Anda di halaman 1dari 33

TUTORIAL EM1Pc2

B12
B12
Nurul Fitriyah Harahap (180100012)
Dara Peuseunang Hate Sabri (180100023)
Sarah Hagaina Br Tarigan (180100025)
Benny Hosiana Putra (180100046)
Sabila Toyibah Nasution (180100054)
Yiska Indira (180100110)
Nurul Shabrina Ighnasyia (180100214)
Yolanda Hanalena (180100222)
Adam Rizky Mildsi (180100224)
Mohamad Mukhtar Bin Razak (180100250)
Ahmad Kamil Al-Azhary (180100262)
Skenario
Lembar 1
Seorang perempuan berumur 30 tahun, dibawa
keluarganya ke IGD Rumah Sakit Kota Medan dengan
keluhan kelemahan keempat anggota gerak yang dialami
sejak 3 hari ini. Kelemahan disertai dengan kelopak mata
terjatuh.
Lembar 2
 Pada pemeriksaan tanda vital didapati tekanan darah : 120/80
mmHg , HR 90 x/menit, RR : 24 x/menit dan temp : 36,2 C.
 Pada pemeriksaan fisik :
Kepala dan Leher : Ptosis (+/+)
 Dada :
Inspeksi : Dalam batas normal
Palpasi : Dalam batas normal
Auskultasi : Dalam batas normal
ST : tidak dijumpai
 Abdomen : Dalam batas normal
 Ekstremitas : Tetraplegi
Pemeriksaan neurologis :
Kekuatan motoric
 Trofi Otot : Eutrofi
 Tonus Otot :Hipotonus
Kekuatan Motorik
 ESD : 4444/4444
 EID : 4444/4444
 ESS : 4444/4444
 EIS : 4444/4444
Pemeriksaan Khusus
 Tes Wartenberg Test (+)
 Ice packed test (+)
 Lembar 3
 Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium dijumpai
darah rutin, elektrolit, kadar gula darah dalam batas
normal. Dilakukan pemeriksaan tes tensilon dijumpai
positif
Patofisiologi Kelemahan
Otot
Yolanda Hanalena
180100222
Patofisiologi Kelemahan Otot
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah
Acetyl Choline Receptor(AChR). Kondisi ini
mengakibakan Acetyl Choline(ACh) yang tetap
dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat
mengantarkan potensial aksi menuju membran post-
synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh yang
tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan penurunan
jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu,
inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada
pasien. Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya
disebabkan karena proses auto-immun di dalam tubuh
yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat
memblok AChR dan merusak membran post-synaptic.
Diagnosa Banding
Kelemahan Anggota Gerak
Nurul Shabrina Ighnasyia
180100214
Definis, Etiologi, Epidemiologi
Myasthenia Gravis
Patofisiologi Myasthenia
Gravis
Klasifikasi Myasthenia
Gravis
klasifikasi myasthenia gravis
Diagnosa Myasthenia Gravis
SABILA TOYIBAH NASUTION
180100054
Manifestasi Klinis
Pemeriksaan Fisik
1. Tes klinik sederhana
 Tes watenberg
 Tes pita suara
2. Ice packed test
3. Tes tensilon (edrophonium chloride)
4. Tes prostigmin (neostigmin)
Pemeriksaan Penunjang
Myasthenia Gravis
Tatalaksana Awal
Myasthenia Gravis
Penatalaksaan dari penyakit miastenia gravis dapat dibagi
dibagi menjadi 3 pendekatan yaitu:
 Penatalaksaan Simptomatik
 Terapi Immunodulatory
 Terapi Immunosupresant
Penatalaksanaan Simptomatik
 Anticholinesterase
Anticholinesterase bekerja menghambat enzim
hydrolisis dari ACh pada cholinergic synapse
 Pyrodostigmine bromide dan neostigmine bromide
merupakan obat anticholinesterase yang paling sering
digunakan.
 Anticholinesterase bekerja menghambat enzim hydrolisis
dari ACh pada cholinergic synapse
 Dosis awal pyrodostigmine pada orang dewasa berkisar
antara 30-60 mg tiap 4-8 jam.
Terapi Immunomodulatory
Thymectomy
 Thymectomy direkomendasikan pada pasien dengan
symptom Miastenia gravis yang muncul pada usia dibawah 60
tahun.
 Pasien dengan thymoma direkomendasikan untuk menghilang
tumor tersebut dahulu sebelum menjalani thymectomy
 Thymectomy berulang dilaporkan meningkatkan keberhasilan
terapi pada beberapa pasien. Jaringan thymic dianjurkan
untuk tidak diangkat pada operasi pertama dan kedua dengan
syarat pasien berespon baik pada operasi pertama.
Plasma Exchange (PLEX)
 PLEX bekerja dalam memperbaiki myastenic weakness secara
sementara.
 Menurut typical PLEX protocol, 2 hingga 3 liter dari plasma
dikeluarkan sebanyak 3 kali dalam seminggu hingga kondisi
membaik yaitu sekitar 5 hingga 6 kali penukaran.
 Efek samping dari PLEX antara lain transitory cardiac arrythmia,
nausea, kepala terasa ringan, menggigil, obscured vision, dan pedal
edema. Thrombus, thrombophebitis, subacute bacterial endocarditis,
pneumothorax, brachial plexus injury merupakan komplikasi yang
mungkin terjadi akibat dari pemasangan rute akses peripheral
venipuncture.
Intravenous Immunoglobulin (IGiv)
 Indikasi dari IGiv memiliki kesamaan dengan PLEX. Intravenous
immunoglobulin merupakan alternatif dari PLEX khususnya pada
pasien anak-anak maupun pasien dengan vena akses yang sulit
ditemukan dan jika PLEX tidak tersedia.
 Perbaikan klinis dilaporkan terjadi pada 50 hingga 100 persen pasien
setelah diberikan dosis 3 mg/kg selama 2 hingga 4 hari.
 Efek samping yang sering terjadi antara lain demam, sakit kepala
maupun menggigil.
Terapi Immunosuppresant
Kortikosteroid
 Dosis awal prednison yang dianjurkan yaitu 1,5 hingga 2 mg/kg
perhari.
 Penurunan dosis untuk tiap orang akan bervariasi. Pasien dengan
initial response yang buruk dianjurkan untuk menggunakan dosis
alternatif yaitu 100- 120 mg dan turunkan dosis 20 hingga 60 mg tiap
bulan.
 Efek samping dari pemberian prednison jangka lama antara lain
hypercortism.
 Prednison akan bekerja lebih baik jika dikombinasikan dengan
azathioprine, cyclosporine, mycophenolate atau obat
immunosuppresant lainnya.
Nama Obat Onset Kerja Obat Efek Samping
Azathioprine Dosis Awal: 4 hingga 8 minggu Sering: Flu-like
50 mg/hari. Dosis syndrome (reaksi alergi)
dinaikan 50 mg tiap Jarang: Leukopenia,
minggu hingga dosis Hepatotoxicity
mencapai 150 atau 200
mg/hari.
Cyclosporine A Dosis 2 hingga 3 bulan Renal toxicity
Awal: 5 hingga 6 mg/kg hypertension
per hari. Pengaturan
dosis berdasarkan kadar
serum CYA. Dosis
terbaik jika kadar CYA
antara 75 ng hingga 150
ng.
Cyclophosphmide Bervariasi Leukopenia, rambut
Dosis: 150 hingga 200 rontok, cystitis
mg per hari.

Mycophenolate Mofetil 2 hingga 4 bulan Diare, Leukopenia ringan


Dosis: 2 g per hari
(dibagi menjadi 2 dosis)
Tabel 1. Obat Immunosuppresant lainnya.
Terapi Farmakologi
Myasthenia Gravis
Symptomatic Treatment
Acetilkolinesterase inhibitor
Dapat diberikan piridostigmin bromida (mestinon) 30-120
mg/3-4 jam/oral.
Dosis parenteral 3-6 mg/4-6 jam/ iv tiap hari
Pada malam hari, dapat diberikan mestinon
long-acting 180 mg.
Apabila diperlukan, neostigmin bromida (prostigmine ): 7,5-45
mg/2-6 jam/oral. Dosis parenteral : 0,5-1
mg/4 jam/iv atau im.
Immunosupressive Treatment
 Kortikosteroid
Dapat diberikan prednison dimulai dengan dosis rawal 10- 20
mg, dinaikkan bertahap (5-10 mg/minggu) 1x sehari selang
sehari, maksimal 120 mg/6 jam/oral, kemudian diturunkan
sampai dosis minimal efektif
 Azatioprin
Obat ini diberikan dengan dosis 2-3 mg/kg BB/hari/oral selama
8 minggu pertama.
 Plasma Exchange (PE)
 Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Dosis standar IVIG adalah 400 mg/kgbb/hari pada 5 hari pertama,
dilanjutkan 1 gram/kgbb/hari selama 2 hari.
 Timektomi
Timektomi umumnya dianjurkan pada pasien umur 10-55 tahun
dengan Miastenia gravis generalisata.
Komplikasi
Dara Peuseunang Hate Sabri
180100023
KOMPLIKASI MYASTHENIA
GRAVIS
Komplikasi yang dapat terjadi pada miastenia gravis, yaitu:
 Krisis miastenik terjadi akibat perburukan penyakit, ditandai
dengan gejala memberat dan sering disertai distres dan
kegagalan napas.
 Krisis kolinergik terjadi akibat dosis penghambat kolinesterase
berlebihan seperti neostigmin, piridostigmin, dan physostigmine.
Gejala berupa gejala kolinergik, seperti diare, kram abdominal,
hipersalivasi, lakrimasi, inkontinensia urin, hipermotilitas saluran
gastrointestinal, emesis, miosis. Krisis kolinergik dapat
menyebabkan bronkospasme, seperti wheezing, bronchorrhea,
kegagalan napas, diaforesis, dan sianosis.
Komplikasi dalam Manajemen Krisis Myastenia

 Demam adalah komplikasi paling sering yang


berhubungan dengan krisis miastenia.
 Komplikasi infeksi termasuk pneumonia, bronkhitis,
infeksi saluran kemih, Clostridium difficile kolitis,
bakteriemia, sepsis.
 Ketika dibandingkan dengan pasien yang tanpa non
krisis MG, maka pasien yang krisis lebih cenderung
jatuh kedalam sepsis, deep vein thrombosis, dan
komplikasi jantung termasuk gagal jantung kongestif,
akut miocard infarc, aritmia, dan henti jantung.
 Begitupun komplikasi diatas tidak sebagai prediktor
bebas pada kematian.
 Pada suatu penelitian, atelektasis, Clostridium difficile
Prognosis, Rujukan
SKDI

Anda mungkin juga menyukai