Anda di halaman 1dari 32

Laboratorium Satuan Operasi II

Semester V 2016/2017

LAPORAN PRAKTIKUM
DESTILASI SEDERHANA (BATCH)

Pembimbing

: Tri Hartono, LRSC, M.ChemEng

Kelas/Kelompok

: 3A/ I ( SATU )

Tanggal praktikum

: 07 September 2016

Nama Anggota Kelompok


Hasnindar Amran

( 331 14 001 )

Nurhikma

( 331 14 005 )

Fathnisah Nursyahban Hz

( 331 14 006 )

Widi Aprilia Tabi

( 331 14 009 )

Muhajirah

( 331 14 011 )

Muhammad Difha Zulkarnain ( 331 14 021 )


PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2016

I.

JUDUL PERCOBAAN: DESTILASI SEDERHANA

II.

TUJUAN:
Memisahkan komponen-komponen dari campuran etanol-air sebaik
mungkin dengan menggunakan destilasi sederhana.
Menghitung komposisi umpan (feed) , destilat, dan residu.

III.

ALAT DAN BAHAN:


3.1.
ALAT YANG DIGUNAKAN:
Alat destilasi Single (system batch)
Piknometer
Labu semprot
Gelas kimia 100 ml, 600 ml, dan 1000 ml
Gelas ukur plastic 2000 ml
Gelas ukur
Erlenmeyer 50 ml
Pipet ukur 25 ml
Bola isap
Timbangan analitik
Baskom
3.2.

BAHAN YANG DIGUNAKAN:


Aquades
Larutan etanol murni

IV.

DASAR TEORI:
4.1.
Pengertian Distilasi
Distilasi adalah unit operasi yang sudah ratusan tahun
diaplikasikan secara luas. Di sperempat abad pertama dari abad
ke-20 ini, aplikasi unit distilasi berkembang pesat dari yang hanya
terbatas pada upaya pemekatan alcohol kepada berbagai aplikasi
di hampir seluruh industri kimia. Distilasi pada dasarnya adalah
proses pemisahan suatu campuran menjadi dua atau lebih produk
lewat eksploitasi perbedaan kemampuan menguap komponenkomponen dalam campuran. Operasi ini biasanya dilaksanakan
dalam suatu klom baki (tray column) atau kolom dengan isian
(packing column) untuk mendapatkan kontak antar fasa seintim
mungkin sehingga diperoleh unjuk kerja pemisahan yang lebih
baik.
Salah satu modus operasi distilasi adalah distilasi curah
(batch distillation). Pada operasi ini, umpan dimasukkan hanya
pada awal operasi, sedangkan produknya dikeluarkan secara
kontinu. Operasi ini memiliki beberapa keuntungan :
1. Kapasitas operasi terlalu kecil jika dilaksanakan secara kontinu.
Beberapa peralatan pendukung seperti pompa, tungku/boiler,
perapian atau instrumentasi biasanya memiliki kapasitas atau
ukuran minimum agar dapat digunakan pada skala industrial.
Di bawah batas minimum tersebut, harga peralatan akan lebih
mahal dan tingkat kesulitan operasinya akan semakin tinggi.
2. Karakteristik umpan maupun laju operasi berfluktuasi sehingga
jika dilaksanakan secara kontinu akan membutuhkan fasilitas
pendukung yang mampu menangani fluktuasi tersebut. Fasilitas
ini tentunya sulit diperoleh dan mahal harganya. Peralatan
distilasi curah dapat dipandang memiliki fleksibilitas operasi
dibandingkan peralatan distilasi kontinu. Hal ini merupakan
salah satu alasan mengapa peralatan distilasi curah sangat
cocok digunakan sebagai alat serbaguna untuk memperoleh
kembali pelarut maupun digunakan pada pabrik skala pilot.

Perangkat praktikum distilasi batch membawa para pengguna


untuk mempelajari prinsip-prinsip dasar pemisahan dengan
operasi distilasi, seperti kesetimbangan uap cair dan pemisahan
lewat multi tahap kesetimbangan. Perangkat ini dapat juga
dimanfaatkan untuk mempelajari dasar-dasar penilaian untuk kerja
kolom distilasi pacing dan mempelajari perpindahan massa dalam
kolom distilasi packing.
Distilasi merupakan metode operasi pemisahan suatu campuran
homogen (cairancairan saling melarutkan), berdasarkan perbedaan
titik didih atau perbedaan tekanan uap murni (masing-masing
komponen yang terdapat dalam campuran) dengan menggunakan
sejumlah panas sebagai tenaga pemisah atau Energy Separating
Agent (ESA). Distilasi termasuk proses pemisahan menurut dasar
operasi difusi. Secara difusi, proses pemisahan terjadi karena
adanya perpindahan massa secara lawan arah, dari fasa uap ke fasa
cairan atau sebaliknya, sebagai akibat adanya beda potensial
diantara dua fasa yang saling kontak, sehingga pada suatu saat
pada

