Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Proses pemisahan dalam industri kimia untuk memperoleh suatu
bahan dengan kemurnian tertentu diantaranya destilasi atau absorbsi yang
dalam prosesnya menggunakan suatu menara dengan plate atau bahan isian.
Menara isian yaitu menara dengan bahan isian yang memiliki luas
perpindahan massa uap satuan volume lebih besar daripada jenis yang lain,
sehingga sangat menguntungkan bila digunakan dalam proses pemisahan
yang menginginkan hasil kemurnian yang tinggi.
Mengingat semakin meningkatnya pemakaian operasi pemisahan
dalam dunia industri, maka perlu dilakukan percobaan HETP agar
pemahaman terhadap proses pemisahan khususnya destilasi dapat
ditingkatkan. Masalah yang dipelajari adalah mengetahui pengaruh tinggi
bahan isian terhadap perubahan komposisi yang sama dengan perubahan
yang dihasilkan oleh dua plat teoritis yang berurutan. Percobaan ini sedikit
banyak akan bermanfaat sebagai bekal untuk menghadapi suatu
permasalahan dalam industri. Terutama yang menyangkut pertimbangan
pemilihan jenis menara yang akan dipergunakan berdasarkan segi teknis,
ekonomis, efektivitas dan sebagainya.

1.2. Tujuan
a. Membuat larutan biner (alcohol dan air) dengan berbagai konsentrasi.
b. Mengukur kadar alkohol melalui pengukuran berat jenis.
c. Merangkai peralatan distilasi batch yang dilengkapi dengan isian
(packing).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Dasar-Dasar Distilasi


Distilasi adalah cara pemisahan komponen dari komponen lain dalam
larutan yang homogen berdasar perbedaan titik didih antara komponen
yang akan dipisahkan dengan komponen lainnya. Komponen yang ingin
dipisahkan atau ditingkatkan konsentrasinya disebut solute, dan paling
volatile karena mempunyai titik didih yang paling rendah dibandingkan
komponen yang lain. Syarat-syarat pemisahan dengan distilasi supaya
mendapatkan hasil yang opimamal dan ekonomis adalah : disamping ada
perbedaan titik didih atau perbedaan tekanan uap murni, juga mempunyai
sifat penguapan relatif (relative volatility, α ) yang tinggi, serta tidak
membentuk campuran azeotrop. Makin besar harga α, makin baik dan
makin mudah komponen tersebut dipisahkan dengan cara distilasi,
demikian pula scbaliknya makin kecil harga α, pemisahan dengan cara
distilasi tidak ekonomis dilakukan.
1.1.1. Relative Volatility
Dalam larutan biner relative volatility (α) didefinisikan sebagai
perbandingan konsentrasi A dan B dalam fase uap dibanding
perbandingan konsentrasi A dan B dalam 1ase cairan, atau dapat
juga didefinisikan sebagai perbandingan tekanan uap murni A dan
tekanan uap murni B pada temperatur yang sama.
y A/ yB
α= ……………………………………………….(1)
x A/ xB
PA
α= …………………………………………………..(2)
PB
Dimana:
y A dan y B adalah fraksi komponen A dan B dalam fase uap
x A dan x B adalah fraksi komponen A dan B dalam fase cairan
P A adalah tekanan uap murni komponen A
PB adalah tekanan uap murni komponen B
Berlaku:
x A + x B = 1 ………………...…………………………..(3a)
y A + y B = 1 …………………………………………….(3b)

Hubungan antara fraksi komponen A dalam fase uap dan fraksi


komponen A dalam fase cair didapat dengan cara mensubtitusikan
x B dan y B dari pers.(3a) dan (3b) ke dalam pers.(1)
α xA
y A= ………………………………………….(4)
1+(α −1)x A

Persamaan (4) dapat digunakan untuk melukis kurva setimbang y vs


x,apabila harga α diketahui.
Dari hukum Dalton: bahwa tekanan total sama dengan jumlah

n
tekanan parsiel komponen-komponen penyusunnya. p=∑ p i .
1

Untuk sistem biner,maka:


P= P A + P B…………………………………….…………(5)
Dimana :
P adalah tekanan total
P A dan PB adalah tekanan parsiel komponen A dan B

