Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fisika lingkungan merupakan pembelajaran tentang aspek-aspek fisis dan
matematis yang berhubungan dengan konsep-konsep mengenai teori lingkungan
termasuk sistem ekologi dan dampak pencemaran terhadap keseimbangan alam,
dampak radiasi atom-inti terhadap alam, dampak kebocoran reaktor nuklir terhadap
lingkungan dan radiasi gelombang EM terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya,
dampak pemanasan global (global warming) terhadap alam serta terjadinya efek rumah
kaca, penipisan lapisan ozone dapat mulai dikemas secara simple sehingga
masyarakat menyadari pentingnya melindungi lingkungan yang ditinggali.
Untuk dapat melanjutkan kehidupan, maka manusia (organisme) harus
berinteraksi dengan lingkungan fisiknya.
lingkungan menjadi sangat penting.

Dalam konteks interaksi inilah fisika

Banyak prinsip-prinsip fisika yang harus dapat

dipahami. Harus ada pengukuran-pengukuran dan analisis terhadap variabel-variabel


fisik ketika manusia (organisme) berinteraksi dengan lingkungan fisiknya.
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan fisik selain faktor lainnya.
Penurunan maupun peningkatan suhu lingkungan akan berperan penting pada
kehidupan manusia.
1.2 Dasar Pemikiran
Bagaimana suhu dapat menjadi salah satu factor lingkungan.
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memahami factor lingkungan fisik yang berkaitan dengan suhu
2. Memenuhi tugas mata kuliah fisika lingkungan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Suhu
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu suatu benda,
semakin panas benda tersebut. Secara mikroskopis, suhu menunjukkan energi yang
dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu benda masing-masing bergerak,
baik itu dalam bentuk perpindahan maupun gerakan di tempat getaran. Makin tingginya
energi atom-atom penyusun benda, makin tinggi suhu benda tersebut.
Sebuah peta global jangka panjang suhu udara permukaan rata-rata bulanan dalam
proyeksi Mollweide.
Suhu juga disebut temperatur yang diukur dengan alat termometer. Empat macam
termometer yang paling dikenal adalah Celsius, Reumur, Fahrenheit dan Kelvin.
Perbandingan antara satu jenis termometer dengan termometer lainnya mengikuti:
C:R:(F-32) = 5:4:9 dan
K = C + 273.(derajat)
Karena dari Kelvin ke derajat Celsius, Kelvin dimulai dari 273 derajat, bukan dari -273
derajat. Dan derajat Celsius dimulai dari 0 derajat. Suhu Kelvin sama perbandingan nya
dengan derajat Celsius yaitu 5:5, maka dari itu, untuk mengubah suhu tersebut ke suhu
yang lain, sebaiknya menggunakan atau mengubahnya ke derajat Celsius terlebih
dahulu, karena jika kita menggunakan Kelvin akan lebih rumit untuk mengubahnya ke
suhu yang lain.

2.2 Suhu Bagi Manusia

Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan normal dengan suatu
system tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahanperubahan yang terjadi di luar tubuh tersebut. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan
dirinya dengan temperature luar adalah jika perubahan temperature luar tubuh tersebut
tidak melebihi 20 % untuk kondisi panas dan 35 % untuk kondisi dingin dari keadaan
normal tubuh (Tjitro, 2004).
Suhu udara dianggap nikmat bagi orang Indonesia ialah sekitar 24 0 C sampai 260 C dan
selisih suhu didalam dan diluar tidak boleh lebih dari 5 0 C. Batas kecepatan angina
secara kasar yaitu 0,2 sampai 0,5 m/dt. Keseimbangan panas suhu tubuh manusia
selalu dipertahankan hamper konstan/menetap oleh suatu pengaturan suhu pada tubuh
manusia. Suhu menetap ini adalah akibat keseimbangan antara panas yang dihasilkan
didalam tubuh sebagai akibat metabolisme dan pertukaran panas diantara tubuh dan
lingkungan sekitar. Dalam hal ini darah sangat berperan dalam membawa panas dari
tubuh dalam ke kulit sehingga panas dihamburkan kesekitarnya
(Pengawasan K3 lingkungan, Departemen tenaga kerja dan transmigrasi R.I.).:
1.

Aklimatisasi

2.

Ukuran tubuh

3.

Umur

4.

Jenis Kelamin

5.

Kesegaran Jasmani

6.

