Prolog
Pembuka tulisan ini adalah menyajikan sekian fenomena sosial di masyarakat
kita saat ini, sehingga kita dapat berimajinasi tentang mengapa hal ini dapat terjadi,
mengapa sulit untuk dihilangkan, mengapa selalu ada, dan seterusnya. Pertanyaan
pertanyaan tersebut sangat diharapkan agar tulisan ini dapat menjadi bacaan yang
menarik, dibaca hingga tuntas, dan membawa manfaat terhadap pembaca dan
memberikan dampak bagi pelaku bisnis dan generasi muda Indonesia. Terdapat tujuh
kasus dalam artikel ini yang coba penulis ungkap agar permasalahan etika bisnis tidak
selalu masuk wilayah grey area.
originalitas itu yang bisa berdampak terhadap keberhasilan sebuah kegiatan. Kegiatan
amal yang di Jepang disebut sebagai upaya kreatif, akan menjadi hal yang aneh di
Indonesia. Syarat Kegiatan tersebut yang tidak mungkin bisa dilakukan di Indonesia
adalah karena tidak ada bintang porno orang Indonesia. Kegiatan tersebut juga penulis
yakin tidak akan di berikan ijin oleh pihak kepolisian dan para tokoh masyarakat.
Pendek kata, hal tersebut mustahil diadakan di Indonesia, setidaknya dalam kurun waktu
10 tahun ke depan.
Proses kreatifitas dapat muncul dari berbagai faktor. Yang pertama, ada fasilitas
praktek yang memungkinkan kreatifitas itu muncul, suatu contoh, jika seorang anak
dilatih melukis, maka anak tersebut dapat meningkat kualitas lukisannya, demikian pula
ketika seseorang bekerja, mereka akan berusaha melakukan pekerjaan lebih efisien dan
efektif, sehingga proses kreatifitas itu muncul. Yang kedua, terdapat ruang kesempatan
bagi kreatifitas untuk muncul. Adanya fasilitas seperti sebuah aktifitas sekolah yang
dilengkapi dengan kurikulum memungkinkan kreatifitas muncul. Yang ketiga, faktor
keluarga. Supporting keluarga sangat berperan terhadap daya kreatifitas anak. Faktor ke
empat, genetis. Generasi kreatif seringkali di wariskan, meskipun juga berpeluang di
latih. Faktor genetis ini bersifat turun temurun, yang dapat juga didukung karena
lingkungan kreatif itu mereka lihat secara terus menerus dalam lingkungannya. Sebuah
contoh, perusahaan keluarga yang semakin berkembang secara turun temurun, adalah
bukti dari pengaruh lingkungan dan genetis.
Beranjak dari munculnya kreatifitas, kita bisa menganalisis, mengapa anak anak
muda Indonesia tidak terfikir menyelenggarakan even amal seperti boobs aid seperti
anak anak muda Jepang lakukan. Karena anak anak muda kita tidak mendapatkan
fasilitas, kesempatan, dukungan keluarga dan genetis untuk berfikir akan melakukan
kegiatan kreatif semacam boobs aid. Secara kognitif, afektif dan psikomotorik kita tidak
pernah menjumpai artis porno legal di Indonesia, tidak ada channel tv Indonesia yang
menanyangkan pornografi, dan kita senantiasa diajarkan dalam kurikulum kurikulum
pendidikan formal tentang pentingnya akhlak, sopan santun, moralitas disamping
pelajaran pelajaran kompetensi. Masyarakat Jepang yang kita kenal dengan memegang
teguh adat dan budaya Jepang, lebih bangga menggunakan bahasa Jepang dari pada
bahasa Inggris, negara Asia yang paling kuat dari sisi perekonomian, terkenal dengan
budaya tertibnya, ternyata sekuler dan sangat permissif dengan keterbukaan informasi
dan budaya global. Negara Jepang menganggap itu bagian dari proses kreatifitas anak
muda mereka, dan dilegalkan. Bisnis pornografi dengan melibatkan rumah produksi dan
melakukan regenerasi artis porno, dan itu bagian dari industri seks di Jepang. Itu sebuah
kenyataan dimana penulis mempertanyakan kenapa masyarakat kita masih bangga
dengan Jepang.
