Anda di halaman 1dari 8

CASE ANALYSIS PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN ELIMINASI

Problem
DO:
Klien post op TURP
Frekuensi berkemih +15x24 jam (sebelum
operasi)
Pengeluaran urin +1300ml/24 jam
GDS 85
Kreatinin 0,4
Asam urat 3,9
TD 159/ 90
S 36,9
N 76
Klien post TURP
Klien terpasang DC
dengan irigasi normal
saline
DS: Klien mengatakan
sering BAK tiap saat
termasuk pada malam
hari
Klien bekerja sebagai
supir taxi dan sering
duduk dalam waktu
yang lama

Hipotesis
Gangguan pola
eliminasi urin
Inkontinensia urin
Resiko Infeksi
Defisit
pengetahuan
Retensi urin
Disfungsi seksual
Nyeri akut
Resiko
perdarahan
Resiko
kekurangan
volume cairan
Resiko kelebihan
volume cairan

Pathway
BPH
Dilakukan pembedahan
(TURP)
Luka insisi
Resiko Infeksi
BPH
Dilakukan pembedahan
(TURP)
Perdarahan
Hematuria
Resiko kekurangan
volume cairan
BPH
Dilakukan pembedahan
(TURP)
Perdarahan
Hematuria
Irigasi cairan
Resiko kelebihan volume
cairan (absorbsi cairan
irigasi)
BPH

More Info
Transurethral
resection of the
prostate (TURP)
merupakan standar
pembedahan
endoskopik untuk
Benign Prostat
Hypertrophy
(pembesaran prostat
jinak). TURP
dilakukan dengan cara
bedah elektro
(electrosurgical) atau
metode alternative lain
yang bertujuan untuk
mengurangi
perdarahan, masa
rawat inap, dan
absorbsi cairan saat
operasi.
Gangguan pola
eliminasi urin
kondisi di mana
seseorang tidak
mampu mengendalikan
pengeluaran urine.
Inkontinensia urin
Adalah
ketidakmampuan otot
spinter eksternal
sementara atau
menetap untuk
mengontrol ekskresi
urine. Ada dua jenis
inkontinensia :
pertama, stres
inkontinensia yaitu

Dont Know
Apa diagnose
prioritas pada kasus
ini? (POST TURP)
Apa diagnose retensi
urin masih menjadi
diagnose pada kasus
ini?
Apa saja hal yang
perlu dipantau pada
pasien pos TURP?
AL pasien berapa?

1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

8.
9.

10.

Learning Issue
Asuhan
keperawatan pasien
post TURP/
Ganguan eliminasi
urin
Pemantauan pasien
post TURP
Persiapan preopp
Tindakan lanjut
setelah opp
Hasil
pemeriksaan PA
Penatalaksanaan
TURP
Apakah bisa cairan
irigasi normal
saline diganti
dengan cairan lain?
(BISA)
Mengapa kateter
dibawa pulang?
Apakah proses
penyembuhan Tn.
D tergolong
normal?
Normalnya
gimana?
Kapan mobilitas
aktif dilakukan

Nursing Intervention
Resiko perdarahan
NOC:
Sirculation Status
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..
defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:
Tekanan sistolik dalam batas normal
Tekanan diastolik dalam batas normal
Denyut nadi dalam batas normal
Tidak ada hipotermi
Tidak ada bunyi jantung abnormal
NIC :
Risk Control
Monitor adanya tanda perdarahan
Cek TTV secara berkala
Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
Kolaborasikan dengan dokter apabila terjadi
tanda perdarahan yang mengarah pada syok
Resiko infeksi
NOC :
Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
pasien tidak mengalami infeksi dengan kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah
timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
Status imun, gastrointestinal, genitourinaria dalam
batas normal
NIC :

