Sekilas Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan
Sekilas Tentang Mutu Pelayanan Kesehatan
Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan yang pantas dan sesuai (yang
berhubungan dengan standar-standar) dari suatu intervensi yang diketahui aman, yang
dapat memberikan hasil kepada masyarakat yang bersangkutan dan yang telah
mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan dan
ketidakmampuan dan kekurangan gizi (Eko, 2001).
Setiap orang akan menilai mutu layanan kesehatan berdasarkan dengan standar dan
kriteria yang berbeda-beda. Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian mutu
layanan kesehatan adalah karena mutu layanan kesehatan itu sangat melekat dengan
faktor- faktor subyektif orang yang berkepentingan, baik pasien/klien, pemberi layanan
kesehatan (provider), penyandang dana masyarakat, ataupun pemilik sarana layanan
kesehatan. Tetapi dalam bab ini hanya akan ditampilkan dua perspektif menurut S.
Pohan yaitu perspektif dari pasien/masyarakat dan perspektif dari pemberi layanan
kesehatan (provider) (Eko, 2001).
Perspektif pasien/masyarakat
Pasien/masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan
kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan
dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu
menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya
penyakit. Pandangan pasien/masyarakat ini sangat penting karena pasien yang merasa
puas akan mematuhi pengobatan dan mau datang berobat kembali.
Dimensi mutu layanan kesehatan yang berhubungan dengan kepuasan pasien dapat
mempengaruhi
kesehatan
masyarakat
dan
kesejahteraan
masyarakat.
Pasien/masyarakat sering menganggap bahwa dimensi efektifitas, akses, hubungan
antar manusia, kesinambungan, dan kenyamanan sebagai suatu dimensi mutu layanan
kesehatan yang sangat penting (Pohan, 2007).
Pemberi layanan kesehatan harus memahami status kesehatan dan kebutuhan
layanan kesehatan masyarakat yang dilayaninya dan mendidik masyarakat tentang
layanan kesehatan dasar dan melibatkan masyarakat dalam menentukan bagaimana
cara yang paling efektif menyelenggarakan layanan kesehatan. Masyarakat tidak akan
mampu menilai dimensi kompetensi teknis dan tidak mengetahui layanan kesehatan
apa yang dibutuhkannya. Agar dapat menjawab pertanyaan tersebut, perlu dibangun
suatu hubungan saling percaya antara pemberi layanan kesehatan atau provider
dengan pasien/masyarakat (Pohan, 2007).
Perspektif pemberi layanan (provider)
Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang
bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan
profesi dalam setiap melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan
mutakhir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu (Pohan,
2007).
Layanan kesehatan harus efektif, artinya harus mampu mengobati atau mengurangi
keluhan yang ada, mencegah terjadinya penyakit serta berkembangnya dan/atau
meluasnya penyakit yang ada. Efektifitas layanan kesehatan ini bergantung pada
bagaimana standar layanan kesehatan itu digunakan dengan tepat, konsisten, dan
sesuai dengan situasi setempat. Umumnya standar layanan kesehatan disusun pada
tingkat organisasi yang lebih tinggi, sementara pada tingkat pelaksana, standar layanan
kesehatan itu harus dibahas agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi setempat.
Dimensi efektivitas sangat berkaitan dengan dimensi kompetensi teknis, terutama
dalam pemilihan alternative dalam relative risk dan keterampilan dalam mengikuti
prosedur yang terdapat dalam standard layanan kesehatan.
4.Dimensi Efisiensi
Sumber daya kesehatan sangat terbatas. Oleh sebab itu, dimensi efisiensi sangat
penting dalam layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang efisien dapat melayani
lebih banyak pasien dan atau masyarakat. Layanan kesehatan yang tidak memenuhi
standar layanan kesehatan umumnya berbiaya mahal, kurang nyaman bagi pasien,
memerlukan waktu lama, dan menimbulkan resiko yang lebih besar kepada pasien.
Dengan melakukan analisis efisiensi dan efektivitas, kita dapat memilih intervensi yang
paling efisien.
5.Dimensi Kesinambungan
Dimensi kesinambungan layanan kesehatan artinya pasien harus dapat dilayani sesuai
kebutuhannya, termasuk rujukan jika diperlukan tanpa mengulangi prosedur diagnosis
dan terapi yang tidak perlu. Pasien harus selalu mempunyai akses ke layanan
kesehatan yang dibutuhkannya. Karena riwayat penyakit pasien terdokumentasi
dengan lengkap, akurat, dan terkini, layanan kesehatan rujukan yang diperlukan pasien
dapat terlaksana tepat waktu dan tepat tempat.
6.Dimensi Keamanan
Dimensi keamanan maksudnya layanan kesehatan itu harus aman, baik bagi pasien,
bagi pemberi layanan, maupun bagi masyarakat sekitarnya. Layanan kesehatan yang
bermutu harus aman dari risiko cedera, infeksi, efek samping, atau bahaya lain yang
ditimbulkan oleh layanan kesehatan itu sendiri.