piece, Angel Lelga menjawab dengan enteng bahwa itu semata tuntutan skenario. Dia
beralasan bahwa itu adegan dia akan berenang di kolam renang, sehingga wajar jika dia
berkostum renang, sangat aneh kalau adegan berenang masih menggunakan pakaian
lengkap. Ketua FPI dengan tegas menolak film tersebut, karena film tersebut disamping
tidak mendidik, lebih mendatangkan mudharat dari pada manfaat, terlebih ada artis
porno dalam film tersebut yang jelas merusak generasi muda. Arwendo memiliki
perspektif yang berbeda, dimana dia berpendapat bahwa sebenarnya secara substansial
film tersebut juga seperti film horor lainnya, secara kualitas film juga tidak banyak
berbeda, namun Arswendo menilai bahwa marketing film tersebut yang justru berbahaya
bagi masyarakat Indonesia khususnya generesi muda. Ketika artis porno TP didatangkan
untuk menjadi daya tarik film tersebut, marketing film tersebut luar biasa melakukan
sounding keberbagai media massa, jumpa pers segala macam sehingga gaung kehadiran
artis porno ini lebih besar dari pada filmnya itu sendiri. Ini yang dalam perspektif
Arswendo sangat membahayakan anak muda. Anak muda sekarang sangat cerdas dan
memiliki daya jelajah (surfing) yang luar biasa, mereka akan segera mencari siapa artis
porno TP yang dimaksud di internet, dan segera keluarlah gambar dan seluruh portofolio
dari artis porno tersebut. Epilog dari diskusi itu seperti biasa, hanya memberi informasi
kepada masyarakat tentang berbagai pandangan, terserah masyarakat menilai seperti apa.
Bedanya dengan industri alat dapur ini adalah mereka tidak menekankan merek, namun
lebih fokus melakukan peniruan dari sisi desain.
Disatu sisi ini adalah fakta bahwa banyak pelaku usaha kecil di Indonesia
melakukan pembajakan produk, sementara di sisi lain usaha kecil adalah tulang
punggung perekonomian Indonesia. Lebih dari 90% ekonomi Indonesia ditopang usaha
kecil. Seandainya penerapan hukum bagi pelanggaran hak paten benar benar di terapkan
di Indonesia, maka secara tidak langsung juga akan berdampak mematikan usaha kecil
dan mematikan ekonomi Indonesia secara massif. Perlu di kritisi mengapa disatu sisi
pemerintah kita mengampanyekan tentang anti pembajakan, dan membiarkan pelaku
usaha kecil memproduksi produk produk bajakan.
atau yang menjadi alternatif, para orang tua lebih senang membelanjakan jajanan di toko
modern berjaringan/ ritel modern dengan anggapan lebih higienas, aman terpercaya.
Pertanyaan mendasarnya? Siapa yang paling di rugikan? Siapa yang paling
diuntungkan? Dimana keberpihakan media? Apa yang seharusnya dilakukan
pemerintah?
dibanding dengan alat lain. Aspek promosi (promotion) yang menjadi ujung tombak
pemasaran kondom sangat berperan penting dalam hal ini. Kita dapat melihat iklan
kondom di berbagai media, mulai dari media cetak seperti koran, majalah, dan tabloid,
media televisi (pada jam diatas jam 21), ataupun all the time di internet. Belum lagi saat
ini marketing kondom bisa masuk dengan jalur off air dengan melakukan sponsorship
kegiatan kegiatan anak muda seperti musik ataupun even lainnya seperti kesehatan.
Kalu kita cermati, dari sisi place (distribusi/ tempat), kondom tidak hanya
terdapat di puskesmas, ataupun di apotik, namun juga tersedia dan dijual bebas di toko
toko obat ataupun ritel berjaringan (franchise) di seluruh Indonesia. Apabila dicermati
lebih dalam, pemosisian display penjualan kondom juga menarik perhatian, yaitu
diletakkan persis di depan kasir, berderet seiring dengan permen, rokok, ataupun coklat.
Artinya, pembeli seakan akan di ingatkan, apakah pembeli barangkali lupa membeli
coklat untuk anak mereka, atau permen ketika mengantuk diperjalan, lupa membeli
rokok, dan yang terakhir, strategi reminder (pengingat) di tujukan kepada pembeli,
barangkali lupa membeli kondom.
Pemilik retail atau toko lupa, bagaimana seandainya anak anak meminta
dibelikan kondom, karena warna bungkusnya yang menyolok seperti kemasan permen
atau coklat. Kita harus menjawab bagaimana?