Pertahankan teknik aseptif


Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan

Dilakukan pembedahan
(TURP)
Kurang paparan informasi
Deficit pengetahuan
Tidak tahu gejala yg harus
dilaporkan
Mengancam nyawa
BPH
Dilakukan pembedahan
(TURP)
Retensi urin (b.d.
obstruksi sekunder
kateter post TURP)
Nyeri
BPH
Dilakukan pembedahan
(TURP)
Dipasang DC
Inkontinensia urin
BPH
Dilakukan pembedahan
(TURP)
Terpasang DC
Disfungsi seksual
Gangguan pola eliminasi

stres yang terjadi pada


saat tekanan intraabdomen meningkat
seperti pada saat batuk
atau tertawa. Kedua,
urge inkontinensia
yaitu inkontinensia
yang terjadi saat klien
terdesak ingin
berkemih, hal ini
terjadi akibat infeksi
saluran kemih bagian
bawah atau spasme
bladder.
Retensi urin
ketidakmampuan
blader mengosongkan
kandung kemih

Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung


Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum

Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan


infeksi kandung kencing

Tingkatkan intake nutrisi


Berikan terapi antibiotik:.................................
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Pertahankan teknik isolasi k/p
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap
kemerahan, panas, drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala
infeksi
Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4
jam
Nyeri Akut
NOC :

Pain Level,

pain control,

comfort level
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama .
Pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Tanda vital dalam rentang normal
Tidak mengalami gangguan tidur
NIC :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan
Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan


Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan
intervensi
Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dala,
relaksasi, distraksi, kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri: ...
Tingkatkan istirahat
Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali
Defisit volume cairan
NOC:
Fluid balance
Hydration
Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama..
defisit volume cairan teratasi dengan kriteria hasil:
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia
dan BB, BJ urine normal,
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas
normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor
kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada
rasa haus yang berlebihan
Orientasi terhadap waktu dan tempat baik
Jumlah dan irama pernapasan dalam batas normal
Elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal
pH urin dalam batas normal
Intake oral dan intravena adekuat
NIC :

Pertahankan catatan intake dan output yang


akurat

Monitor status hidrasi ( kelembaban membran


mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ),
jika diperlukan

Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi


cairan (BUN , Hmt , osmolalitas urin, albumin,
total protein )

Monitor vital sign setiap 15menit 1 jam


Kolaborasi pemberian cairan IV

Monitor status nutrisi

Dorong keluarga untuk membantu pasien makan

Atur kemungkinan tranfusi

Berikan cairan oral


Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50
100cc/jam)
Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih
muncul meburuk
Persiapan untuk tranfusi
Pasang kateter jika perlu
Monitor intake dan urin output setiap 8 jam

Persiapan TURP
1.Bila seorang perokok maka harus berhenti merokok beberapa minggu sebelum operasi, untuk menghindari gangguan proses penyembuhan
2.Bila menggunakan obat seperti aspirin dan ibuprofen maka harus berhenti paling tidak 2 minggu sebelu operasi; hal berhubungan dengan bahawa
obat tersebut mempengaruhi pembekuan darah
3.Harus diinformasikan tentang kondisi kesehatan; apakan punya medikal atau surgucal history, seperti hipertensi, diabetes, anemia, pernah
mengalami operasi apa sebelumnya..,
4.Harus di informasikan tentang obat dan suplemen yang di konsumsi; baik yang ada resepnya dari dokter atau non-resep
5.Pemeriksaan darah routin (CBC, coagulation profile, urinalisis, Xray, CT abdomen)
6.Puasa paling tidak 8 jam sebelum operasi dilakukan

