Anda di halaman 1dari 19

URGENSI PANCASILA DALAM ETIKA BISNIS

DI ERA HORIZONTALISASI PEMASARAN


Edy Wahyudi

Prolog
Pembuka tulisan ini adalah menyajikan sekian fenomena sosial di masyarakat
kita saat ini, sehingga kita dapat berimajinasi tentang mengapa hal ini dapat terjadi,
mengapa sulit untuk dihilangkan, mengapa selalu ada, dan seterusnya. Pertanyaan
pertanyaan tersebut sangat diharapkan agar tulisan ini dapat menjadi bacaan yang
menarik, dibaca hingga tuntas, dan membawa manfaat terhadap pembaca dan
memberikan dampak bagi pelaku bisnis dan generasi muda Indonesia. Terdapat tujuh
kasus dalam artikel ini yang coba penulis ungkap agar permasalahan etika bisnis tidak
selalu masuk wilayah grey area.

Studi kasus 1. Boobs Aid


Ketika membaca koran jawapos beberapa waktu lalu, terdapat berita di halaman depan
pojok kiri bawah, jagad aneh aneh. Jawa Pos biasanya memang selalu menyelipkan
berita yang ringan, lucu dan menghibur dari dunia internasional. Tapi saya tercengang
sekaligus cemas ketika membaca informasi tentang kegiatan amal yang dilakukan para
pemuda Jepang yang mereka namakan dengan boobs aid. Kegiatan yang mereka sebut
dengan kegiatan amal kreatif itu mendatangkan beberapa artis porno Jepang untuk
bersedia melakukan kegiatan amal. Para donatur memasukkan donasi mereka kedalam
kotak yang disediakan, baru kemudian mereka antri memegang (maaf) payudara artis
porno tersebut. Kegiatan amal dengan nama boobs aid itu ternyata sukses meraup dana
jutaan yen. Artis porno yang di wawancarai media lokal mengatakan bahwa mereka
bangga bisa berpartisipasi dalam kegiatan amal tersebut. Para pemuda, diantaranya
bapak bapak, juga antusias mengikuti kegiatan amal tersebut. Menakjubkan !!!
Ketika penulis mengajar matakuliah Pendidikan kewarganegaraan dan Pancasila,
penulis beritahukan informasi ini kepada mahasiswa, beberapa diantara mereka sudah
mengetahui, dan banyak yang tercengang dengan adanya informasi ini. Kita memahami
bahwa kreatifitas manusia dalam berusaha bisa tanpa batas, tidak terduga dan

originalitas itu yang bisa berdampak terhadap keberhasilan sebuah kegiatan. Kegiatan
amal yang di Jepang disebut sebagai upaya kreatif, akan menjadi hal yang aneh di
Indonesia. Syarat Kegiatan tersebut yang tidak mungkin bisa dilakukan di Indonesia
adalah karena tidak ada bintang porno orang Indonesia. Kegiatan tersebut juga penulis
yakin tidak akan di berikan ijin oleh pihak kepolisian dan para tokoh masyarakat.
Pendek kata, hal tersebut mustahil diadakan di Indonesia, setidaknya dalam kurun waktu
10 tahun ke depan.
Proses kreatifitas dapat muncul dari berbagai faktor. Yang pertama, ada fasilitas
praktek yang memungkinkan kreatifitas itu muncul, suatu contoh, jika seorang anak
dilatih melukis, maka anak tersebut dapat meningkat kualitas lukisannya, demikian pula
ketika seseorang bekerja, mereka akan berusaha melakukan pekerjaan lebih efisien dan
efektif, sehingga proses kreatifitas itu muncul. Yang kedua, terdapat ruang kesempatan
bagi kreatifitas untuk muncul. Adanya fasilitas seperti sebuah aktifitas sekolah yang
dilengkapi dengan kurikulum memungkinkan kreatifitas muncul. Yang ketiga, faktor
keluarga. Supporting keluarga sangat berperan terhadap daya kreatifitas anak. Faktor ke
empat, genetis. Generasi kreatif seringkali di wariskan, meskipun juga berpeluang di
latih. Faktor genetis ini bersifat turun temurun, yang dapat juga didukung karena
lingkungan kreatif itu mereka lihat secara terus menerus dalam lingkungannya. Sebuah
contoh, perusahaan keluarga yang semakin berkembang secara turun temurun, adalah
bukti dari pengaruh lingkungan dan genetis.
Beranjak dari munculnya kreatifitas, kita bisa menganalisis, mengapa anak anak
muda Indonesia tidak terfikir menyelenggarakan even amal seperti boobs aid seperti
anak anak muda Jepang lakukan. Karena anak anak muda kita tidak mendapatkan
fasilitas, kesempatan, dukungan keluarga dan genetis untuk berfikir akan melakukan
kegiatan kreatif semacam boobs aid. Secara kognitif, afektif dan psikomotorik kita tidak
pernah menjumpai artis porno legal di Indonesia, tidak ada channel tv Indonesia yang
menanyangkan pornografi, dan kita senantiasa diajarkan dalam kurikulum kurikulum
pendidikan formal tentang pentingnya akhlak, sopan santun, moralitas disamping
pelajaran pelajaran kompetensi. Masyarakat Jepang yang kita kenal dengan memegang
teguh adat dan budaya Jepang, lebih bangga menggunakan bahasa Jepang dari pada
bahasa Inggris, negara Asia yang paling kuat dari sisi perekonomian, terkenal dengan
budaya tertibnya, ternyata sekuler dan sangat permissif dengan keterbukaan informasi

dan budaya global. Negara Jepang menganggap itu bagian dari proses kreatifitas anak
muda mereka, dan dilegalkan. Bisnis pornografi dengan melibatkan rumah produksi dan
melakukan regenerasi artis porno, dan itu bagian dari industri seks di Jepang. Itu sebuah
kenyataan dimana penulis mempertanyakan kenapa masyarakat kita masih bangga
dengan Jepang.