suhu

dari

tekanan

tertentu

system

berada

dalam

keseimbangan.
Secara sederhana, proses distilasi dapat digambarkan sesuai
dengan skema berikut ini:
Gambar.1 lsngksh proses pemisahan secara distiliasi

Dalam bentuk lain, pengertian distilasi dinyatakan sebagai berikut:


[XA]D> [XA]W dan [XB]D< [XB]w
Dimana :
XA, XB
= Komposisi Komponen A, B
A, B
= Komponen yang mempunyai tekanan uap
D
W

tinggi, rendah
= Hasil puncak (distilat)
= Hasil bawah (residu)

Diagram sederhana gambar 1 menunjukkan bahwa operasi distilasi


terdiri dari tiga langkah dasar, yaitu:
1. Penambahan sejumlah panas (ESA) kepada larutan yang akan
dipisahkan.
2. Pembentukan fasa uap yang bisa jadi diikuti dengan terjadinya
keseimbangan.
3. Langkah pemisahan.
Pada operasi pemisahan secara distilasi, fasa uap akan segera
terbentuk setelah campuran dipanaskan. Uap dan sisa cairannya
dibiarkan saling kontak sedemikian hingga pada suatu saat semua
komponen terjadi dalam campuran akan terdistilasi dalam kedua
fasa membentuk keseimbangan. Setelah keseimbangan tercapai,
uap segera dipisaahkan dari cairannya, kemudian dikondensasikan
membentuk distilat.
Dalam keadaan seimbang, komposisi distilat tidak sama dengan
komposisi residunya:
1. Komponen dengan tekanan uap murni tinggi lebih banyak
terdapat dalam distilat.
2. Komponen dengan tekanan uap murni rendah sebagian besar
terdapat dalam residu.
4.2.

Kesetimbangan Uap-Cair
Seperti telah disampaikan terdahulu, operasi distilasi
mengekspoitasi perbedaan kemampuan menguap (volatillitas)
komponen-komponen dalam campuran untuk melaksanakan

proses pemisahan. Berkaitan dengan hal ini, dasar-dasar


keseimbangan uap-cair perlu dipahami terlebih dahulu. Berikut
akan diulas secara singkat pokok-pokok penting tentang
kesetimbangan uap-cair guna melandasi pemahaman tentang
operasi distilasi.
Harga-K dan Volatillitas Relatif
Harga-K (K-Value) adalah ukuran tendensi suatu komponen
untuk menguap. Jika harga-K suatu komponen tinggi, maka
komponen tersebut cenderung untuk terkonsentrasi di fasa uap,
sebaliknya jika harganya rendah, maka komponen cenderung
untuk terkonsentrasi di fasa cair. Persamaan (1) di bawah ini
menampilkan cara menyatakan harga-K.
y
K i= i
xi
.(1)
Dengan yi adalah fraksi mol komponen i di fasa uap dan xi
adalah fraksi mol komponen i di fasa cair.
Harga-K adalah fungsi dari temperatur, tekanan, dan
komposisi. Dalam kesetimbangan, jika dua di antara variablevariabel tersebut telah ditetapkan, maka variable ketiga akan
tertentu harganya. Dengan demikian, harga-K dapat ditampilkan
sebagai fungsi dari tekanan dan komposisi, temperature dan
komposisi, atau tekanan dan temperatur.
Volatillitas relative (relative volatility) antara komponen i
dan j didefinisikan sebagai:
i, f =

Ki
Kj

.(2)
Dengan Ki adalah harga-K untuk komponen i dan Kj
adalah harga-K untuk komponen j. Volatillitas relatif ini adalah
ukuran kemudahan terpisahkan lewat eksploitasi perbedaan

volatillitas. Menurut konsensus, volatillitas relative ditulis sebagai


perbandingan harga-K dari komponen lebih mudah menguap
(MVC = more-volatile component) terhadap harga-K komponen
yang lebih sulit menguap. Dengan demikian, harga mendekati
satu atau bahkan satu, maka kedua komponen sangat sulit bahkan
tidak mungkin dipisahkan lewat operasi distilasi.
Sebagai contoh untuk system biner, misalkan suatu cairan
yang dapat menguap terdiri dari dua komponen, A dan B. Cairan
ini dididihkan sehingga terbentuk fasa uap dan fasa cair, maka fasa
uap akan kaya dengan komponen yang lebih mudah menguap,
misalkan A, sedangkan fasa cair akan diperkaya oleh komponen
yang lebih sukar menguap, misalkan B. Berdasarkan persamaan
(1) dan (2), volatillitas relative, AB, dapat dinyatakan sebagai :
AB=

yA / x A
y B/ xB

.(3)