Dari hokum Raoult menyatakan bahwa tekanan parsiel berbanding


langsung dengan tekanan uap murni dan fraksi komponen yang
bersangkutan:
Pi = Pi x i …………………………………………….…. (6)
Dimana:
Pi adalah tekanan uap murni komponen i
Hukum Raoult mendekati benar apabila harga fraksi x i besar. Untuk
harga-harga x i rendah, hubungan linear antara tekanan parsial(P) dan
x dirumuskan dengan menggunakan faktor perbandingan yaitu suatu
konstanta yang disebut konstanta Henry (H) dan bukan tekanan uap
murni zat. Untuk zat cair A yang terlarut pada pelarut B, hukum
Henry ditulis sebagai berikut
Pi =H x i……………………………………………..…(7)
Mengikuti Hukum Raoult,persamaan (5) menjadi:
P = P A x A + PB x B = P A x A + PB (1- x A ¿…………………(8)
P = P A x A + PB - PB x A
P - PB = x A ( P A −PB )
P−P B
x A= ………………………………………… (9)
P A −PB

Fraksi mol komponen A dalam fase uap: y A =mol (A)/mol(total)


PA PA x A
y A= =
P P
PA
y A= x A ………………………………………….(10)
P

Persamaan (9) dan (10) dapat digunakan untuk membuat kurva


setimbang y vs x.

1.1.2. Kesetimbangan Uap-Cairan Larutan Biner


Cairan mengandung komponen A dan B membentuk campuran
biner,di mana A lebih volatile dibanding B. Baik cairan maupun uap
yang terjadi,keduanya mengandung komponen A dan B pada kondisi
kesetimbangan uap-cair(uap jenuh dan cair jenuh) pada temperature
didihnya yaitu t1. Apabila dipisahkan menjadi uap jenuh sebrat V1
dengan fraksi A dalam uap y A 1 dan cairan jenuh seberat L1 dengan
fraksi A dalam fase cair x A 1. Pada kondisi akhir ini menunjukkan
hubungan konsentrasi A mula-mula ( x A 0), konsentrasi A dalam fase
cairan ( x A 1), dan konsentrasi A dalam fase uap ( y A 1) sebagai berikut:
y A 1 > x A 0 > x A 1. Rangkaian proses ini merupakan proses distilasi satu
tahap (single stage distillation). Dari sistem pada gambar 2,dapat
disusun neraca massa dan neraca panas sebagai berikut:
Neraca massa total:
L0=V 1 + L1 ……………………………………………. (11)
Neraca massa komponen A:
L0 x A 0=+ L1 x A 1 …………………………………………(12)
Neraca panas:
Kandungan panas cairan mula-mula + Q1 + Q2 = kandungan panas
uap yang terjadi + kandungan panas cairan sisa.
L0 H 0+ L0 C P (t BP - t 0) + V 1 λ = V 1 H 1 + L1 h1 ………… (13)
Dimana:
H0 = Enthalpy cairan mula-mula pada temperature t0
H1 = Enthalpy uap jenuh (campuran komponen A dan B) pada
temperature t1
h1 = Enthalpy cairan jenuh (campuran komponen A dan B) pada
temperature t1
Cp = Kapasitas panas cairan
λ = Panas laten penguapan (campuran komponen A dan B)
tergantung pada komposisi cairan.
1.1.3. Diagram Temperatur-Komposisi
Diagram Temperatur-Komposisi untuk campuran biner menunjukkan
hubungan antara temperature (temperature titik didih campuran,
temperature titik embun campuran,temperature campuran) dengan
komposisi campuran biner (A dan B), seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2. Pada zat murni atau zat tunggal,titik didih atau titik embun
zat tersebut hanya berfungsi pada tekanan sistem(tekanan total) saja.
Namun untuk campuran(contoh larutan biner) bahwa titik didih atau
titik embunnya adalah fungsi tekanan sistem dan komposisi cairan
tersebut. Terdapat 3 daerah yang menunjukkan kondisi suatu
campuran:
a. Derah dibawah kurve buble point,menunjukkan bahwa campuran
berwujud cair pada temperaturdibwah titik didih campurannya.
b. Daerah antara 2 kurve buble point dan dew point. Apabila
campuran berada di daerah ini, maka berwujud campuran antara
fase uap dan fase cair dengan perbandingan berat uap/cair
tergantung pada letak campuran tersebut.
c. Daerah di atas kurva dew point. Apabila campuran berada di
daerah ini,maka campuran berwujud uap lewat panas.
1.2. Distilasi Sederhana (differential distillation)
Distilasi diferensial merupakan distilasi batch, yang menunjukkan hubungan
antara fraksi komponen A dalam uap (yA), fraksi komponen A dalam cairan
(xA), dan berat cairan sisa dalam labu (L), dimana berat cairan L ini
merupakan fungsi dari waktu, seperti ditunjukkan pada gambar 4.
Gambar 4. Distilasi Batch (differential distillation)