****
Penting bagi penulis untuk menyajikan fenomena yang terjadi di Indonesia, hanya
sekedar menunjukkan bahwa banyak permasalahan yang terjadi disekitar kita, yang
masih menjadi problematika. Penulis memaknai bahwa problematikan adalah sebuah
permasalahan yang seringkali terjadi, secara berulang, kita dapat memahami mengapa
permasalahan itu selalu terjadi, apa yang menyebabkan terjadi, dan bagaimana
penanggulangannya. Kasus kasus seperti kenakalan remaja, misalkan, adalah sebuah
problematika yang selalu ada. Kita bisa dengan cepat menganalisis apa yang
menyebabkan kenakalan remaja itu terjadi, secara umum terdiri dari berbagai faktor,
misalkan karena permasalahan keluarga, lingkungan pertemanan yang salah, akses
teknologi, dan kurangnya bekal pendidikan keagamaan. Solusinya juga sering kita
dengar seperti peran penting keluarga dalam proses pendidikan anaknya, memilih
lingkungan pertemanan yang baik, mengontrol penggunaaan internet, dan meningkatkan
kualitas keagamaan di lingkungan anak anak kita. Namun demikian, ternyata masih saja
kita jumpai permasalahan kenakalan remaja, yang dari tahun ke tahun semakin banyak
aksi kenakalan remaja yang dilakukan.
Bisnis dan Etika dalam dunia modern
Penting juga menyajikan sekian contoh kasus aktivitas ekonomi dalam
masyarakat kita yang ternyata seringkali bersinggungan dengan permasalahan etika, baik
etika moral ataupun etika bisnis. Bertens dalam bukunya Etika Bisnis menyebutkan
bahwa saat ini dunia bisnis modern merupakan realitas yang kompleks. Banyak faktor
yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Dalam pendekatan etis, Bertens
(2000) melakukan pendekatan dari tiga sudut pandang yaitu sudut pandang ekonomi,
hukum dan etika. Beberapa kasus diatas adalah fenomena menarik yang tidak lepas dari
tiga sudut pandang ekonomi, hukum dan etika.
Sudut pandang ekonomis yang sering dimaknai dengan kegiatan tukar menukar,
jual beli, memproduksi dan memasarkan, bekerja dan mempekerjakan, proses interaksi
manusia dan profit. Kegiatan bisnis berlangsung sebagai komunikasi sosial yang
menguntungkan untuk kedua belah pihak yang melibatkan diri. Bisnis bukanlah karya
amal. Seperti contoh kasus yang pertama, boobs aid, dimana kegiatan itu dilakukan di
Jepang dan mereka sebut dengan kegiatan amal kreatif. Meskipun bertitel dengan
kegiatan amal, namun tidak dipungkiri kegiatan itu bermotif ekonomi, yaitu bagaimana
kegiatan itu melibatkan manajemen, kerjasama, dan menghasilkan uang. Kegiatan amal
tersebut juga di sponsori oleh beberapa perusahaan, yang mustahil mereka tidak
berharap keuntungan jangka pendek ataupun jangka panjang. Apabila dicermati lebih
dalam, kegiatan amal tersebut juga berdampak secara ekonomi bagi semakin maraknya
industri pornografi di Jepang. Hal ini sangat mencemaskan apabila kreatifitas kegiatan
amal terebut menular ke Indonesia.
global
sudah
meleburkan
beberapa
nilai
kesantunan
dan
estetika.
ditimbulkan dari film lebih besar, karena masyarakat Indonesia khususnya anak muda
akan mampu menelusuri siapa artis porno tersebut, tanpa harus melihat film Indonesia
yang dibintanginya.
prostitusi legal yang bagus (meskipun saat ini ditentang keras oleh banyak ormas),
adalah perilaku yang justru menyiapkan perangkat hukum untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan moral, namun legal. Wacana ini hampir sama dengan
Gubernur di era sebelumnya, Sutiyoso, yang pernah berencana mendirikan pusat
perjudian di pulau seribu, dimana beliau merencanakan hanya orang kaya saja yang
boleh berjudi di pulau seribu.
Kemajuan teknologi juga membuat pemasaran menjadi lebih horizontal.
Hermawan Kartajaya (2010) dalam bukunya connect!, new wave marketing mengatakan
bahwa saat ini lanskap pemasaran semakin flat, tidak ada kendala jarak, dan real time.
