Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KOMUNITAS

POS KESEHATAN PESANTREN


(POSKESTREN)

Disusun Oleh :
RUFAIDAH CONITA
2007.02.093

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BANYUWANGI
2011

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
tugas makalah ini dengan tepat waktu. Makalah ini penulis susun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Komunitas dengan judul Pos Kesehatan Pesantren
(POSKESTREN) di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi.
Dalam penyusunan makalah ini penulis juga memperoleh bantuan,
dorongan serta pengarahan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun
tidak langsung. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada:
1) Bapak Drs.H. Soekardjo, S.Kep, MM

selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu

Kesehatan Banyuwangi
2) Essy Sonontiko, S.Kep.,Ners, selaku Ketua Program S.1 Keperawatan Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Banyuwangi
3) M. Al Amin, S.Kep., Ners, selaku PJMK Komunitas yang telah memberikan
penugasan.
3) Rekan-rekan mahasiswa yang telah banyak membantu dan memberikan
dukungan serta bantuan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak kekurangan, kelemahan, serta keterbatasan. Untuk itu penulis
mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun guna kemajuan dari
makalah ini.

Banyuwangi,

Januari 2011

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Pesantren ................................................................ 4
B. Peran Pesantren ........................................................................ 6
C. Fungsi Pesantren ...................................................................... 9
D. Pos Kesehatan Pesantren .......................................................... 11
E. Definisi Pos Kesehatan Pesantren ............................................ 12
F. Tujuan Pos Kesehatan Pesantren .............................................. 13
G. Fungsi Pos Kesehatan Pesantren .............................................. 13
H. Manfaat Pos Kesehatan Pesantren ............................................ 13
I.

Ruang Lingkup Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren ................ 14

J.

Sasaran Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren ............................. 15

K. Kader Pos Kesehatan Pesantren ............................................... 16


L. Tugas kader poskestren pada kegiatan musyawarah ................ 17
M. Langkah Pembentukan Poskestren .......................................... 17
N. Pengorganisasian Poskestren .................................................... 17
N. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Di Tatanan Pesantren .......... 19
O. Indikator Keberhasilan Poskestren ........................................... 19
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 21
B. Saran ......................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, dimana kata "santri"
berarti murid dalam Bahasa Jawa. Istilah pondok berasal dari Bahasa Arab
funduuq ( )yang berarti penginapan. Khusus di Aceh, pesantren disebut
juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang Kyai.
Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kyai menunjuk seorang santri
senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah
pondok Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka
adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan
hubungan dengan kyai dan juga Tuhan.
Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat
diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa
Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti
guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam
sistem asrama yang disebut Pawiyatan. Istilah santri juga dalam ada dalam
bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat
bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India
berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana
ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata
saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata
pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.
Pesantren pada mulanya merupakan pusat penggemblengan nilai-nilai
dan penyiaran agama Islam. Namun, dalam perkembangannya, lembaga ini
semakin

memperlebar

wilayah

garapannya

yang

tidak

melulu

mengakselerasikan mobilitas vertical (dengan penjejelan materi-materi


keagamaan), tetapi juga mobilitas horizontal (kesadaran sosial).
Pesantren kini tidak lagi berkutat pada kurikulum yang berbasis
keagamaan (regional-based curriculum) dan cenderung melangit, tetapi juga

kurikulum yang menyentuh persoalan kikian masyarakat (society-based


curriculum). Dengan demikian, pesantren tidak bisa lagi didakwa sematamata sebagai lembaga keagamaan murni, tetapi juga (seharusnya) menjadi
lembaga sosial yang hidup yang terus merespons carut marut persoalan
masyarakat di sekitarnya.
Pondok Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam tertua yang
merupakan produk budaya Indonesia. Keberadaan Pesantren di Indonesia
dimulai sejak Islam masuk negeri ini dengan mengadopsi sistem pendidikan
keagamaan yang sebenarnya telah lama berkembang sebelum kedatangan
Islam. Sebagai lembaga pendidikan yang telah lama berurat akar di negeri ini,
pondok pesantren diakui memiliki andil yang sangat besar terhadap
perjalanan sejarah bangsa.
Banyak pesantren di Indonesia hanya membebankan para santrinya
dengan biaya yang rendah, meskipun beberapa pesantren modern membebani
dengan biaya yang lebih tinggi. Meski begitu, jika dibandingkan dengan
beberapa institusi pendidikan lainnya yang sejenis, pesantren modern jauh
lebih murah. Organisasi massa (ormas) Islam yang paling banyak memiliki
pesantren adalah Nahdlatul Ulama (NU). Ormas Islam lainnya yang juga
memiliki banyak pesantren adalah Al-Washliyah dan Hidayatullah.

