oleh:
Armita Iriyana Hasanah, S.Kep
NIM. 122311101051
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan pendahuluan pada pasien dengan Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) di
ruang Instalasi Bedah Sentral telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal :
Oktober 2015
Jember,
Mahasiswa
Oktober 2015
Mengetahui,
Pembimbing Klinik,
Pembimbing Akademik,
LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BENIGNA
PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)
Oleh: Armita Iriyana Hasanah, S.Kep
4. Stadium IV
Retensi urine total, buli-buli penuh pasien tampak kesakitan, urine
menetes secara periodik (over flowin continent).
Pembagian berdasarkan tingkat keparahan penderita BPH dapat
diukur dengan skor IPSS (Internasional Prostate Symptom Score) untuk
membantu diagnosis dan menentukan tingkat beratnya penyakit.
Tidak
perna
h
<1x
dala
m5
kali
<dari
setenga
h
Kadang
-kadang
sekitar
(50%)
>dari
setenga
h
Hampir
Selalu
5
6
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada sluran kemih bagian atas berupa
adanya gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang
(merupakan tanda dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan
tanda infeksi atau urosepsis.
iritasi. Batu tersebut dapat pula menibulkan sistitis, dan bila terjadi
refluks dapat mengakibatkan pielonefritis; hernia atau hemoroid lamakelamaan dapat terjadi dikarenakan pada waktu miksi pasien harus
mengedan.
5. Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain
sebagai berikut (Sjamsuhidajat 2005; De jong, 2004).
a. Anamnesa.
Kumpulan gejala pada BPH dikenal dengan LUTS (Lower Urinary Tract
Symptoms) antara lain: hesitansi, pancaran urin lemah, intermittensi,
terminal dribbling, terasa adasisa setelah miksi disebut gejala obstruksi
dan gejala iritatif dapat berupa urgensi, frekuensi serta disuria.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Rectal touch atau pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk
menentukan konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan
besarnya prostat. Dengan rectal toucher dapat diketahui derajat dari
a)
b)
c)
d)
e)
BPH, yaitu :
0 1 cm . = grade 0
1 2 cm . = grade 1
2 3 cm . = grade 2
3 4 cm . = grade 3
> 4 cm = grade 4
Patokan banyaknya sisa urine dilakukan dengan cara pagi hari pasien
bangun tidur disuruh kencing sampai selesai kemudian masukkan
kateter VU mengukur sisa urine
a) Sisa urine 0 cc . = normal
b) Sisa urine 0 50 cc = grade 1
c) Sisa urine 50 150 cc. = grade 2
d) Sisa urine > 150 cc . = grade 3
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar
gula digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
2) Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
3) PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai
kewaspadaan adanya keganasan. Distribusi konsentrasi PSA dalam
sampel yang berbeda. Prostat spesifik antigen konsentrasi (PSA)
dalam serum pasien dengan PC, BPH dan pria sehat diukur dengan
ELISA. PSA lebih tinggi terdeteksi pada serum pasien kelompok (PC
dan BPH) dibandingkan dengan orang yang sehat. Konsentrasi ratarata PSA pada pasien PC sedikit lebih tinggi dibandingkan pasien
BPH (p <0,03) (Habibagahi et al, 2009).
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan tergantung dengan penyebab,
keparahan obstruksi, dan kondisi pasien (Smeltzer dan Bare, 2002).
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Obat-obat
yang
sering
dipakai
diantaranya
adalah
prazosin,
ini sangat tepat untuk kelenjar prostat yang terletak tinggi dalam
pubis. Meskipun jumlah darah yang hilang lebih dapat dikontrol
dan letak pembedahan lebih mudah dilihat, akan tetapi infeksi
dapat terjadi diruang retropubik.
oleh
dokter
bedah
di
Eropa
dibandingkan
prosedur
dianjurkan
untuk
makan-makanan
bergizi,
dan
dilakukan
reseksi
prostat
sambil
merawat
perdarahan
m) Sebaiknya adenoma prostat dapat direseksi semuanya, waktu
reseksi paling lama 60 menit (bila menggunakan irigan
aquades) dan waktu bisa lebih lama bila menggunakan irigan
glisin. Hal ini untuk menghindari terjadinya Sindroma TUR.
