RENAL
TENTANG STUDI KASUS
EPILEPSI
DISUSUN OLEH
1. Vita Vaulina T 22164984 A
2. Fajar Hidayar 22165014 A
3. Leni Kusturlani 22165022 A
4. Feby Diara F 22165023 A
5. Nabila Cahya S. A 22165029 A
6. Sri Rahayu 22165035 A
TEORI 5
S1 FARMASI 2016
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2019
PENDAHULUAN
EPILEPSI
● Epilepsi adalah suatu penyakit otak yang ditandai dengan kondisi/gejala berikut:
1. Minimal terdapat dua bangkitan tanpa provokasi atau dua bangkitan refleks
dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua lebih dari 24 jam.
2. Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan refleks dengan
kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun kedepan sama
dengan (minimal 60%) bila terdapat dua bangkitan tanpa provokasi/ bangkitan
refleks.
3. Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi.
Bangkitan refleks adalah bangkitan yang muncul akibat induksi oleh faktor pencetus
spesifik, seperti stimulasi visual, auditorik, somatosensitif, dan somatomotor
● Patofisiologi, Pada tingkat selular, dua ciri khasi aktivitas epileptiform adalah
hipereksitabilitas dan hipersinkronitas neural. Hipereksitabilitas merujuk pada
peningkatan respon neuron terhadap stimulasi, sehingga sel mencetuskan beberapa
potesial aksi langsung. Hipersinkron yaitu peningkatan cetusan neuron pada sebagian
kecil atau besar regio di korteks. Walaupun terdapat perbedaan pada mekanisme yang
mendasari kejang fokal dan umum, secara sederhana bangkitan kejang terjadi karena
adanya gangguan keseimbangan antara inhibisi dan eksitasi pada satu regio atau
menyebar diseluruh otak. Ketidakseimbangan ini karena kombinasi peningkatan eksitasi
dan penurunan inhibisi.
IdentitasPasien
Nama :Nn. M
Umur :14 tahun
JenisKelamin :Perempuan
Alamat :Surakarta
TglMRS : 11 Desember 2018
Keluhan masuk RS :Penurunan kesadaran setelah kejang. Pasien kaku seluruh badan dan tidak
sadar kan diri.
Tanda umum :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,7 C
TB/BB : 48 kg/ 136 cm
penderita lahir normal namun sempat dilakukan bantuan vakum untuk mengeluarkannya, kedua
orang tuanya dan kakak-kakaknya tidak ada yang memiliki kelainan/gangguan SSP. Pada usia 11
tahun, saat memasuki usia pubertas, terjadi serangan untuk pertama kali, saat itu pasien
mendapat obat fenitoin dosis 100 mg/hari hingga 3 bulan, pengobatan dihentikan karena
beberapa lama setelah terapi masih memunculkan kejang, dosis sempat dinaikkan menjadi 200
mg/hari tetapi kejang masih muncul. Obat diganti dengan asam valproat 500 mg/hari bertahap
dinaikkan menjadi 1000 mg/hari, kemudian tidak pernah terjadi lagi serangan, namun saat
menstruasi tiba-tiba serangan muncul kembali. Penderita dicek EEG dan CT scan lagi dan
mendapatkan tambahan terapi dengan karbamazepin dosis 200 mg TID dan 400 mg menjelang
tidur. Namun setelah beberapa lama terapi, kejang kembali muncul, bahkan lebih sering dari
sebelumnya sehingga terapi kembali ke asam valproat tetapi dengan dosis 2000 mg/hari.
Frekuensi serangan sudah sangat berkurang rata-rata per bulan kurang dari 1 serangan, saat
dicek kadar asam valproat dalam darah ternyata menunjukkan adanya penurunan, yang
dikhawatirkan dapat mencetuskan adanya peningkatan frekuensi serangan epilepsi. Penderita
saat menstruasi biasanya menggunakan Ibuprofen tablet 400 mg.
Data Lab
PemeriksaanLaboratorim
Parameter Nilai Normal Hasil
Hematologi
Hb 14-18 12.5
Leukosit 4800-10800 9300
HCT 42-52 32
Eritrosit 4,7-6,1 3,3
Trombosit 150000-450000 250.000
MCV 79,0-99,0 97,1
MCH 27,0-31,0 29,1
MCHC 33,0-37,0 33,4
RDW 11,5-14,5 12,1
MPV 7,2-11,1 9,0
HitungJenis
Basofil 0,0-1,0 0,2(tidak normal)
Eosinofil 2,0-4,0 0,8(tidak normal)
Batang 2,00-5,00 0,3(tidak normal)
Segmen 40,0-70,0 71,8(tidak normal)
Limfosit 25,0-40,0 18,7(tidak normal)
Monosit 2,0-8,0 8,2(tidak normal)
ANALISIS SOAP
Subjektif : pasien mengalami seizure pada anggota badan dan tubuh, penurunan
kesadaran setelah kejang,pasien kaku seluruh badan dan tidak sadar kan diri, saat serangan
penderita jatuh pingsan, serangan berlangsung selama 2-3 menit. Sesaat setelah serangan
penderita sadarkan diri, kelelahan dan kemudian tertidur, penurunan kesadaran setelah kejang.
