Modul KDH Dan KDV PDF
Modul KDH Dan KDV PDF
Definisi
Kerangka dasar pemetaan suatu daerah, merupakan syarat mutlak bagi pemetaan, karena
seluruh titik obyek pemetaan diacukan pada posisi titik kerangka dasar. Ini berarti, bila tidak
ada titik kerangka dasar, maka setiap obyek muka bumi berdiri terpisah dengan lainnya
(sendiri-sendiri) tanpa dapat dinyatakan secara bersamaan, karena posisi relatif satu obyek
dengan lainnya tidak ditentukan.
Dengan demikian fungsi kerangka dasar pemetaan, antara lain adalah:
Metoda poligon ini, merupakan metoda yang umum digunakan, di mana pada
bentuknya menyerupai rangkaian metoda Polar. Walaupun demikian, tidak berarti
setiap titik poligon mempunyai parameter azimuth secara langsung. Azimuth setiap
sisi poligon, diwakili oleh sudut-sudut yang dibentuk jurusan/sisi poligon yang
bersangkutan. Azimuth ini baru diperoleh dari hitungan.
A
5
3
1
2
Pada poligon, parameter yang diukur adalah sudut dan jarak, sehingga hal ini yang
membeda-kan metoda poligon ini dari metoda polar. Pada Gambar 18, semua sudut
dan jarak diukur,yaitu 4 (empat) sudut dan 5 (lima) jarak sisi.
ETS 1 buah
Fungsi: untuk mengukur bacaan sudut dan jarak antara ETS dan reflektor.
b.
Statif 3 buah
Fungsi: digunakan untuk tempat berdirinya alat. Dibutuhkan tiga buah untuk
masing-masing ETS dan reflektor.
c.
Reflektor 2 buah
Fungsi: untuk memantulkan laser yang dikeluarkan oleh ETS.
d.
e.
Payung 1 buah
Fungsi: untuk melindungi ETS dari paparan sinar matahari.
f.
g.
Kalkulator 1 buah
Fungsi: untuk melakukan perhitungan yang diperlukan dalam rangka kontrol
kualitas hasil ukuran.
Persiapan Pengukuran
a.
a. D
3
i
g. D
D
r
i
i
i
Pilih tiga patok berurutan untuk mendirikan statif. Dimana di titik yang ada rdi
k
r
i
a
tengah atau ititik 2 adalah tempat ETS dan sisanya untuk
tempat berdiri reflektor
k
n
k
(titik 1 dan 3).
a
a
n
s
Pasang ETSndi atas statif kemudian putar sekrup pengunci
pada statif. Ketinggian
t
s
alat disesuaikan dengan pembidik atau pengukur. a
s
t
Angkat dan tgerakkan dua kaki statif sambil melihatttitik patok melalui centering
a
i
t
optik sampaia benang centering mendekati titik patok.
Apabila
benang
centering
f
i
t
sudah mendekati titik patok, tancapkan kembali dua kaki statif yang diangkat
f tadi.
i
s
Atur nivo tabung
dengan cara menaik-turunkan kakie statif. Setelah nivo tabung
f
s
tepat ditengah, atur nivo kotak dengan memutar tigag sekrup A,B,C secara secara
e
i
s
searah dan bersamaan
sampai gelembung udara nivot kotak tepat di tengah g
e
i
i
lingkaran g
t
g
i
i
Kemudian, cek
kembali apakah benang centering optik
a masih tepat berada di atas
t
g
i
titik patok. Apabila
tidak tepat lagi, longgarkan sekrup pengunci ETS dan a
t
g
gerakkan ETS secara perlahan sambil melihat pada ecentering optik sampai benang
t
a
m
centering optik benar-benar tepat berada di atas titikppatok. Bila sudah tepat e
m
a
kencangkantkembali sekrup pengunci ETS
p
e
t
a
Cek apakahmnivo kotak masih di tengah, jika belum lakukan penyesuaian dengan
t
d
kaki statif p
i
a
Cek apakah gelembung nivo tabung berubah atau tidak.
Jika tidak, lakukan d
p
t
i
a
penyesuaian dengan menggunakan kiap seperti sebelumnya
p
s
d
a
Lakukan perulangan langkah diatas untuk mendirikan
a reflektor.
i
s
n
p
a
g
n
a
n
g
s
y
n
a
a
y
n
a
g
a
l
n
a
a
y
l
t
a
a
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
k
u
Nyalakan ETS, bidik reflektor di titik 1. Set ETS dalam mode pengukuran slope
distance (SD)
2.
Catat bacaan vertikal dan bacaan horizontal (biasa) Putar agar ETS dalam kondisi luar
biasa, catat bacaan vertikal dan horizontal (luar biasa) catat hasil di formulir. Lakukan
repetisi sebanyak tiga kali.
Prosedur Pengukuran
Setelah alat ETS dan reflektor centering levelling, maka selanjutnya dapat dilakukan
pengukuran terhadap target
1. Ukur nilai sudut vertikal, jarak (SD) dan sudut horizontal titik 1 dan 3 dengan
membidik simpul benang reflektor.
2. Pembidikan biasa dilakukan dengan mengarahkan ETS ke simpul benang di reflektor.
3. Pembidikan luar biasa dilakukan dengan memutar kepala ETS sebesar 360 o pada
sumbu horizontal dan memutar kepala ETS sebesar 360 o pada sumbu vertikal.
Usahakan pemutaran dilakukan selalu searah jarum jam, guna menjaga kualitas
sumbu putar ETS.
4. Bidik titik 1 dalam keadaan biasa, catat bacaan SD, vertikal, dan horizontal.
5. Bidik titik 3 dalam keadaan biasa, catat bacaan SD, vertikal, dan horizontal.
6. Bidik titik 3 dalam keadaan luar biasa, catat bacaan SD, vertikal dan horizontal.
7. Bidik titik 1 dalam keadaan luar biasa, catat bacaan SD, vertikal dan horizontal.
8. Teknis pengukuran titik 1 dan 3 akan dijelaskan dalam Ketentuan Teknis Pengukuran
dan Ketentuan Teknis Lapangan.
2. Lakukan pengukuran sudut simpul, sudut yang berada di simpul antar seksi
pengukuran dengan alat (ETS dan reflektor) yang sama dan dilakukan oleh setiap
kelompok yang terkait dalam waktu yang bersamaan.
3. Setiap sudut simpul yang didapatkan harus menenuhi toleransi (a+b+c = 3600 10) ;
a, b, dan c adalah sudut simpul. Hasil pengukuran sudut simpul dari setiap kelompok
ini dirata-ratakan untuk mendapatkan sudut simpul rata-rata.
tertentu untuk melakukan pengukuran sudut simpul bersama-sama. Hal ini ditujukan
untuk menghasilkan data yang akurat dan presisi.
9. Jika terjadi gerimis atau hujan segera payungi alat ETS dan masukkan ETS ke dalam
box begitu pula reflektor. Prioritaskan pemindahan alat ETS karena ETS sangat
sensitif akibat adanya komponen elektronik.
PENGOLAHAN DATA
Pengolahan Data Untuk masing-masing Kring (Metode Bowditch)
1. Menghitung salah indeks dan kolimasi alat
Koreksi Salah Indeks (Si)
+ 360
2
2
+ 180 sin
2
Jika nilai luLB + 180o> luB = + sin dan =
sin
2. Mengoreksi bacaan vertikal dengan salah indeks dan bacaan horizontal dengan
salah kolimasi
Salah Kolimasi
Salah Indeks
Keterangan:
= Sudut vertikal setelah dikoreksi
Salah indeks dan salah kolimasi yang digunakan adalah salah indeks dan kolimasi
rata-rata
3. Menghitung sudut horizontal biasa dan luar biasa serta rata-rata sudut horizontal
=
=
+
2
< 10
5. Menghitung jarak horizontal (HD) yang diperoleh dari jarak miring (SD)
Untuk sudut vertikal sebagai sudut zenit:
HD = SD sin z
Untuk sudut vertikal sebagai sudut miring:
HD = SD cos m
Sudut vertikal yang digunakan adalah sudut vertikal yang telah dikoreksi dengan
salah indeks.
6. Menghitung salah penutup sudut berdasarkan syarat geometri polygon tertutup
7. Syarat geometrik poligon, khusus untuk bentuk ini, dapat dituliskan sebagai berikut :
0 =
u (m-2).180o F
0 =
u (m+2).180o F
, atau :
F =
F =
i = ui + K
i = sudut di titik i setelah dikoreksi.
uI = sudut ukuran di titik i
Kkoreksi sudut di titik i
Kx ij =
Dij
KYij =
Fx
Dij
D
FY
di mana:
KXij ; KYij = koreksi absis / ordinat untuk beda absis/ordinat sisi i-j
i, j
= titik-titik poligon
Dij
11.
FY =
12.
FX =
3. Tuliskan nama nama seksi, sesuai dengan arah hitungan. Seksi yang sama pada
kring berbeda, akan dituliskan terbalik
4. Tuliskan panjang seksi ataupun banyak sudut pada seksi tersebut :
-
Untuk hitungan koreksi sudut, hitung jumlah sudut dengan menyatakan sudut
untuk setiap titik simpul
Untuk hitungan koreksi beda absis, beda ordinat atau beda tinggi, dinyatakan
dalam panjang/jarak setiap seksi
Seksi yang sama pada kring berbeda, mendapat koreksi dengan nilai sama (tanda
berlawanan)
8. Tiap sudut mendapat koreksi sebesar nilai, koreksi sudut seksi tersebut dibagi
banyaknya sudut di seksi tersebut. (ingat bahwa sudut di batas seksi, mendapat nilai
dari setiap seksinya.
9. Melakukan kontrol syarat geometris untuk sudut segibanyak.
Tahapan hitungan perataan absis dan ordinat
1. Menghitung salah penutup absis dan ordinatnya.
2. Menghitung jarak tiap seksi
3. Menghitung prosentase seksi dalam setiap kring yaitu jarak seksi dibagi jarak
kringnya dikali 100% dengan pembulatan ke bawah pada seksi batas dan sebaliknya.
4. Menghitung koreksi absis dan koreksi ordinat dimulai dari salah penutup kring yang
terbesar nilai atau angkanya (ingat bahwa koreksi ini berbanding lurus terhadap jarak)
5. Mengulangi hitungan, dimulai dari sisa salah penutup yang terbesar nilai atau
angkanya, sampai semua sisa salah penutup kring menjadi nol.
6. Menjumlahkan, koreksi dari setiap hitungan
7. Kontrol:
-
8. Tiap antar titik diberi koreksi sebesar: (jarak antar titik tersebut dibagi jarak seksinya)
dikali koreksi seksi tersebut.
9. Melakukan kontrol syarat geometris poligon tertutup untuk absis dan ordinat.
10. Setelah perhitungan perataan absis dan ordinat selesai, maka akan diperoleh data X
dan Y yang telah terkoreksi untuk setiap titik. Maka koordinat titik titik kerangka
dasar dapat ditentukan.
Tahapan perataan beda tinggi:
1. Menghitung salah penutup beda tinggi
2. Menghitung jarak tiap seksi
3. Menghitung prosentase seksi dalam setiap kring yaitu jarak seksi dibagi jarak
kringnya dikali 100% dengan pembulatan ke bawah pada seksi batas dan sebaliknya.
4. Menghitung koreksi bedda tinggi dimulai dari salah penutup kring yang terbesar nilai
atau angkanya (ingat bahwa koreksi ini berbanding lurus terhadap jarak)
5. Mengulangi hitungan, dimulai dari sisa salah penutup yang terbesar nilai atau
angkanya sampai semua sisa salah penutup kring menjadi nol.
6. Menjumlahkan, koreksi dari setiap hitungan
7. Kontrol:
-
8. Tiap antar titik diberi koreksi sebesar: (jarak antar titik tersebut dibagi jarak seksinya)
dikali koreksi seksi tersebut.
9. Melakukan kontrol syarat geometris poligon tertutup untuk beda tinggi.
Pengolahan Data untuk Seluruh Kring dengan menggunakan Metoda Least Square
Metoda Kuadrat Terkecil adalah salah satu metoda yang paling popular dalam
menyelesaikan masalah hitung perataan. Aplikasi pertama perataan kuadrat terkecil adalah
dalam hitungan masalah astronomi oleh C. F. Gauss. Keunggulan dari sisi praktis makin
nyata setelah berkembangnya komputer elektronik, formulasi teknik hitungan dalam notasi
matriks, dan hubungannya dengan konsep kuadrat terkecil itu ke statistik.
Model fungsional umum tentang sistem yang akan diamati harus ditentukan terlebih
dahulu sebelum merencanakan pengukuran. Model fungsional ini ditentukan menggunakan
sejumlah variabel (baik parameter maupun pengamatan) dan hubungan diantara mereka.
Selalu ada jumlah minimum variabel bebas yang secara unik menentukan model tersebut.
Sebuah model fisis, bisa saja memiliki beberapa model fungsional yang berlainan, tergantung
dari tujuan pengukuran atau informasi yang diinginkan. Jumlah minimum variabel dapat
ditentukan setelah tujuan pengukuran berhasil ditetapkan, tidak terikat pada jenis pengukuran
yang perlu dilakukan.
4. Lakukan perhitungan metode least square dalam bentuk matriks dengan formula
=
Dengan V merupakan matriks koreksi, A merupakan matriks koefisien, X merupakan
matriks hasil, dan F merupakan matriks yang berisi data pengukuran
5. Untuk mencari nilai matriks X, gunakan formula =
6. Matrik W merupakan matriks diagonal berisi pembobotan (weight) untuk tiap ukuran
pengamatan. Pembobotan dapat diperoleh dengan
1
2
atau
9. Lakukan kontrol hitungan untuk perhitungan sudut, jumlah sudut dalam 1 kring =
360o. untuk perhitungan beda tinggi, jumlah beda tinggi dalam 1 kring = 0.
Metode Schreiber
Cara ini disebut juga cara kombinasi karena dalam cara ini digabungan antara cara reiterasi
dan repetisi, Cara ini lebih menguntungkan dipakai dalam pengukuran triangulasi karena arah
yang tidak terlihat dapat dikombinasi dengan arah-arah yang terlihat dengan cara diukur
sudut tunggal.
Ditujukan untuk pengukuran sudut dengan banyak arah/jurusan target > 2, dengan
pengukuran tidak sepenuh lingkaran.
Metode ini dilakukan sebagai berikut :
-
Tiap tiap arah digabungkan dengan arah arah lainnya sehingga membentuk sudut
1. Pastikan nilai orde desimeter (dm) pada pembidikan, yaitu nilai yang ditunjukan
dengan angka
2. Tentukan nilai orde centimeter (cm), dengan melihat posisi benang tengah pada kotak
merah ke berapa.
3. Tentukan nilai orde millimeter (mm), dengan memperkirakan posisi benang.
4. Ulangi untuk pembacaan benang atas dan bawah.
5. Lakukan dengan satu kali pembidikan.
BA
BT
BB
C =
mm
M
(4.9)
di mana:
C = besar kesalahan garis bidik
Di = 100 ( BAi BBi )
i = dudukan i ( 1 ,2I )
Bila C = 1 mm/m, berarti besarnya kesalahan pembacaan BT adalah 1 mm.
untuk jarak alat ke rambu sebesar 1 m. Untuk jarak ke rambu adalah 10 m.,
maka kesalahan pembacaan adalah sebesar 10 mm.
Prosedur Pengukuran
Setelah melakukan penempatan dan pendataran (levelling) alat, langkah-langkah yang harus
dilakukan untuk pengkuran KDV adalah sebagai berikut:
a. Pengukuran dilakukan dengan membidik rambu belakang terlebih dahulu, kemudian
mencatat benang tengah, benang atas, dan benang bawah dalam satu kali pembidikan.
Pembacaan bacaan tengah, atas, dan bawah dilakukan sekaligus dengan mata tetap
melihat ke teropong.
b. Pengukuran dilakukan dengan mengarahkan alat ke rambu depan, kemudian
membidiknya, dan melakukan pencatatan sama seperti sebelumnya.
c. Melakukan double stand, dengan cara memindahkan sedikit posisi alat sipat datar dan
melakukan levelling kembali.
d. Jumlah slag dalam satu seksi harus berrjumlah genap.
e. Pembidikan dilakukan terhadap rambu muka terlebih dahulu, kemudian mencatat benang
tengahnya saja.
4 langkah di atas dilakukan pada setiap slag
Jika nilai beda tinggi pada stand 1 dan stand 2 lebih dari 2 mm, membuat stand 3
dengan prosedur yang sama dengan double stand dan hanya dibaca bacaan tengahnya
saja kemudian dipilih 2 bacaan dengan selisih terkecil untuk dirata-ratakan.
f. Pengukuran dilakukan dengan pergi-pulang pada satu hari yang sama, dan toleransi
yang diperbolehkan untuk perbedaan ketinggian antara pengukuran pergi dan
pengukuran pulang harus memenuhi:
Pengolahan Data
a. Jarak optis dapat diperoleh dengan
D = 100 x (BA-BB)
b. Beda tinggi
Untuk menyatakan perbedaan tinggi dari slag adalah sebagai berikut:
=
dimana:
= beda tinggi slag
= bacaan benang tengah rambu belakang
= bacaan benang tengah rambu muka
c. Koreksi garis bidik pada beda tinggi slag
Berdasarkan nilai kesalahan garis bidik yang sudah didapatkan dan nilai bedat tinggi
setiap slag, maka untuk koreksi pada beda tinggi slag dapat dituliskan sebagai berikut:
=
.
dimana:
= beda tinggi slag setelah dikoreksi (mm)
dimana:
= beda tinggi seksi.
= jumlah beda tinggi slag yang sudah terkoreksi dalam satu seksi tersebut.
e. Hitungan ketinggian titik
Untuk menghitung ketinggian suatu titik dari titik ikat diterapkan persamaan:
= +
dimana:
= ketinggian titik yang akan ditentukan ketinggiannya
= ketinggian titik yang telah diketahui ketinggiannya
= beda tinggi hasil ukuran
f. Hitungan rangkaian seksi dengan koreksi
Apabila pengukuran terdiri dari beberapa seksi yang titik awal dan titik akhirnya berupa
titik ikat maka akan timbul syarat geometri yang harus dipenuhi sebagai berikut:
=
dimana:
= ketinggian titik akhir pengukuran
= ketinggian titik awal pengukuran
akhir
pengukuran
sehingga: