Anda di halaman 1dari 10

PROSEDUR PELEPASAN HELM

Helm awalnya dibuat dengan tujuan melindungi kepala saat terjadi pertempuran.
Helm saat ini banyak digunakan oleh pengendara sepeda motor, atlit (football, hoki,
lacrosse, balap sepeda) dan aktivitas rekreasi seperti kayaking, rollerblade, skateboard.
Penggunaan helm dapat mengurangi angka kejadian dan kegawatan trauma kepala pada
kasus kecelakaan sepeda motor. Kebanyakan helm yang diproduksi saat ini terdiri dari
bahan foam/busa di lapisan bagian dalam dan dibungkus dengan material plastik yang
keras. Beberapa helm telah dimodifikasi dengan menambahkan lapisan (padding) di bagian
dalam sehingga dapat menyesuaikan dengan kepala dan terasa erat saat dipakai.
Petugas gawat darurat harus dapat melakukan prosedur pelepasan helm secara
aman. Pelepasan helm membutuhkan metode tertentu yang harus dilakukan dengan hatihati untuk menghindari trauma lebih lanjut pada tulang belakang.
Indikasi dan kontraindikasi
Pada kasus dimana pasien trauma adalah atlit atau aktivitas rekreasi, ada dua pendapat
mengenai prosedur pelepasan helm pada kondisi prehospital. Satu pendapat menyarankan
bahwa pelepasan helm pada kondisi tersebut jarang perlu dilakukan karena helm itu sendiri
sudah merupakan alat imobilisasi tulang belakang yang cukup baik. Pendapat lainnya
merekomendasikan agar helm selalu dilepas sehingga pasien dapat terekspos secara
keseluruhan dan petugas penolong mempunyai akses penuh pada bagian kepala dan leher
pasien sehingga dapat melakukan manajemen jalan nafas, kontrol perdarahan dan
stabilisasi tulang servikal. Karena adanya kontroversi ini maka pada November 1999,
dibentuklah satuan kerja yang membahas penanganan secara tepat pada kasus trauma
tulang belakang pada atlit. Hasil konsensus yang dibahas berupa panduan yang
merekomendasikan pelepasan helm hanya pada situasi sebagai berikut:
Jika helm dan tali pengikat dagu tidak dapat melindungi kepala dengan baik yang
artinya bila helm tidak dilepas juga tidak menjamin imobilisasi kepala
Meskipun bagian penutup wajah sudah dilepas, namun penggunaan helm dan tali
pengikatnya mengakibatkan kontrol jalan nafas tidak adekuat.
Jika penutup wajah (facemask) tidak dapat dilepas
Jika helm yang digunakan mencegah teknik imobilisasi yang diperlukan untuk proses
pengangkutan pasien
Jika helm tidak dilepaskan, imobiliasi tulang servikal dapat dilakukan dengan
mempertahankan posisi helm menggunakan tape, foam blocks, dan backboard. Pada
pemain football, bila helm dilepaskan maka bantalan pelindung bahu juga harus dilepaskan
untuk mencegah hiperekstensi kepala.
Pada pengendara sepeda motor, helm harus dilepas pada saat sebelum dibawa ke rumah
sakit (prehospital). Helm sepeda motor yang menutupi seluruh wajah (full-face helmet)
menyebabkan kesulitan untuk mengakses dan melakukan manajemen jalan nafas dan untuk
mengevaluasi jejas pada kepala dan leher. Dan bila helm tetap digunakan oleh pasien,
karena ukuran dan disain helm yang besar dapat menyebabkan fleksi leher saat pasien
dipindahkan ke backboard.

Satu-satunya kontraindikasi absolut pelepasan helm adalah adanya nyeri leher dan
parestesia yang berhubungan dengan prosedur. Sedangkan kontraindikasi relatif apabila
penolong tidak mengetahui teknik yang tepat dan kekurangan tenaga penolong.
Prosedur
Dibutuhkan sedikitnya dua orang yaitu untuk melakukan pelepasan helm dan untuk
stabilisasi manual tulang servikal selama dilakukannya prosedur. Meskipun pelepasan helm
dapat dilakukan oleh satu orang namun yang terbaik adalah dilakukan oleh minimal dua
orang terutama pada kasus penderita tidak sadar atau tidak kooperatif.