Pengaruh teknologi internet membuat pemasaran menjadi lebih mudah, murah, on time
dan memiliki scoope tanpa batas, karena sudah dapat diakses diseluruh dunia. Kotler
(2010) dalam bukunya marketing 3.0 juga mengatakan hal senada dimana peran
teknologi membuat proses kreativitas dan daya jangkau produk semakin tanpa batas dan
real time. Bahkan Kotler mengatakan bahwa jangkauan perkembangan teknologi saat ini
lebih cepat dibanding dua dasawarsa sebelumnya.
Alasan ke tiga, bahwa hukum itu sendiri sering disalahgunakan. Perumusan
hukum tidak pernah sempurna, sehingga orang yang beritikat buruk, dapat
memanfaatkan celah hukum (the loopholes the law). Fakta bahwa pembajakan dilarang,
dan pemilik hak paten dilindungi undang undang tidak membuat pelaku usaha kecil
dibanyak tempat di Indonesia berhenti melakukan pembajakan terhadap produk lokal
maupun luar negeri. Namun, dengan ketidaksiapan Indonesia menghadapi ekonomi
global (sekarang dengan istilah Masyarakat Ekonomi Asean), pembajakan sudah
menjadi hal jamak. Dilematis untuk kasus ini, karena memang Indonesia membutuhkan
penguatan ekonomi lokal, dan UMKM merupakan tulang punggung penguatan ekonomi
di Indonesia. Jika benar benar diterapkan hukum tentang pelanggaran hak cipta, maka
ratusan usaha kecil akan gulung tikar, dan ribuan tenaga kerja berubah menjadi
pengangguran.
Alasan ke empat, bisa jadi hukum memang sudah dirumuskan dengan baik, tapi karena
suatu alasan, menjadi sulit untuk dilaksanakan. Alasan ini memiliki keterkaitan dengan
alasan yang ketiga, dimana Undang Undang tentang hak paten sudah diputuskan, namun
sangat sulit menindak pelanggarnya, karena beberapa pertimbangan tadi. Kondisi ini
juga membuat pelaku usaha kecil enggan untuk mendaftarkan produknya untuk di
patenkan. Karena disamping proses mengurusnya lama, proses verifikasinya juga tidak
singkat. Alasan lain adalah ketika produk yang sudah dipatenkan kemudian di bajak,
akan sangat melelahkan untuk mengurusinya di kepolisian. Bagi pengusaha kecil, proses
menuntut pelanggaran hak cipta membutuhkan biaya yang besar lagi karena harus
menyewa pengacara, hal ini membuat ribet dan menguras pikiran.
Pancasila sebagai rujukan etika bisnis
Mengkaji Pancasila dengan menggunakan pendekatan ilmiah lebih mudah dirasakan dari
pada
diberikan
secara
indoktrinasi.
Memahami
dengan
pendekatan
ilmiah
memungkinkan kita memberikan kesadaran kognitif dan dapat berimbas kepada afektif
dan psikomotorik. Kuntowijoyo dalam salah satu artikelnya di Kompas, menyarankan
mengkaji pendekatan Pancasila secara ilmiah. Pertanyaan mendasarnya adalah, apakah
Pancasila dapat menjadi dasar yang kuat pada moralitas dan etika bisnis saat ini di
Indonesia? Jawabannya adalah sangat berdasar, dan dapat dibuktikan secara rasionalitas
ilmiah.
Studi kasus kegiatan boobs aid di Jepang yang mereka sebut dengan kegiatan
amal kreatif, jelas sangat bertentangan dengan nilai nilai dasar Pancasila. Penulis sering
menjelaskan di forum kelas ketika perkuliahan, bahwa kita harus bersyukur bahwa di
Indonesia aktivitas tersebut tidak pernah terjadi. Aspek moralitas yang tercermin dalam
sila pertama tentang KeTuhanan yang Maha Esa mengajarkan bahwa kita diberikan
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan dan agamanya masing masing.