Distilasi batch adalah proses distilasi yang unsteady state, karena komposisi
dan jumlah masadalam cairan maupun distilat selalu berubah seiring dengan
perubahan waktu. Semakin panjang waktu, fraksi komponen A (komponen
yang lebih volatile) dalam cairan semakin menurun, sedangkan fraksi
komponen B semakin besar. Demikian pula massa cairan yang diuapkan
semakin lama semakin berkurang. Hal yang sama terjadi pada distilat,
semakin panjang waktu, fraksi komponen A dalam distilat semakin besar.

1.3. Distilasi Differential (batch) Dengan Reflux


Distilasi batch dengan reflux, pada dasarnya sama dengan distilasi batch
biasa, hanya perbedaannya ada reflux, di mana sebagian kondensat
dikembalikan lagi melalui puncak kolom distilasi. Labu yang berisi umpan
dan bagian atasnya berupa kolom berisi isian (packing) dapat dianggap
sebagai kolom rektifikasi (rectifying section). Oleh sebab itu distilasi cara
ini dikenal dengan nama rectifying batch distillation. Labu yang berisi
umpan dapat dianggap sebagai reboiler dan merupakan satu tahap (stage)
kesetimbangan. Perbandingan antara massa distilat yang dikembalikan ke
kolom distilasi dengan massaberisi 1s1anLdistilat yang dipungut sebagai

L
hasil disebut relux ratio (R), di mana: R =
D
1.4. Kolom Distilasi Menggunakan Isian (packing)
Dalam distilasi kontinyu, proses terjadinya kesetimbangan uap-cair
merupakan faktor yang sangat penting. Ambil sistem campuran yang
Sederhana yaitu larutan biner yang mengandung komponen A dan B, almana
Komponen A lebih volatile dibanding B. Disini terjadi perbedaan antara
konsentrasi Komponen A dalam lase cair (xA) dengan konsentrasi komponen
A dalam fase uap (yA) Karena ada konsentrasi komponen A sebesar ΔxA yang
menguap terikut fase uap. Untuk mendapatkan konsentrasi A yang besar
dalam lase uap atau kemurnian A yang tinggi, perlu dilakukan kontak berkali-
kali (multi stage). Pada proses kontak cairan dan uap terjadi perpindahan
massa secara difusi antar fase dari komponen yang ada Laju perpindanan
massa berbanding langsung dengan: 1) driving force (beda konsentrasi fase
cair atau uap dengan konsentrasi dalam kondisi kesetimbangannya), dan 2)
konstanta pembanding yang disebut koefisien Perpindahan Massa (Kya).
Harga koefisien perpindahan massa terganung pada packimg yenis, demensı,
luas permukaan), temperatur, dan hidrodinamika fluidanya. Jenis-jenis
packing seperti yang ditunjukkan pada Gambar A (dalam lampiran).
BAB III
PELAKSANAAN PERCOBAAN

3.1 Bahan-bahan
- Aquadest : 250 ml
- Alkohol : 350 ml
Alat-alat
- Seperangkat peralatan destilasi batch
- Gelas ukur
- Labu ukur
- Beaker glass
- Alat penimbang
- Thermometer