Satu orang
menstabilkan kepala
dan leher penderita
dengan meletakkan
masing-masing tangan
pada helm dan jari-jari
pada rahang bawah
penderita. Posisi ini
mencegah
tergelincirnya helm bila
tali pengikat lepas.

Penolong kedua
memotong atau
melepaskan tali helm
pada cincin
D-nya.

Penolong kedua
meletakkan satu
tangan pada angulus
mandibula dengan ibu
jari pada satu sisi dan
jari-jari lainnya pada
sisi lain. Sementara
tangan yang lain
melakukan penekanan
dibawah kepala pada
region oksipitalis.
Manuver ini
mengalihkan tanggung
jawab imobilisasi lurus
kepada penolong
kedua.

Selama tindakan ini


penolong kedua harus
tetap

Setelah helm terlepas,


imobilisasi lurus
manual dimulai dari

Imobilisasi lurus
dipertahankan sampai
dilakukan

Penolong pertama
kemudian melebarkan helm
ke lateral untuk
membebaskan kedua daun
telinga dan secara hati-hati
melepas helm. Bila helm
yang digunakan mempunyai
penutup wajah, maka
penutup ini harus
dilepaskan dulu. Bila helm
yang dipakai mempunyai
penutup wajah yang sangat
lengkap, maka hidung
penderita dapat terhimpit
dan menyulitkan
melepaskan helm. Untuk
membebaskan hidung, helm
harus dilipat kebelakang
dan dinaikkan keatas
melalui hidung penderita.

mempertahankan
imobilisasi dari bawah
guna menghindarkan
menekuknya kepala.

atas, kepala dan leher


penderita diamankan
selama
penatalaksanaan
pertolongan jalan
napas.

pemasangan
backboard dan
cervical collar. Untuk
membuka jalan nafas,
dapat digunakan jawthrust.

PEMASANGAN CERVICAL COLLAR


Pemasangan cervical collar adalah memasang alat cervical collar untuk immobilisasi
leher (mempertahankan tulang servikal)
Pasien-pasien trauma seringkali mengalami trauma di daerah servikal. Trauma di
daerah servikal akan berakibat buruk bila juga mengenai sumsum tulang belakang.
Sehingga, sangatlah penting untuk segera melakukan immobilisasi secara efektif pada
kasus trauma servikal yang tidak stabil.
Tujuan pemasangan cervical collar:
1. Mencegah pergerakan tulang servikal yang patah
2. Mencegah bertambahnya kerusakan tulang servikal dan corda spinalis
3. Mengurangi rasa nyeri
Tujuan pemasangan cervical collar adalah untuk immobilisasi dengan jalan menjaga
kepala dalam posisi netral dan agar tidak terjadi gerakan kepala dan leher ke segala arah.
Pemakaian cervical collar melakukan pembatasan gerak (membidai) kepala dan leher baik
untuk terapi ataupun profilaksis. Untuk mencapai tujuan tersebut maka peralatan yang
digunakan harus sesuai dengan prinsip dasar kasus orthopedi yaitu melakukan immobilisasi
pada persendian diatas dan dibawah daerah yang dicurigai mengalami trauma. Agar dapat
digunakan pada kondisi diluar rumah sakit), peralatan untuk immobilisasi servikal haruslah
mudah dibawa dan mudah digunakan dan dapat menjamin bebasnya jalan nafas.
Teknik standar untuk imobilisasi tulang belakang diawali dengan melakukan
stabilisisai kepala dan leher secara manual yang diikuti dengan pemasangan cervical collar
(cervical collar). Kemudian dilakukan stabilisasi kepala lateral dengan menempatkan bahan
padat seperti balok busa, gulungan handuk, gulungan selimut, bantal dan perekat.
Indikasi Pemasangan Cervical collar
Cervical collar digunakan pada kasus-kasus trauma kepala dan leher. Apabila
mekanisme trauma tidak diketahui, pasien harus dilakukan imobilisasi untuk mencegah
terjadinya injuri potensial pada tulang servikal. Mekanisme injuri yang paling sering yakni
pada kecelakaan kendaraan bermotor yang menyebabkan terjadinya hiperfleksi dan
hiperekstensi. Pasien dibawah pengaruh alkohol atau obat-obatan tidak mampu mengenali
gejala trauma tulang belakang yang mereka alami, sehingga harus secara rutin dilakukan
immobilisasi. Semua pasien yang tidak sadar harus dilakukan immobilisasi untuk mencegah
memburuknya trauma tulang belakang yang sudah terjadi. Semua pasien trauma yang

