Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

BIOLOGI DASAR

“PENGUKURAN SUHU MANUSIA”

Oleh:

Nama : Aldea Anisyafera Novidayanti

NIM : 210210103126

Kelompok : 5

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JEMBER

2021
I. JUDUL
Pengukuran Suhu Manusia.

II. TUJUAN
Mampu melakukan pengukuran suhu badan manusia pada berbagai kondisi.

III. DASAR TEORI


Menurut Mubarak dkk. (2015) suhu adalah pernyataan tentang perbandingan
derajat panas suatu zat. Dapat pula dikatakan sebagai ukuran panas atau dinginnya
suatu benda. Sementara dalam bidang termodinamika suhu adalah suatu ukuran
kecenderungan bentuk atau sistem untuk melepaskan tenaga secara spontan. Suhu
inti yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti kranial, toraks, rongga
abdomen, dan rongga pelvis. Suhu badan adalah perbedaan antara jumlah panas
yang diproduksi oleh proses badan dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan
eksternal. Suhu tubuh merupakan keseimbangan anatar produksi dan pengeluaran
panas dari tubuh, yang diukur dalam unit panas yaitu derajat. Suhu yang dimaksud
adalah panas atau dinginnya suatu substansi. Selisih antara panas yang diproduksi
dengan pengeluaran panas tubuh itulah yang disebut suhu tubuh, karena suhu
tubuh merupakan pencerminana dari panas tubuh (Saputro dkk., 2017).

Menurut Asmadi. (2008) suhu tubuh manusia relatif konstan. Hal ini
diperlukan untuk sel sel tubuh agar dapat berfungsi secara efektif. Suhu tubuh
yang normal adalah berkisar 36°C sampai 37°C. Tempat pengukuran suhu inti
yang paling efektif adalah rektum, membran timpani, esofagus, arteri pulmonal,
kandung kemih, dan rektal. Suhu permukaan yaitu suhu yang terdapat pada kulit,
jaringan subkutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar 20°C
sampai 40°C. Tempat pengukuran suhu permukaan yang paling efektif dan etis
yaitu kulit, aksila dan oral (Mubarak dkk., 2015). Tubuh yang sehat mampu
memelihara suhu tubuh secara konstan walaupun pada kondisi lingkungan yang
berubah-ubah. Sistem pengatur suhu tubuh ada tiga bagian yaitu reseptor yang
terdapat pada kulit dan bagian tubuh lainnya, integrator di dalam hipotalamus, dan
efektor sistem yang mengatur produksi panas dan kehilangan panas (Asmadi,
2008).

Pusat pengatur panas dalam tubuh adalah hipotalamus malalui sel sel saraf,
terutama saraf otonom. Hipotalamus merupakan termostat yang berada di bawah
otak. Terdapat dua macam hipotalamus yaitu, hipotalamus anterior yang berfungsi
mengatur pembuangan panas dan hipotalamus posterior yang berfungsi mengatur
upaya penyimpanan panas. Termostat hipotalamus memilikii semacam titik
kontrol yang disesuaikan ununutk mempertahankan suhu tubuh. Jika suhu tubuh
turun sampai dibawahatau naik sampai di titik ini, maka pusat akan memulai
impuls untuk menahan panas atau meningkatkan pengeluaran panas .Hipotalamus
mengatur suhu tubuh dengan cara memicu timbulnya keringat atau menggigil. Di
samping itu, hipotalamus juga mengontrol tugas yang kompleks dari sistem saraf
otonomik. Dihubungkan oleh batang pendek, menggantung dari hipotalamus,
terdapat kelenjar endokrin yang disebut kelenjar hipofisis (pituitary gland).
Kelenjar hipofisis sering juga disebut dengan istilah ʺmaster glandʺ karena
hormon‐hormon yang dikeluarkannya memengaruhi berbagai kelenjar endokrin
lainnya (Supradewi, 2010). Panas diproduksi tubuh melalui proses metabolisme,
aktivitas otot, dan sekresi kelenjar. Prroduksi panas dapat meningkat atau meurun
dipengaruhi oleh suatu sebab, misalnya karena penyakit ataupun stres. Suhu tubuh
terlalu ekstrem, baik panas atau dingin yang ekstrem, dapat menyebabkan
kematian. Suhu tubuh diatur dengan mengimbangi produksi panas terhadap
kehilangan panas yang terjadi. Bila laju pembentukan panas dalam tubuh lebih
besar daripada laju hilangnya panas, timbul panas dalam tubuh dan suhu tubuh
meningkat. Sebaliknya, bila kehilangan panas lebih besar, panas tubuh dan suhu
tubuh menurun (Murthi, 2010).