Atau dapat dikembangkan menjadi:


y A=

x A AB
1+ ( AB1 ) x A

.(4)

Jika persamaan (4) tersebut dialurkan terhadap sumbu x-y,


maka akan diperoleh kurva kesetimbangan yang menampilkan
hubungan fraksi mol komponen yang menampilkan hubungan
fraksi mol komponen yang mudah menguap di fasa cair dan fasa
uap yang dikenal sebagai diagram x-y. perhatikan gambar 2. Garis
bersudut 45 yang dapat diartikan semakin banyaknya komponen
A di fasa uap pada saat kesetimbangan. Ini menandakan bahwa
semakin besar harga AB, semakin mudah A dan B dipisahkan
lewat distilasi.
Gambar 2. Diagram x-y sistem biner A-B

Sistem Ideal dan Tak Ideal


Uraian terdahulu berlaku dengan baik untuk campurancampuran yang mirip dengan campuran ideal. Yang dimaksud
dengan campuran ideal adalah campuran yang perilaku fasa
uapnya mematuhi Hukum Dalton dan perilaku fasa cairnya
mengikuti Hukum Raoult. Hokum Dalton untuk gas ideal, seperti
diperlihatkan pada persamaan (5), menyatakan bahwa tekanan
parsial komponen dalam campuran (pi) sama dengan fraksi mol
komponen tersebut (yi) dikalikan tekanan parsial komponen, sama
dengan fraksi mol komponen di fasa cair (Pis) persamaan (6)
menampilkan pernyataan ini.
pi= y i . P

pi=x i . Pi

.(5)

.(6)

Dari persamaan (5) dan (6), harga-K untuk system ideal dapat
dinyatakan sebagai berikut :
y i Pis
K i= =
xi P

.(7)

Pernyataan harga-K untuk system tak ideal tidak seringkas


pernyataan untuk system ideal. Data kesetimbangan uap-cair
umumnya diperoleh dari serangkaian hasil percobaan. Walaupun
tidak mudah, upaya penegakan persamaan-persamaan untuk
mengevaluasi system tak ideal telah banyak dikembangkan dan
bahkan telah diaplikasikan. Pustaka seperti Walas (1984) dan
Smith-van Ness (1987) dapat dipelajari untuk mendalami topik
tersebut.
Diagram T-x-y
Proses-proses distilasi industrial seringkali diselenggarakan
pada tekanan yang relative konstan. Untuk keperluan ini diagram
fasa isobar (pada tekanan tertentu) paling baik untuk ditampilkan.
Diagram yang menempatkan temperatur dan komposisi dalam
ordinat dan absis ini dinamai diagram T-x-y. Bentuk umum
diagram ini diperlihatkan dalam gambar 2 yang mewakili
campuran dengan dua komponen A dan B berada dalam
kesetimbangan

uap-cairnya.

Kurva

ABC

adalah

titik-titik

komposisi cairan jenuh, sedangkan kurva AEC adalah titik-titik


komposisi untuk uap jenuh. Titik C mewakili titik didih komponen
A murni dan Titik A mewakili titik didih komponen B murni.
Gambar.3 Tipikal diagram T vs x-y

Bayangkan

suatu

campuran

berfasa

cair

titik

G,

bertemperatur To dan komposisinya xo, dipanaskan hingga


mencapai temperatur T1 di kurva ABC yang berarti campuran
berada pada temperatur jenuhnya sedemikian hingga pemanasan
lebih lanjut akan mengakibatkan terjadinya penguapan T1 dapat
dianggap sebagai temperatur terbentuknya uap pertama kali atau
dinamai titik didih (bubble point) campuran cair dengan komposisi
xo. Perhatikan bahwa uap yang terbentuk memiliki komposisi tidak
sama dengan xo tetapi yo (diperoleh dari penarikan garis horizontal
dari T1).
Pemanasan lebih lanjut mengakibatkan semakin banyak
uap terbentuk dan sebagai konsekuensinya adalah perubahan
komposisi terus menerus di fasa cair sampai tercapainya titik E.
Pada temperatur ini, semua fasa cair telah berubah menjadi uap.
Karena tidak ada massa hilang untuk keseluruhan system,
komposisi uap yang diperoleh akan sama dengan komposisi cairan
awal. Penyuplaian panas berikutnya menghasilkan uap lewat jenuh
seperti diwakili oleh titik F.
Sekarang operasi dibalik. Mula-mula campuran fasa uap di
titik F didinginkan dari temperatur T2 hingga mencapai titik E di