sadar dan mengeluh nyeri pada tulang belakang, parestesia, kelemahan dan kelumpuhan
harus dilakukan immobilisasi dengan sangat hati-hati untuk mencegah cedera sekunder
tulang belakang. Imobilisasi juga dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien dengan
keterbatasan kemampuan berbicara dan gangguan pendengaran yang akan mempengaruhi
kemampuan pasien mengkomunikasikan dan mempersepsikan rasa nyeri.
Kegunaan dari cervical collar:
1. Melindungi jalan nafas dengan cara membatasi gerakan fleksi pada pasien-pasien
yang patensi jalan nafasnya dapat terganggu bila posisi rahang dan lehernya tidak
dipertahankan.
2. Mengurangi gerakan tulang servikal, terutama gerakan fleksi, juga gerak rotasi,
lateral, dan ekstensi.
3. Menyangga berat kepala saat pasien dalam posisi duduk dan membantu
mempertahankan agar tulang servikal tetap pada satu garis pada saat pasien
diposisikan berbaring.
Pemakaian cervical collar bukan merupakan tindakan imobilisasi kepala dan leher
yang sempurna. Cervical collar dirancang sebagai alat tambahan. Imobilisasi yang lengkap
terjadi bila pasien telah dipasang long spine board, namun prosedur pemasangan cervical
collar dilakukan terlebih dahulu sebelum prosedur imobilisasi lainnya dilakukan.
Kontraindikasi pemasangan cervical collar
Ada beberapa keadaan dimana cervical collar tidak perlu digunakan:
1 Adanya pembedahan pada jalan nafas (misalnya krikotiroidotomi dan trakeostomi)
membutuhkan modifikasi teknik imobilisasi servikal.
2 Dislokasi servikal yang ditandai dengan angulasi atau abnormalitas anatomi dapat
mempengaruhi efektivitas pemasangan cervical collar buatan pabrik. Pada kasus
seperti ini, bisa dilakukan imobilisasi servikal yang dimodifikasi seperti horse collar
atau mempertahankan posisikan secara manual tanpa melakukan traksi.
3 Edema servikal yang hebat (misalnya akibat dari trauma atau perdarahan trakea).
Pada kondisi ini, apabila dipasang cervical collar akan menghalangi pertukaran
udara, mengurangi perfusi serebral atau meningkatkan tekanan intrakranial.
4 Adanya benda asing yang menempel pada daerah leher seperti pisau, pecahan
kaca, atau logam juga menimbulkan kesulitan untuk melakukan imobilisasi dengan
menggunakan cervical collar.
Peralatan
Terdapat tiga macam cervical collar yaitu:
1. Cervical
2. Head-cervical
3. Head-cervical-thoracic
Cervical collar mempunyai struktur penyangga pada empat titik di bagian bawah
collar yaitu dua pada otot trapesius di bagian belakang dan dua pada klavikula di bagian
depan. Ada pula yang menambahkan satu titik penyangga di daerah sternum sehingga
dapat menyangga kepala-leher dan thorax. Collar juga dirancang untuk menyangga kepala

bagian belakang atas dan dibagian depan menyangga mandibula. Desain collar juga dibuat
sedemikian rupa sehingga mencegah kompresi pada kartilago thyroid dan pembuluh darah
di daerah cervikal.
Soft collar, meskipun terasa nyaman tapi tidak memiliki fungsi imobilisasi karena
hanya sedikit menyangga servikal dan tidak mengurangi gerakan leher ke semua arah.
Semirigid collar juga harus diperhatikan faktor kenyamanannya bagi pasien. Beberapa
karakteristik collar yang ideal:
1. Mampu menyangga berat kepada pada posisi netral/anatomis.
2. Mampu mencegah pergerakan kepala ke arah lateral, rotasi dan anteroposterior.
3. Nyaman digunakan, bersifat translusen untuk keperluan radiologi dan berbentuk
compact.
4. Mudah untuk dipasang
5. Dari segi harga terjangkau sehingga dapat disediakan dalam jumlah yang memadai
dan dengan ukuran yang bervariasi di setiap ambulans.
6. Tidak mempengaruhi struktur atau fungsi jalan nafas dan sirkulasi serebral.
7. Desainnya sederhana sehingga dapat dipasang oleh dua orang penolong dalam
waktu kurang dari 60 detik tanpa melakukan manipulasi pada kepala atau leher.
8. Tersedia dalam ukuran yang bervariasi sampai dengan ukuran yang terkecil.