Menurut Asmadi (2008: 156), faktor faktor yang memengaruhi peningkatan


dan penurunan produksi panas tubuh, antara lain Basal Metabolisme Rate (BMR),
aktivitas otot, peningkatan produksi hormon tiroksin, termogenesis kimia, dan
demam. BMR merupakan pemanfaatan energi di dalam tubuh guna
memeiharaaktivitas pokok seperti bernafas. BMR menunjukkan tingginya
metabolismeyang dialami klien. Peningkatan metabolisme akan menghasilkan
peningkatan produksi panas dalm tubuh, sehingga suhu tubuh klien mejadi naik.
Aktivitas otot termasuk menggigil , dapat meningkatkan produksi panas
tubuhsebanyak lima kali. Peningkatan produksi tiroksin juga memengaruhi suhu
tubuh manusia. Hipotalamus merespon terhadap dingin dengan melepas faktor
releasing. Faktor ini merangsang tirotropin pada adenohipofise untuk merangsang
pengeluaran tiroksin oleh kelenjar tiroid. Efek tiroksin ini meningkatkan nilai
metabolisme sel di seluruh tubuh dan memproduksi panas.

Termogenesis kimia adalah perangsangan produksi panas melalui sirkulasi


norepineprin dan epineprin atau melalui perangsangan saraf simpatis.
Hormon-hormon ini segera meningkatkan nilai metabolisme sel di jaringan tubuh.
Demam meningkatkan metabolisme sel. Reaksi kimia meningkat rata-rata 120 %
untuk setiap peningkatan suhu 1°C. Hal tersebut berarti setiap peningkatan 1°C
suhu tubuh menyebabkan 12% reaksi kimia akan terjadi. Terdapat tiga cara
transfer panas, konduksi, konveksi dan radiasi. Ketiga cara ini penting untuk
memahami hilangnya panas tubuh dan bagaimana mengontrolnya. Konduksi
adalah transfer panas dalam zat padat, cairan, dan gas atau dari satu zat ke zat lain
melalui kontak. Karena adanya tumbukan antar molekul maka terjadi transfer
energi panas melalui zat tersebut. Konveksi merupakan transfer panas di mana
panas berjalan karena adanya gerakan aktual dari suatu fluida baik berupa cairan
atau gas. Pergerakan panas ini terjadi jika suatu fluida dipanaskan, kepadatannya
berkurang, kemudian mengalir ke atas dan digantikan fluida lain yang lebih dingin
dan menyebabkan arus konveksi. Radiasi adalah cara untuk mentransfer panas
dari permukaan suatu objek ke permukaan objek yang lain tanpa kontak di antara
keduanya. Benda yang panas, terutama di atas 100°C akan memancarkan sinar
inframerah, yang bila mengenai benda lain akan diabsorpsi dan menyebabkan
peningkatan temperatur. Satu objek lebih panas dari objek lain, maka dia akan
kehilangan panasnya melalui radiasi (James, 2008).
IV. METODE PRAKTIKUM
4.1 Alat dan Bahan
4.1.1 Alat
a. Termometer.
b. Handuk bersih.
4.1.2 Bahan
a. Kapas steril.
b. Alkohol 92%.
c. Air es.
4.2 Skema kerja

Probandus berbaring dengan badan bagian atas terbuka,


ketiak dikeringkan dari keringat dengan haduk bersih.

Turunkan termometer ke suhu ruangan, kemudian selipkan ujung


termometer di ketiak dengan lengan dirapatkan ke badan.

Lakukan pembacaan suhu tubuh setelah 10 menit kemudian.

Bersihkan termometer dengan alkohol, ulangi langkah kerja diatas


untuk termometer yang diletakkan pada lidah bagian bawah.

Ulangi langkah kerja diatas untuk termometer yang diletakkan pada


lidah bagian bawah namun dalam keadaan mulut terbuka dan
menghembuskan nafas.

Probandus berkumur dengan air dingin selama 1 menit, kemudian


ulangi langkah kerja diatas dimana termometer diletakkan pada
lidah bagian bawah.
V. HASIL PENGAMATAN
Identitas Probandus Pengukuran Suhu Tubuh (oC)

Jenis Berat Tinggi


No Orat Oral Oral
Nama Kelamin Badan Badan Aksilar
T* B* E*
(P/L) (kg) (cm)

1. Aldea P 57 162 37 37 33,9 32,5


2. Anisah P 45 157 36 36 35,5 33
3. Lely P 46 150 37 36 33,7 30
4. Ni’matul P 47 159 36 36 35 32
5. Maharani P 46 161 36,5 36 35 30
6. Shinta P 50 161 36,3 36,9 36,3 33,3

*Keterangan:
Oral T adalah pengukuran suhu dibawah lidah dengan mulut tertutup.
Oral B adalah pengukuran suhu di bawah lidah dengan mulut terbuka.
Oral E adalah pengukuran suhu sesudah berkumur dengan air es.

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini telah dilakukan pengukuran suhu tubuh manusia.
Praktikum ini dilaksanakan dengan tujuan agar praktikan mampu melakukan
pengukuran suhu badan manusia pada berbagai kondisi. Suhu tubuh makhluk
hidup erat kaitannya dengan kempuan termoregulasinya. Termoregulasi adalah
suatu pengaturan fisiologis tubuh makhluk hidup mengenai keseimbangan
produksi panas dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan
secara konstan. Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme fisiologis
dan prilaku. Suhu berpengaruh kepada tingkat metabolisme. Suhu yang tinggi
akan menyebabkan aktivitas molekul-molekul makin tinggi karena energi
kinetiknya makin besar dan kemungkinan terjadinya tumbukan antar amolekul
satu dengan molekul lain makin besar pula. Akan tetapi, kenaikan aktivitas
metabolisme hanya akan bertambah seiring dengan kenaikan suhu hingga batas
tertentu saja. Hal ini disebabkan metabolisme di dalam tubuh diatur oleh enzim
(salah satunya) yang memiliki suhu optimum dalam bekerja. Jika suhu lingkungan
atau tubuh meningkat atau menurun drastis, enzim-enzim tersebut dapat
terdenaturasi dan kehilangan fungsinya.

Berdasarkan kemampuannya untuk mempertahankan suhu tubuhnya,


makhluk hidup dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu poikiloterm dan
homoiterm. Makhluk hidup poikiloterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu
berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan. Sementara maklhluk hidup
homoiterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan atau tidak berubah
sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah. Hewan poikiloterm juga dapat
disebut sebagai ektoterm karena suhutubuhnya ditentukan dan dipengaruhi oleh
suhu lingkungan eksternalnya. Sementara homoiterm dapat disebut endoterm
karena suhu tubuhnya diatur oleh oleh produksi panas yang terjadi didalam tubuh.
Pada hewan poikiloterm atau sering disebut berdarahdingin belum mempunyai
pengatur suhu tubuh, sehingga suhu tubuhnya cenderung mengikuti temperatur
lingkungan sekitar. Contohnya pada lingkungan panas seekor katak akan naik
suhu tubuhnya, dan pada suhu lingkungan dingin seekor katak suhu tubuhnya
akan turun. Berbeda halnya dengan hewan homoiterm atau biasa disebut hewan
berdarah panas. Pada hewan homoiterm suhunya lebih stabil, hal ini dikarenakan
adanya reseptor dalam otaknya sehingga dapat mengatur suhu tubuh. Hewan
homoiterm dapat melakukan aktivitas pada suhu lingkungan yang berbeda akibat
dari kemampuan mengatur suhu tubuh. Hewan homoiterm mempunyai variasi
temperatur normal yang dipengaruhi oleh faktor umur, faktor kelamin, faktor
lingkungan, faktor panjang waktu siang dan malam, faktor makanan yang
dikonsumsi, dan faktor jenuh pencernaan air.