Suku Bangsa

BAB III
PEMBAHASAN
Suhu bumi saat ini telah mengalami peningkatan. Berdasarkan pengamatan para ahli
lingkungan, permukaan bumi telah mengalami peningkatan suhu secara signifikan
dalam satu abad terakhir. Hal ini didukung data pemantauan satelit yang menunjukkan
peningkatan kadar gas rumah kaca pada atmosfer Bumi.
Informasi pertama disampaikan beberapa peneliti Inggris pada tahun 2001 dengan
melihat spektrum gas-gas di atmosfer selama hampir 30 tahun terakhir. Mereka
membandingkan data yang diperoleh satelit ADEOS milik Jepang selama sembilan
bulan pada tahun 1997 dengan data dalam rentang waktu yang sama antara April 1970
hingga Januari 1971 yang dikumpulkan satelit Nimbus-4 milik NASA. Dari hasil
perbandingan data ini mereka menyatakan, penumpukan gas yang terperangkap efek
rumah kaca telah menekan jumlah radiasi infra merah yang seharusnya lolos ke ruang
angkasa. Dalam 30 tahun antara 1965-1995 telah terjadi peningkatan suhu Bumi
sampai sekitar 6 derajat Celcius.
Sebuah laporan lain di Cina pada 2001 menyatakan ramalan bahwa suhu global Bumi
bisa meningkat sampai 5,8 derajat Celcius pada akhir abad ini. Pernyataan ini diperkuat
pula oleh laporan lain dari NASA, Goddard Institute for Space Studies yang
mengatakan, kadar karbon dioksida meningkat dari angka satuan 280 ppmv (parts per
4

million by volume) pada tahun 1850 menjadi 360 ppmv pada tahun 2001. Padahal,
dalam kajian lain dikatakan, kadar karbon dioksida di atmosfer harus dicegah untuk
tidak melebihi 450 ppmv.
Sayangnya, aksi kepedulian penduduk Bumi (berbagai bangsa) terhadap fenomena
pemanasan global ini tampaknya masih kurang terasa. Sebagai contoh, pada tahun
1990 emisi karbon dioksida Bumi sebesar 1,34 miliar ton, hanya berselang 7 tahun saja
pada 1997 angkanya sudah 1,47 miliar ton. Emisi buang gas pembakaran bahan bakar
fosil 30 negara maju, yang berpenduduk sekitar 20 persen penduduk dunia,
menyumbang dua pertiga emisi gas rumah kaca ini. Sementara itu, 80 persen lainnya
yang merupakan penduduk negara berkembang menyumbang sepertiga emisi karbon
dioksida.
Penelitian Prof. Wili Dansgaard dari Universitas Kopenhagen, Denmark dan Prof. Hans
Oeschger dari Universitas Bern, Swiss, mungkin menjadi landasan bagi mereka yang
berpendapat bahwa perubahan iklim global terjadi secara alamiah. Kedua peneliti ini
menyebutkan bahwa penelitian siklus iklim purba yang mereka lakukan menunjukkan
Bumi telah berulangkali mengalami fenomena pemanasan global tanpa campur tangan
aktivitas manusia.
Dansgaard dan Oeschger meneliti perubahan iklim masa purba dengan melakukan
pengeboran hingga kedalaman tiga kilometer di Greenland dan Kutub Utara, serta
kedalaman hampir empat ribu meter di stasiun penelitian kutub Vostok milik Rusia.
Hasilnya, mereka menyimpulkan bahwa setiap 1.500 tahun sekali, iklim Bumi turun
beberapa derajat. Namun kemudian, dalam 5-15 tahun kemudian suhu Bumi naik lagi
hingga enam derajat Celcius. Selain itu, mereka menemukan bahwa dalam rentang
waktu 70.000 tahun silam telah terjadi 22 siklus semacam ini.
3.1 Panas vs. dingin
Terlepas dari fakta apakah suhu Bumi ini dipengaruhi oleh aktivitas manusia ataupun
berubah secara alami, yang pasti manusia selalu mengindrakan suhu di alam
sekitarnya. Suhu lingkungan bervariasi dari panas terik di daerah khatulistiwa sampai di

bawah titik beku di kutub. Pengindraan suhu lingkungan itu sendiri bersumber pada dua
komponen, yaitu:
1. Komponen fisik, berupa kadar suhu udara lingkungan yang diukur langsung
dalam skala suhu semacam Celcius, Fahrenheit, ataupun Kelvin.
2. Komponen psikis, yang terdiri dari suhu dalam tubuh (suhu internal), suhu inti (core
temperature), suhu tubuh (body temperature), dan reseptor suhu di kulit
(thermoreceptor) yang peka terhadap perubahan suhu lingkungan.
Karena adanya komponen psikis, hasil pengindraan manusia terhadap suhu
lingkungan tidak identik dengan suhu lingkungan itu sendiri (yang diukur dengan
skala Celcius atau Fahrenheit misalnya). Pengindraan manusia terhadap suhu
lingkungan merupakan ukuran perbedaan antara suhu sebelumnya dan suhu
sekarang serta keseimbangan antara suhu lingkungan dan suhu tubuh.
3.2 Dampak Suhu Bagi Manusia
Jika upaya reaksi tubuh gagal mempertahankan suhu tubuh, kemungkinan akan
terjadi hal-hal sebagai berikut:
1.