B. Rumusan masalah
Dalam penyusunan makalah ini penulis hanya membatasi tentang halhal berikut ini :
1.

Pengertian Pesantren

2.

Peran Pesantren

3.

Fungsi Pesantren

4.

Pos Kesehatan Pesantren

5.

Definisi Pos Kesehatan Pesantren

6.

Tujuan Pos Kesehatan Pesantren

7.

Fungsi Pos Kesehatan Pesantren

8.

Manfaat Pos Kesehatan Pesantren

9.

Ruang Lingkup Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren

10. Sasaran Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren


11. Kader Pos Kesehatan Pesantren
12. Tugas kader poskestren pada kegiatan musyawarah
13. Langkah Pembentukan Poskestren
14. Pengorganisasian Poskestren
15. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Di Tatanan Pesantren
16. Indikator Keberhasilan Poskestren

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pesantren
Kata pesantren berasal dari kata santri dengan awalan "pe-" dan
akhiran "-an", yang berarti tempat tinggal para santri. Istilah santri berasal
dari kata shastri yang dalam bahasa India adalah orang-orang yang tabu kitab
suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Kata
shastri sendiri memiliki akar makna yang sama dengan kata shastra yang
berarti buku-buku suci, agama, atau pengetahuan.
Tetapi mungkin juga kata santri dirunut dari kata cantrik yang berarti
para pembantu begawan atau resi yang diberi upah berupa ilmu. Teori terakhir
ini pun juga perlu dipertimbangkan karena di pesantren tradisional yang kecil
(pedesaan), santri tak jarang juga bertugas menjadi pembantu kyai.
Konsekuensinya, kyai memberi makan santri selama mereka ada di pesantren
dan juga mengajarkan ilmu agama kepada santri tersebut.
Selain itu, dikenal pula istilah pondok yang berasal dari kata funduq
yang dalam bahasa Arab berarti penginapan. Dalam perkembangan
selanjutnya, kedua istilah tersebut biasa digunakan secara bersama-sama,
yakni pondok pesantren.
Pe-santri-an atau pesantren adalah tempat para santri menimba ilmu
agama dan ilmu-ilmu lainnya. Pesantren juga dapat didefinisikan sebagai
sebuah masyarakat mini yang terdiri atas santri, guru, dan pengasuh (kyai).
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia.
Pesantren berasal dari masa pra-Islam dan berkembang dari bentuk-bentuk
pendidikan di India.
Sebagai lembaga pendidikan khas Indonesia, khususnya Jawa,
pesantren memiliki keunikan tersendiri yang tidak ditemui dalam sejarah
peradaban Islam di Timur Tengah dan dunia Islam pada umumnya. Seiring
dengan perkembangan zaman, pesantren-pesantren yang ada berusaha
mengembangkan diri sesuai dengan tuntutan zaman. Hal inilah yang
menyebabkan unsur-unsur pesantren saat ini berkembang menjadi beragam.
Meskipun demikian, secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi

berikut ini.
Pesantren tipe A, yaitu pesantren yang sangat tradisional. Para santri pada
umumnya tinggal di asrama yang terletak di sekitar rumah kyai. Mereka
hanya belajar kitab kuning. Cara pengajarannya memakai metode sorogan
(satu guru-satu santri) dan bandongan (satu guru-banyak santri).
Pesantren tipe B, yaitu pesantren yang memadukan antara metode sorogan
dengan pendidikan formal yang ada di bawah departemen pendidikan atau
departemen agama. Hanya saja lembaga pendidikan formal itu khusus
untuk santri pesantren tersebut.
Pesantren tipe C, hampir sama dengan tipe B tetapi lembaga
pendidikannya terbuka untuk umum.
Pesantren tipe D, yaitu pesantren yang tidak memiliki lembaga pendidikan
formal, tetapi memberikan kesempatan kepada santri untuk belajar pada
jenjang pendidikan formal di luar pesantren.
Berdasarkan kegiatan yang berlangsung di dalam pesantren, pesantren
dapat diklasifikasikan lagi menjadi berikut ini :
Pesantren salafi atau salafiah (tradisional), merupakan pondok pesantren
yang hanya mengajarkan kitab klasik dan agama Islam. Umumnya, lebih
mendahulukan dan mempertahankan hal-hal yang bersifat tradisional
dalam sistem pendidikan maupun perilaku kehidupannya, serta sangat
selektif terhadap segala bentuk pembaruan, termasuk kurikulum
pengajarannya.
Pesantren khalafi atau khalafiah (modern), merupakan pondok pesantren
yang

