Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS KASUS

EPILEPSI

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Farmakoterapi Terapan

Oleh:
Haris R. Dwiputri

162211101037

Ajendra Anjar K

162211101038

Indah Suciati

162211101039

Nur Fauziah Matra

162211101040

Putri Wulandari

162211101041

Nurul Aini

162211101042

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2016

PENDAHULUAN
Epilepsi adalah suatu kondisi dengan karakteristik kejang epileptik berulang (2x atau
lebih) yang tidak terprovokasi oleh immediate identifed cause. Sedangkan kejang epileptik
adalah manifestasi yang dihasilkan oleh kelebihan keluaran elektrik dari sekumpulan neuron
diotak. Manifestasi klinik meliputi perubahan kesadaran,

motorik, sensorik, autonomik,

kejadian fisik yang disebabkan oleh pasien atau observer.


Epilepsi bukan merupakan sebuah gangguan tunggal namun lebih tepat bila disebut
sebagai sindroma dengan gejala-gejala yang devergen yang sevara cepat diakibatkan aktifitas
elektrik yang abnormal diotak yang terjadi secara episodik. Epilepsi melanda kurang lebih 50
juta orang seluru dunia dengan 90% diantaranya terdapat diantara negara berkembang.
Epilepsi banyak terjadi pada anak-anak atau manula, namun demikian dapat terjadi pula pada
waktu dan usia yang tidak dapat ditentukan. Bahkan sebagai akibat bedah otak, kejang
epilepsi dapat terjadi pada masa pemulihan.
Secara umum epilepsi disebabkan oleh muatan listrik yang abnormal dari neuron yang
berasal dari lesi dalam otak, trauma kepala, meningitis. Perubahan biokimia (Widyawati,
2014).
Etiologi
SE sering merupakan manifestasi akut daripenyakit infeksi sistem saraf pusat, stroke
akut, ensefalopati hipoksik, gangguan metabolik, dan kadar obat antiepilepsi dalam darah
yang rendah. Etiologi tidak jelas pada sekitar 20% kasus. Gangguan serebrovaskuler
merupakan penyebab SE tersering di negara maju, sedangkan di negara berkembang
penyebab tersering karena infeksi susunan saraf pusat. Etiologi SE sangat penting sebagai
prediktor mortalitas dan morbiditas (Rilianto, 2015).
Patofisiologi
Kejang terjadi akibat adanya eksitasi yang berlebian atau dari penghambatan neuron,
awalnya, sejumlah saraf kecil mengalami abnormal. Konduksi membran normal dan
penghambatan sinaps kemudian putus, dan menyebar secara lokal (kejang fokal) atau lebih
luas (kejang umum. Mekanisme mungkin yang akan menyebabkan sinkron hipereksitabilitas
meliputi :

- perubahan saluran ion dalam membran neuron


- modifikasi biokimia dan reseptor
- modulasi sistem pesan kedua dan ekspresigen
- perubahan dalam konsentrasi ion esktraseluler
- perubahan dalam uptake neurotransmiter dan metabolisme dalam sel glial

- modifikasi dalam rasio dan fungsi jalur penghambatan


- ketikdaseimbangan lokal antara neurotransmiter utama (misalnya, glutamat,
as. Gamma, aminobutyrec (GABA) dan neuromodulator misalnya asetil kolin
non epinefrin dan serotenin.
Kejang berkepanjangan dan paparan lanjutan untuk glutama dapat menghasilkan luka neuron,
defisit fungsional, dan pemasangan ring pada jalur neuronal (Dipiro J.T et al., 2008).

ANALISA KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. SN

Umur

: 55 tahun

Berat badan

: 65 kg

Tanggal MRS : 16 Maret


Diagnosa

: Kejang status epileptikus post stroke, hipertensi dan dislipidemia

I. SUBYEKTIF
Keluhan Utama :
- Pasien tiba-tiba terjatuh dan mengalami serangan kejang selama lebih dari 30 menit.
- Pasien tidak sadarkan diri selama kondisi kejang
Keluhan Tambahan : -

Riwayat Penyakit Dahulu :


- Hipertensi 2 tahun yang lalu
- Memiliki riwayat hiperkolesterol
- Diabetes melitus terkontrol
- Serangan stroke hemoragik 1 minggu yang lalu
Riwayat Pengobatan : Riwayat Keluarga/Sosial : Alergi Obat : II. OBYEKTIF
Tanda Vital
Parameter

