Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH

Tentang :

Toleransi Agama

Oleh :

Nama : DINIA SARI


Kelas : XI-Farmasi

SMK DHARUL ISHLAH


TAHUN PELAJARAN
2016 / 2017

Pengertian Konsep Toleransi antar umat beragama dalam


al-quran dan Hadis
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi secara bahasa (etimology) berasal dari kata
toleran (Inggris: tolerance; Arab: tasamuh, Belanda: tolerantie,) Toleran mengandung
pengertian bersikap mendiamkan. Adapun toleransi adalah suatu sikap tenggang rasa, batas
ukur untuk penambahan atau pengurangan yang masih diperbolehkan, kesabaran, ketahanan
emosional, dan kelapangan dada, sifat menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan, dan
sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri.[1] Dalam bahasa Arab,
sebagaimana yang dijelaskan oleh Ahmad Warson Munawwir, bahwa toleransi biasa disebut
tasamuh yang memiliki akar kata samuha- yasmuhu-samhan,wa simaahan,wa samaahatan,
artinya adalah sikap membiarkan dan lapang dada, murah hati, dan suka berderma.[2]
Sedangkan menurut istilah (terminology), Indrawan WS. menjelaskan bahwa pengertian
toleransi adalah menghargai paham yang berbeda dari paham yang dianutnya sendiri;
Kesediaan untuk mau menghargai paham yang berbeda dengan paham yang dianutnya
sendiri.[3] Sedang dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, W.J.S Poerwadarminta
mendefinisikan toleransi dengan "sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan
sebagainya) yang lain atau bertentangan dengan pendiriannya sendiri, misalnya toleransi
agama (ideologi, ras, dan sebagainya).[4]
Dengan memperhatikan definisi dari para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa toleransi
beragama adalah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak mengganggu dan tidak
melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut agama-agama lain.

Hadis dan Riwayat yang Berbicara tantang Toleransi








Rasullah saw. pernah ditanya tentang agama yang paling dicintai oleh Allah, kemudian beliau
menjawab: al-Hanifiyyah al-Samhah (agama lurus yang penuh toleransi).
Kualitas hadits di atas termasuk hadits yang muttashil marfu' karena setelah diteliti para
perawinya termasuk perawi yang tsiqah. Begitupun setelah di-takhrij dengan CD Mausu'ah alKutub al-Tis'ah, ternyata hadits ini hanya terdapat dalam riwayat Ahmad bin Hambal saja,
dengan nomor hadits 2003 pada kitab min musnad bani hasyim bab bidayah sanad Abdullah
ibn Abbas.
Konsep toleransi yang ditawarkan Islam sangatlah rasional dan praktis serta tidak berbelitbelit. Namun, dalam hubungannya dengan keyakinan (akidah) dan ibadah, umat Islam tidak
mengenal kata kompromi. Ini berarti keyakinan umat Islam kepada Allah tidak sama dengan
keyakinan para penganut agama lain terhadap tuhan-tuhan mereka, demikian juga dengan tata
cara ibadahnya, bahkan Islam melarang penganutnya mencela tuhan-tuhan dalam agama