kurva AEC. Di titik ini, uap berada dalam keadaan jenuh dan
cairan mulai terbentuk. Titik ini kemudian dinamai titik embun
(dew point). Pendinginan lebih lanjut menyebabkan fasa cair
makin banyak terbentuk sampai tercapainya titik H yang mewakili
titik jenuh fasa cair. Diagram T-x-y dengan demikian dapat dibagi
menjadi tiga daerah :
1. Daerah di bawah kurva ABC yang mewakili subcooled liquid
mixtures (cairan lewat jenuh),
2. Daerah di atas kurva AEC yang mewakili superheated vapor
(uap lewat jenuh),
3. Daerah yang dibatasi kedua kurva tersebut yang mewakili
system dua fasa dalam kesetimbangan.
Operasi distilasi bekerja di daerah tempat terwujudnya
kesetimbangan dua fasa, uap dan cair.
Azeotrop dan Larutan Tak Campur
Apa yang ditampilkan oleh gambar 3 adalah tipikal untuk
sistem normal. Jika interaksi fisik dan kimiawi yang terjadi di
dalam sistem sangat signifikan maka bentukan kurva T-x-y dan xy akan mengalami penyimpangan yang berarti. Perhatikan gambar
4. Berbagai modifikasi, seperti distilasi ekstraktif, distilasi kukus,
dan sebagainya, perlu dilakukan untuk memisahkan komponenkomponen dari system yang tak ideal ini. Gambar 4a dan 4b
mewakili sistem azeotrop yaitu sistem yang memiliki perilaku
seperti zat murni di suatu komposisi tertentu. Lihat titik a dengan
komposisi xa. Pada titik ini perubahan temperature saat penguapan
terjadi tidak menyebabkan perbedaan komposisi di fasa uap dan
cair. Gambar.4a mewakili sistem maximum boiling azeotrope,
sedangkan Gambar. 4b mewakili sistem minimum boiling
azeotrop.
Gambar 4. Diagram T-x-y untuk sistem tak ideal

Interaksi antar komponen yang sangat kuat memungkinkan


terbentuknya dua fasa cairan yang ditunjukkan oleh daerah tak
saling larut (immiscible region) dalam diagram fasa seperti tampak
dalam gambar.4c. Diagram x-y untuk sistem-sistem ini dapat
dilihat pada Gambar.5.
Gambar 5 diagram x-y untuk sistem tak ideal

4.3.

Persamaan Rayleigh (Distilasi Diferensial)


Kasus distilasi batch (partaian) yang paling sederhana
adalah operasi yang menggunakan peralatan seperti pada
Gambar.6
Gambar.6 alat distilasi sederhana

Keterangan :
D

= laju alir distilat, mol/jam

yD

= komposisi distilat, fraksimol

= jumlah uap dalam labu

= jumlah cairan dalam labu

Pada alat ini, cairan dalam labu dipanaskan sehingga


sebagian cairan akan menguap dengan komposisi uap yD yang
dianggap berada dalam kesetimbangan dengan komposisi cairan
yang ada di labu, xw. uap keluar labu menuju kondenser dan
diembunkan secara total. Cairan yang keluar dari condenser
memiliki komposisi xD yang besarnya sama dengan yD. Dalam
hal ini, distilasi berlangsung satu tahap.
Uap yang keluar dari labu kaya akan komponen yang lebih
sukar menguap (A), sedangkan cairan yang tertinggal kaya akan
komponen yang lebih sukar menguap (B). Apabila hal ini
berlangsung terus, maka komposisi di dalam cairan akan berubah;
komponen A akan semakin sedikit dan komponen B akan semakin
banyak. Hal ini juga berdampak pada komposisi uap yang
dihasilkan. Jika komposisi komponen A di dalam cairan menurun,

maka komposisi komponen A di dalam uap yang berada dalam


kesetimbangan

dengan

cairan

tadi

juga

akan

menurun.