Perawatan Post TURP


Setelah operasi TURP atau pengerokan prostat dapat terjadi beberapa komplikasi. Untuk mengamati dan jika perlu dilakukan penanganan komplikasi
maka perlu perawatan khusus. Segera setelah TURP pasien ditampatkan di ruang khusus dengan pengawasan ketat (sering disebut RR atau ruang
resusitasi).
Hal-hal yang terus dimonitor dalam ruangan ini antara lain tekanan darah, nadi, respirasi, kesadaran, keluhan mual muntah dan gangguan
pandangan.Selain itu perlu diamati produksi kateter dan rasa nyeri di perut.
Tekanan darah diusahakan dalam kisaran normal. Tekanan darah yang terlalu tinggi (sistole diatas 150mmHg) akan menyebabkan pembuluh darah
terbuka sehingga pendarahan setelah operasi akan berlanjut. Hal ini akan ditandai dengan kateter yang merah pekat. Jika keadaan berlanjut akan
berakhir dengan shock dan kematian. tekanan darah yang rendah (sistole kurang dari 80mmHg) akan berakibat perfusi jaringan tidak baik.
Frekuensi nadi yang tinggi mungkin menrupakan tanda rasa nyeri yang tidak tertangani dengan analgetik (analgetik kurang adekuat) atau kompensasi
akibat volume intravaskularyang kurang (akibat pendarahan). Untuk membedakan kedua hal tersebut dapat dilakukan dengan bertanya kepada pasien
apakah terasa nyeri, memberikan infus 400cc NaCl 0,9% (sebagai chalange test). Jika nadi turun setelah chalange test maka peningkatan frekuensi
nadi karena kekurangan volume intra vasa dan memerlukan resusitasi. Jika tetap tinggi mungkin diperlukan peningkatan analgetik.
Suhu tubuh harus dijaga dalam keadaan hangat dengan warmer blanket ataupun selimut tebal. Suhu ruangan yang dingin akan mengakibatkan pasien
hipotermi dan sebagai respon metabolisme akan ditingkatkan oleh tubuh.
Monitor kesadaran, mual muntah dan gangguan pandangan yang tergangu mungkin karena ketidakseimbangan elektrolit, umumnya karena kadar
natrium yang rendah. Jika volume intravaskular yakin baik, dapat diberikan furosemide intravenous bolus. Dengan pemberian diuretik ini diharapkan
terjadi diuresis/kencing. Produksi kencing akan mengurangi volume intravaskular, tetapi elektrolit natrium relatif tidak ikut kedalam kencing.
Sehingga kadar natrium akan naik (natrium tetap tetapi jumlah pelarut berkurang maka kadar akan naik). Koreksi selanjutnya dilakukan setelah hasil
laboratorium ada. Gangguan pandangan umumnya bersifat sementara, meskipun demikian kondisi ini jarang terjadi.
Rasa nyeri di perut dapat bermakna adanya jendalan darah yang banyak di kandung kencing, sumbatan kateter, berlubangnya kandung kencing akibat
operasi atau analgetik yang tidak adekuat. Jendalan darah yang banyak dapat menyebabkan nyeri jika jendalan sangat banyak sehingga kandung
kencing sangat teregang. Nyeri karena sumbatan kateter karena cairan irigasi dari penampung tetap menetes sedangkan aliran kateter kebawah tak
lancar, sehingga kandung kencing melendung. Kita akan curiga sumbatan kateter dan clot/jendalan darah berkumpul di kandung kencing jika
kandung kencing teraba penuh (daerah suprapubik melendung dan mengeras). Untuk kedua masalah ini dapat diselesaikan dengan spooling dengan
NaCl 0,9%. Kandung kencing berlubang dicurigai saat terasa nyeri yang menjalar hingga ke pundak (bahu), dan saat kateter disumbat dengan irigasi
tetap dijalankan kandung kencing tidak penuh. Adekuat tidaknya analgetik dapat diketahui dari keluhan pasien dan frekuensi nadi.
Di ruang tersebut akan dialakukan pengambilan darah. Sampel darah sekitar 3 cc akan segera dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan kadar
hemoglobin darah serta natrium dan kalium serum. Lama pemeriksaan elektrolit tersebut sekitar 1jam 45 menit, dan untuk hemoglobin/darah rutin
selama 45 menit.
Jika secara klinis diketahui adanya penurunan kadar hemoglobin yang berat, misalnya saat operasi terjadi pendarahan yang hebat atau saat di ruang
resusitasi kateter merah pekat terus maka dapat dilakukan transfusi dengan PRC (packed red cell).
Setelah diketahui kadar hemoglobin dan elektrolit segera lakukan koreksi jika diperlukan. Koreksi Hemoglobin mulai dilakukan jika kadar
hemoglobin dibawah 10gr%. Kadar natrium serum dibawah 120mEq/L segera lakukan koraksi cepat dengan natrium 3%intravena, 120 hingga
130mEq/L lakukan koreksi lambat intravena dengan NaCl 0,9%. Diatas 130 mEq/L lakukan koreksi dengan kapsul garam.
Irigasi setelah TURP menggunakan cairan NaCl 0,9% atau sterilized water for irrigation. Kedua jenis cairan ini lazim digunakan di Indonesia.Setiap
rumah sakit memiliki keputusan tersendiri. Kedua jenis cairan ini aman dan sudah terdapt penelitian yang mengungkapkannya. Di luar negri
mungkin terdapat cairan lain seperti glisin, cytal ataupun lainnya tetapi cairan tersebut tidak masuk pasaran Indonesia.
Jumlah tetesan cairan irigasi untuk hari setelah operasi biasanya guyur. Hari pertama sekitar 60 tetes permenit. Hari kedua sekitar 40 tetes permenit.
Hari ketiga intermiten. Meskipun demikian tetesan dapat bebrbeda antar pasien disesuaikan kondisi pasien.
Mekanisme TURP
TURP dilakukan dengan memakai alat yang disebut resektoskop dengan suatu lengkung diathermi. Jaringan kelenjar prostat diiris selapis demi
selapis dan
dikeluarkan melalui selubung resektoskop. Perdarahan dirawat dengan memakai diathermi, biasanya dilakukan dalam waktu 30 sampai 120 menit,
tergantung
besarnya prostat. Selama operasi dipakai irigan akuades atau cairan isotonik tanpa
elektrolit. Prosedur ini dilakukan dengan
anastesi regional ( Blok Subarakhnoidal
/ SAB / Peridural ). Setelah itu dipasang kateter nomer Ch. 24 untuk beberapa
hari. Sering dipakai
kateter bercabang tiga atau satu saluran untuk spoel yang
mencegah terjadinya pembuntuan oleh pembekuan darah. Balon dikembangkan
dengan mengisi cairan garam fisiologis atau akuades sebanyak 30 50 ml yang
digunakan sebagai tamponade daerah prostat dengan cara traksi
selama 6 24
jam.Traksi dapat dikerjakan dengan merekatkan ke paha klien atau dengan
memberi beban (0,5 kg) pada kateter tersebut
melalui katrol. Traksi tidak boleh lebih dari 24 jam karena dapat menimbulkan penekanan pada uretra bagian
penoskrotal sehingga