Nilai Normal

Tanggal
16

17

18

Tekanan Darah (mmHg)

<120/80 mmHg

150 /100

140 /100

140 /100

Nadi (x/min)

70-80x/menit

102

92

84

Respiration Rate (x/min)

16-20x/menit

32

24

24

Suhu (C)

36,6 37,2

36

36,1

36,7

17

18

Data Laboratorium
Tanggal

Parameter

Nilai Normal

Natrium

135-145 mEq/L

132

Kalium

3,5-5,2 mEq/L

4,5

Clorida

95-108 mEq/L

95

16

138

Calsium

8,8 10,4 mg/dl

2,3

Magnesium

1,7-2,3 mg/dL

0,5

Hemoglobin

13.0-18.0 g/dL

11,4

Leukosit

5.0-10.0 ribu/ul

6,5

GD Acak

80-120 mg/dL

300

GD Puasa

76-110 mg/dL

242

Trigliserida

50-200 mg/dL

Kolesterol total

150-250 mg/dL

HDL

30-70 mg/dL

27

LDL

< 130 mg/dL

60

225

175
180

270

220

Terapi Pasien
Nama Obat

Regimen dosis

NaCl 0,9%

192

Tanggal
16

17

18

10 tpm

D5

8 tpm

Fenitoin 650 mg iv

50 mg/menit

Lamotigrin

25 mg x 1

Ranitidin

2 x 1 amp

Ondansetron

1 x 1 amp

Antrain

3 x 1 amp

Alinamin F

1 x 1 amp

Hidroclorotiazid

25 mg x 1

Kaptopril

12,5 mg x 1

Glimepirid

3 mg x 1

Simvastatin

10 mg x 1

Serolin

30 mg x 1

III.
Problem
Medik

ASSESMENT DAN PLAN


Subjek/
Objek

Terapi
Lamotrigin

Analisa

DRP

Status

Kejang

Lamotrigin merupakan salah satu Pemberian obat

Epileptikus

lebih >30

golongan

menit

Drugs) namun obat ini bukan

AEDs

(Anti-Epileptic antiepilepsi kurang tepat

Plan dan Monitoring


Plan :
Lamotrigin diganti dengan Diazepam

merupakan first line untuk terapi

Dosis Dazepam yang diberikan dapat diulang

epilepsi. (AESG, 2016)

setiap 10-15 menit hingga dosis maksimum

Benzodiazepin

efektif

sebagai

Monitoring :

terapi awal pada pasien status


epileptikus dan harus diberikan
secepat mungkin (Dipiro, 2008).

- Laju pernapasan
- Jantung
- Gangguan mental

Menurut AESG terapi first line


untuk terapi epilepsi menggunakan
golongan

Benzodiazepine

yaitu

Diazepam.
Diazepam sangat lipofil dan dengan
cepat masuk ke otak. Diazepam
memiliki efek durasi yang sangat
singkat sehingga perlu ditambahkan

antikonvulsan yang long acting


seperti fenitoin atau fenobarbital
(Dipiro, 2008)
Dosis

Diazepam

mg/kg/dosis,
mg/dosis.

iv

0.15-0,2

maksimal

Dosis

10

maksimal

30

mg/hari (Level A). (AESG, 2016)


Fenitoin 650 Dosis
mg iv

Fenitoin

pemeliharaan

4-5

Dosis

mg/kg/hari

(Koda kimble, 2009)


Fenitoin merupakan second line
terapi jika status epileptikus tidak
responsif terhadap benzodiazepine
atau kejang yang masih terulang
setelah

diterapi

dengan

benzodiazepine (Dipiro, 2008)


Fenitoin memiliki sifat lipofil yang
lemah dan sampai ke otak secara
perlahan sehingga penggunaannya
perlu

didahului

benzodiazepin

oleh
yaitu

golongan
diazepam

Plan :
Fenitoin tetap dilanjutkan namun pemberiannya
setelah diazepam.
Monitoring :
-Tekanan darah
-kadar fenitoin dalam plasma
-fungsi hati

(Dipiro, 2008)
D5 %

Dextrose merupakan monosakarida Digunakan


yang berfungsi sebagai sumber dengan
kalori dan cairan untuk pasien yang mencegah

bersama Plan :
Terapi dilanjutkan setelah njeksi Alanin F
D5
untuk
Monitoring:
terjadinya Monitoring kadar glukosa darah.