7.Dimensi Kenyamanan
Dimensi kenyamanan tidak berhubungan langsung dengan efektivitas layanan
kesehatan, tetapi mempengaruhi kepuasan pasien/konsumen sehingga mendorong
pasien untuk datang berobat kembali ke tempat tersebut. Kenyamanan atau
kenikmatan dapat menimbulkan kepercayaan pasien kepada organisasi layanan
kesehatan. Jika biaya layanan kesehatan menjadi persoalan, kenikmatan akan
mempengaruhi pasien untuk membayar biaya layanan kesehatan. Kenyamanan juga
terkait dengan penampilan fisik layanan kesehatan, pemberi layanan, peralatan medis
dan non medis.
8.Dimensi Informasi
Layanan kesehatan yang bermutu harus mampu memberikan informasi yang jelas
tentang apa, siapa, kapan, dimana, dan bagaimana layanan kesehatan itu akan
dan/atau telah dilaksanakan. Dimensi informasi ini sangat penting pada tingkat
puskesmas.
9.Dimensi Ketepatan Waktu
Agar berhasil, layanan kesehatan itu harus dilaksanakan dalam waktu dan cara yang
tepat, oleh pemberi pelayanan yang tepat, dan menggunakan peralatan dan obat yang
tepat, serta dengan biaya yang efisien (tepat).
10.Dimensi Hubungan Antarmanusia
Hubungan antarmanusia merupakan interaksi antara pemberi layanan kesehatan
(provider) dengan pasien atau konsumen, antar sesama pemberi layanan kesehatan,
hubungan antara atasan-bawahan, Dinas Kesehatan, Rumah Sakit, Puskesmas,
pemerintah daerah, LSM, masyarakat, dan lain-lain. Hubungan antar manusia yang
baik akan menimbulkan kepercayaan atau kredibilitas dengan cara saling menghargai,
menjaga rahasia, saling menghormati, responsive, memberi perhatian, dan lain-lain.
Mendengarkan keluhan dan berkomunikasi dengan efektif juga penting. Penyuluhan
kesehatan yang baik bersumber dari komunikasi yang baik. Dimensi hubungan
antarmanusia yang kurang baik dapat mengurangi kadar dimensi efektivitas dan
dimensi kompetensi teknis dari layanan kesehatan yang diselenggarakan. Pengalaman
menunjukkan bahwa pasien yang diperlakukan kurang baik cenderung akan
mengabaikan nasihat dan tidak akan mau melakukan kunjungan ulang, (Pohan, 2007)
Dimensi mutu layanan kesehatan merupakan suatu kerangka pikir yang dapat
digunakan dalam menganalisis masalah mutu layanan kesehatan yang sedang
dihadapi dan kemudian mencari solusi yang diperlukan untuk dapat mengatasinya. Jika
terjadi ketidakpuasan pasien, analisis dilakukan terhadap setiap dimensi mutu layanan
kesehatan yang disebutkan diatas. Setelah diketahui dimensi mutu layanan kesehatan
yang belum/tidak terpenuhi, solusi yang tepat akan dapat ditentukan, kemudian
dilakukan analisis terhadap standar layanan kesehatan yang digunakan.
Menurut Lori di Prete Brown ada 8 dimensi mutu pelayanan yaitu:
1.Kompetensi teknis (Technical competence)
Adalah terkait dengan keterampilan, kemampuan dan penampilan petugas, manajer
dan staf pendukung. Kompetensi teknis berhubungan dengan bagaimana cara petugas
mengikuti standart pelayanan yang telah ditetapkan dalam hal: kepatuhan, ketepatan
(accuracy), kebenaran (reliability), dan konsistensi.
2.Akses terhadap pelayanan (Acces to service)
Adalah pelayanan kesehatan tidak terhalang oleh keadaan geografis, sosial, ekonomi,
budaya, organisasi atau hambatan bahasa
3.Efektivitas (Effectiveness)
6.
Efisiensi adalah ratio hasil pelayanan atau tindakan bagi pasien terhadap
sumber-sumber yang dipergunakan dalam memberikan layanan bagi pasien.
7.
Penghormatan dan perhatian adalah tingkat dimana pasien dilibatkan dalam
pengambilan keputusan tentang perawatan dirinya. Berkaitan dengan hal tersebut
perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan pasien serta harapan-harapannya dihargai.
8.
Keamanan adalah tingkat dimana bahaya lingkungan perawatan diminimalisasi
untuk melindungi pasien dan orang lain, termasuk petugas kesehatan.
9.
Ketepatan waktu adalah tingkat dimana tindakan diberikan kepada pasien tepat
waktu sangat penting dan bermanfaat (Febriyanti, 2009).
VI. Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan
Pada umunya untuk meningkatkan mutu pelayanan ada dua cara:
1.
Meningkatkan mutu, dan kualitas sumber daya, tenaga, biaya, peralatan,
perlengkapan dan material.
2.