Philadelphia cervical collar

Horse collar

Metode pengukuran

Penggunaan ukuran yang tepat sangatlah penting.


Cervical collar yang terlalu pendek tidak akan
berfungsi dengan baik sedangkan cervical collar
yang
terlalu
tinggi
akan
menyebabkan
hiperekstensi. Gunakanlah cervical collar yang
paling tinggi untuk pasien tersebut namun tidak
menyebabkan hiperekstensi. Cara pengukuran
untuk menentukan cervical collar yang tepat adalah
mengukur jarak antara garis imajiner yang ditarik
dari atas bahu dan bawah dagu pasien.

Pada cervical collar, dimensi pengukuran dapat


ditentukan dengan mengukur jarak antara pengikat
berwarna hitam dan batas bawah band yang
melingkar (dari bahan plastik kaku, bukan bantalan
foamnya).

Gunakan jari-jari untuk visualisasi jarak bahu ke


dagu pasien.

Kemudian gunakan jari-jari tersebut untuk memilih


cervical collar yang sesuai dengan dimensi
pengukuran.

Prosedur pemasangan
Pemasangan cervical collar adalah prosedur yang sederhana. Cervical collar
haruslah dianggap sebagai sebuah bidai. Prinsipnya yaitu imobilisasi pada persendian
diatas dan dibawah daerah yang mengalami injuri.
Daerah leher harus diperiksa sebelum dipasang cervical collar. Pemeriksaan untuk
mencari tanda-tanda pembengkakan, ekimosis, deformitas atau luka penetrasi.
Langkah-langkah pemasangan cervical collar:
1. Penolong pertama melakukan immobilisasi secara manual pada kepala dan leher
2. Penolong kedua mengukur leher dengan cara membuat garis khayal dari dagu ke
arah sudut rahang (angulus mandibula) lalu tempatkan jari sampai pangkal leher
(clavicula)
3. Tempatkan jari di tempat untuk mengukur pada neck collar, lalu ganti ukuran pada
neck collar
4. Masukkan neck collar di bawah leher dengan perlahan jangan sampai posisi leher
berubah
5. Lakukan sapuan dada lalu posisikan pada dagu sehingga neck collar mengelilingi
leher.
6. Setelah itu amankan neck collar dengan velcro
7. Pastikan collar pada posisi nyaman
8. Jaga posisi leher dan kepala selama proses pemasangan

Pemasangan pada posisi duduk atau berdiri

Sambil kepala pasien dipertahankan tetap lurus


secara manual, pasanglah cervical collar bagian
depan dari arah dinding dada. Pastikan dagu
tersangga
dengan
baik.
Kesulitan
dalam
memasang cervical collar mengindikasikan ukuran
yang digunakan kurang tepat.

Kemudian bagian belakang cervical collar dipasang


mengelilingi leher dan rekatkan velcro. Prosedur ini
dilakukan sambil tetap mempertahankan kepala
pasien pada posisi lurus.

Pemasangan pada posisi berbaring

Jika posisi pasien berbaring, pasanglah bagian


depan cervical collar seperti gambar pertama,
kemudian bagian belakang cervical collar
diselipkan melewati belakang leher. Velcro ditekuk
kedalam saat menyelipkannya melewati belakang
leher agar debris tidak melekat pada velcro yang
akan mengurangi daya rekatnya.

Cara alternatif dengan memasang bagian belakang


cervical collar terlebih dahulu kemudian dilanjutkan
dengan pemasangan bagian depan cervical collar.

Cervical collar yang sudah terpasang kemudian


secara hati-hati dieratkan dan Velcro direkatkan
secara tepat. Lakukan pengecekan kembali
apakah pemasangan cervical collar sudah benar
dan mampu menyangga kepala dan leher dengan
benar.