selain

menyelenggarakan

kegiatan

pendidikan

agama

juga

menyelenggarakan pendidikan jalur sekolah atau formal, baik sekolah


umum (SD, SMP, SMA, dan SMK) maupun sekolah berciri khas agama
Islam (MI, MTs, MA, atau MAK). Dalam implementasi proses belajar
mengajar, akomodatif terhadap perkembangan modern, metodologi
penerapan kurikulum melibatkan perangkat modern, mengajarkan
sejumlah keterampilan pengetahuan umum lainnya, termasuk kesehatan.
Pesantren salafi-khalafi (perpaduan tradisional dan modern), merupakan

pondok pesantren yang dalam kegiatannya memadukan antara metode


salafi dengan khalafi, yaitu memelihara nilai tradisional yang baik dan
akomodatif terhadap perkembangan yang bersifat modern.
Dengan adanya klasifikasi pesantren seperti di atas, maka arah
pembinaan kesehatan disesuaikan dengan tipologi pesantren yang ada dan
kebutuhan warga pesantren itu sendiri. Penyelenggaraannya diserahkan
sepenuhnya kepada pihak pengelola atau pimpinan pesantren yang
bersangkutan, dengan tetap memadukan tiga prinsip utama, yaitu peningkatan
keimanan dengan ibadah, penyebaran ilmu dan ajaran agama Islam dengan
tabligh, serta memberdayakan potensi warga pesantren dan menerapkan nilainilai kemasyarakatan yang baik dengan amal soleh. Dalam agama Islam
sendiri pun terdapat slogan "Kebersihan merupakan sebagian dari iman" dan
di dalam Al-Quran (surat As-Syu'ara: 80) juga telah ditegaskan bahwa "Dan
apabila aku sakit, maka Dialah (Allah) yang menyembuhkan aku".
B. Peran Pesantren
Peran dan juga fungsi pesantren dalam kehidupan kebangsaan dan
keberagamaan di Indonesia sudah sangat dikenal luas dan diakui. Mulai dari
peran merebut kemerdekaan dari tangan penjajah sampai peran pesantren
dalam membina dan melahirkan kader-kader politisi Islam, kader-kader
pemerintahan, serta masih banyak peran serta pesantren dan santrinya dalam
berbagai sendi kehidupan masyarakat Indonesia.
1.

Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan


Peran pesantren sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan
ilmu keagamaan dan nilai-nilai kesantunan ini tidak begitu disorot oleh
para politisi, kecuali oleh para pemerhati pendidikan. Sebagai lembaga
pendidikan, pesantren tentu saja terus mengalami perubahan. Pada
awalnya hanya berbentuk pengajian kitab kuning, tetapi seiring dengan
perkembangan zaman, pesantren kemudian mengadopsi jenis pendidikan
formal. Namun, peran pesantren sebagai lembaga dakwah yang
berhubungan dengan kemasyarakatan, sangat menarik perhatian para

politisi.
Menurunnya peran pesantren sebagai lembaga pendidikan terlebih
dalam mengelola konflik yang ada di masyarakat juga disebabkan krisis
ekonomi yang berujung pada ketidakmandirian pesantren dalam mencari
Jana pendukung. Akibat ketergantungan pesantren, maka sebagian kyai
yang menjadi figur dan pedoman masyarakat mulai menjadi partisan
partai politik tertentu dan akibatnya peran pesantren sebagai agen
pengelola konflik sudah mulai mati.
2.

Pesantren Sebagai Lembaga Sosial


Peran pesantren sebagai lembaga sosial mulai berkembang sejak
awal tahun 1970-an. Hal ini merupakan suatu kecenderungan untuk
memperluas fungsi pesantren tidak hanya sebagai lembaga agama, tetapi
juga menanggapi persoalan kemasyarakatan yang berkembang di
masyarakat. Pekerjaan sosial ini semula mungkin merupakan pekerjaan
sampingan atau justru "titipan" dari pihak di luar pesantren. Tetapi jika
diperhatikan
memperbesar

secara saksama,
dan

pekerjaan sosial ini

mempermudah

gerak

usaha

justru akan

pesantren

untuk

memberikan pelayanan terhadap masyarakat di sekitarnya.


Tugas kemasyarakatan pesantren tidak akan mengurangi tugas
keagamaannya karena peran tersebut merupakan penjabaran nilai-nilai
hidup keagamaan bagi kemaslahatan masyarakat luas.
Dengan tugas tersebut, pesantren akan menjadi milik bersama,
didukung dan dipelihara oleh kalangan yang lebih luas, serta akan
membuka kesempatan untuk melihat pelaksanaan nilai hidup keagamaan
dalam kehidupan sehari-hari.
3.