Heat cramps, adalah kondisi mengancam jiwa dimana suhu tubuh mencapai
lebih dari 400C atau lebih. Heat stroke dapat disebabkan karena kenaikan suhu
lingkungan , atau aktivitas yang dapat meningkatkan suhu tubuh. Dengan tanda dan
gejala sebagai berikut :
Tidak berkeringat. Jika head stroke disebabkan oleh suhu lingkungan yang
sangat panas, maka kulit cenderung terasa panas dan kering.
Kemerahan pada kulit
Gejala saraf lain, misalnya kejang, tidak sadar, halusinasi

2.

Heat exchaustion, adalah kelelahan karena panas, yakni suatu keadaan yang
terjadi akibat terkena panas selama berjam-jam, dimana hilangnya banyak cairan
karena berkeringat menyebabkan kelelahan, tekanan darah rendah dan kadang
pingsan. Dengan tanda dan gejala sebagai berikut :

Kecemasan yang meningkat, serta badan basah kuyup karena keringat.

Kulit menjadi dingin, pucat, dan lembab,

Penderita menjadi linglung / bingung hingga terkadang pingsan.

2 Heat stroke,adalah suatu keadaan yang bias berakibat fatal, yang terjadi akibat
terpapar panas dalam waktu yang sangat lama, dimana penderita tidak dapat
mengeluarkan keringat yang cukup untuk menurunkan suhu tubuhnya. Jika tidak
segera diobati, bias menyebabkan kerusakan yang permanent atau kematian.
Dengan tanda dan gejala sebagai berikut :

Sakit kepala, perasaan berputas (vertigo).

Denyut jantung meningkat dan bias mencapai 160-180 kali/menit (normal 60-100
kali/menit).

Suhu tubuh meningkat sampai 400-410C, menyebabkan perasaan seperti


terbakar.
Cara pencegahan tekanan suhu yang panas dapat dilakukan dengan berbagai cara
antara lain (Pengawasan K3 lingkungan, Departemen tenaga kerja dan transmigrasi
R.I.) :
1. Memperbaiki aliran udara atau sistem ventilasi yang lebih sempurna.
2. Mereduksi tekanan panas dilingkungan kerja yang ada sumber panasnya,
sehingga diperoleh efisiensi kerja yang baik.
3. Penerapan teknologi pengendalian untuk menurunkan suhu basah dibawah
nilai ambang batas.
4. Penggunaan teknis perlindungan agar tenaga kerja tidak terpapar terhadap
tekanan panas dan pemeliharaan kesegaran jasmani tenaga kerja.
5. Penyediaan air minum yang cukup untuk keseimbangan cairan tubuh.
6. Penyesuaian berat ringan pekerjaan.
Dalam konsep K3, penggunaan APD (alat pelindung diri) merupakan
pilihan terakhir atau last resort dalam pencegahan kecelakaan. Hal tersebut
disebabkan karena APD bukan untuk mencegah kecelakaan (reduce likehood)
namun hanya sekedar mengurangi efek atau keparahan kecelakaan (reduse
consequences).
Reaksi penyesuaian diri dari satu lingkungan dengan suhu tertentu ke lingkungan
lain

yang

suhunya

berbeda

disebut

dengan

aklimatisasi

(acclimatization).

Penyesuaian ini bukan hanya terhadap suhu lingkungan itu sendiri, melainkan juga
7

terhadap faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengindraan suhu, seperti tekanan


udara, kuatnya angin, dan kelembapan.

BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Pada dasarnya Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan
normal dengan suatu system tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan yang terjadi di luar tubuh tersebut. Reaksi tubuh sangat
dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Suhu tubuh manusia idealnya harus tetap sekitar 37
derajat Celcius. Jika suhu tubuh lebih rendah dari 25 derajat Celcius atau lebih tinggi
dari 55 derajat Celcius, manusia bisa mati dengan mudah. Karena itu, dalam tubuh ada
organ tertentu yang bertugas mempertahankan suhu tubuh ini. Organ itu adalah
hypothalamus. Ketika

suhu

lingkungan

meningkat,

hypothalamus

merangsang

pembesaran pori-pori kulit, percepatan peredaran darah, pengeluaran keringat, dan


reaksi-reaksi tubuh lainnya yang bertujuan untuk mengurangi panas tubuh yang
berlebihan.
4.2 Daftar Pustaka
http://aplikasiergonomi.wordpress.com/2012/06/11/dampak-suhu-bagi-tubuh-manusia/
Ditulis oleh Sandy Yudha Guntara NRP 2511 204 001, Mahasiswa Pascasarjana Teknik
Industri-ITS

http://www.belantaraindonesia.org/2012/04/penyakit-gunung-dan-penanganannya.html

Anda mungkin juga menyukai