KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkanrahmatdan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yangberjudul Implikasi,Legal
Etik Pada Dokumentasi Keperawatan Serta Strategi Manejemen Resiko
Terselesaikannya makalah ini tidak dapat lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karna itu, pada kesempatan kali ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada
1. Ns.Hermansyah,S.Kep, M.Kep selaku dosen pengajar mata kuliah.
2.Orang tua, yang mendukung, baik dalam hal materi maupun hal-hal lainnya.
Dalam menyelesaikan makalah ini kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang
maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan
yang kami miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karna
itu, kami mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan sempurnanya makalah ini
sehingga dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan
BAB II Pembahasan
BAB III Penutup
Kesimpulan
Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aspek legal dapat didefinisikan sebagai studi kelayakan yang mempermasalahkan keabsahan
suatu tindakan ditinjau dan hukum yang berlaku di Indonesia. Asuhan keperawatan (askep)
merupakan aspek legal bagi seorang perawat walaupun format model asuhan keperawatan di
berbagai rumah sakit berbeda-beda. Aspek legal dikaitkan dengan dokumentasi keperawatan
merupakan bukti tertulis terhadap tindakan yang sudah dilakukan sebagai bentuk asuhan
keperawatan pada pasien/keluarga/kelompok/komunitas. (Dikutip dari Hand Out Aspek
Legal & Manajemen Resiko dalam pendokumentasian Keperawatan, Sulastri).
Pendokumentasian sangat penting dalam perawatan kesehatan saat ini. Edelstein (1990)
mendefinisikan dokumentasi sebagai segala sesuatu yang ditulis atau dicetak yang dipercaya
sebagai data untuk disahkan orang. Rekam medis haruslah menggambarkan secara
komprehensif dari status kesehatan dan kebutuhan klien, boleh dikatakan seluruh tindakan
yang diberikan untuk perawatan klien. Pendokumentasian yang baik harus menggambarkan
tidak hanya kualitas dari perawatan tetapi juga data dari setiap pertanggung jawaban anggota
tim kesehatan lain dalam pemberian perawatan.
Dokumentasi keperawatan adalah informasi tertulis tentang status dan perkembangan kondisi
kesehatan pasien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat
(Fischbach, 1991)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Implikasi,Legal Etik Pada Dokumentasi Keperawatan
Serta Strategi Manejemen Resiko?
2. Bagaimana jenjang peraturan perundang-undangan?
3. Pelanggaran yang sering dilakukan dalam praktik keperawatan?
4. Bagaimana pedoman membuat dokumentasi keperawatan yang legal?
5. Bagaimana menejemen resiko dokumentasi keperawatan?
C. Tujuan
Untuk mengetahui jenjang peraturan perundang-undangan
Untuk mengetahui Pelanggaran yang sering dilakukan dalam praktik keperawatan
Untuk mengetahui Bagaimana pedoman membuat dokumentasi keperawatan yang
legal
Untuk mengetahui Bagaimana menejemen resiko dokumentasi keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenjang Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang yang ada di Indonesia yang berkaitan dengan praktik keperawatan:
UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan, Bab II (Tugas Pemerintah), pasal
10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum, wewenang dan
kesanggupan hukum.
UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, UU ini merupakan penjabaran dari UU
No. 9 tahun 1960. UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga
sarjana meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga
bukan sarjana atau tenaga kesehatan dengan pendidikan rendah, termasuk bidan dan asisten
farmasi dimana dalam menjalankan tugas dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan
apoteker. Pada keadaan tertentu kepada tenaga pendidikan rendah dapat diberikan
kewenangan terbatas untuk menjalankan pekerjaannya tanpa pengawasan langsung. UU ini
boleh dikatakan sudah usang karena hanya mengkalasifikasikan tenaga kesehatan secara
dikotomis (tenaga sarjana dan bukan sarjana). UU ini juga tidak mengatur landasan hukum
bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam UU ini juga belum tercantum
berbagai jenis tenaga sarjana keperawatan seperti sekarang ini dan perawat ditempatkan pada
posisi yang secara hukum tidak mempunyai tanggung jawab mandiri karena harus tergantung
pada tenaga kesehatan lainnya.
UU Kesehatan No. 14 tahun 1964 tentang Wajib Kerja Paramedis, Pada pasal 2, ayat (3)
dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib menjalankan
wajib
kerja
pada
pemerintah
selama
3
tahun.
Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa selama bekerja pada pemerintah, tenaga kesehatan yang
dimaksud pada pasaal 2 memiliki kedudukan sebagai pegawai negeri sehingga peraturanperaturan pegawai negeri juga diberlakukan terhadapnya. UU ini untuk saat ini sudah tidak
sesuai dengan kemampuan pemerintah dalam mengangkat pegawai negeri. Penatalaksanaan
wajib kerja juga tidak jelas dalam UU tersebut sebagai contoh bagaimana sistem rekruitmen
calon peserta wajib kerja, apa sangsinya bila seseorang tidak menjalankan wajib kerja dan
lain-lain. Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan
sebagai tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis termasuk dokter, sehingga
dari aspek profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab
terhadap pelayanannya sendiri.
SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979, membedakan paramedis menjadi dua
golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non keperawatan.
Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga bidan tidak lagi terpisah
tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980, Pemerintah membuat suatu
pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti halnya
dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan secara resmi
tidak diijinkan. Dokter dapat membuka praktik swasta untuk mengobati orang sakit dan
bidang dapat menolong persalinan dan pelayanan KB. Peraturan ini boleh dikatakan kurang
relevan atau adil bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan
membuka praktik swasta. Dalam bidang kuratif banyak perawat harus menggatikan atau
mengisi kekurangan tenaga dokter untuk menegakkan penyakit dan mengobati terutama
dipuskesmas-puskesma tetapi secara hukum hal tersebut tidak dilindungi terutama bagi
perawat yang memperpanjang pelayanan di rumah. Bila memang secara resmi tidak diakui,
maka seyogyanya perawat harus dibebaskan dari pelayanan kuratif atau pengobatan utnuk
benar-benar melakukan nursing care.
SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4
November 1986 tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit point,
dalam sisitem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau naik
pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Dalam SK ini, tenaga
keperawatan yang dimaksud adalah : Penyenang Kesehatan, yang sudah mencapai golingan
II/a, Pengatur Rawat/Perawat Kesehatan/Bidan, Sarjana Muda/D III Keperawatan dan
Sarjana/S1 Keperawatan. Sistem ini menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya
dan tidak tergantung kepada pangkat/golongan atasannya
UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi kesempatan
bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional karena dalam UU ini
dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien, kewenangan,maupun perlindungan
hukum bagi profesi kesehatan termasuk keperawatan. Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23
Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah:
Pertama Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas menyelenggarakan
atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian dan kewenangannya. Pasal 53
ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan hak-hak pasien
ditetapkan dengan peraturan pemerintah, Pasal 53 ayat 4 juga menyatakan tentang hak untuk
mendapat perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan.
B. Pelanggaran Yang Sering Dilakukan Dalam Praktik Keperawatan
Kecerobohan perawat juga menjadi hal yang sangat diperhatikan dalam
dokumentasi, mengingat dapat memudahkan dijadikan tuntutan atau tuduhan.
Tetapi, tidak semua kecerobohan akan mudah dituntut, melainkan sebelumnya
diidentifikasi lebih dahulu sejauh mana kecerobohan tersebut. Terdapat empat
elemen kecerobohan yang harus dibuktikan penuntut sebelum tuduhan
dikenakan, yaitu:
1. Melalaikan suatu tugas. Perawat adalah sebuah profesi yang mempunyai
peran dan fungsi sebagai pendidik, pelaksana, pengelola dan peneliti dalam
memberikan pelayanan keperawatan pada individu, keluarga dan masyarakat.
Tuntutan dapat dijatuhkan bila peran di atas tidak dijalankan dengan sepenuhnya
(lalai) karena telah menunjukkan suatu kecerobohan dalam tugas. Contohnya
perawat lupa melakukan pemantauan cairan tiap 6 jam sehingga pasien
mengalami syok dan akhirnya meninggal.
2. Tidak memenuhi standar praktik keperawatan. Standar keperawatan telah
ditentukan oleh organisasi keperawatan atau dewan keperawatan. Mereka
menata aturan atau batasan bagi praktek keperawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan baik praktik keperawatan individu, kelompok, maupun
rumah sakit yang bertujuan memberikan batasan pada profesi perawat tentang
ruang lingkup praktik keperawatan. Contohnya : pasien meninggal setelah
diberi obat oleh perawat tanpa minta resep dari dokter.
3. Adanya hubungan sebab akibat terjadinya cedera. Seseorang dikatakan
ceroboh bila dalam menjalankan tindakan dapat menyebabkan kerusakan pada
sistem dalam tubuh seperti adanya luka dan lain sebagainya. Contohnya pasien
mengalami luka pada rektum akibat tindakan pengeluaran feses secara manual
oleh perawat.
4. Kerugian yang aktual (hasil lalai). Perawat dalam menjalankan perannya pada
pelaksanaan tindakan, selalu berusaha memberikan kenyamanan dan rasa aman
pada klien. Sangat memungkinkan dalam tindakannya tersebut berakibat
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Aspek legal dapat didefinisikan sebagai studi kelayakan yang
mempermasalahkan keabsahan suatu tindakan ditinjau dan hukum yang berlaku
di Indonesia. Asuhan keperawatan (askep) merupakan aspek legal bagi seorang
perawat walaupun format model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit
berbeda-beda. Aspek legal dikaitkan dengan dokumentasi keperawatan
merupakan bukti tertulis terhadap tindakan yang sudah dilakukan sebagai
bentuk asuhan keperawatan pada pasien/keluarga/kelompok/komunitas.
b. Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan, maka saran yang dapat kami berikan adalah sebagai
berikut:
1. Indonesia memerlukan Undang-Undang yang mengatur segala hal tentang dunia
keperawatan. Apalagi akan dibukanya pasar bebas AFTA 2010
2. Diharapkan Menkes proaktif dengan DPR segera membahas RUU agar dapat segera
disahkan menjadi Undang-Undang
3. Para perawat harus mempunyai izin dari suatu badan yang mempunyai kewenangan
untuk
4. memberikan izin praktek bagi perawat, sehingga bisa melindungi pasien.
DAFTAR PUSTAKA