Pesantren Sebagai Subkultur


Jika diamati dalam sejarah, ulama dengan pesantrennya
senantiasa memegang fungsi di, wilayah keagamaan. Dengan akar
budaya yang kuat, pesantren menjadi sebuah entitas yang begitu sublim
dengan masyarakatnya dalam menanamkan misinya. Pesantren bahkan

menjelma menjadi sebuah subkultur yang tidak dapat terpisah dari


masyarakatnya. Sebatas pemahaman selama ini, berikut adalah elemen
yang membuat pesantren mampu menjadi subkultur tersendiri.
Pola kepemimpinan yang mandiri dan tidak terkooptasi
kepentingan-kepentingan berjangka pendek. Elemen ini sangat penting
bagi pesantren. Artinya, atasan seorang kyai itu hanyalah Allah, tidak ada
kelompok politik, aparatur negara, birokrat, atau manusia lain, yang bisa
mengintervensi terlalu jauh di dunia pesantren. Pola kepemimpinan
seperti itu membuat pesantren menjadi unik.
Kitab-kitab rujukan yang digunakan di banyak pesantren
umumnya terdiri atas warisan peradaban Islam dari berbagai abad. Jika
dikaji dengan baik, pengetahuan yang akan diserap para santri akan
sangat luas. Mereka tidak hanya belajar bagian fikih yang rigid, sempit,
kaku, hitam-putih, dan halal-haram saja, tapi juga ilmu-ilmu ushul fikih,
kalam, tasawuf, dan lainnya. Semua itu menunjukkan kearifan dan
keindahan Islam. Mestinya itu akan membentuk wawasan keislaman
yang padu dan utuh bagi santri karena mereka mendalami agama tidak
sekadar pilihan hitam putih yang tampak di permukaan.
Subkultur pesantren adalah sistem nilai (values system) yang diterapkan
di pesantren itu sendiri. Sistem nilai itulah yang nantinya akan dibawa
dalam proses kehidupan mereka di masyarakat. Nilainilai dasar pesantren
yang banyak dikenal adalah al-ushul khamsah (lima prinsip dasar) yang
diadopsi dari paham ahli sunnah. Pertama, prinsip tawasuth berarti tidak
memihak atau moderasi. Kedua, prinsip tawazurt berarti menjaga
keseimbangan dan harmoni. Ketiga, prinsip tasamuh yaitu toleransi.
Keempat, prinsip adl yaitu sikap adil. Kelima, prinsip tasyawur yang
berarti musyawarah. Lima prinsip dasar pesantren tersebut tidak hanya
sekadar hiasan kata, tapi terinternalisasi dan dipraktikkan dalam dunia
pesantren. Sebab, komunitas pesantren itu hidup seperti dalam akademi
militer selama 24 jam dan menjalankan aktivitas pendidikan sejak
sebelum subuh sampai kembali tidur. Jadi, komunitas pesantren
sesungguhnya membuat miniatur dunia ideal mereka sendiri.
4.

Pesantren Sebagai Institusi

Pesantren tentunya juga termasuk dalam lingkup dunia global


yang tidak bisa lepas dari pengaruh di luar dirinya. Derasnya arus
informasi melalui media, hubungan antarnegara, antar-institusi, dan
antarorganisasi seperti jalur sumbangan dan bantuan dengan berbagai
motif tentu ikut memengaruhi dunia pesantren. Pesantren sedikit
banyaknya tidak bisa lepas dari pengaruh global.
Pesantren yang tidak mampu mempertahankan lima prinsip
dasarnya, akan terjebak dalam permainan politik global dan tanpa sadar
dapat berada dalam jaringan yang mempunyai agenda tertentu, tidak lagi
seperti yang diinginkan pesantren itu secara konvensional. Artinya,
kalaupun sebuah pesantren mengalami disorientasi, itu bisa disebabkan
oleh dua faktor yaitu:
faktor internal berupa merosotnya etos lima prinsip dasar;
faktor eksternal seperti pengaruh jaringan global.
Keduanya

saling

berkaitan.

Lemahnya

peran

kyai

atau

kepemimpinan pesantren yang selama ini dikenal independen, mandiri,


dan tidak terkooptasi oleh kepentingan politik, ekonorni, ataupun
ideologi di luar pesantren, bisa berakibat buruk bagi sebuah pesantren.
Akibat-akibat yang dapat timbul adalah sebagai berikut.
Pesantren pada zaman dulu benar-benar bagaikan sebuah kerajaan
kecil akan tetapi saat ini banyak kepemimpinan pesantren yang sudah
tidak lagi menjadi panutan.
Kurikulum

pesantren

juga

sebuah

problem

yang

harus

diselesaikan secara komprehensif tetapi yang diharapkan sebenarnya


bukan hanya perbaikan kurikulum melainkan koreksi dan kritik untuk
pesantren dan masyarakat.
C. Fungsi Pesantren
Secara kelembagaan, pesantren termasuk sebagai lembaga pendidikan.
Namun, pendidikan di pesantren tidak berhenti sebagai aktivitas transfer ilmu
saja. Selain sebagai transfer ilmu, pesantren juga sebagai kaderisasi ulama
dan sebagai pemelihara budaya Islam. Dua unsur tambahan tersebut perlu

ditekankan sebab seorang ulama bukan sekadar orang yang memiliki


penguasaan

ilmu

kemampuannya

yang

tinggi,

mengamalkan

tetapi
ilmu

juga

tersebut

harus

disertai

dalam

dengan

kehidupannya.