Pasien kaku seluruh badan dan tidak sadar kan diri.
Objektif :
OBAT YANG DIGUNAKAN DALAM TERAPI :
FENITOIN
Indikasi : untuk mencegah dan mengurangi kejang akibat epilepsi, terutama untuk kejang jenis
tonik-klonik dan kejang parsial. Juga digunakan untuk mengatasi aritmia jantung dan
merelaksasi otot.
Kontra indikasi : terhadap pasien penderita hipersensitivitas terhadap Fenitoin.
Dosis :
Dewasa: Dosis awal adalah 3-4 mg/kgBB atau 150-300 mg per
hari. Jika diperlukan, dosis dapat ditingkatkan setiap 7-10 hari
hingga 600 mg per hari. Dosis pemeliharaan adalah 200-500 mg
per hari.Anak-anak: Dosis awal adalah 5 mg/kgBB per hari, yang
Epilepsi Oral
dapat dibagi ke dalam 2-3 jadwal konsumsi. Dosis pemeliharaan
adalah 4-8 mg/kgBB per hari, yang dapat dibagi ke dalam
beberapa jadwal konsumsi. Dosis maksimal adalah 300 mg per
hari
Efek Samping : Mengantuk, Kelelahan, Ataksia, Mudah marah, Sakit kepala, Gelisah, Gangguan
berbicara, Gugup, Gangguan pada pergerakan mata (nystagmus), Pusing, Vertigo,
Kesemutan.
Interaksi obat : Berikut ini adalah interaksi yang dapat terjadi apabila menggunakan phenytoin bersama
dengan obat-obatan lain:
Meningkatkan kadar phenytoin dalam darah, jika digunakan dengan amiodarone, ketoconazole,
capecitabine, chloramphenicol, chlordiazepoxide, diazepam, disulfiram, estrogen, fluorouracil,
fluoxetine, fluvoxamine, cimetidine, isoniazid, omeprazole, phenothiazine, sertraline, ticlopidine,
atau warfarin.
Mengurangi kadar phenytoin dalam darah, jika digunakan dengan bleomycin, carbamazepin,
asam folat, reserpin, phenobarbital, natrium divalproex, asam valproat atau sukralfat.
Indikasi : untuk mengatasi kejang, terutama yang disebabkan oleh epilepsi. Obat ini bekerja
dengan cara memengaruhi keseimbangan senyawa alami di otak atau yang disebut
neurotransmiter untuk menghentikan kejang. Asam valproat juga digunakan untuk
menangani kondisi ketidakstabilan mood atau suasana hati pada penderita gangguan
bipolar, terutama fase mania, yaitu fase di mana suasana hati penderita gangguan bipolar
menjadi senang berlebihan. Selain itu, asam valproat juga digunakan untuk mencegah
migrain.
Efek Samping : Mengantuk, Sakit kepala, Konstipasi, Diare, Nyeri punggung, Perubahan suasana hati,
emosional, tidak mampu berpikir jernih, Kejang di sebagian tubuh tertentu dan sulit
dikendalikan, Gangguan penglihatan, Tinnitus, Perubahan nafsu makan dan berat badan,
Rambut rontok.
Interaksi obat : Jika digunakan bersama asam valproat, karena dikhawatirkan bisa menimbulkan
interaksi yang tidak diinginkan. Obat-obatan tersebut, antara lain:
Salisilat: berisiko menyebabkan hepatotoksisitas (kerusakan organ hati) pada anak berusia di
bawah 3 tahun.
Rifampicin, phenytoin, dan phenobarbital: menurunkan kadar asam valproat dalam darah.
Indikasi : untuk mengatasi kejang pada epilepsi. Obat ini bekerja dengan cara menstabilkan aliran
impuls saraf, sehingga mengurangi kejang. Selain mencegah kejang, carbamazepine juga
dapat digunakan untuk mengatasi nyeri di wajah akibat gangguan saraf trigeminal
(trigeminal neuralgia) dan gangguan bipolar.