3.2 Gambar Alat

Gambar 6. Bagan Peralatan Praktikum Distilasi Batch


3.3 Cara Kerja
Langkah persiapan
1. Periksa dan pastikan tidak ada kebocoran (selang/pipa, sambungan,
keran-keran) pada rangkaian peralatan distilasi, dan pastikan peralatan
bersih bebas dari lemak.
2. Menyiapkan larutan alcohol 96% sebanyak 350 ml. timbang larutan
tersebut sehingga diketahui berat mula-mula.
3. Dengan bantuan corong, tuangkan larutan alcohol tersebut ke dalam
labu distilasi, kemudian tutup dengan penyumbat.
4. Kerjakan kelengkapan data pengukuran, pencatatan, dan penimbangan
sebagaimana tertera pada Form A.
Langkah percobaan
1. Hidupkan pemanas listrik untuk memanasi larutan alcohol dalam labu
distilasi.
2. Buka kran air untuk mengalirkan air pendingin ke kondensor distilasi.
3. Atur kran reflux pada bukaan setengah sehingga kondensat yang kembali
ke kolom berbanding distilat 1:1.
4. Setelah larutan alcohol dalam labu mendidih, catat temperature cairannya
dan temperature pada atas kolom. Periode pencatatan temperature isi
sesuai form A.
5. Setelah ada hasil distilat yang menetes, lakukan sampling cairan pada
labu dan cairan pada distilat. Periode pencatatan sampling ikuti sesuai
form A.
6. Analisis kadar alcohol masing-masing sample (yang diperoleh dari
langkah 5).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Percobaan


Jenis packing : Raching ring
Kadar etanol mula-mula : 96%

Waktu pencatatan/ sampling (menit)


Parameter
15 35 55 75 95
Temperatur (0C)
78 79 80 80 82
- Cairan dalam labu
- Atas kolom 52 50 53 51 51
Volume etanol
- Ml etanol 6 20 20 15 15,5

Data:
- Temperatur didih mula-mula : 780C
- Cairan mula-mula : 600 ml
 Etanol = 350 ml
Densitas = 0,7824 gr/ml
Kadar = 98%
 Campuran (etanol+aquadest) = 600 ml
Densitas = 0,9164 gr/ml
Kadar = 45,22 %
- Cairan akhir : 400 ml
 Destilat
Densitas = 0,7956 gr/ml
Kadar = 95%
 Rafinat
Densitas = 0,9208 gr/ml
Kadar = 41,4%

4.2 Pembahasan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan selama proses distilasi
berlangsung diambil sampling destilat pada setiap waktu 20 menit. Hasil
destilat pada sampling jumlahnya berbeda-beda karena temperaturnya tidak
terjaga. Temperature didih mula-mula adalah 780C. Campuran umpan,
destilat dan rafinat diukur densitasnya dan dicari kadarnya dari tabel Perry
2-111. Untuk umpan yang digunakan adalah etanol murni dengan kadar
98% yang kemudian dicampur dengan aquadest sehingga memiliki densitas
0,9164 gr/ml dan kadar etanol menjadi 45,22%. Setelah proses distilasi
berlangsung diperoleh hasil destilat dengan densitas 0,7956 gr/ml dan
diperoleh kadar 95%. Sedangkan pada rafinat memiliki densitas 0,9208
gr/ml dan diperoleh kadar 41,4%.
Kadar etanol akhir lebih sedikit dari pada kadar etanol murni pada
umpan. Hal ini disebabkan karena temperatur cairan dalam labu melebihi
titik didih etanol sehingga ada aquadest yang ikut teruapkan dan menjadi
destilat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Kadar etanol akhir lebih sedikit dari pada kadar etanol murni pada
umpan. Hal ini disebabkan karena temperatur cairan dalam labu melebihi
titik didih etanol sehingga ada aquadest yang ikut teruapkan dan menjadi
destilat. Umpan yang digunakan memiliki kadar 98% setelah proses distilasi
berlangsung kadar etanol pada distilat menjadi 95% dan kadar etanol pada
rafinat sebesar 41.4%.

