2.
HOSPITAL
Farmakologi
Secondary Prevention
Non-farmakologi
(NTG).
Apabila
pasien
telah
menerima
peresepan
kali dosis dengan rute sublingual (sisi kanan gambar 7). Jika 5 menit
setelah pemberian nitrogliserin, pasien masih mengeluhkan rasa nyeri
(chest discomfort), maka pasien harus dibawa ke Rumah Sakit untuk
mendapatkan pertolongan medis lebih lanjut. Jika 5 menit setelah
pemberian nitrogliserin, pasien sudah tidak mengeluhkan nyeri (chest
discomfort) maka dilakukan managemen angina pektoris stabil. 1
Jika sejak awal pasien tidak pernah diresepkan nitrogliserin (sisi
kiri gambar 7), dilihat dulu apakah rasa nyeri (chest discomfort) dalam
waktu 5 menit membaik atau memburuk. Jika 5 menit nyeri hilang, maka
pasien direkomendasikan untuk berkonsultasi dengan dokter. Jika 5 menit
nyeri dada atau rasa tidak enak pada dada (chest discomfort) tidak
membaik, maka pasien harus dibawa ke Rumah Sakit untuk mendapatkan
penangan medis. Pada saat di EMS (Emergency system), pasien dapat
diberikan terapi nitrogliserin sublingual (maksimal 3X dosis sejak awal
terjadinya
nyeri)
dan
aspirin
dosis
162
mg-325mg.
Skema
Tidak
Ya
Tidak
Berikan nitrogliserin 1x
dosis sublingual
Apakah nyeri/ rasa tidak enak dada
tetap terjadi setelah 5 menit
pemberian nitrogliserin 1x dosis
Ya
Konsultasi ke
dokter
secara sublingual?
Ya
Tidak
Penatalaksanaan guidline
ACC/AHA 2002 mengenai
pasien kronis angina stabil.
menjadi 43% pada pasien infark miokard akut dan 31% pada pasien
hipoksemia berat berkurang setelah diberikan terapi oksigen 10
b. Nitrogliserin
Nitrogliserin digunakan untuk menghilangkan nyeri karena gejala
iskemik. Pasien yang sedang mengalami gejala iskemik harus menerima
nitroglyserin 0,4 mg SL tiap 5 menit dengan total 3x dosis. Jika
nitrogliserin yang diberikan tidak memberikan perbaikan terapi sebaiknya
pasien mendapatkan nitrogliserin intravena. Nitrogliserin intravena
diberikan 48 jam pertama setelah STEMI untuk pengobatan persisten
iskemia, congestive heart failure (CHF), atau hipertensi (Level of
Evidence: B). 1, 2, 3
Nitrogliserin dapat mengurangi preload dan afterload pada arteri
peripheral dan dilatasi vena, relaksasi pada arteri koroner epicardial dan
pelebaran pembuluh darah collateral. Nitrat tidak boleh diberikan kepada
pasien yang telah menerima inhibitor fosfodiesterase untuk disfungsi
ereksi dalam 24 jam terakhir (48 jam untuk tadalafil). 1, 2, 3
Tabel 1 Rekomendasi dosis nitrat : 2
2,5 mg
ISDN. Menyimpulkan
bahwa nitrogliserin
tidak berbaring jika tekanan sistolik menurun dibawah 100 mmHg, agar
tidak terjadi udem paru. Penggunaan atropin pada dosis 0,5-1,5 mg secara
IV dapat membantu untuk mengurangi terjadinya efek vagomimetik
(hipotensi atau bradikardia). Pemberiaan fenotiazin ditujukan pada pasien
yang mengalami efek samping yang potensial terjadi pada pemberian
morfin dosis tinggi. Sedangkan penggunaan Naloxone 0,1-0,2 mg IV,
dapat diberikan jika terjadi efek samping depresi pernapasan pada
penggunaan morfin. 1
Evidence studi RCT dengan jumlah 265 pasien menggambarkan
perbandingan metoprolol (N=130) dan analgesik morfin (N=135) pada
pasien yang diduga infark miokard akut setelah diberikan metoprolol.
