Anda di halaman 1dari 5

BAB III

Pengembangan Management Keperawatan


A.Problem
Jurnal” SINDROME EPILEPSI PADA ANAK”

Insiden epilepsi belum diketahui secara pasti, namun epilepsi paling sering
terjadi pada masa bayi dan anak. Pada yahun 1981, International League of
Epilepsy (ILAE) membuat klasifikasi epilepsi berdasarkan tipe kejang yaitu kejang
parsial, kejang umum dan kejang yang tak terklasifikasi. Dengan menggunakan
klasifikasi ini, diagnosis lebih mudah ditegakkan. Namun kelemahannya, seorang
pasien bisa saja mengalami beberapa jenis kejang sekaligus, baik terjadi bersamaan
maupun pada waktu yang berlainan, sehingga diagnosis epilepsi menjadi kurang
tepat dan terapi menjadi tidak adekuat.

Jurnal” KORELASI PEMERIKSAAN MRI KUANTITATIF DTI


DENGAN MEMORI DEKLARATIF PADA EPILEPSI LOBUS
TEMPORAL MESIAL INTRAKTABEL
Epilepsi lobus temporal merupakan sindrom epilepsi parsial yang paling seri
ng terjadi pada dewasa, terutama epilepsi lobus temporal mesial (ELTM). Tipe ini
sering menjadi epilepsi intraktabel dengan penyebab utama adalah sklerosis hipoka
mpus. Struktur lobus temporal mesial diperkirakan berperan dalam belajar dan men
gingat materi baru, maka gangguan kinerja memori deklaratif merupakan ciri khas
ELTM.

B.Intervention
Jurnal” SINDROME EPILEPSI PADA ANAK”
Tujuan utama terapi epilepsi tidak hanya menghentikan atau mengurangi fre
kuensi serangan, tapi juga mencegah timbulnya efek samping dan mencegah kompl
ikasi sehingga tercapai kualitas hidup yang optimal bagi penderita20Terapi utama
pada epilepsi adalah :
penggunaan obat anti epilepsi (OAE). Bebarapa kasus tertentu memerlukan t
erapi selain OAE, contohnya pada Sindrom West yang memerlukan tambahan tera
pi Adrenocorticotropic Hormone (ACTH). Obat antiepilepsi yang paling sering dig
unakan adalah golongan benzodiazepine, karbamazepin, fenobarbital, fenitoin dan
asam valproat. Saat ini telah dikenal berbagai OAE terbaru yaitu lamotrigin, vigaba
trin, topiramat, gabapentin, levetirasetam dan pregabalin.11,20 Beberapa OAE bek
erja pada sistem inhibisi. Fenobarbital dan benzodiazepin bekerja pada reseptor G
ABAA, mempengaruhi inhibisi dengan cara meningkatkan influks ion Cl- melalui
reseptor GABA.Vigabatrin bekerja dengan cara menghambat degradasi enzim GA
BA transaminase sehingga meningkatkan konsentrasi GABA. Tiagabine mencega
h reuptake GABA pada terminal presinaps. Beberapa OAE memiliki efek eksitasi
neuronal. Fenitoin, karbamazepin dan lamotrigin memblok channel sodium dan me
nurunkan eksitasi neuronal, sementara etosuksimid memblok aliran kalsium.21,22
Terapi epilepsi dimulai dengan monoterapi menggunakan OAE yang dipilih sesuai
jenis bangkitan dan jenis sindrom epilepsi, kondisi penderita dan ketersediaan obat.
20 Penghentian OAE pada penderita epilepsi dilakukan jika penderita telah bebas k
ejang selama minimal dua tahun dan gambaran EEG tidak didapatkan kelainan. Pe
nghentian OAE dimulai dari satu OAE yang bukan OAE utama, dengan penurunan
dosis yang dilakukan secara bertahap, yaitu dosis diturunkan 25 % dari dosis semul
asetiap bulan dalam jangka waktu 6 bulan.20,22,23Pada penderita yang tidak terko
ntrol dengan OAE tapi tidak memenuhi persyaratan pembedahan dapat disarankan
penggunaan vagal nerve stimulator (VNS), yaitu alat serupa pacemaker yang ditan
am dibawah kulit didekat nervus vagus, yang berguna untuk mengontrol kejang, ter
utama jenis kejang dengan manifestasi berupa gerakan mengunyah atau mengecap.
Mekanisme kerja alat ini belum diketahui secara pasti, namun efektivitasnya
hampir sama dengan OAE walaupun tidak menjamin penderita bebas kejang sepen
uhnya. Keuntungan alat ini adalah tidak menimbulkan gejala neurotoksisitas sepert
i halnya OAE. Efek samping yang dapat terjadi berupa batuk, suara serak, bradikar
di dan apnoe pada saat tidur.23-25Terapi diet ketogenik sangat dianjurkan untuk pe
nderita epilepsi, pertamakali diperkenalkan pada tahun 1920. Diet ketogenik merup
akan diet rendah gula dan protein namun mengandung lemak yang tinggi.Komposi
si nutrisi yang terdapat dalam diet ketogenik menyebabkanpembakaran lemak yang
tinggi sehingga dapat meningkatkan kadar keton dalam darah. Telah diketahuisebel
umnya bahwa keton dapat meminimalkan rangsangan pada sistem saraf pusat. Kele
mahan dari terapi diet ini adalah sering terjadi gangguan pencernaan seperti mual d
an diare, malnutrisi dan pembentukan batu saluran kemih karena diet ini seringkali
mengandung asam urat tinggi. Terapi diet ini dapat menurunkan kejadian kejang se
besar 25-50 %.24,25