Berdasarkan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa komposisi


dalam operasi ini berubah terhadap waktu. Neraca massa proses
distilasi diferensial dapat dinyatakan sbb :
d (W x w )
d xw
dW
= W
x w
=D y D
dt
dt
dt

.(8)

Bentuk integrasi persamaan di atas adalah sebagai berikut :


x

W
d xw
( y x ) = dW
0
D
w
W W

.(9)

Dimana x0 dan W0 masing-masing adalah komposisi dan berat


cairan di dalam labu mula-mula. Persamaan ini dikenal sebagai
persamaan Rayleigh.
Jika operasi dilaksanakan pada tekanan tetap, perubahan
temperatur cairan dalam labu tidak terlalu besar, dan konstanta
kesetimbangan uap-cair dapat dinyatakan sebagai : y = Kx,
sehingga persamaan (9) dapat dengan mudah diselesaikan
menjadi:
ln

Wo
x
1
=
ln o
W
K1
x

( )

( )

.(10)
Untuk campuran biner, hubungan kesetimbangan dapat
dinyatakan dengan koefisien volatillitas relative (). Jika koefisien
volatillitas relatif ini dapat dianggap tetap selama operasi, maka
integrasi persamaan adalah :

ln

x
1
1x
ln ( )+ ln
( WW )= 1
(
[ x 1x )]
o

.(11)
4.4.

Aplikasi Industri
Distilasi batch

lebih

dari

sekedar

proses

dalam

laboratorium. Distilasi batch digunakan secara luas pada industriindustri kimia dan farmasi.
Distilasi batch dipakai saat:
a. Kapasitas

operasi

suatu

proses

terlalu

kecil

untuk

memungkinkan pengoprsian secara kontinu yang ekonomis.


Pemompaan, pemipaan, instrumentasi dan peralatan tambahan
lainnya biasanya memiliki kapasitas operasi minimum. Unitunit skala kecil akan mahal untuk dibuat atau dioperasi.
b. Jumlah ataupun komposis umpan suatu proses sangat berfluasi.
Pengoperasian peralatan batch biasanya lebih fleksibel dari
pada peralatan kontinu.
c. Umpan mengandung padatan tersuspensi atau bahan yang
korosif.

Peralatan

batch

biasanya

lebih

mudah

untuk

dibersihkan dan dirawat dari pada kolom distilasi kontinu.


Alasan (1) menjelaskan penggunaan yang luas dari peralatan
batch dalam pabrik-pabrik kecil, sementara alas an (2) dan (3)
menjelaskan kenapa proses batch juga digunakan dalam pabrikpabrik dengan kapasitas operasi besar, sedangkan keunggulan
peralatan batch dalam proses pengambilan solven multi guna atau
dalam pabrik uji coba (pilot plant) karena fleksibelnya dan
pertimbangan biaya.
Di dalam industri dari suatu distilasi batch sering diambil
dalam bentuk fraksi-fraksi terpisah atau cuts

sehingga ketel

distilasi atau condenser total sering kali dilengkapi dengan lebih


dari satu tangki pengumpul distilat. Steam yang mengalir melalui

coil dalam ketel atau lewat jaket yang menyelubungi ketel


memberikan suplai panas yang dibutuhkan untuk menguapkan isi
ketel. Pada instalasi-instalasi yang sudah lama atau yang berskala
kecil, pemindahan arus distilat dari satu penampung ke penampung
yang lain dilakukan secara manual dan sebuah kacapenglihat
digunakan untuk mengetahui kapan pemindahan harus dilakukan.
Dewasa ini unit-unit distilasi batch menggunakan suhu atau indeks
bias sebagai indicator pemindahan dari tangki penampung satu ke
yang lain.

V.

PROSEDUR KERJA
V.1. Membuat Kurva Kalibrasi
Membuat campuran larutan dengan kosntrasi berbeda yaitu:
Etanol (ml)
Aquadest (ml)

30

25

20

15

10

10

15

20

25

30

Menghitung densitas masisng-masing larutan dengan menggunakan


piknometer

V.2. Destilasi
Membuat campuran etanol-air sebanyak 5.000 ml .
Mengukur densitas umpan yang digunakan dengan menggunakan
piknometer. Lalu memasukkan ke dalam labu destilasi.
Melakukan destilasi dengan alat destilasi secara satu tahap.
Menyalakan pengaduk, pemanas, dan refluks air pendingin.
Pada saat suhu mencapai suhu setting 78oC , suhu pemanas dikurangi.
Pada saat tebentuk destilat, mencatat suhu secara pediodik.
Menampung produk destilat hingga volumenya mencapai 50 ml ,lalu
menjaga suhu agar tidak lewat dari 78oC .
Mengukur densitas produk destilat yang diperoleh dari proses destilasi.
Menghitung volume destilat serta residu yang diperoleh dari hasil
destilasi.