manapun. Maka kata toleransi (tasamuh) dalam Islam bukanlah hal baru, tetapi sudah
diaplikasikan dalam kehidupan sejak agama Islam lahir.
Kerja sama yang baik antara muslim dan non muslim telah dibuktikan dan ditulis di dalam
sejarah agama Islam dengan jelas. Nabi Muhammad saw. dan para sahabat melakukan
interaksi sosial mereka (muamalah) dengan non muslim seperti Waraqah bin Naufal yang
beragama Nasrani, Abdullah bin Salam yang sebelumnya beragam Yahudi, bahkan nabi
sendiri pernah meminta suaka politik (perlindungan politik) dengan memerintahkan para
sahabat untuk berhijrah meminta perlindungan kepada raja Najasy (Nigos) dari Habsyah
(sekarang Ethiopia) yang beragama Nasrani.
Imam Bukhori meriwayatkan dari Anas bin Malik bhawa ketika Nabi wafat, baju beliau masih
digadaikan pada orang Yahudi guna membiayai keluarganya, padahal sebenarnya beliau bisa
meminjam dari para sahabatnya. Akan tetapi, hal itu dilakukan dengan maksud untuk
mengajarkan kepada umatnya bahwa kerja sama denga orang-orang non muslim merupakan
sikap dan pandangan Islam.
Diriwayatkan bahwa suatu ketika Asma binti Abu Bakar didatangi ibunya, Qotilah, yang
masih kafir. Ia pun bertanya kepada Rasulullah saw: "Bolehkah saya berbuat baik
kepadanya?" Rasulullah saw. menjawab: "Boleh". Kemudian turunlah ayat ke-8 Surat AlMumtahanah, yaitu:
Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang
tiada memerangimu Karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S. al-Mumtahanah: 8)
Ayat itu menegaskan bahwa Allah swt. tidak melarang berbuat baik kepada orang yang tidak
memusuhi agama Allah. Demikian yang diterangkan Ibnu Katsir dalam tafsirnya.
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Qotilah (bekas isteri Abu Bakar yang telah
diceraikannya pada zaman jahiliyah) datang kepada anaknya yang bernama Asma binti Abu
Bakar, dengan membawakannya hadiah, Asma menolak pemberian itu bahkan tidak
memperkenankan ibunya masuk ke dalam rumah. Setelah itu ia mengutus seseorang kepada
Aisyah (saudaranya) untuk bertanya tentang hal ini kepada Rasulullah saw. dan kemudian
Rasul pun memerintahkan untuk menerimanya dengan baik serta menerima pula hadiahnya.
(HR. Ahmad, Al-Bazzar, Al-Hakim dari Abdullah bin Zubair)
Asma Binti Abu Bakar pernah berkata bahwa ketika Nabi saw. masih hidup, ibuku pernah
mengunjungiku dalam keadaan sangat mengharap kebaikanku kepadanya dan takut kalau aku
menolaknya dan merasa kecewa. Kemudian aku pun bertanya kepada Nabi saw: Apakah
boleh aku menyambung hubungan silaturrahmi dengannya?. Beliau menjawab: Ya.
Ibnu Uyainah menambahkan keterangan bahwa kemudian Allah swt. menurunkan ayat ke-8
surat Al-Mumtahanah tersebut.
Ibnu Umar berkata bahwa ayahnya ,Umar RA, pernah melihat sehelai sutra yang sedang
dijual, lalu ia berkata: Ya Rasulullah! Belilah sutra ini dan pakailah pada hari jumat, dan
jika anda dikunjungi utusan-utusan. Beliau menjawab: Hanya saja orang mengenakan sutra
ini adalah orang yang tidak akan mendapat bagian sedikitpun diakhirat. Kemudian suatu hari
Nabi saw. pernah diberi beberapa helai pakaian sutra, kemudian beliau mengirimkan sebagian
kepada Umar, lalu Umar berkata: Bagaimana mungkin saya akan mengenakannya sedangkan
anda telah mengatakan sutra itu seperti itu? Beliau berkata: Sesungguhnya saya tidak

bermaksud memberikannya kepadamu untuk kau pakai, akan tetapi supaya kau menjualnya
atau memakainkannya kepada yang lain. Kemudian Umar mengirimkannya kepada salah
seorang saudaranya yang ada di Makkah, sebelum saudaranya itu masuk Islam.
Dan Mujahid pernah berkata: Saya pernah berada disisi Abdullah bin Amr dan pada saat itu
pelayannya sedang menguliti seeokr kambing. Kemudian Abdullah berkata: Hai pelayan!
Kalau engkau sudah selesai maka dahulukanlah tetangga kita si yahudi itu. Tiba-tiba salah
seorang berkata: (Kau dahulukan) orang yahudi? Semoga Allah memperbaiki anda.
Abdullah berkata: Saya pernah mendengar Nabi saw. berwasiat tentang tetangga, sampaisampai kami takut atau bahkan kami menganggap bahwa beliau akan menggolongkan
tetangga itu sebagai ahli waris.