Memperbaiki metode atau penerapan teknologi yang dipergunakan dalam
kegiatan pelayanan
Ada tiga pendekatan evaluasi (penilaian) mutu, yaitu:
1)
2)
3)
4)
1.Struktur
Struktur meliputi sarana fisik perlengkapan dan peralatan, organisasi dan manajemen,
keuangan, sumber daya manusia lainnya di fasilitas kesehatan.
Baik tidaknya struktur sebagai input dapat diukur dari:
Jumlah, besarnya input
Mutu struktur atau mutu input
Besarnya anggaran atau biaya
Kewajaran
1)
2)
3)
4)
2.Proses
Proses merupakan semua kegiatan yang dilaksanakan secara professional oleh tenaga
kesehatan (dokter, perawat dan tenaga profesi lain) dan interaksinya dengan pasien.
Proses mencakup diagnosa, rencana pengobatan, indikasi tindakan, prosedur dan
penanganan kasus.
Baik tidaknya proses dapat diukur dari:
Relevan tidaknya proses itu bagi pasien
Fleksibilitas dan efektifitas
Mutu proses itu sendiri sesuai dengan standar pelayanan yang semestinya
Kewajaran, tidak kurang dan tidak berlebihan
3.Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan professional
terhadap pasien. Dapat berarti adanya perubahan derajat kesehatan dan kepuasan
baik positif maupun negatif. Outcome jangka pendek adalah hasil dari segala suatu
tindakan tertentu atau prosedur tertentu. Outcome jangka panjang adalah status
kesehatan dan kemampuan fungsional pasien (Pohan, 2007).
7)
Istilah jaminan mutu layanan kesehatan ini juga mencakup semua istilah kegiatan yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu. Contoh istilah tersebut antara lain Total Quality
Management atau manajemen mutu terpadu, Continous Quality Improvement atau
peningkatan mutu berkesinambungan. Quality Management atau manajemen mutu.
Dengan demikian, jaminan mutu layanan kesehatan mencakup kegiatan:
Mengetahui kebutuhan dan harapan pasien/masyarakat yang menjadi pelanggan
eksternal layanan kesehatan.
Menggunakan semua kemampuan dan bakat orang yang terdapat dalam organisasi
layanan kesehatan.
Membuat keputusan berdasarkan data atau fakta, bukan perkiraan atau dugaan.
Bekerja dalam kelompok yang terdiri dari setiap orang yang terlibat dengan pengakuan
bahwa semua tenaga kesehatan merupakan sumber daya mutu dan produktivitas
sehingga setiap tenaga kesehatan akan merasa bahwa kontribusinya kepada
organisasi layanan kesehatan di hargai.
Menghindarkan pemborosan setiap bagian organisasi layanan kesehatan, termasuk
waktu, karena waktu adalah uang.
Mengelola semua proses untuk menghasilkan apa yang dianggap penting, tetapi pada
saat yang sama mendorong orang menjadi inovatif dan kreatif.
Semua kegiatan itu harus selalu dikerjakan.
1)
2)
3)
4)
5)
1)
2)
3)
4)
5)
6)
13. Laksono, trisantoro. 2005. Good Governance dan Sistem Menjaga Mutu Pelayanan
Kesehatan: Surabaya
14. Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia
15. Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka
Cipta
16. Nugreheni.
2004.
Analisis
Harapan
Pelayanan
Kesehatan
Puskesmas.
http://etd.eprints.ums.ac.id.pdf. Diakses 26 November 2011
17. Nursalam. 2003. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
18. Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan :
Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.
19. Poerwodarmito 2003. Kamus Besar Indonesia. Jakarta: ISBN
20. Pohan, I S. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. EGC: Jakarta
21. Pratisto. 2009. Program SPSS 16. Jogjakarta: Graha Ilmu
22. Rangkuti. 2006. Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan. http//www.jojo.co.id. akses 26
november 2011
23. Riyadi, Slamet. 2004. Manajemen Pelayanan Kesehatan Puskesmas , Rhineka Cipta:
Jakarta.
24. Sugiyono. 2007. Statistik penelitian untuk Kesehatan. Jakarta: EGC
25. Sutojo. 2003. Kepuasan Keperawatan Pasien DiPuskesmas. Jakarta: Media Cipta
26. Wahyudi. 2009. Kualitas Pelayanan Keperawatan. www.psikomedia.com. Akses 30-112011
27. Wahyu. 2010. Analisis Harapan dan Kepuasan Penderita Pengguna Pelayanan
Puskesmas di Kabupaten Sidoarjo. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan Vol 13 No. 2.
Akses 11-09-2011
28. Wijaya, Toni. 2011. Manajemen Kualitas Jasa. Jakarta : PT Indeks
29. Wijono. 2000. Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan Vol 1. Surabaya : Airlangga
University Press
30. Wijoyo, Djoko. 2008. Manajemen Kesehatan Ibu dan Anak. Surabaya : Duta Prima
Airlangga.
31. Zahruli. 2006. Pendekatan Mutu dan Kepuasan dalam Pelayanan Kesehatan. Medan
:UNHAS