia-kan Kim Jeffry sudah
memenuhi kriteria seperti Pasal 20. Yaitu, harus berjasa dan mendapat persetujuan
dari legislatif.

Dia berkilah pihaknya meyakini apa yang dilakukan sudah benar. Karena dalam UU
tidak ada sanksi bagi pejabat yang memberikan persetujuan. Hanya ada sanksi jika
lalai atau menghalang-halangi seseorang mendapatkan hak kewarganegaraan,
seperti diatur Pasal 36-38, tegas Aidir yang mantan jurnalis sebuah media cetak di
Makasar.

Anda mungkin juga menyukai