n) Bila terjadi pembukaan sinus, operasi dihentikan, untuk
menghindari sindroma TUR
o) Chips
prostat
dikeluarkan
dengan
menggunakan
ellik
B. Clinical Pathway
Perubahan keseimbangan antara hormon
testosteron dan estrogen
Testosterone bebas + enzim 5 reduktase
Proses menua
Ketidakseimbangan
hormon
Peningkatan
sel stem
Dehidrotestosteron (DHT)
Diikat reseptor (dalam sitoplasma sel
prostat
Mempengaruhi inti sel (RNA)
Proliferasi sel
Gangguan
Eliminasi Urin
Retensi urin
Statis urin
Media bekembangnya
bakteri
Risiko infeksi
Inflamasi
Intra operasi
Pre Operasi
Kurang informasi
akan kondisi
penyakit dan
pembedahan
Khawatir akan
prosedur
pembedahan
Ansietas
Kurang
Pengetahuan
Tindakan invasif
Post operasi
Efek anastesi
Pendarahan
Efek anastesi
hilang
Sakit pada
bekas reseksi
Menumpuknya
sekret di jalan
Tidak terkontrol
nafas
Bersihan
Resiko Syok
Nyeri akut
jalan nafas
Resiko Cedera
tidak efektif
Pemasangan kateter
Anastesi
Risiko Kekurangan
Bekuan darah
Regional (RA)
volume cairan
Penggunaan baju
operasi yang tipis dan
suhu lingkungan berAC
Vasodilatasi
Pembuluh darah
Hipotermi
Retensi urin
Risiko infeksi
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
1. Anamnesa
a) Data demografi
Dikaji terkait data nama, umur, usia, jenis kelamin (laki-laki),
pekerjaan (pekerjaan berisiko tinggi terjadinya BPH adalah orang
yang pekerjaanya mengangkat barang-barang berat), ras (Orang dari
ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH
dibanding ras lain), penddikan, dan status perkawinan
b) Riwayat Penyakit Klien
Pada pasien dengan BPH merasa rendah diri terhadap penyakit yang
diderita nya. Sehingga hal ini menyebabkan kurangnya sosialisasi
klien dengan lingkungan sekitar. Perawat perlu mengkaji bagaimana
hubungan klien dengan keluarga dan masyarakat sekitar? apakah ada
perubahan peran selama klien sakit?
9. Pola reproduksi- seksual
Pada pasien BPH baik preoperasi maupun postoperasi terkadang
mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan
seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan intim,
penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran atau
nyeri tekan pada prostat.
10. Pola pertahanan diri dan toleransi stres
Klien dengan BPH mengalami peningkatan stres karena memikirkan
pengobatan dan penyakit yang dideritanya menyebabkan klien tidak
bisa melakukan aktivitas seksual seperti biasanya, bisa terlihat dari
perubahan tingkah laku dan kegelisahan klien.
11. Pola keyakinan dan nilai
Pasien BPH mengalami gangguan dalam hal keyakinan, seperti
gangguan dalam beribadah shalat, klien tidak bisa melaksanakannya,
karena BAK yang sering keluar tanpa disadari.
2. Pemeriksaan fisik
1) Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai
syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
2) Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual
untuk
a) 1. 0 1 cm . = grade 0
b) 2. 1 2 cm . = grade 1
c) 3. 2 3 cm . = grade 2
d) 4. 3 4 cm . = grade 3
e) 5. > 4 cm = grade 4
3) Clinical grading
Patokan banyaknya sisa urine dilakukan dengan cara pagi hari pasien
bangun tidur disuruh kencing sampai selesai kemudian masukkan
kateter VU mengukur sisa urine
1. Sisa urine 0 cc . = normal
2. Sisa urine 0 50 cc = grade 1
3. Sisa urine 50 150 cc. = grade 2
4. Sisa urine > 150 cc . = grade 3
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula
digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
b. Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
c. PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan
adanya keganasan.
d. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara
objektif pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan
penilaian:
1) Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif.
2) Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line.
3) Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif.
e. Pemeriksaan Imaging dan Rontgenologik
1) BOF (Buik Overzich Foto ): untuk melihat adanya batu dan
metastase pada tulang.
2) USG (Ultrasonografi), digunakan untuk memeriksa konsistensi,
volume dan besar prostat juga keadaan bulibuli termasuk residual
3. Perencanaan keperawatan
a. Pre Operatif
No
1.
Diagnosa
keperawatan
Retensi urin
berhubungan
dengan obstruksi
mekanik,
pembesaran
prostat,
dekompensasi
otot destrusor,
ketidakmampuan
kandung kemih
untuk
berkontraksi
dengan adekuat.
Tujuan
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama x24
jam diharapkan
nyeri dapat
berkurang
NOC
Kontinensi Urin
Eliminasi Urin
Kriteria hasil
Pasien menunjukkan
residu pasca berkemih
kurangdari 50 ml,
dengan tidak adanya
tetesan atau kelebihan
cairan.
Intervensi keperawatan
Rasional
1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 24 jam atau bila tiba-tiba dirasakan
2. Observasi aliran urin, perhatikan
ukuran dan kekuatan.
3. Awasi dan catat waktu tiap berkemih
dan jumlah tiap berkemih, perhatikan
penurunan haluaran urin dan
perubahan berat jenis.
a. Supositorial rectal
Nyeri akut
berhubungan
dengan
peregangan dari
terminal saraf,
distensi kandung
kemih, infeksi
urinaria, efek
mengejan saat
miksi sekunder
dari pembesaran
prostat dan
obstruksi uretra.
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama x24
jam diharapkan
nyeri dapat
berkurang
NOC:
1. Pain level
2. Pain control
3. Comfort
level
1. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri,
mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
nyeri,
mencari
bantuan)
2. Melaporkan bahwa
nyeri
berkurang
dengan
menggunakan
manajemen nyeri
3. Mampu mengenali
nyeri
(skala,
intensitas, frekuensi,
dan tanda nyeri)
4. Menyatakan
rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
Paint management
a. Kaji nyeri secara komprehensif
(lokasi,
karakteristik,
durasi,
frekuensi, kualitas, dan faktor
presipitasi)
b. Beri penjelasan mengenai penyebab
nyeri
c. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
d. Segera immobilisasi daerah fraktur
e. Tinggikan dan dukung ekstremitas
yang terkena
f. Ajarkan pasien tentang alternative
lain
untuk
mengatasi
dan
mengurangi rasa nyeri
g. Ajarkan teknik manajemen stress
misalnya relaksasi nafas dalam
h. Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain dalam pemberian obat analgeik
sesuai indikasi
3.
Ansietas/cemas
berhubungan
dengan krisis
situasi, perubahan
status kesehatan,
kekhawatiran
tentang
pengaruhnya pada
ADL atau
menghadapi
prosedur bedah
Setelah
dilakukan
tindakan
keperawatan
selama 1 x
30menit,
ansietas
berkurang
NOC :
Anxiety selfcontrol
Anxiety level
a. Mampu
mengidentifikasi
dan mengungkapkan
gejala cemas
b. Mengidentifikasi,
mengungkapkan dan
menunjukkan teknik
untuk mengontrol
cemas
c. Tanda-tanda vital
dalam rentang
normal
d. Postur tubuh
ekspresi wajah,
bahasa tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan
Anxiety Reduction
a. Identifikasi tingkat kecemasan pasien
b. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dirasakan selama prosedur
c. Pahami perspektif pasien terhadap
kecemasan
d. Dorong keluarga untuk senantiasa
menemani pasien dan memberikan
ketenangan pada pasien
e. Bantu pasien untuk mengenal situasi
yang dapat menyebabkan cemas
f. Berikan informasi mengenai kondisi
penyakit pasien
g. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, dan persepsi
terhadap rasa sakit yang dialaminya
h. Kolaborasikan pemberian obat untuk
menenangkan pasien
b. Intra Operatif
No
Diagnosa
Tujuan
Kriteria hasil
Intervensi keperawatan
Rasional
1.
keperawatan
Resiko cedera
berhubungan
dengan tindakan
operasi
Resiko syok
berhubungan
dengan
hipovolemia
Setelah dilakukan
tindakan perawatan
sealama 1x24 jam
pasien akan terhindar
dari risiko cedera
NOC
Surgical precaution
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 24 jam, pasien
tidak beresiko syok
NOC :
- Blood lose severity
- Blood koagulation
NIC
Surgical precaution
1. Tidurkan klien pada meja operasi
dengan posisi sesuai kebutuhan
2. Monitor penggunaan instrumen
f.
f.
c. Post Operatif
No
1.
Diagnosa
keperawatan
Nyeri
berhubungan
dengan insisi
bedah,
pemasangan
kateter, dan
spasme kandung
kemih
Tujuan
Kriteria hasil
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 24 jam, nyeri
yang dirasakan
pasien berkurang.
a. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri)
b. Melaporkan bahwa
nyeri berkurang
dengan menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali
nyeri (skala,
intensitas, frekuensi
dan tanda nyeri)
d. Menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri
berkurang
NOC :
-Pain level
-Pain control
-Comfort level
Intervensi keperawatan
NIC :
Pain Management
a. Kaji karakteristik pasien secara
PQRST
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Rasional
2.
Risiko infeksi
berhubungan
dengan insisi
operasi
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
3 x 24 jam, resiko
ineksi terkontrol
NOC :
Risk Control
3.
Hipotermi
berhubungan
dengan
vasodilatasi
pembuluh darah
akibat efek
anastesi RA,
pakaian tipis, dan
suhu lingkungan
ber-AC
Setelah dilakukan
tindakan
keperawatan selama
1 x 24 jam hipotermi
dapat teratasi
NOC:
Termoregulasi
a. Monitor suhu
b. Hindari penggunaan
basah dan dingin
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses asuhan keperawatan.
Format evaluasi yang sering dipakai adalah format SOAP, dalam format ini
kita dapat mengetahui perkembangan keadaan pasien. Apakah masalah
keperawatannya sudah terselesaikan atau belum. Evaluasi keperawatan yang
mungkin dicapai dalam pemberian asuhan keperawatan pada kondisi pre
operatif, intra operatif, dan post operatif.
5. Discharge Planning
Menururt Brunner dan Suddarth (2002) ada beberapa hal penting yang harus
diinformasikan kepada klien untuk rencana pemulangan, yaitu:
a. Anjurkan klien agar tidak terlibat dalam segala bentuk aktivitas yang
menyebabkan efek valsava (mengejan saat defekasi, mengangkat benda
berat).
b. Anjurkan agar menghindari perjalanan dengan motor dalam jarak jauh
dan latihan berat, yang dapat meningkatkan kecenderungan perdarahan.
c. Pasien diingatkan untuk minum cukup cairan untuk mencegah dehidrasi,
yang meningkatkan kecenderungan terbentuknya bekuan darah dan
menyumbat aliran urine.
d. Anjurkan untuk menghindari makanan yang pedas, alkohol dan kopi