StiffneckTM dapat dirubah dengan memegang ujung


cervical collar bagian depan seperti tampak pada
gambar dan merubah posisi pengikat berwarna
hitam. Jangan mengubah posisi pengikat yang
berwarna putih.

Setelah cervical collar terpasang, pasien harus selalu diingatkan untuk tidak
menggerakkan kepala atau lehernya. Bila setelah dipasang timbul keluhan nyeri atau
kesulitan bernafas, maka cervical collar harus dilepas dan dipasang kembali sambil tetap
melakukan stabilisasi secara manual.
Pemasangan cervical collar tidak boleh dilakukan sampai kepala pasien diposisikan
ke posisi netral dan dilakukan stabilisasi lurus secara manual. Apabila pasien mengalami
spasme otot servikal, nyerinya bertambah, terdapat keluhan neurologis seperti parestesia
dan kelemahan, atau untuk menjamin jalan nafas maka leher dan kepala pasien tidak boleh
digerakkan. Dalam situasi semacam ini, pasien harus diimobilisasi dalam posisi
sebagaimana mereka ditemukan dengan menggunakan teknik alternatif misalnya gulungan
selimut atau gulungan handuk.
Komplikasi
Pemasangan cervical collar yang tidak tepat dapat terjadi apabila ukuran cervical
collar yang dipasang tidak sesuai untuk pasien tersebut atau tenaga pemasang kurang
terlatih.
Cervical collar yang ukurannya terlalu kecil akan terlalu ketat bila dipasang ke leher
pasien atau terlalu pendek sehingga tujuan imobilisasi tidak tercapai dengan adekuat. Bila
cervical collar terlalu lebar seringkali mengakibatkan hiperekstensi yang dapat memperparah
trauma tulang belakang yang sudah terjadi.
Pemasangan cervical collar yang tidak tepat dan berkepanjangan dapat
menghambat venous return dan meningkatkan tekanan intrakranial sehingga manifestasi
yang terkadang muncul yaitu flushing pada wajah.
Penggunaan cervical collar Philadelphia dalam jangka lama sebagai bagian dari
terapi trauma tulang servikal berhubungan degan terjadinya ulkus yang diakibatkan tekanan
pada kulit kepala.

Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pemasangan cervical collar pada kasus
trauma tidak menjamin imobilisasi. Imobilisasi yang efektif dan perlu dilakukan saat merujuk
hanya terjadi bila pasien telah dipasang cervical collar, ditempatkan pada backboard dan
dilakukan stabilisasi leher lateral. Kemudian dilakukan pengangkutan dan pemindahan
pasien dengan teknik yang benar.
SKENARIO
Seorang laki-laki pengendara sepeda motor ditemukan tidak sadar di tepi jalan setelah
mengalami tabrak lari. Pengendara tersebut masih mengenakan helm. Lakukan
penanganan sesuai prosedur.
(Skenario selengkapnya dan temuan klinis akan dibimbing oleh instruktur)
CHECK LIST KETERAMPILAN MEDIK
CEDERA KEPALA
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

ASPEK YANG DINILAI


A. PENANGANAN AWAL PENDERITA CEDERA KEPALA
Melakukan pemeriksaan dan stabilisasi ABC
Menggali informasi yang diperlukan
Melakukan pemeriksaan umum head to toe
Melakukan pemeriksaan terkait trauma kepala
Melakukan pemeriksaan neurologis:
Pemeriksaan kesadaran dengan GCS
B. PROSEDUR PELEPASAN HELM
Melakukan stabilisasi kepala dan leher
Melepaskan tali helm
Melepaskan helm dengan tetap mempertahankan imobilisasi lurus
C. PROSEDUR PEMASANGAN CERVICAL COLLAR
Melakukan imobilisasi manual kepala dan leher
Melakukan pengukuran cervical collar yang sesuai
Memasang cervical collar tanpa merubah posisi kepala dan leher
Melakukan evaluasi hasil pemasangan
JUMLAH NILAI

KETERANGAN:
0 = Tidak dilakukan
1 = Dilakukan tetapi kurang tepat
2 = Dilakukan dengan baik

NILAI
1

Anda mungkin juga menyukai