Pengamalan ilmu keislaman dalam kehidupan sehari-hari akan mendukung


seseorang untuk berkreasi dalam melaksanakan pesan-pesan syar'i sesuai
dengan kondisi dan situasi setempat.
Secara umum, pesantren juga berfungsi untuk membentuk manusiamanusia yang mampu membangun hubungan dengan Allah, manusia lain, dan
lingkungan. Pada fungsi sosial ini, pesantren berhasil merespons persoalanpersoalan kemasyarakatan seperti mengatasi kemiskinan, memelihara tali
persaudaraan,

mengurangi

pengangguran,

memberantas

kebodohan,

menciptakan kehidupan yang sehat, dan sebagainya. Menghilangkan


kemiskinan bukan saja dengan menggembirakan si miskin pada hari raya,
memberikan uluran tangan saat mereka meminta, atau mengasuhnya di panti
asuhan, melainkan membawa mereka pada kehidupan yang layak,
memperpendek jurang kekayaan, atau tindakan lainnya. Jadi, jika
disimpulkan secara garis besar, pesantren berfungsi sebagai berikut :
Tempat belajar ilmu-ilmu agama (keislaman).
Meningkatkan fungsi syiar dan pelayanan.
Berperan aktif dalam peningkatan kualitas umat melalui dakwah.
Mengembangkan dakwah dengan cara yang kreatif dan inovatif.
Membangun struktur lembaga yang kokoh dan berwibawa.
Membentuk kader-kader dakwah islami.
Sebagai garda depan dalam mencetak para mujahid dakwah, termasuk para
penghafal Al-Quran (hafiz dan hafizah).
Menjadikan pesantren sebagai media pemberdayaan untuk perempuan
korban kekerasan.
Merespons

persoalan-persoalan

kemasyarakatan

seperti

masalah

kemiskinan, memelihara tali persaudaraan, mengurangi pengangguran,


memberantas kebodohan, menciptakan kehidupan yang sehat, dan
sebagainya.
Sebagai aktor pengelola perdamaian.

D. Pos Kesehatan Pesantren


Kesehatan merupakan investasi sumber Jaya manusia. Kesehatan juga
merupakan tanggung jawab bersama, untuk itu perlu diperjuangkan oleh
banyak pihak termasuk komunitas pesantren yang berisiko tinggi untuk
terjangkit penyakit. Transmisi yang mudah ini di antaranya disebabkan oleh
tingkat kepadatan dan lingkungan yang kurang memadai. Bila ditilik dari sisi
kesehatan, pada umumnya kondisi kesehatan di lingkungan pesantren masih
memerlukan perhatian dari berbagai pihak terkait, baik dalam aspek akses
pelayanan kesehatan, perilaku sehat, maupun kesehatan lingkungannya.
Salah satu upaya pemerintah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan
bagi warga pesantren adalah menumbuhkembangkan pos kesehatan pesantren
atau poskestren. Upaya perbaikan kesehatan pada generasi muda usia sekolah
sudah dilakukan dengan program UKS. Poskestren juga tidak terlepas dari
upaya-upaya yang ada di UKS, hanya saja poskestren dikhususkan pada
komunitas santri yang sedang belajar di pesantren. Untuk memperkuat
pengadaannya, poskestren memiliki beberapa landasan hukum yaitu sebagai
berikut (Depkes RI, 2007).
Undang-Undang Dasar 1945, Pasal 28 H ayat 1.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan
Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Surat keputusan bersama tiga menteri (menteri kesehatan, menteri agama,
dan menteri dalam negeri): Nomor 1067/Menkes/SKB/VIII/2002, Nomor

385 Tahun 2002, dan Nomor 37 Tahun 2002 tentang Peningkatan


Kesehatan Pondok Pesantren dan Institusi Keagamaan Lainnya.
Surat keputusan bersama empat menteri (menteri pendidikan nasional,
menteri kesehatan, menteri agama, dan menteri dalam negeri): Nomor
1/U/SKB/2003,