Hubungan Antara Toleransi dengan Ukhuwah


(persaudaraan) Sesama Muslim
Allah berfirman dalam QS. Al-Hujurat ayat 10: Orang-orang beriman itu Sesungguhnya
bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (QS. Al-Hujurat:10)
Pada ayat di atas, Allah swt. menyatakan bahwa orang-orang mukmin bersaudara dan
diperintahkan untuk melakukan ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi
kesalahpahaman diantara dua orang atau kelompok kaum muslim. Al-Quran memberikan
contoh-contoh penyebab keretakan hubungan sekaligus melarang setiap muslim
melakukannya.
Ayat di atas juga memerintahkan orang mukmin untuk menghindari prasangka buruk, tidak
mencari-cari kesalahan orang lain, serta menggunjing yang diibaratkan al-Quran seperti
memakan daging saudara sendiri yang telah meninggal dunia, sebagaimana yang Allah
terangkan dalam QS.Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi:
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang. (QS.Al-Hujurat:12)
Untuk mengembangkan sikap toleransi secara umum, dapat kita mulai terlebih dahulu dengan
bagaimana kemampuan kita mengelola dan mensikapi perbedaan yang mungkin terjadi pada
keluarga kita atau saudara kita sesama muslim. Sikap toleransi dimulai dengan cara
membangun kebersamaan atau keharmonisan dan menyadari adanya perbedaan. Dan
menyadari pula bahwa kita semua adalah bersaudara, sehingga akan timbul rasa kasih sayang,
saling pengertian, dan pada akhirnya akan bermuara pada sikap toleran. Dalam konteks
pendapat dan pengamalan agama, al-Quran secara tegas memerintahkan orang-orang
mukmin untuk kembali kepada Allah (al-Quran) dan Rasul-Nya (al-Sunnah).

KESIMPULAN DAN PENUTUP


Dari pemaparan makalah di atas, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yakni:

Toleransi yang merupakan bagian dari visi teologi atau akidah Islam dan masuk dalam
kerangka sistem teologi Islam sejatinya harus dikaji secara mendalam dan
diaplikasikan dalam kehidupan beragama.
Toleransi beragama adalah ialah sikap sabar dan menahan diri untuk tidak
mengganggu dan tidak melecehkan agama atau sistem keyakinan dan ibadah penganut
agama-agama lain.
Toleransi yang positif adalah toleransi yang ditumbuhkan oleh kesadaran yang bebas
dari segala macam tekanan atau pengaruh, serta terhindar dari sikap munafik
(hipokrasi).
Penyebab terbesar konflik antar umat beragama muncul disebabkan oleh sikap merasa
paling benar (truth claim) dengan cara mengeliminasi kebenaran dari orang lain.
Dalam kaitannya dengan toleransi antar umat beragama, toleransi hendaknya dapat
dimaknai sebagai suatu sikap untuk dapat hidup bersama masyarakat penganut agama
lain, dengan memiliki kebebasan untuk menjalankan prinsip-prinsip keagamaan
(ibadah) masing-masing, tanpa adanya paksaan dan tekanan, baik untuk beribadah
maupun tidak beribadah, dari satu pihak ke pihak lain.
Orang-orang mumin itu bersaudara, dan mereka memerintahkan untuk melakukan
ishlah (perbaikan hubungan) jika seandainya terjadi kesalahpahaman diantara dua
orang atau kelompok kaum muslim.
Orang mumin dianjurkan untuk menghindari prasangka buruk, tidak mencari-cari
kesalahan orang lain.
Sikap toleransi dimulai dengan cara membangun kebersamaan atau keharmonisan dan
menyadari adanya perbedaan.
Mungkin hanya ini yang dapat penulis jelaskan tentang toleransi, baik antar umat
beragama maupun antar sesame muslim sendiri. Harapan penulis, semoga makalh ini
dapt memberikan kontribusi yang nyata dalam memperkaya khasanah keilmuan Islam.
Penulis sadari bahwa sangat berlebihan kiranya jikalau makalah ini dikatakan
sempurna karena di dalamnya masih banyak terdapat berbagai kesalahan. Oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif guna penulisan
selanjutnya agar lebih bagus lagi.

Anda mungkin juga menyukai