No
VI.
1
2
3
4
5
6
7

Campuran
Volume Air
Volume Etanol
(mL)
(mL)
0
30
5
25
10
20
15
15
20
10
25
5
30
0
PENGAMATAN
5.1.
Data kalibrasi campuran etanol

Berat
Pikno+sampel DATA
(gram)
36,8395
38,0931
39,3390
40,2239
41,0290
41,6281
42,2260

Volume piknometer+aquadest = 42,2255 gram


Berat Piknometer kosong
= 16,9420 gram
Berat piknmeter +feed
= 41,1088 gram
Berat piknometer+destilat
= 38,1906 gram
Berat piknometer+residu
= 41,3850 gram
Volume feed
= 4950 mL
Volume destilat
= 685 mL
Volume residu
= 4261 mL
0
Berat Jenis Aquadest suhu 32 C= 0,997 gram/mL

VII.

PERHITUNGAN
6.1.
Pembuatan Kurva Kalibrasi
6.1.1.
Volume Piknometer
Berat aquadest = (Berat piknometer+aquadest) (Berat
piknometer kosong)
= (42,2255 16,9420) gram
= 25,2835 gram
Volume Aquadest =

berat aquadest
berat jenis aquadest suhu 320 C

25,2835 gram
0,997 gram/mL

25,3596 mL

Volume piknometer = Volume Aquadest = 25,3596 mL


6.1.2.

Berat Jenis Sampel Kalibrasi


Untuk sampel kalibrasi dengan 0 mL aquadest dan 30 mL
etanol
Berat sampel

= (Berat piknometer+sampel) (Berat


piknometer kosong)
= (36,8395 16,9420) gram
= 19,8975 gram

Berat Jenis Sampel=

berat sampel
Volume piknometer

19,8975 gram
25,3596 mL

0,7846 gram /mL


Dengan menggunakan cara yang sama, dapat diketahui data
sampel kalibrasi lainnya pada Tabel.1
Tabel.1
N
o

Campuran
Volume Volume
Aquades
(mL)

Etanol
(mL)

Pikno

Berat Sampel
Pikno

+sampel
(gram)

kosong
(gram)

Volume

sampel

Pikno

Sampel

(gram)

(mL)

(g/mL)

1
2
3
4
5
6
7

0
5
10
15
20
25
30

30
25
20
15
10
5
0

36,8395
38,0931
39,3390
40,2239
41,0290
41,6281
42,2260

16,9420
16,9420
16,9420
16,9420
16,9420
16,9420
16,9420

19,8975
21,1511
22,3970
23,2819
24,0870
24,6861
25,2840

25,3596
25,3596
25,3596
25,3596
25,3596
25,3596
25,3596

I.1.1. Fraksi mol sampel kalibrasi


Untuk sampel kalibrasi dengan 0 mL aquadest dan 30 mL etanol
berat sampel
mol Sampel=
BM etanol

19,8975 gram
46 gram /gmol

0,4326 gmol

Dengan menggunakan cara yang sama, dapat diperoleh data


sampel kalibrasi lainnya pada Tabel.2
Tabel.2
Campuran
N

Volume

Volume

Aquadest

Etanol

1
2
3
4
5
6
7

(mL)
0
5
10
15
20
25
30

Berat

BM

sampel

Etanol

(gram)

(g/gmol)

(mL)
30
19,8975
25
21,1511
20
22,3970
15
23,2819
10
24,0870
5
24,6861
0
25,2840
jumlah mol sampel (gmol)

46
46
46
46
46
46
46

mol
sampe
l
(gmol)
0,4326
0,4598
0,4869
0,5061
0,5236
0,5367
0,5497
3,4953

Untuk sampel kalibrasi dengan 0 mL aquadest dan 30 mL etanol


Fraksimol (x)=

mol sampel
jumlah mol sampel

0,7846
0,8340
0,8832
0,9181
0,9498
0,9734
0,9970

0,4326 gmol
3,4953 gmol

0,1238

Sedangkan untuk data sampel kalibrasi lainnya dapat dilihat pada


Tabel.3
Tabel.3
Campuran

mol

Jumla

Volume

Volume

sampe

h mol

Air

Etanol

sampel

(mL)

(mL)

(gmol)

(gmol)

