“SUHU TUBUH”
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh :
Nama : Narendra Diaz Ramadhani
NIM : D1A020184
Kelompok : 4A
Asisten : Abra Yodha Raya
Thermoregulasi merupakan suatu proses homeostatis untuk menjaga agar suhu tubuh
suatu hewan tetap dalam keadaan stabil dengan cara mengatur dan mengontrol keseimbangan
antara banyak energi (panas) yang diproduksi dengan energi yang dilepaskan. Thermogenesis
yang terdapat pada hewan diperoleh dari hewan sendiri atau dari absorbsi panas lingkungan
(Suripto, 1998). Hewan diklasifikasikan menjadi dua berdasarkan kemampuan untuk
mempertahankan suhu tubuh, yaitu poikiloterm dan homoiterm. Hewan poikiloterm yaitu
hewan yang suhu tubuhnya selalu berubah seiring dengan berubahnya suhu lingkungan.
Sementara hewan homoiterm yaitu hewan yang suhu tubuhnya selalu konstan atau tidak
berubah sekalipun suhu lingkungannya sangat berubah (Isnaeni, 2006).
Hewan poikiloterm juga dapat disebut sebagai hewan ekoiterm karena suhu tubuhnya
ditentukan dan dipengaruhi oleh suhu lingkungan eksternalnya. Homoiterm dapat disebut
endoterm karena suhu tubuhnya diatur oleh produksi panas yang terjadi dalam tubuh, tetapi
kadang kita dapat menemukan beberapa kekecualian, misalnya pada insekta. Insekta
dikelompokkan sebagai hewan ekoterm, tetapi ternyata ada beberapa insekta, misalnya lalat,
yang dapat menghasilkan tambahan panas tubuh dengan melakukan kontraksi otot (Isnaeni,
2006).
Hewan mengalami pertukaran panas dengan lingkungan sekitarnya, atau dapat dikatakan
berinteraksi panas. Interaksi tersebut dapat menguntungkan ataupun merugikan. Hewan
ternyata dapat memperoleh manfaat yang besar dari peristiwa pertukaran panas ini. Interaksi
panas tersebut ternyata dimanfaatkan oleh hewan sebagai cara untuk mengatur suhu tubuh
mereka, yaitu untuk meningkatkan dan menurunkan pelepasan panas dari tubuh, atau
sebaliknya untuk memperoleh panas. Interaksi atau pertukaran panas antara hewan dan
lingkungannya dapat terjadi melalui empat cara, yaitu konduksi, konveksi, radiasi, dan
evaporasi (Bloom dan Fawcet, 2002).
III. MATERI DAN CARA KERJA
Katak dimasukkan ke dalam air panas 40°C selama 5 menit, baca lagi suhunya
Dipasang pada masing-masing tabung sebuah thermometer dan dibaca suhu air
panas pada masing-masing tabung
Ke dalam salah satu bocker glass ditambahkan minyak kelapa secukupnya sampai
seluruh permukaan air panas tertutup rapat
Setiap menit dibaca suhu air panas pnda kedua batang tabung. Pembacaan
dilakukan sebanyak 6 kali
Buatlah grafik perubahan suhu dari kedua tabung, dengan suhu sebagai ordinat dan
waktu sebagai absis
3. Percobaan serupa dengan percobaan 2, akan tetapi disini digunakan dua buah kendi, yang
satu di cat dan yang lain tidak dicat. Masing-masing kendi diisi sir panas 70 oC (tanpa minyak
kelapa). Dibuat grafiknya.
2. Pengaruh Axiler
Probandus duduk, axiller dikeringkan dengan handuk
4.1.2 Pembahasan
Termoregulasi merupakan kemampuan makhluk hidup untuk menyeimbangkan
produksi dan hilangnya panas dalam rangka menjaga suhu tubuhnya. Menurut Washudi dan
Hariyanto (2016), pengaturan suhu di dalam tubuh dilakukan secara otomatis yang dikendalikan
dan berpusat di otak tepatnya pada hipotalamus. Hipotalamus terletak pada otak bagian depan
di atas otak tengah dan di bawah talamus. Purnamasari dan Santi (2017) menambahkan,
hypothalamus mempunyai banyak fungsi penting seperti pengaturan suhu tubuh, rasa lapar,
dan homeostasis.
Pengaturan suhu tubuh sangat penting untuk menunjang aktivitas sel, sehingga organ
tubuh dapat bekerja secara efektif dan efisien. Panas di dalam tubuh tidak dihasilkan secara
langsung oleh tubuh, namun tubuh akan melakukan metabolisme makanan sehingga ada
perubahan bentuk energi yang menghasilkan panas (Washudi dan Hariyanto, 2016).
Pengaturan suhu tubuh bertujuan untuk menyesuaikan antara panas yang hilang dan panas
yang dihasilkan (Sumiasih dan Budiani, 2016). Proses selama pelepasan atau penghilangan
panas disebut dengan eliminasi panas. Menurut Susanti (2012), hilangnya panas dapat terjadi
melalui konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi.