Nomor

1067/Menkes/

SKB/VII/2003,

Nomor

MA/230A/2003, dan Nomor 26 Tahun 2003 tentang Pembinaan dan


Pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1540/Menkes/SK/XII/2002 Tahun
2002 tentang Penempatan Tenaga Medis Melalui Masa Bakti dan Cara
Lain.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan
Dasar Puskesmas.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 131 Tahun 2004 tentang Sistem
Kesehatan Nasional.
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 331/Menkes/SK/V/2006 tentang
Rencana Strategis Departemen Kesehatan Tahun 2005-2009.
E. Definisi Pos Kesehatan Pesantren
Pos kesehatan pesantren (poskestren) adalah pesantren yang memiliki
kesiapan, kemampuan, serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan secara mandiri sesuai dengan kemampuannya
(Depkes RI, 2007). Poskestren merupakan salah satu wujud upaya kesehatan
berbasis masyarakat di lingkungan pesantren dengan prinsip dari, oleh, dan
untuk

warga

pesantren

yang

mengutamakan

pelayanan

promotif

(peningkatan) dan preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif


(pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) dengan binaan
puskesmas setempat. Tempat untuk poskestren berada dalam lingkungan
pesantren itu sendiri dan bisa memanfaatkan ruangan serba guna maupun
ruangan di masjid atau musala.

F.

Tujuan Pos Kesehatan Pesantren


Poskestren sebagai salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan
derajat kesehatan warga pesantren memiliki beberapa tujuan umum dan
khusus sebagai berikut.
1.

Tujuan umum
Terwujudnya pesantren yang sehat serta peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayahnya.

2.

Tujuan Khusus
Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran santri dan guru tentang
pentingnya kesehatan.
Meningkatnya kesadaran santri dan guru untuk melaksanakan perilaku
hidup bersih dan sehat.
Meningkatnya kesehatan lingkungan di pesantren.
Meningkatnya kemampuan dan kemauan santri untuk menolong diri
sendiri di bidang kesehatan.

G. Fungsi Pos Kesehatan Pesantren


Sebagai wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dalam alih
informasi (pengetahuan dan keterampilan) dari petugas ke warga pesantren
dan masyarakat sekitarnya serta antarwarga pesantren dalam rangka
meningkatkan perilaku hidup sehat.
Sebagai wadah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada
warga pesantren dan masyarakat sekitarnya.
H. Manfaat Pos Kesehatan Pesantren
Poskestren didirikan dengan menjanjikan beberapa manfaat bagi orangorang yang terlibat di dalamnya maupun orang-orang di sekitarnya. Manfaat
tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:
1.

Bagi warga pondok pesantren dan masyarakat sekitarnya


Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi, pengetahuan,
dan pelayanan kesehatan dasar.

Memperoleh bantuan secara profesional dalam pemecahan masalah


kesehatan.
Mendapatkan informasi awal tentang kesehatan.
Mewujudkan kondisi kesehatan yang lebih baik bagi warga pesantren
dan masyarakat sekitarnya.
2.

Bagi kader poskestren


Mendapatkan informasi lebih awal tentang kesehatan.
Mewujudkan aktualisasi dirinya untuk membantu warga pesantren dan
masyarakat sekitarnya dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang
ada di lingkungannya.

3.

Bagi puskesmas
Mengoptimalkan

fungsi

puskesmas

sebagai

pusat

penggerak

pembangunan berwawasan kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan


pelayanan kesehatan tingkat pertama.
Memfasilitasi warga pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam
pemecahan masalah kesehatan sesuai kondisi setempat.
Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga, dan dana melalui pemberian
pelayanan kesehatan terpadu.
4.

Bagi sektor lain


Memfasilitasi warga pesantren dan masyarakat sekitarnya dalam
pemecahan masalah sektor terkait.
Meningkatkan efisiensi melalui pemberian pelayanan secara terpadu
sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing sektor.

I.

Ruang Lingkup Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren


Ruang lingkup kegiatan poskestren meliputi pelayanan kesehatan dasar
secara komprehensif, yaitu upaya promotif dan preventif tanpa meninggalkan
upaya kuratif dan rehabilitatif, serta upaya sumber Jaya warga pesantren dan
masyarakat sekitar dalam bidang kesehatan. Kegiatan pelayanan kesehatan
dasar yang diselenggarakan oleh poskestren adalah sebagai berikut.

Upaya promotif, antara lain konseling kesehatan, penyuluhan kesehatan,

perlombaan di bidang kesehatan, pemberdayaan, olahraga teratur, serta


fatwa (imbauan kesehatan terhadap warga pesantren dan masyarakat
sekitarnya).

Upaya preventif, antara lain pemeriksaan berkala, penjaringan kesehatan


santri, imunisasi, kesehatan lingkungan dan kebersihan diri, serta
pemberantasan nyamuk dan sarangnya.