Jurnal” KORELASI PEMERIKSAAN MRI KUANTITATIF DTI


DENGAN MEMORI DEKLARATIF PADA EPILEPSI LOBUS
TEMPORAL MESIAL INTRAKTABEL
Penelitian potong lintang terhadap pasien ELTM intraktabel preoperatif di R
SUP dr Kariadi, Semarang, selama tahun 2013–2014. Dilakukan MRI standar epile
psi berupa penilaian DTI (MD dan FA) pada daerah hipokampus serta penilaian tes
memori deklaratif.
Analisis data dilakukan dengan menghubungkan nilai MD, FA, usia onset sa
kit, lama sakit, dan tingkat pendidikan dengan memori deklaratif. Analisis statistik
menggunakan uji korelasi Pearsondan rank Spearman
C.Comparation
Jurnal”SINDROME EPILEPSI PADA ANAK”

Elektroensefalografi (EEG).Pemeriksaan EEG tidak sepenuhnya mendukung


ataupun menyingkirkan diagnosis epilepsi, kurang lebih 5% pasien tanpa epilepsi
mempunyai kelainan EEG berupa aktivitas epilepsi pada rekaman EEG, dan hanya
50% pasien dengan epilepsi memiliki aktivitas epileptiform pada rekaman EEG
pertamanya.

Terapi diet ketogenik sangat dianjurkan untuk penderita epilepsi,


pertamakali diperkenalkan pada tahun 1920. Diet ketogenik merupakan diet rendah
gula dan protein namun mengandung lemak yang tinggi.Komposisi nutrisi yang
terdapat dalam diet ketogenik menyebabkan pembakaran lemak yang tinggi
sehingga dapat meningkatkan kadar keton dalam darah. Telah diketahui
sebelumnya bahwa keton dapat meminimalkan rangsangan pada sistem saraf pusat.
Kelemahan dari terapi diet ini adalah sering terjadi gangguan pencernaan seperti
mual dan diare, malnutrisi dan pembentukan batu saluran kemih karena diet ini
seringkali mengandung asam urat tinggi. Terapi diet ini dapat menurunkan
kejadian kejang sebesar 25-50 %.24,25
Jurnal” KORELASI PEMERIKSAAN MRI KUANTITATIF DTI
DENGAN MEMORI DEKLARATIF PADA EPILEPSI LOBUS
TEMPORAL MESIAL INTRAKTABEL”
Terdapat 13 subjek terutama perempuan (53,85%) dengan rerata usia 24,85±
2,34 tahun; rerata onset awal sakit 12,77±1,7 tahun dan rerata lama sakit 12,08±2,5
1 tahun. Subjek yang mengalami sklerosis ada 6 orang, terutama ELTM kiri, denga
n peningkatan MD dan penurunan FA pada kedua hipokampus dibandingkan norm
al. Tidak ada perbedaan antara MD dan FA dengan memori deklaratif. Didapatkan
dominasi gangguan memori deklaratif pada pasien dengan ELTM sisi kiri

D. Outcome
Jurnal”SINDROME EPILEPSI PADA ANAK”

Sindrom epilepsi merupakan bentuk klasifikasi epilepsi pada anak yang


ditentukan berdasarkan usia/onset saat terjadi kejang, tipe kejang, status
neurologis, faktor pencetus, gejala dan tanda fisik maupun mental, riwayat
keluarga, gambaran EEG, prognosis serta respon terhadap pengobatan. Klasifikasi
ini merupakan panduan untuk menentukan diagnosis epilepsi yang lebih akurat,
sehingga tatalaksana yang diberikan kepada penderita akan tepat dan terarah.
Dengan, demikian, prognosis penyakit dan kualitas hidup penderita epilepsi dapat
lebih optimal.

Jurnal” KORELASI PEMERIKSAAN MRI KUANTITATIF DTI DENGAN ME


MORI DEKLARATIF PADA EPILEPSI LOBUS TEMPORAL MESIAL INTRA
KTABEL”
Seluruh subjek mengalami peningkatan nilai MD dan penurunan FA bila
dibandingkan dengan nilai normal. Namun nilai DTI (MD dan FA) tidak
berhubungan bermakna dengan memori deklaratif. Terdapat dominasi gangguan
memori deklaratif pada pasien dengan ELTM sisi kiri.

Anda mungkin juga menyukai