mengakibatkan stenosis buli buli karena ischemi. Setelah


traksi dilonggarkan fiksasi dipindahkan pada paha bagian proximal atau abdomen
bawah. Antibiotika profilaksis dilanjutkan beberapa jam atau
24 48 jam pasca bedah. Setelah urin yang keluar jernih kateter dapat dilepas.Kateter biasanya dilepas pada hari ke 3 5. Untuk pelepasan kateter,
diberikan antibiotika 1 jam sebelumnya untuk mencegah urosepsis. Biasanya klien boleh
pulang setelah miksi baik, satu atau dua hari setelah
kateter dilepas
Mobilisasi Dini pada Pasien dengan Anestesi Spinal dan Anestesi Umum
Perbedaan mobilisasi dini antara pasien dengan anstesi spinal dan anestesi umum adalah waktu pelaksanaannya. Mobilisasi dini pada
pasien dengan anestesi spinal dapat dilakukan pada 24 jam setelah operasi sedangkan pada pasien dengan anestesi umum dapat dilakukan sedini
mungkin mulai dari 6-12 jam setelah operasi.
a. Mobilisasi dini pada pasien dengan anestesi spinal :
1) Setelah operasi berbaring di tempat tidur, tetapi dapat melakukan pegerakan ringan seperti menggerakkan ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah
2) Pada hari kedua pasien dapat duduk di tempat tidur dan duduk dengan kaki menjuntai di pinggir tempat tidur
3) Pada hari ketiga pasien dapat berjalan di kamar seperti ke kamar mandi dan bisa juga berjalan ke luar kamar
b. Mobilisasi dini pada pasien dengan anestesi umum :
1) Pada saat awal (6 sampai 12 jam pertama) pasien dapat melakukan pergerakan fisik seperti menggerakkan ekstremitas seperti mengangkat
tangan, menekuk kaki, dan menggerakkan telapak kaki
2) Pada hari kedua pasien dapat duduk di tempat tidur ambil makan, atau duduk dengan kaki menjuntai di pinggir tempat tidur. Jika pasien
sudah berani, pasien dapat berjalan di sekitar kamar seperti ke kamar mandi
3) Pada hari ketiga pasien dapat berjalan ke lua kamar dengan dibantu atau secara mandiri

Anda mungkin juga menyukai