Efek Samping : Mengantuk, Ataksia, Pusing, Mual, Muntah, Mulut kering, Gagal hati, Sindrom
Stevens-Johnson, Serangan jantung.
Interaksi obat : interaksi yang dapat timbul apabila menggunakan carbamazepine dengan obat lain:
Efek racun dari carbamazepine dapat meningkat, jika digunakan bersama lithium.
Mengurangi kadar sejumlah obat dalam darah, seperti tacrolimus dan lapatinib.
Dewasa: 200-400 mg per 4-6 jam sekali. Dosis maksimal per hari adalah
Demam 1,2-2,4 gram.Anak-anak usia 6 bulan-12 tahun: 10 mg/kg tiap 6-8 jam.
Dosis maksimal per hari adalah 40 mg/kg.
Dewasa: 200-400 mg per 4-6 jam sekali. Dosis maksimal per hari adalah
Nyeri ringan dan sedang
1,2-2,4 gram.Anak-anak usia 6 bulan – 12 tahun: 4-10 mg/kg tiap 6-8 jam.
Osteoarthritis dan
rheumatoid arthritis pada 400-800 mg tiap 6-8 jam. Dosis maksimal per hari adalah 3,2 gram.
orang dewasa
Nyeri haid 200-400 mg tiap 4-6 jam. Dosis maksimal per hari adalah 1,2-2,4 gram.
Dosis pertama adalah 400 mg. Kemudian diikuti dengan dosis 400 mg
Demam pada orang
tiap 4-6 jam sekali atau 100-200 mg tiap 4 jam sekali. Dosis maksimal per
dewasa
hari adalah 3,2 gram.
Efek samping : Mual dan muntah, Perut kembung, Nyeri ulu hati, Gangguan pencernaan, Diare atau
konstipasi, Sakit kepala, Tukak lambung, Muntah darah, Tinja berwarna hitam atau
disertai darah
Interaksi obat : Berikut ini adalah beberapa risiko yang dapat terjadi dari interaksi ibuprofen dengan
sejumlah obat lainnya:
Risiko perdarahan saluran pencernaan akibat ibuprofen dapat meningkat jika digunakan
bersamaan dengan warfarin, kortikosteroid, obat penghambat penyerapan serotonin selektif
(SSRIs), serta aspirin.
Dapat menurunkan kandungan natrium pada urine jika dikonsumsi bersamaan dengan obat
diuretik.
Dapat mengurangi efek antihipertensi dari penghambat enzim pengubah angiotensin (ACE
inhibitors) atau penghalang reseptor angiotensin II (ARBs).
Tingkat toksisitas ibuprofen dapat meningkat jika digunakan bersamaan dengan lithium atau
methotrexate. Selain itu, tingkat toksisitas ibuprofen bagi ginjal juga dapat meningkat jika
digunakan bersamaan dengan tacrolimus dan cyclosporine.
Assesment :
Tugas :
1. Apa jenis epilepsi yang diderita pasien, berikan deskripsi yang jelas.
2. Adakah problem terapi pada penderita epilepsi tersebut dari awal sampai akhir terapi?
3. Sesuaikah pilihan antikonvulsan yang sudah diberikan pada pasien? Bila tidak sesuai, apa
obat yang anda rekomendasikan? Cari dan tunjukkan guidance terapi epilepsi yang baru
4. Adakah terapi non farmakologi yang dapat mengurangi resiko frekuensi serangan?
5. Informasi apa yang bisa anda sampaikan kepada pasien, terkait obat mengingat terapi
jangka panjang dan adanya efek-efek samping, faktor pencetus, pantangan makanan,
yang dapat mengurangi resiko serangan?
JAWABAN
1. Apa jenis epilepsi yang diderita pasien, berikan deskripsi yang jelas.
Kejang tonik-klonik, merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat
kemudian diikuti oleh gerakan klonik.
2. Problem terapi : Ada, dimana Pengobatan untuk Epilepsi terkait dosis yang belum tepat
dan penggantian obat mendadak.
Diketahui pasien berumur 14 tahun dan sedang dalam masa pubertas.