Pada dasarnya prinsip pengukuran suhu tubuh pada manusia itu sama, yaitu
menempelkan alat pengukur suhu pada area tubuh tertentu. Hal yang membuat
berbeda adalah jenis termometer yang digunakan untuk mengukur suhu tubuh.
Perbedaan jenis termometer yang digunakan ini tentunya memengaruhi prosedur
penggunaan dan cara kerja termometer. Umumnya termometer yang digunakan
untuk mengukur suhu pada tubuh manusia adalah termometer suhu digital.
Namun karena kerterbatasan alat yang dimiliki oleh praktikan sehingga praktikan
melakukan pengukuran suhu tubuhnya menggunakan termometer alkohol.
Langkah kerja awal yang dilakukan ialah menentukan tempat dilakukannya
pengukuran suhu tubuh, misalnya pada area ketiak (aksilar) dan mulut (oral).
Selanjutnya membersihkan area ketiak dengan kapas, dan mulai melakukan
pengukuran suhu tubuh dengan mengapit ujung termometer. Langkah kerja yang
sama juga dilakukan pada area mulut (oral). Namun pada area oral ini dilakukan
tiga kali percobaan dengan perlakuan yang berbeda. Yang pertama yaitu
meletakkan ujung termometer pada bagian bawah lidah, percobaan kedua
meletakkan ujung termometer kebagian bawah lidah sembari bernapas melalui
mulut, percobaan ketiga yaitu praktikan berkumur terlebih dahulu dengan air es
selama kurang lebih 1 menit kemudian melakukan pengukuran dengan
menempelkan ujung termometer pada bagian bawah lidah.

Pada hasil pengamatan telah disajikan tabel perbandingan suhu tubuh dari 6
probandus. Tiap probandus memiliki usia, berat badan, dan tinggi badan yang
berbeda-beda, namun memiliki jenis kelamin yang sama. Pada pengukuran suhu
tubuh aksilar didapatkan rentang suhu antara 36oC hingga 37oC, sedangkan untuk
pengukuran suhu tubuh oral pertama didapatkan rentang suhu 36oC hingga 37oC,
untuk pengukuran suhu tubuh oral kedua didapatkan rentang suhu 33,9oC hingga
36,3oC, dan untuk pengukuran suhu tubuh oral ketiga didapatkan rentang suhu
30oC hingga 33,3oC. Terlihat bahwa hasil data menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Dari 6 probandus yang mengukur suhu badan, 5 diantaranya
menggunakan termometer alkohol dan 1 probandus menggunakan termometer
digital.

Perbedan suhu tubuh yang bervariasi ini tentunya dipengaruhi oleh banyak
sekali faktor. Faktor-faktor tersebut anara lain ialah, kecepatan metabolisme basal,
rangsangan saraf simpatis, pengaruh hormonal, adanya penyakit/demam, kondisi
gizi, aktivitas tubuh, kerusakan organ dalam, dan adanya faktor perubahan suhu
lingkungan. Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal ini
memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi berbeda pula.
Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat terkait dengan laju
metabolisme. Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan
metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan saraf simpatis
dapat mencegah lemak cokelat yang tertimbun dalam jaringan untuk
dimetabolisme. Hampir seluruh metabolisme lemak cokelat adalah menghasilkan
panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini dipengaruhi stres individu yang
menyebabkan peningkatan produksi epinefrin dan norepinefrin yang
meningkatkan metabolisme. Hormon pertumbuhan (growth hormone) dapat
menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%. Akibatnya,
produksi panas tubuh juga meningkat. Fungsi tiroksin adalah meningkatkan
aktivitas hampir semua reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar
tiroksin dapat memengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% di atas normal.
Hormon kelamin laki-laki dapat meningkatkan kecepatan metabolisme basal
kira-kira 10-15% dari kecepatan normal, menyebabkan peningkatan produksi
panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih bervariasi daripada lakilaki, karena
pengeluaran hormon progesteron pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh
sekitar 0,30– 0,6°C di atas suhu basal.

Adanya peradangan dan demam, juga dapat memengaruhi suhu tubuh


seseorang. Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan peningkatan
metabolisme sebesar 15% untuk tiap peningkatan suhu 1°C. Selain itu, kondisi
keketungan gizi atausyanting juga dapat berpengaruh. Malnutrisi yang cukup lama
dapat menurunkan kecepatan metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di
dalam sel tidak ada zat makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan
metabolisme. Dengan demikian, orang yang mengalami malnutrisi mudah
mengalami penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan
lapisan lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena lemak
merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak menyalurkan panas dengan
kecepatan sepertiga kecepatan jaringan yang lain. Aktivitas selain merangsang
peningkatan laju metabolisme, mengakibatkan gesekan antar komponen otot atau
organ yang menghasilkan energi termal. Kerusakan organ seperti trauma atau
keganasan pada hipotalamus, dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh
mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saat terjadi
infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan kulit berupa jumlah
kelenjar keringat yang sedikit juga dapat menyebabkan mekanisme pengaturan
suhu tubuh terganggu. Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan
lingkungan, artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan
yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan yang panas dapat
memengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia dan
lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit.

VII. PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan kemampuan untuk mempertahankan suhu tubuhnya,
manusia termasuk ke dalam golongan homoiterm atau berdarah panas.
Suhu tubuh normal pada manusia berada pada kisaran 36oC. Adanya
penurunan atau kenaikan suhu akibat faktor eksternal, tidak membuat
suhu tubuh manusia mengalami perubahan yang drastis, serta perubahan
itu hanya bersifat sementara saja. Hal ini disebabkan karena manusia
memiliki sistem termoregulasi didalam dirinya. Sistem ini berfungsi
untuk menjaga suhu tubuh manusia agar tetap stabil di berbagai kondisi.
Misalnya saat tubuh melampaui batas suhu normal, maka kelenjar kulit
manusia akan mengeluarkan keringat, atau saat suhu dingin pori-pori
pada kulit manusia akan mengecil dan badan mulai menggigil sebagai
bentuk mempertahankan suhu tubuh.
7.2 Saran
Laporan yang berdasarkan pada praktikum sederhana ini tentu saja masih
jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu kritik serta saran dari dosen dan
asisten laboratorium akan sangat membantu untuk memperbaiki hasil
laporan praktikum selanjutnya.
DATAR PUSTAKA
Geneva, I. I., B. Cuzzo, T. Fazili, dan W. Javaid. 2019. Normal body temperature:
a systematic review. Journal Infectious Diseases Society of America. 6(4):
1-7.
Stager, M., N. R. Senner, B. W. Tobalske, dan Z. A. Cheviron. 2020. Body
temperature maintenance acclimates in a winter-tenacious songbird. Journal
Experimental Biology. 223 (12): 1-11.
Susanto, F. A. 2020. Pengukuran suhu tubuh online sebagai pencegahan
penyebaran virus flu di lingkungan kampus. Jurnal Sistem Informasi Dan
Bisnis Cerdas. 13 (2): 67-74.
Urry, L. A., M. L. Cain, S. Wasserman, M. P. V. Alexander, R. B. Rebecca, dan
N. A. Campbell. 2008. Campbell Biology 8th Edition. New York: Pearson.
Terjemahan oleh. D. T. Wulandari. 2012. Biologi Edisi 8 Jilid 3. Surabaya:
Erlangga.
Urry, L. A., M. L. Cain, S. Wasserman, M. P. V. Alexander, R. B. Rebecca, dan
N. A. Campbell. 2020. Campbell Biology, 12th Edition. New York:
Pearson.
Zein, U. 2012. Buku Saku Demam. Medan : USU Press.
LAMPIRAN

Screenshot diskusi kelompok 5

Screenshot penjelasan materi dari asisten laboratorium


Screenshoot abstrak dan highlight jurnal 1

Screenshoot abstrak dan highlight jurnal 2


Screenshoot abstrak dan highlight jurnal 3

Screenshoot sampul dan highlight buku 1


Screenshoot sampul dan highlight buku 2

Screenshoot sampul dan highlight buku 3

Anda mungkin juga menyukai