5.2. Saran
1. Pada saat merangkai alat harus dicek jangan sampai ada yang bocor.
2. Pada saat proses distilasi temperature cairan dalam labu harus dijaga
sesuai dengan titik didih etanol agar hasil yang diperoleh murni etanol.
DAFTAR PUSTAKA

Brown G.G “Unit Operation” Modern Asia Edition, 1978. John Willey and Sons
Inc. New York.
Fuoust A.S,Weneal L.A, Means L and Anderson L.B “Principles of unit
Operation” 1980, John Willey and Sons Inc. New York.
Mc. Cabe W.L ang Smith I.C, “Unit Operation Of Chemical Engineering” 5 th
edition 1993, Mc. Graw Hill Kogakusha,Tokyo.
Perry R.H, Green D.W and Maloney L.D, Perry’s Chemical Engineering Hand
Book”, 6th edition 1994. Mc. Graw Hill Book Company New York.
Staf Laboratorium OTK, “Buku Petunjuk Praktikum Operasi Teknik Kimia”,
2005, Laboratorium Operasi Teknik Kimia Fakultas Teknik UNTAG
Semarang.
LAMPIRAN

1. Menentukan densitas cairan mula-mula


a. Densitas ethanol
Berat piknometer kosong = 19,92 gram
Berat piknometer + ethanol = 39,48 gram
Berat ethanol = 19,56 gram
19,56 gram
Densitas ethanol = = 0,7824 gr/ml
25 ml
b. Densitas aquadest
Berat piknometer kosong = 20,49 gram
Berat piknometer + aquadest = 45,69 gram
Berat aquadest = 25,2 gram
25,2 gram
Densitas aquadest = = 1,008 gr/ml
25 ml
c. Densitas campuran
Berat piknometer kosong = 16,93 gram
Berat piknometer + campuran = 39,84 gram
Berat campuran = 22,91 gram
22,91 gram
Densitas campuran = = 0,9164 gr/ml
25 ml

2. Menentukan densitas cairan akhir


a. Densitas destilat
Berat piknometer kosong = 17,06 gram
Berat piknometer + destilat = 36,95 gram
Berat destilat = 19,89 gram
19,89 gram
Densitas destilat = = 0,7956 gr/ml
25 ml
b. Densitas rafinat
Berat piknometer kosong = 19,92 gram
Berat piknometer + rafinat = 42,94 gram
Berat rafinat = 23,02 gram
23,02 gram
Densitas rafinat = = 0,9208 gr/ml
25 ml

3. Menentukan kadar ethanol.


a. Kadar etanol murni.
Densitas etanol murni = 0,7824 gr/ml
Dari Perry, tabel 2-111 didapat :
Kadar (%) Densitas (gr/ ml)
96 0,78831
X 0,7824
99 0, 77946
Dengan cara interpolasi akan didapat kadar (X) :
0,77946−0,78831 99−96
=
0,7824−0,78831 x −96
X = 98
b. Kadar Umpan (ethanol+aquadest)
Densitas umpan = 0,9164 gr/ ml
Dari Perry, tabel 2-111 didapat :
Kadar (%) Densitas (gr/ ml)
44 0,91910
X 0,9164
49 0,90805
Dengan cara interpolasi akan didapat kadar (X) :
0,90805−0,91910 49−44
=
0,9164−0,91910 x−44
X = 45,22
c. Kadar Destilat
Densitas destilat = 0,7956 gr/ ml
Dari perry, tabel 2-111 didapat :
Kadar (%) Densitas (gr/ ml)
94 0,79835
X 0,7956
97 0,78981
Dengan cara interpolasi akan didapat harga kadar (X) :
0,78981−0,79835 97−94
=
0,7956−0,79835 x −94
X = 95
d. Kadar Rafinat
Densitas residu = 0,9208 gr/ ml
Dari Perry, tabel 2-111 didapat :
Kadar (%) Densitas (gr/ ml)
38 0,92808
X 0,9208
42 0,91952
Dengan cara interpolasi akan didapat kadar (X) :
0,91952−0,92808 42−38
=
0,9208−0,92808 x −38
X = 41,4
4. Menentukan Fraksi mol ethanol dalam masing – masing komponen
a. Dalam etanol murni
98
46
XE =
98 ( 100−98 )
+
46 18
= 95
b. Dalam umpan
45,22
46
XF =
45,22 ( 100−45,22 )
+
46 18
= 24,41
c. Dalam destilat
95
46
XD =
95 ( 100−95 )
+
46 18

= 88
d. Dalam residu
41,4
46
XR =
41,4 ( 100−41,4 )
+
46 18
= 21,6

Anda mungkin juga menyukai