tidak mampu untuk mendapatkan sindrom

wernicke

asupan oral yang memadai (DIH, encephalopaty

(Koda

2008). Sebagai sumber kalori dan kimble hal 1412, 2013)


Efek samping: reaksi
air.
hipersensitivitas
Komposisi: Dekstrosa 5%
(anaphylaxis)
pada
Indikasi: Penanganan hipoglikemi.
Cara

penggunaan:

Digunakan

pemberian

parenteral

(AHFS, 2011)

secara infus iv dengan kecepatan


0,5 g/kg/jam.
Alinamin F

Merupakan
(tiamin),
pencegahan
kekurangan

golongan

vit

B1 Pemberian

dosis

untuk Plan :
Terapi dilanjutkan dengan meningkatkan
digunakan
untuk alinamin kurang tepat.
pemberian alinamin 100 mg dengan cara
dan
pengobatan Pemberian alinamin pada
intravena.
vitamin
B1 pasien epilepsi menurut

(AHFS,2011). Pemberian tiamin AESG (2016) 100 mg, Monitoring :


bersamaan dengan glukosa karena sedangkan pada pasien
Adanya alergi, hati-hati terhadap syok anafilaktik
dapat
meningkatkan
resiko diberikan 1 ampul (1

Wernicke

ensefalopati.

Tiamin ampul = 25mg/10mL)

pada penggunaan intravena (DIH, 2008)

kompatible dengan D5 sehingga


pemberian

bersamaan

tidak

menimbulkan resiko (DIH, 2008).


NaCL 0,9%

Komposisi: NaCl 0,9%, infusa


NaCl digunakan untuk mengganti
cairan

ekstraseluler,

pencegahan

atau terapi kekurangan ion Na dan


Cl, menyeimbangkan cairan tubuh.
Kontraindikasi:

Plan:
Terapi tetap bisa dilanjutkan
Monitoring:
Cairan tubuh pasien

hipersensitivitas

NaCl atau beberapa komponen


sediaan, hipertonik uterus, retensi
cairan, hipernatremia.
(AHFS, 2011)
Serolin
mg x 1

30 Serolin mengandung nicergoline Efek samping nicergoline Plan:


Terapi dilanjutkan dengan pemberian yang tidak
yang merupakan derivat dari pada
SSP
meliputi
bersamaan dengan obat antihipertensi.
alkaloid
ergot.
Nicergoline diaforesis, gangguan tidur,
Monitoring :
merupakan
obat
golongan mengantuk,
bingung, Tekanan darah
antagonis

alfa1A-adrenergik insomnia, dan lain-lain.

selektif dan poten dengan indeks Sedangkan pada GI, efek

terapi luas. Nicergoline dilaporkan samping


dapat

meningkatkan

minor

yang

pergantian terjadi adalah nyeri perut,

katekolaminergik,

merangsang muntah,

dan

diare

neurotransmiter kolinergik dan jalur (Fioravanti et al., 2014).


Memiliki interaksi dengan
fosfoinoditida,
meningkatkan
obat antihipertensi (ACEaktivitas metabolik otak, serta
inhibitor) (MIMS)
berperan sebagai neuroprotektif dan
antioksidan

(Fioravanti

et

al.,

2014).
Dosis nicergoline adalah

-60 mg

per hari dalam 2-3 dosis terbagi


(MIMS). Dosis yang diberikan
Hipertensi

-hipertensi
2

Hidroklorotia

kepada pasien sudah tepat.


Terapi antihipertensi disini bukan HCTZ

tahun zid 25 mg x 1 untuk

pengobatan

status samping

epileptikus,

tetapi

mengontrol tekanan darah Ny. SN menyebabkan

tidak

yang

rutin,
diagnosa
dokter.

sebelumnya

tidak

efek Plan :

meningkatkan Terapi dihentikan. Tekanan darah masih stage

yang lalu

berobat

melainkan

memiliki

untuk ekskresi urin yang dapat pertama sehingga cukup menggunakan ACEI /
patuh kehilangan

tubuh kaptopril.
elektrolit.