Kelompok morfin atau metoprolol dapat mengurangi intesitas nyeri,
namun pada penggunaan morfin, penurunan intesitas nyeri lebih cepat
terjadi dalam waktu 80 menit pertama setelah pemberiaan morfin. 16
e. Antiplatelet
Mekanisme kerja aspirin sebagai antiplatelet adalah untuk
menekan produksi prostaglandin dan tromboksan karena inaktivasi
ireversibel dari enzim siklooksigenase (COX). Inhibisi terhadap
tromboksan akan menghambat agregasi platelet, jadi aspirin dapat
digunakan untuk profilksis trombosis koroner dan serebral. 12, 13
Dosis aspirin 162-325 mg diberikan pada hari pertama STEMI
pada penderita yang tidak memiliki kontraindikasi, dilanjutkan dosis
harian 72-162 mg. Thienopyridine (Clopidogrel) diberikan pada pasien
yang tidak dapat menerima aspirin karena hipersensitivitas terhadap
aspirin atau intoleransi gastrointestinal.1
Evidence studi meta analisis menggambarkan penggunaan aspirin
berpotensi mencegah meningkatnya risiko kejadian oklusi vaskuler yang
meliputi infark miokard akut atau stroke iskemik, unstable atau stable
angina, miokardia infark, stroke atau serebral iskemik, penyakit arteri
perifer, atau atrial fibrilasi. Dosis aspirin yang digunakan adalah 75-
150mg per hari merupakan dosis yang digunakan untuk jangka panjang,
tetapi dalam kondisi akut, dosis yang digunakan minimal 150mg.17
f. Antikoagulan
Unfractionated heparin (UFH) merupakan glikosaminoglikan
yang terbentuk dari rantai polisakarida dengan berat molekul antara 300030000. Rantai polisakarida ini akan mengikat antritrombin III dan
mempercepat proses hambatan antitrombin III terhadap trombin dan
faktor Xa. UFH intravena data diberikan dengan dosis 60 U/kg secara
bolus, maksimum 4000 U IV bolus; diikuti dengan infus 12 U/kg/jam,
dengan dosis maksimum 1000 U/jam. 1
Low Molecular Weight Heparin (LMWH) harus digunakan pada
pasien setelah STEMI yang berisiko tinggi terjadi emboli sistemik
(miokard infark anterior, atrial fibrilasi, pernah terjadi emboli sebelumnya,
terbentuknya trombus pada ventrikel kanan, atau syok kardiogenik). 1
Pada pasien STEMI yang tidak menjalani terapi reperfusi dan yang
tidak memiliki kontraindikasi terhadap antikoagulan dapat diobati dengan
UFH secara intravena/subkutan atau dengan LMWH secara subkutan
selama 48 jam. 1
Evidence studi meta analisis pada kelompok yang mendapatkan
intervensi PCI, LMWH menurunkan kematian [RR (95% Cl) = 0,51
(0,41-0,64), P <0,001, ARR = 3%] dan pendarahan besar [RR (95% CI) =
0,68 (0,49-0,94), P = 0,02, ARR = 2,0%] dibandingkan dengan UFH. 18
g. Penghambat Renin Angiotensin Aldosteron Sistem
ACEI diberikan secara oral selama masa pemulihan STEMI
dilanjutkan dalam waktu jangka panjang. ARB diberikan pada pasien
STEMI yang intoleran ACEI dan memiliki tanda klinis atau radiologi
gagal jantung atau LVEF <0,40, valsartan dan candesartan merupakan
golongan ARB yang direkomendasikan 1
Evidence studi meta analisis dengan 147020 pasien dengan
intervensi placebo dan angiotensin reseptor bloker, jika dibandingkan
dengan placebo, ARB dapat menurunkan resiko stroke dan gagal jantung19
h. Reperfusion
8
Fibrinolitik
2)
3)
Terapi
150325 mg oral atau dosis
Clopidogrel
250500 mg IV. 15
Dosis awal 300-600 mg dan
dosis
GPIIb/IIIa
inhibitors-
Abciximab
pemeliharaan
75
mg
Terapi
Pasien direncanakan mendapat
IV GPIIb/IIIa antagonis target
activated clotting time (ACT)
200-250 detik mendapat heparin
dengan dosis 50-70 U/kg bolus.
20
Pasien
tidak
mendapatkan
direncanakan
IV
GPIIb/IIIa
Terapi
150325 mg oral atau dosis
Clopidogrel
GPIIb/IIIa
inhibitors-
Abciximab
75 tahun. 15
Dosis awal 0.25 mg/kg IV bolus
dan dosis pemeliharaan 0.125
mcg/kg per menit. (maksimal 10
Terapi
Pasien umur 75 tahun dengan
serum kreatinin < 2.5 mg/dL
pada laki-laki dan < 2 mg/dL
pada perempuan: dosis awal 30
10
0.75
maksimal
mg/kg
75
mg
dengan
pada
tanpa
memperhatikan
usia,
dosis
Heparin
activated
partial
Fondaparinux
11
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Stroke hemoragik
Iskemik stroke (6 bulan sebelumnya)
Trauma CNS (Central Nervous System) atau neoplasma
Melakukan pembedahan (3 minggu sebelumnya)
Pendarahan Gastrointestinal (satu bulan sebelumnya)
Gangguan pendarahan
Pembedahan aorta
Tabel 8 cara pemakaian dan perbandingan agen fibrinolitik :15
Fibrinolitik
Dosis
Fibrinogen
Reaksi
Potensi
terapi
depletion
Alergi
rata-rata
(90
menit
Streptokinase
1,5
juta
(SK)
unit
IV
Marked
Ya
pertama)
50%
Mild
Tidak
75%
selama
30-60
Alteplase
menit
15 mg IV
(t-PA)
0,75
mg/kg BB
selama 30
menit
kemudian
0,5 mg/kg
BB
selama 60
m3nit IV
(total
dosis
tidak
lebih dari
12
Reteplase
100 mg)
10 U + 10
(r-PA)
Moderate
Tidak
7%
Minimal
Tidak
75%
IV
bolus
diberikan
secara
Tenecteplase
terpisah
dosis
(TNK-tPA)
tunggal
IV bolus
sebagai
berikut:
30
mg
jika
<60
kg
35
mg
jika
60
sampai
<70 kg
40
mg
jika
70
sampai <
80 kg
45
mg
jika
80
sampai <
90 kg
50
mg
jika > 90
kg.