Kita juga diajarkan dengan toleransi yang tinggi untuk menghormati agama lain, baik
dalam hal beribadah maupun dalam aktivitas sehari hari. Kita sudah terbiasa dengan
hidup penuh dengan toleransi. Kegiatan amal boobs aid tersebut jelas menciderai
masyarakat muslim yang ada di Indonesia, dan penulis yakin bahwa agama lain juga
merasakan hal sama jika itu terjadi. Di Indonesia fenomena perempuan menggunakan
hijab sudah meningkat (meskipun belum pernah ada penelitian berapa jumlahnya),
sering kita dapati kontes busana muslim, atau kontes hijab. Hal tersebut menunjukkan
trend bahwa hijab sudah tidak dimaknai hanya untuk menutup aurat saja, tapi bisa tetap
modis dan tidak menggangu aktivitas. Demikian pula dengan peran perempuan saat ini
yang sudah mulai berperan baik dibidang politik pemerintahan, ekonomi wirausaha
ataupun bidang lain menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat menghormati
peran perempuan. Akan membawa permasalahan jika ada pemuda Indonesia beride
boobs aid dapat dilakukan di Indonesia. Pasti akan banyak masyarakat yang protes, baik
dari LSM, pembela perempuan ataupun pemuka agama yang menolak kegiatan tersebut.
Penulis juga sering berdiskusi dengan mahasiswa, bahwa kita seharusnya bersyukur
hidup di Indonesia, dimana industri film porno tidak pernah ada di Indonesia. Berbeda
dengan negara Asia, Eropa dan Amerika industri pornografi adalah bagian dari bisnis,
dan masyarakat tidak menolaknya. Betapa perbedaan ideologi sangat berdampak
terhadap perilaku masyarakat termasuk aktivitas bisnis mereka.
Terkait dengan studi kasus yang kedua, dimana film Indonesia menggunakan
artis porno Amerika sebagai daya tarik, juga mendapat reaksi keras dari masyarakat.
Masyarakat masih efektif sebagai filter. Meskipun film tersebut tetap beredar setelah
mendapatkan sensor ulang, ide rumah produksi dengan mendatangkan artis porno
Amerika dalam film tersebut sangat jelas hanya berorientasi keuntungan semata. Nilai
keagamaan dan moral tidak menjadi dasar pertimbangan dalam proses ini. Mereka lupa
dengan siapa penonton dari film ini, dan dekadensi moral hanya menunggu waktu saja.
Seharusnya pemerintah dalam hal ini industri kreatif di bidang perfilman membuat
komitmen bahwa karya mereka dijamin tidak merusak akhlak dan dibuat dengan kualitas
skenario yang baik. Pembiaran terhadap film film yang hanya mengekploitasi
perempuan, sesungguhnya hanya akan memperburuk citra perempuan sendiri. Dimata
dunia internasional, film Indonesia akan tetap dipandang sebelah mata, sementara film
film berkualitas hanya dapat di hitung dengan jari. Secara etika bisnis, nampak bahwa
film ini sah sah saja tayang di Indonesia, tidak bertentangan dengan hukum karena sudah
melalui lembaga sensor, namun kita semua tahu, bahwa tanpa menonton film itu, dan
melarang anak anak kita menonton film tersebut, akan membuat kepribadian mereka
lebih baik. Tidak ada nuansa edukasi sama sekali dalam film film dengan genre seperti
itu.
Kasus pembajakan yang dilakukan usaha kecil seperti pada studi kasus yang
ketiga memberikan pelajaran berharga bahwa disatu sisi hak paten tidak berpihak kepada
negara berkembang, sebab munculnya hak paten adalah dari negara kuat yang ingin
produknya dilindungi secara hukum. Namun saat ini, undang undang hak paten juga
menjadi upaya melindungi produk Indonesia, sehingga kesiapan Indonesia saat ini
dipaksa untuk siap menghadapi globalisasi ekonomi. Pemerintah perlu melakukan
sosialisasi kepada pelaku usaha secara berkelanjutan, tidak hanya bernuansa proyek
semata. Pemberian proses pengurusan yang mudah untuk urusan paten produk, bahkan
di support dalam pendanaan, karena ini adalah sebagai wujud partisipasi pemerintah
daerah dalam melindungi produk daerahnya. Pelaku usaha kecil seringkali tidak
memahami bahwa apa yang mereka lakukan dengan meniru produk perusahaan lain
adalah pelanggaran, karena yang mereka ketahui, hal tersebut biasa dilakukan sejak
dulu. Perilaku etis dan tidak etis tidak menjadi pertimbangan dalam hal ini, karena pada
umumnya pelaku usaha kecil hanya melayani pesanan.
Pemerintah perlu melakukan pembinaan secara serius kepada pelaku usaha kecil,
sehingga tidak saja mereka memahami tentang hak paten, namun juga memahami
bagaimana membuat produk yang berkualitas. Kasus empat, menunjukkan bukti bahwa
perilaku curang dapat dilakukan oleh semua perngusaha baik di level besar ataupun
kecil. Kasus penggunaan boraks, formalin, pemutih pakaian sebagai campuran pada
makanan kecil yang dijual pedagang kaki lima adalah juga sebagai perilaku tidak etis
yang menghalalkan berbagai cara meraih keuntungan besar. Mereka lalai bahwa suatu
saat makanan tersebut dimakan oleh sanak saudara mereka sendiri, atau bahkan anak
mereka sendiri. Meskipun tidak berefek langsung terhadap kematian, namun diindikasi
hal tersebut dalam mengakibatkan infeksi lambung, hepatitis, bahkan kanker. Aspek
kemanusiaan menjadi urutan paling belakang, yang diutamakan hanya bagaimana
usahanya laris. Perilaku curang pedagang atau usaha kecil seperti itu sebenarnya
merugikan pengusaha kecil lain yang jujur. Adanya himbauan dilarang jajan diluar
sekolah sesungguhnya mematikan usaha kecil tersebut. Alasan pihak sekolah disamping
mengkhawatirkan kesehatan para siswa, juga ajakan berhemat dan gemar menabung.
Memang lebih sulit menentukan baik tidaknya bisnis dari sudut pandang moral,
namun ada beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan pendekatan, yaitu hati nurani,
kaidah emas dan penilaian masyarakat umum (Bertens, 2000).
Jika menggunakan hati nurani, maka setiap perbuatan atau aktivitas yang kita
lakukan akan dapat menyeleksi mana perbuatan baik dan buruk. Studi kasus kedua,
dimana sebuah rumah produksi membuat film pocong pocongan dengan bumbu artis
porno Amerika. Apa yang ada dalam benak sutradara? Apakah ia hanya mengejar
sensasi dan berharap film tersebut booming dan mendapat keuntungan besar? Ataukah ia
menggunakan hati nuraninya bahwa film ini sangat penting bagi pendidikan bangsa?
Ataukah ada niatan jahat untuk merusak generasi muda? Atau ia tidak menggunakan hati
nurani dalam kesehariannya?
Mengemukanya beberapa kasus artis yang hamil di luar nikah, namun mereka
masih bangga dengan status hamilnya, bersyukur dengan cepat di beri momongan,
adalah sebuah defens mechanism menutupi hati nuraninya. Atau memang karena profesi
artis menuntut harus menjadi public figure, mereka harus tetap kelihatan percaya diri,
dan tetap bangga dengan kondisi apapun yang dialaminya. Kasus ketujuh, prostitusi
online yang menimpa beberapa kalangan artis adalah salah satu contoh lain, meskipun
sudah jelas di pemberitaan berbagai media bahwa artis tersebut sebagai tersangkanya,
namun masih saja mengelak. Penulis teringat dengan kasus video porno yang menimpa
beberapa artis beberapa tahun silam. Artis A sebagai salah satu penyanyi grup papan atas
merekam dan menyimpan video hubungan badan dengan artis LM dan CT. Video
tersebut tersebar keberbagai media setelah mantan rekan kerja membocorkan ke you
tube. CT mengakui bahwa dialah yang berhubungan dengan A dalam video tersebut,
namun A dan LM hanya mengakui bahwa orang dalam video tersebut sangat mirip
dengan diri mereka. CT bebas, karena meskipun dia mengakui, namun dialah korban
yang dirugikan. LM bebas karena juga korban, meskipun tidak mengakui bahwa itu
adalah dirinya. Sementara A masuk penjara karena perbuatan lalai yang meresahkan
publik. Mana yang menggunakan hati nurani?
Anehnya, setelah keluar dari penjara, berkat pertolongan dari media, justru A
mendapatkan hati dimasyarakat. Kedatangannya ke dunia musik saat ini sepertinya
mengubur sekian perilaku bejat yang pernah dilakukannya. Bantuan media pula, yang
membuat kedatangannya ditunggu untuk menghasilkan karya lagu terbaik tanah air.
Sepertinya masyarakat merasakan cukuplah A di hukum, dan hak setiap orang untuk
berubah dan memperbaiki kesalahan dimasa lalu.
Yang kedua, adalah prinsip kaidah emas. Kaidah emas berbunyi, hendaklah
memperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri memperlakukan. Perilaku saya
dapat dianggap secara moral baik, bila saya memperlakukan orang tertentu sebagaimana
saya sendiri ingin diperlakukan. Kalau kita ingin diperlakukan dengan baik, maka kita
juga harus memperlakukan orang lain dengan baik pula. Ada makna reksiprokal dari
peristiwa itu. Kasus
ataupun pemutih adalah salah satu contoh perbuatan tercela, yang mengesampingkan
kaidah emas.
Kaidah emas dalam konteks ini sangat relevan dengan sila kemanusiaan yang
adil dan beradab. Beradab atau biadab dalam perbuatan kita adalah bagaimana kita
memperlakukan orang lain, sebaik kita memperlakukan untuk diri kita sendiri. Adil
dalam hal manusia memperoleh derajat yang sama di mata Tuhan, dan ketika kita
melakukan hal yang baik kepada orang lain, kita berharap melakukan sesuatu yang
mulia, bermoral dan akhlakul karimah. Penulis sering berdiskusi dengan mahasiswa,
bahwa sering kali orang mungkin cuek dengan lingkungan sekitar, bahwa mungkin tidak
memiliki kepekaan terhadap lingkungannya. Misalnya seperti contoh kasus yang kedua,
kita bisa cuek dengan perfilman di Indonesia, namun bagaimana jika itu terjadi pada
adik, atau kakak kita, apakah kita akan membiarkan saudara kita main film dengan
hanya eksploitasi seks? Kita boleh cuek dengan artis yang hamil sebelum menikah,
namun apakah kita juga akan cuek apabila kasus hamil di luar nikah itu menimpa salah
satu keluarga kita? Penulis yakin jawabannya berbeda.
merokok, pada kemasannya ada tulisan rokok membunuhmu, namun hal tersebut tidak
berlaku pada iklan di internet. Mereka boleh masuk dari berbagai program iklan di
internet atau melakukan even even kreatif yang memperkenalkan produk mereka.
Pelanggaran etika juga sering terjadi pada iklan iklan yang menampilkan perempuan
seksi sehingga seringkali iklan tersebut dihentikan jika ada peringatan dari Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI). Namun iklan di telivisi beberapa tahun silam tetap membuat
penulis teringat, dimana salah satu televisi swasta yang menjadi ikon anak muda waktu
itu dengan musik dan aneka hiburannya beriklan layanan No Free Sex, Use Quality
Qondoms. Sepintas tidak ada yang salah dengan iklan tersebut, bahkan menyuarakan
untuk jangan melakukan seks bebas dikalangan anak muda. Yang membuat aneh adalah
tagline berikutnya yang menginformasikan gunakan kondom. Tentunya iklan layanan ini
memang di sponsori kondom D. Pemasaran kondom secara terselubung tersebut jelas
tidak etis, namun masyarakat pada waktu itu tidak terlalu peka, sehingga masyarakat
membiarkannya. Terlebih waktu itu tidak semua masyarakat dapat menonton televisi
swasta karena keterbatasan jaringan gelombang sinyal pemancar televisi waktu itu.
Epilog
Memaknai sekian fenomena sosial dan bisnis dewasa ini menuntut kita untuk
semakin kritis. Memaknainya secara elegan lebih rasional dengan mengembalikan
Pancasila sebagai paradigma moral dan etika bisnis. Hal ini ditegaskan dalam setiap sila
dan dipertegas dengan aturan aturan di bawahnya. Penjajahan saat ini tidak lagi secara
fisik dan adu senjata untuk membunuh satu sama lain. Saat ini adalah perang terhadap
perkembangan teknologi yang apabila kita tidak mempersiapkan diri, maka justru kita
yang akan diperbudak dengan teknologi. Bangsa Indonesia dengan elemen mudanya
harus memupuk kepedulian antar sesama yang tinggi, karena dari anak mudalah generasi
emas 2045 akan benar benar dapat terealisasi.
Daftar Pustaka
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Penerbit Kanisius. Jakarta
Kartajaya, H. 2010. Connect! Surfing New wave Marketing. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta
Kotler, P., Kartajaya, H., and Setiawan, I. 2010. Marketing 3.0; From Products to
Customers to the Human Spirit. John Willey and Sons. Inc., Hoboken, New Jersey
Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi
dan Pengendalian. Fakultas Ekonomi Indonesia.
Biodata Penulis
Dr. Edy wahyudi, MM. Lahir di Tulungagung, 25 Agustus 1975. Saat ini menjadi
pengajar di Prodi
Administrasi
Bisnis,
FISIP,
Universitas
Jember.
www.jurnalinspirat.com. Alamat