Upaya kuratif dan rehabilitatif, antara lain pengobatan terbatas atau


pelayanan kesehatan sederhana dan rujukan kasus.

J.

Sasaran Kegiatan Pos Kesehatan Pesantren

Semua individu mencakup santri, guru, dan pengurus pesantren beserta


keluarganya yang tinggal di lingkungan pesantren, yang diharapkan
mampu melaksanakan hidup sehat serta peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di lingkungan pesantren.

Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku


individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi
perubahan perilaku tersebut seperti pimpinan pesantren, pengurus yayasan,
serta petugas kesehatan.

Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan,


dana, tenaga, sarana, dan lain-lain seperti camat, para pejabat terkait,
swasta, para donatur, dan pemangku kepentingan lainnya.

K. Kader Pos Kesehatan Pesantren


Dalam pelaksanaan kegiatannya, pengelola pesantren memilih kader
kesehatan poskestren. Kader-kader tersebut dilatih khusus oleh petugas
puskesmas. Kader poskestren tersebut berfungsi sebagai pemberi inspirasi
atau ide (inspirator); pemberi gagasan baru (inovator); pemberi contoh awal
(initiator); penggerak (activator); pemberi dorongan, semangat, atau
mengajak (motivator); serta pelaksana (implementator).

L.

Tugas kader poskestren pada kegiatan musyawarah


Memberikan informasi tentang perlunya perhatian terhadap masalah
kesehatan di pesantren (data tentang hasil survei dan status kesehatan
santri).

Menyampaikan kegiatan poskestren tentang upaya pencegahan (jenis


pencegahan, frekuensi kegiatan, dan jumlah kegiatan penyuluhan
kesehatan di pesantren).

Menyampaikan rencana kegiatan yang akan datang untuk mendapatkan


kesepakatan dalam forum musyawarah warga pesantren.
Dalam kegiatan survei mawas diri, tugas kader poskestren adalah

sebagai anggota tim, mulai dari mengumpulkan data sampai membuat laporan
hasil survei. Sedangkan dalam pelaksanaan kegiatan poskestren secara rutin
tugas kader adalah melakukan atau mengoordinasikan kegiatan pencegahan
penyakit, melakukan penyuluhan kesehatan di pesantren, memberikan
pelayanan kesehatan sederhana, dan melakukan pencatatan kegiatan
poskestren.
Kader poskestren dipilih oleh pengurus dan santri pesantren yang
bersedia

secara

sukarela,

mampu,

dan

memiliki

waktu

untuk

menyelenggarakan kegiatan poskestren. Kriteria kader poskestren antara lain


sebagai berikut.

Berasal dari santri pesantren.

Mempunyai jiwa pelopor, pembaru, dan penggerak masyarakat.

Bersedia bekerja secara sukarela.


Sebelum melaksanakan tugasnya, kader poskestren terpilih perlu

diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi atau pelatihan tersebut


dilaksanakan oleh puskesmas sesuai dengan pedoman orientasi yang berlaku.
Materi orientasi atau pelatihan antara lain mencakup kegiatan yang akan
dikembangkan di poskestren antara lain kesehatan masyarakat, gizi,
kesehatan lingkungan, PHBS, pencegahan penyakit menular, usaha kesehatan
gigi masyarakat desa (UKGMD), penyediaan air bersih dan penyehatan
lingkungan pemukiman (PAB-PLP), program intensifikasi pertanian tanaman
pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui taman obat keluarga (TOGA),

kegiatan ekonomi produktif seperti usaha peningkatan pendapatan keluarga


(UP2K), dan usaha simpan pinjam.
M. Langkah Pembentukan Poskestren (Dinkesprop Jatim, 2007)
1.

Tahap persiapan. Pada tahap persiapan ini dilakukan beberapa langkah


berikut.
Mempersiapkan petugas puskesmas agar mampu mengelola dan
membina poskestren.
Pendekatan

kepada

pimpinan

pesantren

untuk

mendapatkan

dukungan.
Sosialisasi poskestren pada masyarakat pesantren.
Pertemuan membahas persamaan persepsi tentang poskestren.
Memilih santri husada (kader poskestren) dari masyarakat pesantren.
Membekali santri husada agar mampu melakukan Survei Mawas Diri
(SMD).
2.

Melakukan SMD untuk mendapatkan data yang akurat tentang kesehatan


di pesantren.

3.

Mengadakan musyawarah antara warga pesantren dan masyarakat sekitar


untuk mendapatkan kesepakatan pembentukan poskestren.

4.

Mengadakan pelatihan santri husada untuk membekali pengelola dan


santri husada tentang kesehatan.