13
adalah
pasien
yang
kontraindikasi
mendapat
fibrinolitik,
15
16
komplikasi
mekanik
seperti
ruptur
ventrikel,
akut
mitral
2)
17
Indeks masa tubuh yang dijadikan target berkisar 18,5-24,9 kg/m2. Target
lingkar pinggang kurang dari 40 inci pada pria dan 35 inci pada
perempuan (Level of Evidence: B).1
3)
Aktifitas Fisik
Pasien pasca STEMI harus dimotivasi untuk melakukan aktifitas fisik
minimal 30 sehari atau setidaknya 3-4 kali per minggu (berjalan,
bersepeda dan lainnya) (Level of Evidence: B). 1
b. Terapi farmakologi
1)
Antiplatelet
Antiplatelet diberikan untuk mencegah serangan ulang. Aspirin diberikan
saat pasien dalam masa pemulihan STEMI dengan dosis 75-162 mg atau
klopidogrel (jika pasien intoleransi dengan aspirin) dengan dosis 75 mg
2)
a)
b)
Evidence: B). 1
Modifikasi gaya hidup (pengendalian berat badan, diet, aktivitas fisik, dan
pembatasan natrium) dimulai pada semua pasien dengan tekanan kurang
3)
a)
Diet yang rendah lemak jenuh dan kolestero (Level of Evidence: A). 1
b)
Konsumsi
d)
Target kadar LDL kurang dari 100 mg/dL (Level of Evidence: A). 1
e)
f)
18
g)
4)
Manajemen Diabetes
Perubahan pola hidup dan penggunaan obat antidiabetes ditujukan untuk
mencapai kadar < 7% (Level of Evidence: B).
19
DAFTAR PUSTAKA
Antman. (2004). Guidelines for the Management of Patients With STElevation Myocardial Infarction.
Antman, Et al. (2013). ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients
With ST-Elevation Myocardial InfarctionExecutive Summary.
Diakses dari http://circ.ahajournals.org/content/110/5/588.full.pdf.
Daga, Et al. (2011). Approach to STEMI and NSTEMI. Vol 59. (19-25).
Diakses
dari
http://www.japi.org/december_special_issue_2011/04_approach_to_st
emi.pdf.
Ditjen Farmasi, Depkes, (2006). pharmaceutical care untuk pasien penyakit
jantung koroner fokus sindrom koroner akut.
Farissa, (2006). Komplikasi pada Pasien IMA STEMI. eprints.undip.ac.id.
Farissa, I.P. (2012). Komplikasi Pada Pasien Infark Miokard Akut ST- Elevasi
(STEMI) yang Mendapat Maupun Tidak Mendapat Terapi Reperfusi.
Studi di RSUP Dr.Kariadi Semarang.
Firdaus, (2011). Pharmacoinvasive Strategy in Acute STEMI Jurnal
Kardiologi Indonesi. 2011;32:266-71 ISSN 0126/3773.
Firman, (2010). Intervensi Koroner Perkutan Primer.Jurnal Kardiologi
Indonesia. Jurnal Kardiologi Indonesia. 2010; 31:112-117ISSN
0126/3773
Gabriel,James(2012).AMI-STEMI. Guidelines for the management of acute
myocardial infarction in patients presenting with persistent st-segment
elevation. Diakses dari www.escardio.org/guidelines
Green, (2012). Systems of Care for ST-Segment-Elevation Myocardial
Infarction: A Report From the American Heart Association's Mission.
Heng Li, Et al. (2012). 2012 Guidelines of the Taiwan Society of Cardiology
(TSOC) for the Management of ST-Segment Elevation Myocardial
Infarction. Vol. 28. (63-89). Diakses dari http://www.tsoc.org/
Hoekstra, (2010). Optimal Anti Platelet and anti thrombosic therapi in the
Emergency Department. Advancing Standard of Care : Cardiovascular
and Neurovascular Emergencies. Diakses dari http://www.emcreg.org.
Murphy, Et al. (2007). Efcacy and safety of the low-molecular weight
heparin enoxaparin compared with unfractionated heparin across the
acute coronary syndrome spectrum: a meta-analysis. European Heart
20
Journal.
Vol
28.
(20772086).
http://eurheartj.oxfordjournals.org/.pdf.
Diakses
dari
21