Sehingga dapat diketahui hormon pada umumnya tidak menyebabkan
munculnya bangkitan epilepsi, namun hormon dapat mempengaruhi terjadinya
bangkitan. Hormon estrogen membuat otak lebih mudah terjadi
bangkitan, sebaliknya hormon progresteron menyebabkan otak lebih sulit
terjadi bangkitan. Inilah yang menyebabkan sebagian perempuan sering
mengalami perubahan pola bangkitan di saat terjadi fluktuasi hormonal seperti
saat pubertas, menstruasi dan menopause. Pada masa pubertas, terjadi
perubahan fisik dan emosional yang kompleks. Kadar hormon yang
berfluktuasi di saat pubertas dapat mempengaruhi bangkitan. Perubahan fisik
dapat terjadi sangat cepat, sehingga dosis obat anti epilepsi (OAE) yang
terbiasa diminum PE perempuan tidak lagi cukup, sehingga seringkali
diperlukan penambahan dosis. Sedangkan pada masa menstruasi, terdapat
tendensi untuk terjadinya bangkitan pada bagian tertentu dari siklus
menstruasi yang disebabkan oleh fluktuasi hormonal, retensi/pengumpulan
cairan tubuh, penurunan kadar OAE sebelum menstruasi, tidur yang terganggu
dan stres serta kecemasan.
3. Sesuaikah pilihan antikonvulsan yang sudah diberikan pada pasien?
● Diagnosa pasien menderita Grand Mal epilepsi atau Tonik Klonik epilepsi,
dimana Penggunaan Asam valproate sudah tepat hanya saja dosis menjadi
600-2400mg/hari diminum 3x sehari.
(National Guidelines for the Management of Epilepsy)
4. Terapi nonfarmakologi
- Menghindari pantulan cahaya pada air, menggunakan kacamata hitam,
menghindari lampu diskotik, video game dan pantulan televisi.
- Menjauhi rokok
- Jangan melakukan olaraga yang berlebihan, menghindari olahraga
diketinggian seperti panjat tebing dan naik gunung.
- Hindari stress.
- Tidur yang teratur.
- Jangan konsumsi alkohol karna dapat menurunkan kadar obat dalam darah.
- Makan teratur, karena kurang makan dapat menyebabkan serangan karna
kekurangan gula darah.
- Diet ketogenik
5. Informasi apa yang bisa disampaikan kepada pasien :
Asam valproat adalah jenis obat yang digunakan untuk mengatasi epilepsi.
Efek samping valproat terkait dosisadalah mual, muntah, dan keluhan
pencernaan lain misalnya nyeri pada daerah perut dan sensasi perih dan panas
pada dada. Obat perlu dimulai secara bertahap untuk menghindari gejala-
gejala ini. Asam valproat jarang sekali membeikan efek samping mengantuk.
Efek samping lainnya, yang dijumpai pada sejumlah kecil pasien, adalah
penambahan berat, peningkatan nafsu makan dan kerontokan rambut.
Pemicu kambuhnya epilepsi juga dapat karena minum minuman beralkohol,
kurang tidur, ketidakpatuhan minum obat dan lama berada di bawah terik
matahari karena ketika berada di bawah panas dalam waktu lama, tubuh akan
sulit untuk mendinginkan tubuhnya sendiri. Dan otak tidak bisa berfungsi
dengan baik pada suhu yang lebih tinggi dan akhirnya kejang pun terjadi.
Makanan yang perlu dikonsumsi untuk penderita epilepsi adalah makanan
yang rendah karbohidrat seperti buah-buahan atau sayur-sayuran dan kacang-
kacangan. Serta menghindari makanan yang memicu kerusakan saraf
misalnya makanan yang mengandung MSG karena dapat memicu epilepsi.
Selain itu, kepatuhan untuk meminum obat juga penting , dan apabila pasien
lupa meminum obat disarankan untuk segera meminumnya jika jadwal
konsumsi berikutnya belum terlalu dekat. Tetapi jangan menggandakan dosis
obatpada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis yang terlewat. Selain itu
diharapkan pasien tidur yang cukup dan tidak berolah raga secara berlebihan
serta tidak memiliki aktivitas yang panjang dan berada dibawah terik matahari
terlalu lama.
Ada pula diet ketogenik yang dapat digunakan sebagai terapi untuk epilepsi.
Diet ketogenik adalah diet dengan kandungan tinggi lemak dan rendah
karbohidrat dan protein sehingga memicu keadaan ketosis.Diet ini
mengandung 2-4 gram lemak untuk setiap kombinasi 1 gram karbohidrat dan
protein. Melalui diet ketogenik, lemak menjadi sumber energi dan keton
terakumulasi di dalam otak sehingga menjadi tinggi kadarnya atau disebut
dengan ketosis. Keadaan ketosis ini dipercaya dapat mengurangi gejala
epilepsi dengan mengurangi frekuensi dan derajat kejang.
DAFTAR PUSTAKA
Kenya National Guidelines For the Management of Epilepsy. A Practical Guide for
Healthcare Workers (2016)