30

0,4326

3,4953

25

0,4598

3,4953

10

20

0,4869

3,4953

15

15

0,5061

3,4953

20

10

0,5236

3,4953

25

0,5367

3,4953

30

0,5497

3,4953

Fraksi
mol
(x)
0,123
8
0,131
5
0,139
3
0,144
8
0,149
8
0,153
5
0,157
3

Selanjutnya, dibuat kurva kalibrasi hubungan antara fraksi mol vs


densitas sampel pada Grafik.1
Grafik.1

1.050
1.000
0.950
0.900
Berat Jenis (g/mL) 0.850
0.800
0.750
0.700
0.12 0.13 0.13 0.14 0.14 0.15 0.15 0.16 0.16
Fraksi mol (x)

6.2.

Penentuan Fraksi Mol Feed (F), Residu (R), dan Destilat (D) secara
praktik
6.2.1.
Berat Jenis Feed (BJF), Residu (BJR), dan Destilat (BJD)
Berat Feed = (Berat piknometer+Feed) (Berat piknometer
kosong)
= (41,1088 16,9420) gram
= 24,1668 gram
BJ F =

Berat feed
Volume piknometer
24,1668 gram
25,3596 mL

0,9530 g /mL

Berat Residu = (Berat piknometer+Residu) (Berat


piknometer kosong)
= (41,3850 16,9420) gram
= 24,443 gram
Berat residu
BJ R =
Volume piknometer

24,443 gram
25,3596 mL

0,9639 g /mL

Berat Destilat = (Berat piknometer+Destilat) (Berat


piknometer kosong)
= (38,1906 16,9420) gram
= 21,2486 gram
BJ D =

Berat destilat
Volume piknometer

21,2486 gram
25,3596 mL

0,8379 g /mL
6.2.2.

Fraksi mol teori


Untuk menentukan fraksi mol praktek untuk feed (XF ), residu
(XR), dan destilat (XD) dilakukan ploting pada kurva kalibrasi
dengan menggunakan densitas masing-masing dan dapat
dilihat pada grafik.2

Grafik.2

Kurva Kalibrasi
1.050
1.000
0.950
0.900
Berat Jenis (g/mL) 0.850
0.800
0.750
0.700
0.120

0.130

0.140

0.150

Fraksi mol (x)

Dari hasil ploting tersebut diperoleh fraksi mol sebagai berikut :


Tabel.4

Feed (F)
Residu (R)
Destilat (D)
6.3.

Volume
V (mL)
4950
4261
685

Berat Jenis
BJ (g/mL)
0,9530
0,9639
0,8379

Fraksi mol Praktek


(Xteori)
0,150
0,152
0,132

Penentuan Fraksi Mol Feed (F), Residu (R), dan Destilat (D) secara
teori
6.3.1.

Feed
Dengan menggunakan basis perhitungan 100 gmol diperoleh
sebagai berikut :
Mol C2H5OH
= XF teori x 100 gmol
= 0,150 x 100 gmol
= 15 gmol
Mol H2O
= (100 15) gmol
= 85 gmol
Volume C2 H 5 OH =mol C2 H 5 OH x
15 gmol x

BM C 2 H 5 OH
BJ Feed

46 g/ gmol
0,9530 g/mL

0.160

724,0294 mL

Volume H 2 O=mol H 2 O x

BM H 2 O
BJ H O
2

85 gmol x

18 g/ gmol
0,997 g /mL

1534,6038 mL
Volume Total

= Volume C2H5OH + Volume H2O


= (724,0294 + 1534,6038) mL
= 2258,6332 mL

Fraksi volume komponen feed (XV Feed) sebagai berikut :


Volume C 2 H 5 OH
X V C 2 H 5 OH =
Volume Total

724,0294 mL
2258,6332 mL

0,3206

X V H 2 O=1 X V C 2 H 5 OH
10,3206
0,6794

Untuk mol komponen Feed sebagai berikut :


mol C 2 H 5 OH= X V C2 H 5 OH x V Feed x

BJ Feed
BM C 2 H 5 OH

0,3206 x 4950mL x
32,8779 gmol

mol H 2 O=X V H 2 O x V Feed x

BJ H O
BM H 2 O
2

0,9530 g /mL
46 g /gmol

0,6794 x 4950 mL x

0,997 g/mL
18 g /gmol

186,2745 gmol

mol Total (F)

= mol C2H5OH + mol H2O


= (32,8779 + 186,2745) gmol
= 219,1524 gmol

Untuk Fraksi mol Feed teori ( XF teori) :


mol C 2 H 5 OH
X F=
mol total

32,8779 gmol
219,1529 gmol

0,150
6.3.2.