- Penggunaan hidroklortiazid sebaiknya di


terhadap pengobatan hipertensi.
(Koda-Kimble, 2009).
HCTZ (golongan diuretik tiazid ) Pasien memiliki riwayat hentikan karena dikhawatirkan kombinasi
merupakan first line pada terapi diabetes,
sehingga captopril dan hidroklortiazid akan menyebabkan
antihipertensi. Mekanisme kerjanya pengontrolan kadar gula tekanan darah terlalu rendah sehingga akan

-TD

>

adalah

menginduksi

natriuresis darah

perlu

saat mempengaruhi suplai O2 di otak terganggu.

120/80

yang menyebabkan diuresis dan penggunaan HCTZ (DIH,

mm/Hg

menurunkan

volume

plasma, 2009).
HTCZ memiliki interkasi
sehingga tekanan darah akan turun.
dengan ACEI, dimana
Dosis harian HCTZ adalah 12,5-50
akan meningkatkan efek
mg per hari.
Dosis yang diberikan sudah tepat. hipotensi dari ACEI (Risk
Dosis pemeliharaan 25 mg sekali C) (DIH, 2009)

Monitoring :
TD, kadar elektrolit, kadar gula darah, dan
kolesterol
Informasi:
Pasien diberi informasi sebaiknya mimum obat
pada pagi hari dan diet garam

sehari efektif menurunkan tekanan


darah dan memiliki insiden efek
samping

yang

rendah

(Koda-

Kimble, 2009)
Kaptopril

Kaptopril

merupakan

obat Dosis

12,5 mg x 1

antihipertensi golongan ACEI (first untuk

yang
Ny.

diberikan Plan:
Mmenambahkan dosis kaptopril menjadi 25 mg
SN terlalu
per hari atau mengganti penggunaan menjadi

line therapy). Mekanisme kerjanya rendah.


Efek samping yang dapat
adalah dengan menghambat RAAS.
ditimbulkan oleh kaptopril
ACEI akan memperbaiki fungsi
adalah batuk kering (< 1endotel dan dapat memperbaiki
2%) (DIH, 2009).
sensitivitas insulin (Koda-Kimble,
2009).
ACEI sangat

direkomendasikan

untuk pasien hipertensi dengan

12,5 mg x 3 (Koda-Kimble, 2009).


Monitoring :
Tekanan darah, kadar elektrolit, serum kreatinin
(DIH, 2009).
Informasi :
Pasien diminta untuk memodifikasi gaya hidup,
seperti mengurangi asupan garam, meningkatkan
makanan yang mengandung kalium, olahraga

diabetes

melitus.Pasien

dengan

ringan minimal 30 menit, dan mengatur berat

diabetes, tekanan darah yang harus

badan.

dicapai adalah < 130/80 mmHg.


Dosis awal kaptopril adalah 25 mg
per hari dua kali sehari dan dapat
ditingkatkan menjadi 50-100 mg
per hari 2-3 kali per hari (DIH,
2009).
Peptic Ulcer

Ondansentron Ondansetron
1 x 1 ampul

merupakan

obat Efek

antiemetik untuk mencegah mual


muntah pada pasien kemoterapi
dengan sifat emetogenik moderat
sampai tinggi, pasien mual muntah

samping

dari Plan :
Terapi dihentikan, karena ranitidin dan
ondansetron (> 10%)
ondansetron memiliki efikasi yang sama
adalah sakit kepala (9sehingga untuk terapi mual muntah dapat diatasi
27%), lesu/lelah (9-13%),
dengan pemberian ranitidin saja.
dan konstipasi (6-11%)

setelah operasi (PONV), dan terapi (DIH, 2007).


PONV jika dosis profilaksis tidak
diterima (DIH, 2009).
Ranitidine
1 x 1 ampul

Ranitidin termasuk golongan obat 1 ampul ranitidin berisi 25 Plan :


Terapi dilanjutkan dengan pemberian 2 ampul
H2 bloker yang bekerja dengan mg/mL, sedangkan yang
tiap per injeksi.
memblok histamin pada H2 dibutuhkan pasien 50 mg
Reseptor
kompetitif.

secara

reversibel

Ranitidin

dan tiap

injeksi,

maka

digunakan pemberian terapi ranitidin

untuk mengobati ulcer, GERD, perlu


kondisi

yang

ditingkatkan

mencegah sebanyak 2 ampul (dalam

mengalirnya asam lambung (AHFS, satu kali injeksi).