5.

Peresmian pembentukan poskestren.

N. Pengorganisasian Poskestren
1.

Kedudukan dan hubungan kerja

Secara teknis medis, poskestren dibina oleh puskesmas.

Secara kelembagaan, poskestren dibina oleh pemerintah kecamatan


atau desa.

2.

Terhadap UKBM lain, poskestren dibina oleh mitra.

Pengelola poskestren
Struktur organisasi pengelola poskestren terdiri atas ketua, sekretaris,

bendahara, dan kader poskestren merangkap anggota.


3.

Santri husada (kader poskestren) berasal dari santri yang berjiwa


pembaru (penggerak) dan bersedia bekerja keras.
Pemerintah
Kec./Desa

Puskesmas

Pondok
Pesantren

Poskestren

UKBM/ lain

Ketua

Bendahara

Sekretaris

Santri Husada
(Kader Poskestren)

Keterangan
: Garis koordinasi
: Garis pembinaan
: Garis kemitraan

N. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Di Tatanan Pesantren


Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tatanan pesantren
merupakan perpaduan dari tatanan institusi pendidikan dan tatanan rumah
tangga yang bertujuan untuk membudayakan PHBS bagi santri, pendidik, dan
pengelola pesantren agar mampu mengenali dan mengatasi masalah-masalah
kesehatan di lingkungan pesantren dan sekitarnya (Dinkes Provinsi Jatim,
2007). Indikator PHBS di tatanan pesantren adalah sebagai berikut.

Kebersihan perorangan (badan, pakaian, dan kuku).

Penggunaan air bersih.

Kebersihan tempat wudu.

Penggunaan jamban.

Kebersihan asrama, halaman, dan ruang belajar.

Ada santri husada dan kegiatan poskestren.

Bak penampungan air bebas dari jentik nyamuk.

Penggunaan garam beryodium.

Makanan bergizi seimbang.

Pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan.

Gaya hidup tidak merokok dan bebas napza.

Gaya hidup sadar AIDS.

Peserta Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM), dana sehat,


atau asuransi kesehatan lainnya.

O. Indikator Keberhasilan Poskestren


Pada prinsipnya, keberhasilan poskestren dapat diukur melalui indikator
input, proses, dan output sebagai berikut.
Indikator input, yaitu adanya santri husada (kader poskestren), sarana
poskestren, dan dukungan pendanaan.
Indikator proses, yaitu frekuensi penyuluhan yang dilaksanakan, frekuensi
pertemuan, melakukan survei PHBS, frekuensi pembinaan dari petugas,
dan dilakukannya survei masyarakat desa.

Indikator output, yaitu dilaksanakannya gerakan jumat bersih, adanya


kawasan bebas rokok, adanya tanaman obat keluarga (TOGA), adanya
dana sehat, sampah tidak berserakan, kuku santri bersih dan pendek,
menurunnya angka kesakitan masyarakat pesantren, dan meningkatnya
kesadaran masyarakat pesantren untuk melaksanakan program PHBS.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesehatan merupakan investasi sumber Jaya manusia. Kesehatan juga
merupakan tanggung jawab bersama, untuk itu perlu diperjuangkan oleh
banyak pihak termasuk komunitas pesantren yang berisiko tinggi untuk
terjangkit penyakit.
Salah satu upaya pemerintah untuk mendekatkan pelayanan kesehatan
bagi warga pesantren adalah menumbuhkembangkan pos kesehatan pesantren
atau poskestren. Upaya perbaikan kesehatan pada generasi muda usia sekolah
sudah dilakukan dengan program UKS. Poskestren juga tidak terlepas dari
upaya-upaya yang ada di UKS, hanya saja poskestren dikhususkan pada
komunitas santri yang sedang belajar di pesantren.
Poskestren merupakan salah satu wujud upaya kesehatan berbasis
masyarakat di lingkungan pesantren dengan prinsip dari, oleh, dan untuk
warga pesantren yang mengutamakan pelayanan promotif (peningkatan) dan
preventif (pencegahan) tanpa mengabaikan aspek kuratif (pengobatan) dan
rehabilitatif (pemulihan kesehatan) dengan binaan puskesmas setempat.
Tempat untuk poskestren berada dalam lingkungan pesantren itu sendiri dan
bisa memanfaatkan ruangan serba guna maupun ruangan di masjid atau
musala.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan pembuatan makalah yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Kurikulum dan Modul
Pelatihan Pos Kesehatan (Poskestren). Jakarta : Depkes RI.
Dinas Kesehatan Provinsi Jatim. 2007. Poskestren dan PHBS Tatanan Pesantren.
Surabaya: Dinkesprop Jatim.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pesantren

Anda mungkin juga menyukai