Pengaruh luar terhadap hambatan eliminasi panas dilakukan dengan melihat perbedaan
suhu air yang ditambahkan minyak pada kendi tanpa cat dengan suhu air tanpa minyak pada
kendi yang dicat. Air pada kendi yang dicat ternyata memiliki suhu yang lebih konstan
dibandingkan dengan pada kendi tanpa cat yang disebabkan tertutupnya pori-pori kendi bercat
sehingga pelepasan panas menjadi lambat, sedangkan pada kendi tidak bercat pori-porinya
terbuka sehingga pelepasan panas berlangsung lebih cepat. Menurut Pratama et al. (2016),
apabila pori-pori bahan semakin banyak maka konduktivitas termalnya semakin kecil.
4.2 Melihat Pengaruh Luar Terhadap Suhu Tubuh Manusia
4.2.1.Hasil
4.2.2.Pembahasan
Suhu normal manusia adalah sekitar 36,5-37,5 oC dan dalam praktikum dilakukan 2 jenis
percobaan. Percobaan pertama yaitu dengan melakukan pengukuran suhu pada mulut
probandus. Hasilnya adalah suhu apabila mulut ditutup akan lebih tinggi daripada mulut yang
terbuka karena tidak ada sirkulasi dalam mulut dan hasil tersebut adalah suhu dalam tubuh
secara keseluruhan tanpa adanya sirkulasi udara. Hal tersebut sependapat dengan Isnaeni
(2006) yang menyatakan bahwa suhu pada mulut terbuka lebih rendah dari suhu pada mulut
tertutup karena adanya sirkulasi udara dalam mulut. Percobaan yang kedua adalah percobaan
dengan pengukuran suhu pada axillaris dan didapatkan hasil seperti pengukuran pada mulut.
Penyakit yang dapat menyerang termoregulasi ialah contohnya demam, hipotermia,
pingsan panas, kejang panas, kegawatan panas, dan kelelahan panas. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sandi dkk (2017) bahwa kondisi lingkungan yang tidak bersahabat, menyebabkan
beberapa kelainan patologi tubuh terutama yang disebabkan oleh paparan panas dan
kelembaban udara yang tinggi di antaranya adalah pingsan panas, kejang panas, kegawatan
panas, dan kelelahan panas. Pingsan panas (heat syncope) merupakan kelainan ganggunan
pemindahan panas yang cukup serius. Gangguan ini dicirikan dengan pening dan diikuti
pingsan. Kejang panas (heat cramp) adalah jenis penyakit gangguan panas yang ditandai dengan
perasaan nyeri dan kejang pada perut, kaki, tangan dan tubuh berkeringat.
Harahap, dkk (2014) berpendapat bahwa suhu tubuh manusia akan bergantung pada
neraca keseimbangan panas yang diproduksi ataupun diabsorbsi dengan panas yang hilang.
Panas diproduksi secara terus menerus oleh tubuh sebagai hasil dari metabolisme. Proses
kehilangan panas tubuh terjadi secara terus menerus. Proses produksi serta pengeluaran panas
diatur oleh tubuh guna mempertahankan suhu inti tubuh dalam rentang 36–37,5 oC. Suhu
lingkungan lebih tinggi daripada suhu tubuh maka tubuh akan menerima panas dari lingkungan
secara konveksi, sedangkan bila suhu lingkungan lebih rendah dari suhu tubuh maka panas
tubuh akan pindah ke udara sekitar. Suhu lingkungan yang tinggi akan mempengaruhi suhu
tubuh sehingga suhu tubuh juga akan meningkat.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
5.1.1 Melihat Pengaruh Luar terhadap Suhu Tubuh Katak & Hambatan Eliminasi Panas
1. Panas di dalam tubuh tidak dihasilkan secara langsung oleh tubuh, namun tubuh akan
melakukan metabolisme makanan sehingga ada perubahan bentuk energi yang
menghasilkan panas (Washudi dan Hariyanto, 2016). Air pada kendi yang dicat ternyata
memiliki suhu yang lebih konstan dibandingkan dengan pada kendi tanpa cat yang
disebabkan tertutupnya pori-pori kendi bercat sehingga pelepasan panas menjadi
lambat, sedangkan pada kendi tidak bercat pori-porinya terbuka sehingga pelepasan
panas berlangsung lebih cepat.
5.1.2 Melihat Pengaruh Luar Terhadap Suhu Tubuh Manusia
1. Hasilnya adalah suhu apabila mulut ditutup akan lebih tinggi daripada mulut yang
terbuka karena tidak ada sirkulasi dalam mulut dan hasil tersebut adalah suhu dalam
tubuh secara keseluruhan tanpa adanya sirkulasi udara. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Sandi dkk (2017) bahwa kondisi lingkungan yang tidak bersahabat,
menyebabkan beberapa kelainan patologi tubuh terutama yang disebabkan oleh
paparan panas dan kelembaban udara yang tinggi di antaranya adalah pingsan panas,
kejang panas, kegawatan panas, dan kelelahan panas.
5.2 Saran
Semoga pandemic ini cepat berakhir agar kami para praktikan tidak terus”an terbebani
dengan tugas” yang bahkan tidak kami mengerti
DAFTAR PUSTAKA
Bloom dan Fawcet. 2002. Bahan Ajar Histologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Harahap, A.M., Rudi K. Kadarsah, dan E. Oktaliansah. 2014. Angka Kejadian Hipotermia dan
Lama Perawatan di Ruang Pemulihan pada Pasien Geriatri Pascaoperasi Elektif Bulan
Oktober 2011 Maret 2012 di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung. JAP 2 (1): 36-44.
Isnaeni, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta: Kanisius.
Pratama, N., D. Djamas, and Y. Darvina. 2016. Pengaruh variasi ukuran partikel terhadap nilai
konduktivitas termal papan partikel tongkol jagung. Pillar of Physic 7(1):25- 32.
Purnamasari, R., and D. R. Santi. 2017. Fisiologi Hewan. Program Studi Arsitektur Uin Sunan
Ampel, Surabaya.
Sandi, I.N., I.G. Ariyasa, I.W. Teresna, dan K. Ashadi. 2017. Pengaruh Kelembaban Relatif
Terhadap Perubahan Suhu Tubuh Latihan. Sport and Fitness Journal 5 (1): 103- 109.
Sumiasih, N. I., dan N. I. Budiani. 2016. Biologi Dasar dan Biologi Perkembangan. Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Jakarta.
Susanti, N. 2012. Efektifitas Kompres dingin dan hangat pada penatalaksanaan demam. Saintis
1(1):55-64.
Washudi., and T. Hariyanto. 2016. Biomedik (Anatomi, Fisiologi, Biokimia, Fisika, Biologi). Pusat
Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan, Jakarta.
FISIOLOGI TERNAK
“UJI GALLI MAININI”
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh :
Nama : Narendra Diaz Ramadhani
NIM : D1A020184
Kelompok : 4A
Asisten : Abra Yodha Raya
Dirangsang menggunakan lidi kapas pada bagiun kloakanya, kemudian jika keluar
sesuatu, maka letakkan cairan tersebut pada objek glass.
Diperikasa cairan tersebut mengandung sperma atau tidak. Jika mengandung sperma
maka katak tidak bisa digunakan untuk praktikum. Jika tidak mengandung sperma
maka
Dikembalikan katak pada tempatnys, ditunggu hingga 30 menit untuk dapat melihat
reaksinya. Setelah 30 menit, maka:
Dirangsang lagi katak pada bagian kloaka menggunakan lidi kapas. Lihat adanya
cairan yang keluar
Hasil Positif : Bila pada urin katak ditemukan adanya spema. Hasil negative: Bila pada
urin katak tidak ditemukan adanya sperma,
V.1. Kesimpulan
V.1.1. Uji Kebuntingan Dini atau Uji Galli Mainini
1. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Arman (2011) yang menyatakan bahwa periode
kebuntingan adalah waktu atau jarak antara perkawinan yang subur sampai dengan
kelahiran normal. Deteksi kebuntingan secara dini dengan teknik palpasi rektak dan USG
dapat digunakan yakni eksplorasi rektak 56 adalah palpasi/meraba uterus melalui
dinding rektum (anus) untuk meraba apakah terjadi pembesaran yang terjadi selama
kebuntungan atau adanya membran fetus maupun fetus.
5.2 Saran
Semoga pandemic ini cepat berakhir agar kami para praktikan tidak terus”an terbebani
dengan tugas” yang bahkan tidak kami mengerti
DAFTAR PUSTAKA
Andiron, Tommy, dan Ginting, G. 2019. Peningkatan kualitas citra ultrasonografi (USG) dengan
menggunakan metode gaussian filter. Jurnal Pelita Informatika, 18(1): 121-126
Arman, C. 2011. Faktor-faktor yang mempengaruhi lama kebuntingan pada sapi hissar
Sumbawa. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan: 236-241.
Ismudiono, Srianto, Pudji, Anwar, H., Samik, Safitri, E. 2010. Buku Ajar Fisiologi Reproduksi pada
Ternak. Airlangga University Press. Surabaya
Syaiful, Lismanto, F., Agustin, F., Ningrat, R., dan Afrizal. 2018. Pengembangan sapi potong
melalui penerapan teknologi deteksi kebuntingan dini dan inovasi pakan ramah
lingkungan pada kelompok tani di langgam, pasaman barat. Jurnal Hilirisasi, 1(4): 138-
149