2008 dan DIH, 2008).
Dosis ranitidin secara iv adalah 50
mg setiap 6-8 jam (DIH, 2009)
Nyeri

Antrain 3x1

Antrain adalah golongan

NSAID dapat menurunkan

ampul

metamizole Na/ Methampyron/

efek terapi Captopril (DIH,

(metamizole

Dipiron yang merupakan analgesik

2008)

Na 1g/2mL)

golongan NSAID. Antrain


digunakan untuk terapi akibat
resiko efek samping yang serius
maka banyak negara hanya
menggunakannya hanya pada nyeri
atau demam parah dimana tidak
tersedia alternatif yang sesuai.
Pemberian antrain secara oral 0,5 -4
gram sehari dalam dosis tebagi.
Dapat diberikan secara intravena,
intramuskular, dan suppositoria.
Efek samping : Dapat

Plan :
Terapi dihentikan.
Monitoring : -

menyebabkan diskrasia darah


seperti agranulositosis. Hindari
penggunaan pada pasien porfiria.
(Martindale 36, 2009).
DM

Riwayat
penyakit
Diabetes

Glimepirid
3 mg x 1

Glimepirid
diabetes

merupakan
golongan

obat Setelah

pemberian Plan:

sulfonilurea. glimepirid

kadar

gula

Obat ini dapat menurunkan gula darah pasien masih tetap

Terapi

diganti

dengan

insulin

0,15-0,2

unit/kg/hari
darah dengan cara meningkatkan tinggi.
Insulin secara subkutan
Monitoring :
sekresi insulin. Dosis pengobatan
diberikan bila kadar gula
pemeliharaan 1-4 mg/hari dengan
>180 mg/dc (Widyati, Kadar gula darah
dosis maksimum 6 mg/hari (BNF
2014).
70).

Melitus

Gula

darah

mencapai
sehingga

pasien
300mg/dc

terapi

insulin

dapat diberikan.
Dislipidemia

Riwayat

Simvastatin

Indikasi:

Untuk

mengatasi Nilai

kolesterol

pasien Plan :

penyakit

hiperlipidemia dan nilai kolestrol tinggi sejak hari pertama

pasien

yang diatas nilai normal. Untuk masuk rumah sakit >200,

Terapi seharusnya diberikan dari hari pertama

pasien MRS.
stabilisasi plak (Syamsudin, 2011). tetapi
terapi diberikan
Dosis: Pada pasien dewasa PO 10Monitoring :
pada hari terakhir.

20 mg / hari di malam (BNF 70)

Kadar kolesterol, LDL, HDL, trigliserida dan


HbA1C

INFORMASI PASIEN
Hipertensi
- Menjaga berat badan ideal.
- Menjalani pola diet DASH antara lain mengkonsumsi banyak buah, sayur dan produk
rendah lemak serta mengurangi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh.
- Mengurangi asupan garam sebisa mungkin (asupan garam ideal 3,8 garam (NaCl)/hari).
- Olahraga fisik secara teratur minimal 30 menit/hari
(Dipiro, 2008)
Diabetes Mellitus
- Menjaga berat badan ideal
- Menjaga asupan kalori (menghindari makanan yang mengandung gula)
- Olahraga secara teratur
(Dipiro, 2008)
Hiperkolesterol
- Menjaga berat badan ideal
- Mengurangi konsumsi lemak (lemak total & lemak jenuh) dan kolesterol
(Dipiro, 2008)

DAFTAR PUSTAKA
Americasn Epilepsy Society. 2016. Proposed Algorithm for Convulsive Status Epilepticus.
American Epilepsy Society Guideline (AESG).
American Pharmacist Association. 2009. Drug Information Handbook: A Comprehensive
Resource for all Clinicians and Healthcare Proffesionals. Ohio: Lexi-Comp Inc
American Society of Health-System Pharmacists. AHFS: Drug Information Essentials. 2011.
Maryland.
Dipiro, J.C., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., dan Posey, L.M. 2008.
Pharmacoteraphy. A Pathophysiolog Approach, 7th edition. USA.
Fioravanti, M., Nakashima, T., Xu, J., dan Garg, A. 2014. A Systematic Review and MetaAnalysis Assessing Adverse Event Prole and Tolerability of Nicergoline. BMJ Open:
1-8.
Rilianto, Beny. 2015. Evaluasi Dan Manajemen Status Epilepsi. CDK-233/ vol. 42 no. 10.
Widyawati. 2014. Praktik Farmasi Klinik Fokus Pharmaceutical Care. Penerbit Brillian
Internasional: Sidoarjo.

Anda mungkin juga menyukai