Residu
Dengan menggunakan basis perhitungan 100 gmol diperoleh
sebagai berikut :
Mol C2H5OH
Mol H2O

= XR teori x 100 gmol


= 0,152 x 100 gmol
= 15,2 gmol
= (100 15,2) gmol
= 84,8 gmol

Volume C2 H 5 OH =mol C2 H 5 OH x
15,2 gmol x

BM C 2 H 5 OH
BJ Residu

46 g/ gmol
0,9639 g/mL

725,3864 mL

Volume H 2 O=mol H 2 O x

BM H 2 O
BJ H O
2

84,8 gmol x

18 g/ gmol
0,997 g /mL

1530,9930 mL

Volume Total

= Volume C2H5OH + Volume H2O


= (725,3864 + 1530,9930) mL
= 2256,3794 mL

Fraksi volume komponen residu (XV Residu) sebagai berikut :


Volume C 2 H 5 OH
X V C 2 H 5 OH =
Volume Total

725,3864 mL
2256,3794 mL

0,3215

X V H 2 O=1 X V C 2 H 5 OH
10,3215
0,6785

Untuk mol komponen Residu sebagai berikut :


mol C 2 H 5 OH= X V C2 H 5 OH x V Residu x

BJ Residu
BM C 2 H 5 OH

0,3125 x 4261 mL x

0,9639 g/mL
46 g/ gmol

28,7056 gmol

mol H 2 O=X V H 2 O x V Residu x

BJ H O
BM H 2 O
2

0,6794 x 4261mL x

0,997 g /mL
18 g/ gmol

160,1342 gmol
mol Total (R)

= mol C2H5OH + mol H2O


= (28,7056 + 160,1342) gmol
= 188,8398 gmol

Untuk Fraksi mol Residu teori ( XR teori) :


mol C 2 H 5 OH
X R=
mol total

28,7056 gmol
188,8398 gmol

0,152

I.1.2. Destilat
Dengan menggunakan basis perhitungan 100 gmol diperoleh
sebagai berikut :
Mol C2H5OH

= XD teori x 100 gmol


= 0,132 x 100 gmol
= 13,2 gmol
= (100 13,2) gmol
= 86,8 gmol

Mol H2O

Volume C2 H 5 OH =mol C2 H 5 OH x
13,2 gmol x

BM C 2 H 5 OH
BJ Desti lat

46 g/ gmol
0,8379 g/mL

724,6688 mL

Volume H 2 O=mol H 2 O x

BM H 2 O
BJ H O
2

86,8 gmol x

18 g/ gmol
0,997 g /mL

1567,1013 mL

Volume Total

= Volume C2H5OH + Volume H2O


= (724,6688 + 1567,1013) mL
= 2291,7701 mL

Fraksi volume komponen destilat (XV Destilat) sebagai berikut :


Volume C 2 H 5 OH
X V C 2 H 5 OH =
Volume Total

724,6688 mL
2291,7701 mL

0,3162
X V H 2 O=1 X V C 2 H 5 OH

10,3162

0,6838
Untuk mol komponen Destilat sebagai berikut :
mol C 2 H 5 OH= X V C2 H 5 OH x V Destilat x

BJ Destilat
BM C2 H 5 OH

0,3162 x 685 mL x

0,8379 g /mL
46 g /gmol

3,9454 gmol
mol H 2 O=X V H 2 O x V Destilat x

BJ H O
2

BM H 2 O

0,6838 x 685 mL x

0,997 g/ mL
18 g /gmol

25,9443 gmol

mol Total (R)

= mol C2H5OH + mol H2O


= (3,9454 + 25,9443) gmol
= 29,8897 gmol

Untuk Fraksi mol Destilat teori ( XD teori) :


mol C 2 H 5 OH
X D=
mol total

3,9454 gmol
29,8897 gmol

0,132
I.1.3. Neraca Massa
Feed
= Residu + Destilat
F . XF
= (R . XR ) + (D . XD)
219,1524 gmol . 0,150 = (188,8398 gmol x XR) + (29,8897 gmol
x 0,132)
32,8729 gmol
188,8398 gmol XR
XR teori
XR teori

= (188,8398 gmol x XR + 3,9454) gmol


= (32,8729 - 3,9454) gmol
= 28,9275 gmol/188,8398 gmol
= 0,1531

VII.

PEMBAHASAN

VIII.
IX.

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai