Anda di halaman 1dari 3

IX.

TERMOREGULASI
Termoregulasi adalah usaha tubuh hewan untuk memelihara suhu badannya
agar selalu ajeg normal. Suhu badan dapat berubah karena tubuh mengambil panas
dan lingkungannya, tubuh memproduksi panas, atau tubuh kehilangan panas.
perubahan pada salah satu proses-proses ini harus dikompensasi dengan mengubah
yang lain. Pada hewan-hewan menyusu dan bangsa burung ada pusat termoregulasi
di dalam hipotalamusnya. Di situ terdapat termoreseptor peka panas yang menanggapi
perubahan-perubahan suhu Intl badan yang dihantarkan oleh aliran darah . Informasi
tambahan diterima dan termoreseptor pada kulit dan sumsum tulang belakang
(medulla spmalis). Hipotalamus mengintegrasikan data ini dan memulai suatu
tanggapan yang dapat

diikuti tanggapan-tanggapan berikutnya yang beragam.

Dengan ml penyimpangan suhu badan dan normal dapat diatasi. Hewan-hewan yang
melaksanakan mekanisme mi disebut hewan homoioterm. Vertebrata rendah yaitu
reptil, amfibi, dan bangsa ikan tidak melaksanakan mekanisme seperti itu, suhu
badannya berubah-ubah mengikuti suhu lingkungannya, golongan ini disebut hewan
poikiloterm. Hewan-hewan homoioterm yang mengalami hibernasi menjadi poikiloterm
selama berlangsung hibernasi.
Suhu badan yang dikatakan ajeg normal pada hewan homoioterm itu
sesungguhnya tidak sepenuhnya demmkian, memang sum tubuh di bagman terdalam
menun Jukkan keajeggan nisbi misalnya 37 0,5C., tetapi di bagian anggota badan
dan kulit suhunya dapat beragam. Untuk memelihara suhu badan selalu ajeg normal
memerlukan kestabmlan antara produksi panas dan kehilangan panas.
9.1. Pertukaran panas secara fisika.
Dalam beberapa hal tubuh hewan menyerupai. mesin termodinamik yang
mengubah satu bentuk energi menjadi bentuk energi yang lain. Satu fraksi energi kimia
berasal dan pembongkaran makanan diubah menjadi kerja, tetapi oleh karena
efisiensinya terbatas, sebagian besar keluar sebagai panas. Pada hewan : homoloterm
Suatu kesetimbangan terpelihara antara laju hilangnya panas itu keI Iingkungannya
dan laju produksinya, sehingga menghasilkan keajegan suhu yang mencerminkan
keadaan panas yang stabil dengan aliran. energi yang berkesinambungan malalui
sistem itu.
Dalam Iingkungan suhu rendah, keajegan panas tercapai hanya bila tubuh
mampu menghasilkan cukup panas untuk mengimbangi pemindahan panas ke

Iingkungan secara fisika. Sebaliknya dalam Iingkungan panas, Iingkungan harus


mampu menerima panas metabolik tubuh hewan sehingga suhu badan tidak perlu
meningkat di atas batas Pemindahan panas secara fisika yang terjadi antara
permukaan tubuh dengan Iingkungannya dengan cara-cara: konduksi, konveksi, dan
radiasi.
Kesetimbangan panas tubuh dalam

istirahat dapat dinyatakan dalam

persamaan sederhana:
M = Ph + S
[M = laju produksi panas dengan metabolisme ; Ph = laju kehilangan panas secara
menyeluruh; S = laju penyimpanan panas].
Hilangnya panas tubuh ke Iingkungannya dengan evaporasi (E), pertukaran
panas dalam dua arah dengan konduksi (K), konveksi (C) dan radiasi (R), dengan
demikian persamaan kesetimbangan panas menjadi:
M=E+K-C+R+S
Pada manusia,kehilangan panas dengan konduksi secara normal adalah
kecil,kecuali pada sejumlah kecil kelompok manusia yang hidup secara primitif.
Sebagian besar tubuh mereka terbuka terhadap Iingkungannya dan kontak Iangsung
dengan tanah, dengan demikian kehilangan Panas dengan ada artinya.
Pemindahan panas secara konduksi tidak begitu penting bagi hewan hewan
terestrial, namun tidak demikian halnya bagi hewan-hewan akuatik karena panas
berpeluang besar hilang dan tubuh dengan cara itu. menyusu akuatik tidak memiliki
bulu-bulu yang tahan air yang secara efektif dapat melindunginya dan kehilangan
panas. Untuk mengatasi itu hewan homoioterm akuatik, misalnya ikan paus dan sapi
laut (Sirenia) memiliki apisan tebal bergelembung-gelembung di bawah kulit.
Dan berbagai cara kehilangan panas secara fisika, yang paling bermakna ialah
evaporasi. Efisiensi evaporasi secara fisiologi sangat bergantung pada tempat
kejadiannya. Panas yang hilang karena evaporasi selama respirasi menja di dipercepat
sejalan dengan meningkatnya ventilasi permukaan evaporasi.

9.2. Regulasi kefaalan dalam produksi panas


Pengendalian ini terdiri dari reaksi-reaksi kimia yang tercakup dalam
metabolisme. Jika suhu lingkungan turun, kehilangan panas bertambah, sehingga suhu
tubuh turun apabila metabolisme tidak meningkat. Pada suhu lingkungan 23 C atau
jika suhu turun 0.6 C. sudah terjadi kenaikan metabolisme. Metabolisme dinaikkan
dengan menggigil, yang sesungguhnya adalah kontraksi otot rangka yang tidak teratur
dan tidak disengaja. OIeh karena itu oksidasi dapat meningkat sampai.
Mekanisme-mekanisme yang mengatur produksi panas ialah:
1. Aktivitas otot;
2. Tonus otot;
3. Nilal SDA (Specific Dynamic Action);
4. Perubahan-perubahan metabolisme basal.
Selain kempat mekanisme itu metabolisme dipengaruhi secara intrinsic oleh
aktivitas glandula tiroidea dan tersedianya jaringan lemak cokelat. Jaringan lemak
cokelat kaya dengan pigmen respirasi (sitokrom).

93. Regulasi kefaalan dalam pembuangan panas.


Dalam pembicaraan sebelumya telah dikemukakan bahwa panas tubuh hilang
ke Iingkungannya melalul evaporasi kulit dan evaporasi saluran pernafasan. Pada
hewan yang tidak memiliki kelenjar keringat, untuk meningkatkan pembuangan panas
dengan cara meningkatkan frekuensi dan meningkatkan ventilasinya. Perilaku terakhir
ml disebut panting. Selain itu pembuangan panas dapat terjadi melalui peredaran
darah tepi dengan sistem arus berlawanan.

Anda mungkin juga menyukai