Studi kasus 2. Film Panas Indonesia


Dunia perfileman Indonesia mengalami pasang surut, setelah mengalami
momentum kebangkitan dengan film ada apa dengan cinta, sempat muncul film film
berkualitas lain sehingga film ada apa dengan cinta menjadi penanda kebangkitan
perfilman Indonesia setelah sekian tahun mati suri. Namun kebangkitan film Indonesia
juga selalu di iringi dengan film film tidak kreatif, yang hanya mengandalkan eksploitasi
tubuh perempuan dalam kemasan film horror Indonesia. Memang pernah ada film
horrror yang berkualitas yang berjudul tusuk jailangkung yang seakan juga jadi
kebangkitan film horror Indonesia. Namun jejak Jailangkung dimanfaatkan para sineas
tidak kreatif yang hanya memanfaatkan film horror untuk mengeksploitasi tubuh
perempuan. Jadilah film film Indonesia sekarang di jejali dengan film horror murahan
yang konotasinya eksploitasi seks dengan kemasan horror. Sebuah dialog di tv one,
dipandu seorang presenter kenamaan waktu itu, sekitar tahun 2012, mendatangkan
sutradara film tali pocong...(penulis tidak ingat persis judul lengkapnya). Tidak hanya
sutradara film yang dihadirkan dalam dialog itu, namun juga budayawan Arswendo
Atmowiloto, aktris Angel Lelga, dan ketua FPI. Tema yang diangkat cukup menarik,
karena di film tersebut mendatangkan artis porno Amerika TP (inisial sebenarnya). FPI
menolak keras film tersebut beredar di Indonesia dan menuntut LSI selaku lembaga
sensor film yang tidak lagi kredibel. Dialog mulai memanas ketika semua memiliki
alasan masing masing. Sutradara film memiliki alasan bahwa meskipun mereka
mendatangkan artis porno, namun film tali pocong ini bukan film porno, namun film
horor. Sang sutradara memiliki alasan kuat bahwa LSI sudah meloloskan film tersebut,
sehingga tidak ada alasan bahwa film tersebut dilarang beredar. Angel Lelga juga
memiliki alasan yang kuat, bahwa dia hanya menjalankan profesinya sebagai aktris film
profesional yang menjalankan peran sesuai tuntutan skenario. Bahkan ketika presenter
bertanya tentang beberapa scene di film itu dimana Angel Lelga berpakaian renang two

piece, Angel Lelga menjawab dengan enteng bahwa itu semata tuntutan skenario. Dia
beralasan bahwa itu adegan dia akan berenang di kolam renang, sehingga wajar jika dia
berkostum renang, sangat aneh kalau adegan berenang masih menggunakan pakaian
lengkap. Ketua FPI dengan tegas menolak film tersebut, karena film tersebut disamping
tidak mendidik, lebih mendatangkan mudharat dari pada manfaat, terlebih ada artis
porno dalam film tersebut yang jelas merusak generasi muda. Arwendo memiliki
perspektif yang berbeda, dimana dia berpendapat bahwa sebenarnya secara substansial
film tersebut juga seperti film horor lainnya, secara kualitas film juga tidak banyak
berbeda, namun Arswendo menilai bahwa marketing film tersebut yang justru berbahaya
bagi masyarakat Indonesia khususnya generesi muda. Ketika artis porno TP didatangkan
untuk menjadi daya tarik film tersebut, marketing film tersebut luar biasa melakukan
sounding keberbagai media massa, jumpa pers segala macam sehingga gaung kehadiran
artis porno ini lebih besar dari pada filmnya itu sendiri. Ini yang dalam perspektif
Arswendo sangat membahayakan anak muda. Anak muda sekarang sangat cerdas dan
memiliki daya jelajah (surfing) yang luar biasa, mereka akan segera mencari siapa artis
porno TP yang dimaksud di internet, dan segera keluarlah gambar dan seluruh portofolio
dari artis porno tersebut. Epilog dari diskusi itu seperti biasa, hanya memberi informasi
kepada masyarakat tentang berbagai pandangan, terserah masyarakat menilai seperti apa.

Studi kasus 3. Pembajakan Usaha Kecil


Penelitian yang dilakukan penulis di tahun 2013 pada usaha kecil di Jawa Timur,
menemukan fakta menarik pada beberapa pelaku usaha. Waktu itu penulis melakukan
wawancara kepada pelaku usaha di Tulungagung dan ternyata mereka memproduksi
berbagai alat dapur seperti wajan, sothil, parutan kelapa, serok, dan berbagai komponen
kompor gas. Mereka dapat melayani pesanan berbagai bentuk dan mendapat peluang
pasar yang baik di bisnis ini. Namun, ternyata produk yang mereka produksi beberapa
diantaranya adalah produk bajakan. Pelaku usaha menyatakan bahwa mereka hanya
melayani permintaan pasar. Bahan baku produksi yang mereka gunakan adalah bahan
bekas pabrikan di Surabaya sehingga mampu menekan ongkos produksi. Kasus ini mirip
dengan industri kerajinan kulit di Tanggulangin Sidoarjo, dimana desain dan merek
mereka sama persis dengan produk ternama baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Bedanya dengan industri alat dapur ini adalah mereka tidak menekankan merek, namun
lebih fokus melakukan peniruan dari sisi desain.
Disatu sisi ini adalah fakta bahwa banyak pelaku usaha kecil di Indonesia
melakukan pembajakan produk, sementara di sisi lain usaha kecil adalah tulang
punggung perekonomian Indonesia. Lebih dari 90% ekonomi Indonesia ditopang usaha
kecil. Seandainya penerapan hukum bagi pelanggaran hak paten benar benar di terapkan
di Indonesia, maka secara tidak langsung juga akan berdampak mematikan usaha kecil
dan mematikan ekonomi Indonesia secara massif. Perlu di kritisi mengapa disatu sisi
pemerintah kita mengampanyekan tentang anti pembajakan, dan membiarkan pelaku
usaha kecil memproduksi produk produk bajakan.

Studi Kasus 4. Produk makanan berformalin.


Pelaku usaha kecil terutama penjual makanan kecil di pinggir jalan memiliki
image jelek karena ulah beberapa oknum pedagang yang curang. Marak pemberitaan di
media cetak, televisi maupun internet ulah oknum tersebut yang mencampur minyak
goreng curah dengan olie bekas, ada yang membeli minyak bekas dari ayam goreng
franchise internasional, ada yang menjual bakso dari daging babi, celeng atau tikus,
mencampur bahan makanan dengan zat pewarna pakaian, boraks atau formalin. Tujuan
dari kegiatan mereka adalah mendapatkan bahan baku dan biaya operasional yang lebih
murah dan meraup keuntungan yang besar. Mereka sudah tidak berfikir bahwa makanan
tersebut dapat membahayakan konsumen yaitu masyarakat Indonesia sendiri. Ada juga
pemberitaan di media, beberapa perusahaan makanan ringan tidak memiliki izin
produksi, menggunakan nomor BPOM palsu, atau ijin Depkes palsu. Hal ini sangat
meresahkan masyarakat sebagai konsumen akhir, karena ketika produk tersebut belum
mendapatkan izin dari berbagai pihak, berarti tidak ada jaminan keamanan dari produk
tersebut, mulai dari hieginitas produk, keamanan produk, hingga nilai gizi dari produk
tersebut.
Dampak dari pemberitaan itu adalah orang tua yang melarang anak anak
membeli produk yang di jual pedagang keliling di depan sekolah mereka. Orang tua
beranggapan bahwa seluruh produk makanan yang dijual pasti berbahaya buat anak
mereka. Orang tua lebih senang membawakan bekal masakan dari rumah sebagai bekal,

atau yang menjadi alternatif, para orang tua lebih senang membelanjakan jajanan di toko
modern berjaringan/ ritel modern dengan anggapan lebih higienas, aman terpercaya.
Pertanyaan mendasarnya? Siapa yang paling di rugikan? Siapa yang paling
diuntungkan? Dimana keberpihakan media? Apa yang seharusnya dilakukan
pemerintah?

Studi Kasus 5. Anti Seks Bebas, Gunakan Kondom


Tingginya kesadaran anak muda tentang bahaya seks bebas yang sudah
meningkat, menguntungkan dunia industri kondom. Kenapa begitu? Tingginya
kesadaran anak muda tentang bahaya seks bebas ternyata tidak membuat anak muda
berhenti melakukan seks bebas. Makin banyak versi kenakalan remaja atau anak muda
yang sudah kelewat bebas. Aktivitas petting (memegang dan meremas payudara/ penis)
sudah jamak dilakukan anak muda jaman sekarang. Repon.det, salah satu angket yang
dibagikan Jawa pos dengan segmen anak muda, ditahun 2004 sudah menemukan bukti
bahwa kegitan itu sudah jamak dilakukan. Saat ini anak muda sudah memahami betul
tentang bahaya seks bebas yang dapat mengakibatkan penyakit kelamin, kehamilan
ataupun HIV/AIDS. Saat ini mereka juga sudah memahami bahwa dengan menggunakan
pil KB sangat tidak efektif, karena harus diminum setiap hari, menggunakan susuk juga
riskan karena pasti bidan atau dokter akan bertanya mengapa alat tersebut harus
dipasang padahal mereka belum menikah, jika memakai suntik KB pun juga demikian.
Kalau steril atau vasektomi, mereka takut, karena suatu saat mereka juga akan
menginginkan anak/ keturunan. Solusi paling instan dan aman adalah menggunakan
kondom. Saat ini semakin kreatif saja marketing perusahaan kondom memperkenalkan
produksinya. Marketing versi Kotler (1993) menyajikan 4 aspek penting pemasaran
yaitu product, price, promotion dan place. Saat ini, untuk urusan kondom, sudah ada
pabrik lokal Indonesia yang memproduksi kondom dengan kualitas tinggi. Belum lagi
berdatangan produk kondom impor dengan berbagai merek, rasa, aroma dan bentuk.
Sungguh kreatif. Produk yang semakin bervariasi memungkinkan orang penasaran untuk
membeli dan mencobanya.
Harga (price) kondom dapat dikatakan sangat murah, masih mahal harga bensin
1 liter. Artinya pertimbangan instan anak anak muda menggunakan kondom sering
berbanding dengan harga. Faktor harga yang terjangkau menjadi alternatif membelinya,

dibanding dengan alat lain. Aspek promosi (promotion) yang menjadi ujung tombak
pemasaran kondom sangat berperan penting dalam hal ini. Kita dapat melihat iklan
kondom di berbagai media, mulai dari media cetak seperti koran, majalah, dan tabloid,
media televisi (pada jam diatas jam 21), ataupun all the time di internet. Belum lagi saat
ini marketing kondom bisa masuk dengan jalur off air dengan melakukan sponsorship
kegiatan kegiatan anak muda seperti musik ataupun even lainnya seperti kesehatan.
Kalu kita cermati, dari sisi place (distribusi/ tempat), kondom tidak hanya
terdapat di puskesmas, ataupun di apotik, namun juga tersedia dan dijual bebas di toko
toko obat ataupun ritel berjaringan (franchise) di seluruh Indonesia. Apabila dicermati
lebih dalam, pemosisian display penjualan kondom juga menarik perhatian, yaitu
diletakkan persis di depan kasir, berderet seiring dengan permen, rokok, ataupun coklat.
Artinya, pembeli seakan akan di ingatkan, apakah pembeli barangkali lupa membeli
coklat untuk anak mereka, atau permen ketika mengantuk diperjalan, lupa membeli
rokok, dan yang terakhir, strategi reminder (pengingat) di tujukan kepada pembeli,
barangkali lupa membeli kondom.
Pemilik retail atau toko lupa, bagaimana seandainya anak anak meminta
dibelikan kondom, karena warna bungkusnya yang menyolok seperti kemasan permen
atau coklat. Kita harus menjawab bagaimana?

Case 6. Hamil Sebelum Menikah, Biasa.


Artis hamil diluar nikah, itu biasa. Tidak semua artis berperilaku buruk. Ketika beberapa
artis melakukan hal aneh, maka risiko dari perbuatan itu akan menjadi image buruk tidak
hanya pada artis tersebut, namun juga strereotype muncul bahwa semua artis akan
berperilaku sama buruknya. Artis adalah public figure yang seringkali menjadi panutan,
trend fashion yang semua perilaku dan dandanannya akan banyak diikuti anak muda.
Beberapa tahun silam ketika artis Angel Karamoy menikah, ternyata lima bulan
setelahnya sudah melahirkan anak pertama mereka. Hamil di luar nikah. Pemberitaan di
media televisi menampilkan bahwa Angel Karamoy lebih menikmati proses hamil tua,
mempersiapkan proses kelahiran, hingga menimang si bayi. Angel Karamoy begitu
menikmati proses tersebut dan media televisi selalu menayangkandi setiap berita
selebriti. Ibunda Angel juga tidak luput dari pemberitaan, dimana pernyataan dari Ibunda
Angel adalah bersyukur karena tidak semua para ibu langsung mendapatkan putra

setelah mereka melangsungkan pernikahan. Ibundanya bersyukur bahwa Angel


Karamoy langsung diberi momongan, sehingga tidak perlu menunggu lama. Sekali lagi,
itu harus di syukuri. Yang menjadi pertanyaan penulis adalah: tidak ada pemberitaan
yang mengkritisi tentang permasalahan hamil di luar nikah, namun justru media
menganggap hal ini adalah informasi yang hanya harus diketahui publik, tanpa
menginformasikan kepada publik, bahwa hal tersebut adalah sebuah hal yang
bertentangan dengan norma agama dan kesusilaan. Justru media menampilkan bahwa
inilah kehidupan artis atau anak muda jaman sekarang, yang membanggakan. Dimana
keberpihakan media, apakah justru media mendukung hamil di luar nikah? Atau hal
tersebut hanya sudah tidak dianggap penting lagi??

Case 7. Prostitusi online.


Dihapuskannya lokalisasi di berbagai daerah tidak menyurutkan bisnis prostitusi
di Indonesia. Berkembangnya teknologi membuat bisnis ini semakin rapi dan sulit di
endus oleh aparat kepolisian. Jika perkembangan prostitusi di era 80 dan 90an identik
dengan lokalisasi yang dilengkapi dengan fasilitas yang lengkap seperti pijat, cafe, spa,
salon, dan hotel, maka saat ini lokalisasi lebih efisien dilakukan secara online dengan
memanfaatkan internet. Perangkat hukum yang menjerat pelaku prostitusi hanya
ditindak ringan membuat prostitusi susah diberantas. Apalagi dengan prostitusi online,
menjadi tantangan tersendiri untuk meredakannya. Memberantas prostitusi sama sulitnya
dengan memberantas judi. Penyakit masyarakat ini selalu mendapat respon pasar
tersendiri dimasyarakat. Selalu saja ada permintaan dan penawaran membuat aktivitas
prostitusi ini berjalan terus menerus.

****
Penting bagi penulis untuk menyajikan fenomena yang terjadi di Indonesia, hanya
sekedar menunjukkan bahwa banyak permasalahan yang terjadi disekitar kita, yang
masih menjadi problematika. Penulis memaknai bahwa problematikan adalah sebuah
permasalahan yang seringkali terjadi, secara berulang, kita dapat memahami mengapa
permasalahan itu selalu terjadi, apa yang menyebabkan terjadi, dan bagaimana
penanggulangannya. Kasus kasus seperti kenakalan remaja, misalkan, adalah sebuah
problematika yang selalu ada. Kita bisa dengan cepat menganalisis apa yang

menyebabkan kenakalan remaja itu terjadi, secara umum terdiri dari berbagai faktor,
misalkan karena permasalahan keluarga, lingkungan pertemanan yang salah, akses
teknologi, dan kurangnya bekal pendidikan keagamaan. Solusinya juga sering kita
dengar seperti peran penting keluarga dalam proses pendidikan anaknya, memilih
lingkungan pertemanan yang baik, mengontrol penggunaaan internet, dan meningkatkan
kualitas keagamaan di lingkungan anak anak kita. Namun demikian, ternyata masih saja
kita jumpai permasalahan kenakalan remaja, yang dari tahun ke tahun semakin banyak
aksi kenakalan remaja yang dilakukan.
Bisnis dan Etika dalam dunia modern
Penting juga menyajikan sekian contoh kasus aktivitas ekonomi dalam
masyarakat kita yang ternyata seringkali bersinggungan dengan permasalahan etika, baik
etika moral ataupun etika bisnis. Bertens dalam bukunya Etika Bisnis menyebutkan
bahwa saat ini dunia bisnis modern merupakan realitas yang kompleks. Banyak faktor
yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan bisnis. Dalam pendekatan etis, Bertens
(2000) melakukan pendekatan dari tiga sudut pandang yaitu sudut pandang ekonomi,
hukum dan etika. Beberapa kasus diatas adalah fenomena menarik yang tidak lepas dari
tiga sudut pandang ekonomi, hukum dan etika.
Sudut pandang ekonomis yang sering dimaknai dengan kegiatan tukar menukar,
jual beli, memproduksi dan memasarkan, bekerja dan mempekerjakan, proses interaksi
manusia dan profit. Kegiatan bisnis berlangsung sebagai komunikasi sosial yang
menguntungkan untuk kedua belah pihak yang melibatkan diri. Bisnis bukanlah karya
amal. Seperti contoh kasus yang pertama, boobs aid, dimana kegiatan itu dilakukan di
Jepang dan mereka sebut dengan kegiatan amal kreatif. Meskipun bertitel dengan
kegiatan amal, namun tidak dipungkiri kegiatan itu bermotif ekonomi, yaitu bagaimana
kegiatan itu melibatkan manajemen, kerjasama, dan menghasilkan uang. Kegiatan amal
tersebut juga di sponsori oleh beberapa perusahaan, yang mustahil mereka tidak
berharap keuntungan jangka pendek ataupun jangka panjang. Apabila dicermati lebih
dalam, kegiatan amal tersebut juga berdampak secara ekonomi bagi semakin maraknya
industri pornografi di Jepang. Hal ini sangat mencemaskan apabila kreatifitas kegiatan
amal terebut menular ke Indonesia.

Sudut pandang moral


Sudut pandang moral ini menjadi pembeda bangsa Indonesia dengan negara lain.
Pengaruh ideologi bangsa memegang peranan penting dalam perspektif ini. Masih di
studi kasus yang pertama, para pemuda Indonesia sepertinya perlu berfikir ulang untuk
menyelenggarakan kegiatan amal yang bagi pemuda Jepang sebagai kegiatan amal
kreatif. Sudut pandang moral menjadi salah satu alasan kuat, bahwa kegiatan itu sangat
bertentangan dengan moral dan kepribadian bangsa Indonesia. Fakta bahwa masyarakat
Indonesia di ikat dengan nilai nilai keagamaan sangat bertentangan dengan boobs aid.
Beberapa dekade lalu, masyarakat sudah menggunjingkan pengiriman putri Indonesia,
ketika ternyata mereka harus mengikuti salah satu lomba mengenakan pakaian renang
(bikini set piece atau two piece). Ini adalah salah satu bukti di Indonesia bahwa kaum
perempuan sangat dijunjung tinggi derajatnya. Nilai ekonomis yang mungkin timbul dari
kegiatan itu menjadi urung dilakukan karena pertimbangan ada pertentangan nilai moral.
Sudut pandang Hukum
Semua studi kasus menunjukkan permasalahan etika sangat terkait dengan
produk hukum yang lemah. Wilayah grey area itulah yang seringkali membuat
permasalahan etika tidak dengan cepat disikapi. Seringkali produk hukum selalu reaktif
sehingga membutuhkan waktu lama untuk bisa menindak tegas pelanggaran di wilayah
etika. Studi kasus yang pertama jelas menunjukkan bahwa hukum di Jepang
memperbolehkan diadakannya acara boobs aid, sehingga pertimbangan etika dan moral
dalam pandangan masyarakat Indonesia yang tabu, justru menjadi proses kreatif
masyarakat muda Jepang dalam kegiatan mereka. Namun ketika mencermati studi kasus
yang kedua, isu moral kesusilaan dan kepentingan industri menemukan jalan buntu.
Masyarakat Indonesia dapat menilai bahwa sebenarnya interaksi antar budaya dalam
konteks

global

sudah

meleburkan

beberapa

nilai

kesantunan

dan

estetika.

Profesionalisme artis begitu mudah dimaklumi, meskipun mereka berpakaian tidak


santun dan menjadi konsumsi publik dalam film mereka. Jadilah eksploitasi seks dalam
film tersebut sering dibalut dengan tuntutan skenario dan profesionalitas. Seringkali juga
ada yang dengan instan mengatakan bahwa hal ini adalah tuntutan global agar film
tersebut dapat masuk ke pasar internasional. Apa yang dikatakan Arswendo cukup
beralasan karena anak muda yang saat ini menjadi generasi netizen, akan langsung
mencari informasi yang menurut mereka menarik di internet. Dampak negatif yang

ditimbulkan dari film lebih besar, karena masyarakat Indonesia khususnya anak muda
akan mampu menelusuri siapa artis porno tersebut, tanpa harus melihat film Indonesia
yang dibintanginya.

Bagaimana menentukan tolok ukurnya?


Realitas yang mengemuka adalah kita seringkali kesulitan tolok ukur mana
perbuatan atau kegiatan tersebut disebut beretika. Walaupun terdapat hubungan erat
antara norma hukum dengan norma etika, namun dua macam norma itu tidak sama.
Disamping sudut pandang hukum, kita tetap membutuhkan sudut pandang moral.
Pertama, banyak hal bersifat tidak etis, namun secara hukum tidak dilarang. Tidak
semuanya yang bersifat imoral adalah ilegal juga. Seperti pada studi kasus 6 dimana
kasus artis hamil di luar nikah dirasakan hal biasa di masyarakat. Peran media malah
mem blow up artis tersebut disertai dengan record berganti kekasih, profil keluarga
besanya, ramenya pesta perkawinan, hingga proses kelahiran. Sepertinya media ingin
mengatakan kepada masyarakat bahwa apa yang dilakukan artis tersebut dapat menjadi
inspirasi masyarakat umum.
Demikian juga dengan studi kasus yang ke 5 dimana kampanye penggunaan
kondom dan anjuran untuk tidak melakukan seks bebas. Sangat tidak etis dan
bertentangan dengan tujuan melarang seks bebas. Ini malah di sponsori kondom. Hal ini
sama dengan mempromosikan kondom sebagai layanan masyarakat, mengedukasi dan
menganjurkan masyarakat mengunakan kondom. Pendapat ekstrim mengatkan kalau
ingin melakukan seks bebas yang aman, silakan menggunakan kondom. Hal ini
diperparah dengan jaringan penjualan dan pemasaran kondom mulai dari toko obat
hingga apotik dan ritel berjaringan. Tidak ada pengawasan ketat terhadap pembelian
dipasaran. Siapapun boleh membeli.
Kedua, perlunya sudut pandang moral disamping sudut pandang hukum adalah
seringkali hukum selalu terlambat dan hanya bersifat kuratif. Seperti kasus 7 dimana
prostitusi saat ini sudah online. Semakin sulit dilacak, semakin efektif dan efisien. Perlu
ranah hukum yang tegas terkait cyber crime, sehingga permasalahan prostitusi online
tidak hanya menyentuh mucikarinya, tapi juga pekerja seks komersialnya. Saat ini ada
wacana untuk tidak hanya menjerat mucikari dan PSK, namun juga penggunanya.
Seperti apa yang direncanakan gubernur DKI Jakarta Ahok, dengan rencana mendirikan

prostitusi legal yang bagus (meskipun saat ini ditentang keras oleh banyak ormas),
adalah perilaku yang justru menyiapkan perangkat hukum untuk melakukan perbuatan
yang bertentangan dengan moral, namun legal. Wacana ini hampir sama dengan
Gubernur di era sebelumnya, Sutiyoso, yang pernah berencana mendirikan pusat
perjudian di pulau seribu, dimana beliau merencanakan hanya orang kaya saja yang
boleh berjudi di pulau seribu.
Kemajuan teknologi juga membuat pemasaran menjadi lebih horizontal.
Hermawan Kartajaya (2010) dalam bukunya connect!, new wave marketing mengatakan
bahwa saat ini lanskap pemasaran semakin flat, tidak ada kendala jarak, dan real time.
Pengaruh teknologi internet membuat pemasaran menjadi lebih mudah, murah, on time
dan memiliki scoope tanpa batas, karena sudah dapat diakses diseluruh dunia. Kotler
(2010) dalam bukunya marketing 3.0 juga mengatakan hal senada dimana peran
teknologi membuat proses kreativitas dan daya jangkau produk semakin tanpa batas dan
real time. Bahkan Kotler mengatakan bahwa jangkauan perkembangan teknologi saat ini
lebih cepat dibanding dua dasawarsa sebelumnya.
Alasan ke tiga, bahwa hukum itu sendiri sering disalahgunakan. Perumusan
hukum tidak pernah sempurna, sehingga orang yang beritikat buruk, dapat
memanfaatkan celah hukum (the loopholes the law). Fakta bahwa pembajakan dilarang,
dan pemilik hak paten dilindungi undang undang tidak membuat pelaku usaha kecil
dibanyak tempat di Indonesia berhenti melakukan pembajakan terhadap produk lokal
maupun luar negeri. Namun, dengan ketidaksiapan Indonesia menghadapi ekonomi
global (sekarang dengan istilah Masyarakat Ekonomi Asean), pembajakan sudah
menjadi hal jamak. Dilematis untuk kasus ini, karena memang Indonesia membutuhkan
penguatan ekonomi lokal, dan UMKM merupakan tulang punggung penguatan ekonomi
di Indonesia. Jika benar benar diterapkan hukum tentang pelanggaran hak cipta, maka
ratusan usaha kecil akan gulung tikar, dan ribuan tenaga kerja berubah menjadi
pengangguran.
Alasan ke empat, bisa jadi hukum memang sudah dirumuskan dengan baik, tapi karena
suatu alasan, menjadi sulit untuk dilaksanakan. Alasan ini memiliki keterkaitan dengan
alasan yang ketiga, dimana Undang Undang tentang hak paten sudah diputuskan, namun
sangat sulit menindak pelanggarnya, karena beberapa pertimbangan tadi. Kondisi ini
juga membuat pelaku usaha kecil enggan untuk mendaftarkan produknya untuk di

patenkan. Karena disamping proses mengurusnya lama, proses verifikasinya juga tidak
singkat. Alasan lain adalah ketika produk yang sudah dipatenkan kemudian di bajak,
akan sangat melelahkan untuk mengurusinya di kepolisian. Bagi pengusaha kecil, proses
menuntut pelanggaran hak cipta membutuhkan biaya yang besar lagi karena harus
menyewa pengacara, hal ini membuat ribet dan menguras pikiran.
Pancasila sebagai rujukan etika bisnis
Mengkaji Pancasila dengan menggunakan pendekatan ilmiah lebih mudah dirasakan dari
pada

diberikan

secara

indoktrinasi.

Memahami

dengan

pendekatan

ilmiah

memungkinkan kita memberikan kesadaran kognitif dan dapat berimbas kepada afektif
dan psikomotorik. Kuntowijoyo dalam salah satu artikelnya di Kompas, menyarankan
mengkaji pendekatan Pancasila secara ilmiah. Pertanyaan mendasarnya adalah, apakah
Pancasila dapat menjadi dasar yang kuat pada moralitas dan etika bisnis saat ini di
Indonesia? Jawabannya adalah sangat berdasar, dan dapat dibuktikan secara rasionalitas
ilmiah.
Studi kasus kegiatan boobs aid di Jepang yang mereka sebut dengan kegiatan
amal kreatif, jelas sangat bertentangan dengan nilai nilai dasar Pancasila. Penulis sering
menjelaskan di forum kelas ketika perkuliahan, bahwa kita harus bersyukur bahwa di
Indonesia aktivitas tersebut tidak pernah terjadi. Aspek moralitas yang tercermin dalam
sila pertama tentang KeTuhanan yang Maha Esa mengajarkan bahwa kita diberikan
kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan dan agamanya masing masing.
Kita juga diajarkan dengan toleransi yang tinggi untuk menghormati agama lain, baik
dalam hal beribadah maupun dalam aktivitas sehari hari. Kita sudah terbiasa dengan
hidup penuh dengan toleransi. Kegiatan amal boobs aid tersebut jelas menciderai
masyarakat muslim yang ada di Indonesia, dan penulis yakin bahwa agama lain juga
merasakan hal sama jika itu terjadi. Di Indonesia fenomena perempuan menggunakan
hijab sudah meningkat (meskipun belum pernah ada penelitian berapa jumlahnya),
sering kita dapati kontes busana muslim, atau kontes hijab. Hal tersebut menunjukkan
trend bahwa hijab sudah tidak dimaknai hanya untuk menutup aurat saja, tapi bisa tetap
modis dan tidak menggangu aktivitas. Demikian pula dengan peran perempuan saat ini
yang sudah mulai berperan baik dibidang politik pemerintahan, ekonomi wirausaha
ataupun bidang lain menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat menghormati
peran perempuan. Akan membawa permasalahan jika ada pemuda Indonesia beride

boobs aid dapat dilakukan di Indonesia. Pasti akan banyak masyarakat yang protes, baik
dari LSM, pembela perempuan ataupun pemuka agama yang menolak kegiatan tersebut.
Penulis juga sering berdiskusi dengan mahasiswa, bahwa kita seharusnya bersyukur
hidup di Indonesia, dimana industri film porno tidak pernah ada di Indonesia. Berbeda
dengan negara Asia, Eropa dan Amerika industri pornografi adalah bagian dari bisnis,
dan masyarakat tidak menolaknya. Betapa perbedaan ideologi sangat berdampak
terhadap perilaku masyarakat termasuk aktivitas bisnis mereka.
Terkait dengan studi kasus yang kedua, dimana film Indonesia menggunakan
artis porno Amerika sebagai daya tarik, juga mendapat reaksi keras dari masyarakat.
Masyarakat masih efektif sebagai filter. Meskipun film tersebut tetap beredar setelah
mendapatkan sensor ulang, ide rumah produksi dengan mendatangkan artis porno
Amerika dalam film tersebut sangat jelas hanya berorientasi keuntungan semata. Nilai
keagamaan dan moral tidak menjadi dasar pertimbangan dalam proses ini. Mereka lupa
dengan siapa penonton dari film ini, dan dekadensi moral hanya menunggu waktu saja.
Seharusnya pemerintah dalam hal ini industri kreatif di bidang perfilman membuat
komitmen bahwa karya mereka dijamin tidak merusak akhlak dan dibuat dengan kualitas
skenario yang baik. Pembiaran terhadap film film yang hanya mengekploitasi
perempuan, sesungguhnya hanya akan memperburuk citra perempuan sendiri. Dimata
dunia internasional, film Indonesia akan tetap dipandang sebelah mata, sementara film
film berkualitas hanya dapat di hitung dengan jari. Secara etika bisnis, nampak bahwa
film ini sah sah saja tayang di Indonesia, tidak bertentangan dengan hukum karena sudah
melalui lembaga sensor, namun kita semua tahu, bahwa tanpa menonton film itu, dan
melarang anak anak kita menonton film tersebut, akan membuat kepribadian mereka
lebih baik. Tidak ada nuansa edukasi sama sekali dalam film film dengan genre seperti
itu.
Kasus pembajakan yang dilakukan usaha kecil seperti pada studi kasus yang
ketiga memberikan pelajaran berharga bahwa disatu sisi hak paten tidak berpihak kepada
negara berkembang, sebab munculnya hak paten adalah dari negara kuat yang ingin
produknya dilindungi secara hukum. Namun saat ini, undang undang hak paten juga
menjadi upaya melindungi produk Indonesia, sehingga kesiapan Indonesia saat ini
dipaksa untuk siap menghadapi globalisasi ekonomi. Pemerintah perlu melakukan
sosialisasi kepada pelaku usaha secara berkelanjutan, tidak hanya bernuansa proyek

semata. Pemberian proses pengurusan yang mudah untuk urusan paten produk, bahkan
di support dalam pendanaan, karena ini adalah sebagai wujud partisipasi pemerintah
daerah dalam melindungi produk daerahnya. Pelaku usaha kecil seringkali tidak
memahami bahwa apa yang mereka lakukan dengan meniru produk perusahaan lain
adalah pelanggaran, karena yang mereka ketahui, hal tersebut biasa dilakukan sejak
dulu. Perilaku etis dan tidak etis tidak menjadi pertimbangan dalam hal ini, karena pada
umumnya pelaku usaha kecil hanya melayani pesanan.
Pemerintah perlu melakukan pembinaan secara serius kepada pelaku usaha kecil,
sehingga tidak saja mereka memahami tentang hak paten, namun juga memahami
bagaimana membuat produk yang berkualitas. Kasus empat, menunjukkan bukti bahwa
perilaku curang dapat dilakukan oleh semua perngusaha baik di level besar ataupun
kecil. Kasus penggunaan boraks, formalin, pemutih pakaian sebagai campuran pada
makanan kecil yang dijual pedagang kaki lima adalah juga sebagai perilaku tidak etis
yang menghalalkan berbagai cara meraih keuntungan besar. Mereka lalai bahwa suatu
saat makanan tersebut dimakan oleh sanak saudara mereka sendiri, atau bahkan anak
mereka sendiri. Meskipun tidak berefek langsung terhadap kematian, namun diindikasi
hal tersebut dalam mengakibatkan infeksi lambung, hepatitis, bahkan kanker. Aspek
kemanusiaan menjadi urutan paling belakang, yang diutamakan hanya bagaimana
usahanya laris. Perilaku curang pedagang atau usaha kecil seperti itu sebenarnya
merugikan pengusaha kecil lain yang jujur. Adanya himbauan dilarang jajan diluar
sekolah sesungguhnya mematikan usaha kecil tersebut. Alasan pihak sekolah disamping
mengkhawatirkan kesehatan para siswa, juga ajakan berhemat dan gemar menabung.
Memang lebih sulit menentukan baik tidaknya bisnis dari sudut pandang moral,
namun ada beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan pendekatan, yaitu hati nurani,
kaidah emas dan penilaian masyarakat umum (Bertens, 2000).
Jika menggunakan hati nurani, maka setiap perbuatan atau aktivitas yang kita
lakukan akan dapat menyeleksi mana perbuatan baik dan buruk. Studi kasus kedua,
dimana sebuah rumah produksi membuat film pocong pocongan dengan bumbu artis
porno Amerika. Apa yang ada dalam benak sutradara? Apakah ia hanya mengejar
sensasi dan berharap film tersebut booming dan mendapat keuntungan besar? Ataukah ia
menggunakan hati nuraninya bahwa film ini sangat penting bagi pendidikan bangsa?

Ataukah ada niatan jahat untuk merusak generasi muda? Atau ia tidak menggunakan hati
nurani dalam kesehariannya?
Mengemukanya beberapa kasus artis yang hamil di luar nikah, namun mereka
masih bangga dengan status hamilnya, bersyukur dengan cepat di beri momongan,
adalah sebuah defens mechanism menutupi hati nuraninya. Atau memang karena profesi
artis menuntut harus menjadi public figure, mereka harus tetap kelihatan percaya diri,
dan tetap bangga dengan kondisi apapun yang dialaminya. Kasus ketujuh, prostitusi
online yang menimpa beberapa kalangan artis adalah salah satu contoh lain, meskipun
sudah jelas di pemberitaan berbagai media bahwa artis tersebut sebagai tersangkanya,
namun masih saja mengelak. Penulis teringat dengan kasus video porno yang menimpa
beberapa artis beberapa tahun silam. Artis A sebagai salah satu penyanyi grup papan atas
merekam dan menyimpan video hubungan badan dengan artis LM dan CT. Video
tersebut tersebar keberbagai media setelah mantan rekan kerja membocorkan ke you
tube. CT mengakui bahwa dialah yang berhubungan dengan A dalam video tersebut,
namun A dan LM hanya mengakui bahwa orang dalam video tersebut sangat mirip
dengan diri mereka. CT bebas, karena meskipun dia mengakui, namun dialah korban
yang dirugikan. LM bebas karena juga korban, meskipun tidak mengakui bahwa itu
adalah dirinya. Sementara A masuk penjara karena perbuatan lalai yang meresahkan
publik. Mana yang menggunakan hati nurani?
Anehnya, setelah keluar dari penjara, berkat pertolongan dari media, justru A
mendapatkan hati dimasyarakat. Kedatangannya ke dunia musik saat ini sepertinya
mengubur sekian perilaku bejat yang pernah dilakukannya. Bantuan media pula, yang
membuat kedatangannya ditunggu untuk menghasilkan karya lagu terbaik tanah air.
Sepertinya masyarakat merasakan cukuplah A di hukum, dan hak setiap orang untuk
berubah dan memperbaiki kesalahan dimasa lalu.
Yang kedua, adalah prinsip kaidah emas. Kaidah emas berbunyi, hendaklah
memperlakukan orang lain sebagaimana Anda sendiri memperlakukan. Perilaku saya
dapat dianggap secara moral baik, bila saya memperlakukan orang tertentu sebagaimana
saya sendiri ingin diperlakukan. Kalau kita ingin diperlakukan dengan baik, maka kita
juga harus memperlakukan orang lain dengan baik pula. Ada makna reksiprokal dari
peristiwa itu. Kasus

pelaku usaha makanan yang menggunakan formalin, boraks

ataupun pemutih adalah salah satu contoh perbuatan tercela, yang mengesampingkan
kaidah emas.
Kaidah emas dalam konteks ini sangat relevan dengan sila kemanusiaan yang
adil dan beradab. Beradab atau biadab dalam perbuatan kita adalah bagaimana kita
memperlakukan orang lain, sebaik kita memperlakukan untuk diri kita sendiri. Adil
dalam hal manusia memperoleh derajat yang sama di mata Tuhan, dan ketika kita
melakukan hal yang baik kepada orang lain, kita berharap melakukan sesuatu yang
mulia, bermoral dan akhlakul karimah. Penulis sering berdiskusi dengan mahasiswa,
bahwa sering kali orang mungkin cuek dengan lingkungan sekitar, bahwa mungkin tidak
memiliki kepekaan terhadap lingkungannya. Misalnya seperti contoh kasus yang kedua,
kita bisa cuek dengan perfilman di Indonesia, namun bagaimana jika itu terjadi pada
adik, atau kakak kita, apakah kita akan membiarkan saudara kita main film dengan
hanya eksploitasi seks? Kita boleh cuek dengan artis yang hamil sebelum menikah,
namun apakah kita juga akan cuek apabila kasus hamil di luar nikah itu menimpa salah
satu keluarga kita? Penulis yakin jawabannya berbeda.

Prinsip yang ketiga: Penilaian Umum. Masyarakat umum memberikan penilaian


baik dan buruk terhadap suatu perbuatan atau produk. Bertens menyebut dengan audit
sosial. Audit sosial menuntut adanya keterbukaan. Tingkah laku yang kurang etis pada
umumnya dilakukan dengan tersembunyi. Perbuatan serupa itu tidak pantas dilihat atau
diketahui oleh umum dan karenanya dengan sengaja disembunyikan. Sebaliknya tingkah
laku yang baik secara moral tidak menakuti transparansi. Orang yang berkelakuan etis
bersedia membuka perbuatannya bagi penilaian masyarakat umum. Manusia itu makhluk
sosial dan perilakunya selalu mempunyai dimensi sosial. Perilaku sosial itu bersifat baik
secara moral, bila tahan uji dalam audit sosial. Perilaku bersifat buruk secara moral, bila
secara umum dinilai sebagai tidak baik.
Marketing yang semakin horizontal seperti yang diungkap Hermawan Kartajaya
(2011) dimana pengaruh teknologi memberi dampak signifikan terhadap tumbuh dan
berkembangnya sektor ekonomi, sosial dan budaya. Perusahaan perusahaan besar
memaksimalkan peran internet untuk akses pemasaran produk mereka secara massif.
Seringkali upaya tersebut menabrak etika sosial dan moral. Kalau di televisi iklan rokok
dibatasi diatas jam 10 malam, tidak diperbolehkan iklan yang memvisualisasikan orang

merokok, pada kemasannya ada tulisan rokok membunuhmu, namun hal tersebut tidak
berlaku pada iklan di internet. Mereka boleh masuk dari berbagai program iklan di
internet atau melakukan even even kreatif yang memperkenalkan produk mereka.
Pelanggaran etika juga sering terjadi pada iklan iklan yang menampilkan perempuan
seksi sehingga seringkali iklan tersebut dihentikan jika ada peringatan dari Komisi
Penyiaran Indonesia (KPI). Namun iklan di telivisi beberapa tahun silam tetap membuat
penulis teringat, dimana salah satu televisi swasta yang menjadi ikon anak muda waktu
itu dengan musik dan aneka hiburannya beriklan layanan No Free Sex, Use Quality
Qondoms. Sepintas tidak ada yang salah dengan iklan tersebut, bahkan menyuarakan
untuk jangan melakukan seks bebas dikalangan anak muda. Yang membuat aneh adalah
tagline berikutnya yang menginformasikan gunakan kondom. Tentunya iklan layanan ini
memang di sponsori kondom D. Pemasaran kondom secara terselubung tersebut jelas
tidak etis, namun masyarakat pada waktu itu tidak terlalu peka, sehingga masyarakat
membiarkannya. Terlebih waktu itu tidak semua masyarakat dapat menonton televisi
swasta karena keterbatasan jaringan gelombang sinyal pemancar televisi waktu itu.

Epilog
Memaknai sekian fenomena sosial dan bisnis dewasa ini menuntut kita untuk
semakin kritis. Memaknainya secara elegan lebih rasional dengan mengembalikan
Pancasila sebagai paradigma moral dan etika bisnis. Hal ini ditegaskan dalam setiap sila
dan dipertegas dengan aturan aturan di bawahnya. Penjajahan saat ini tidak lagi secara
fisik dan adu senjata untuk membunuh satu sama lain. Saat ini adalah perang terhadap
perkembangan teknologi yang apabila kita tidak mempersiapkan diri, maka justru kita
yang akan diperbudak dengan teknologi. Bangsa Indonesia dengan elemen mudanya
harus memupuk kepedulian antar sesama yang tinggi, karena dari anak mudalah generasi
emas 2045 akan benar benar dapat terealisasi.

Daftar Pustaka
Bertens, K. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Penerbit Kanisius. Jakarta
Kartajaya, H. 2010. Connect! Surfing New wave Marketing. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta

Kotler, P., Kartajaya, H., and Setiawan, I. 2010. Marketing 3.0; From Products to
Customers to the Human Spirit. John Willey and Sons. Inc., Hoboken, New Jersey
Kotler, P. 1993. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, Implementasi
dan Pengendalian. Fakultas Ekonomi Indonesia.

Biodata Penulis
Dr. Edy wahyudi, MM. Lahir di Tulungagung, 25 Agustus 1975. Saat ini menjadi
pengajar di Prodi

Administrasi

Bisnis,

FISIP,

Universitas

Jember.

Menyelesaikan program doktoralnya di Universitas Brawijaya, pada program studi


Ilmu Administrasi tahun 2008. Aktif dalam kegiatan penelitian, terutama kajian
tentang usaha kecil, inovasi, pemasaran dan Kebijakan Publik terkait peningkatan
daya saing daerah. Beberapa riset

yang sudah dilakukan antara lain: Model

Interfirm Linkage dan Pemberdayaan UKM Nelayan Pasuruan Berbasis Potensi


Lokal (hibah bersaing, Dikti, 2009), Model Transfer Inovasi dan Peningkatan Daya
Saing Usaha Kecil Menengah (UKM) di Tulungagung (Hibah Strategis Nasional,
Dikti, 2010), Model Sistemik Inovasi Berkelanjutan dan Kapabilitas Daya Saing
Usaha Kecil Teknologi Rendah (Non High Tech) di Jawa Timur (Hibah Strategis
Nasional, Dikti, 2012-2013), Model Akselerasi dan Penguatan Kapabilitas Inovasi
Sentra Usaha Kecil Logam di Jawa Timur (Hibah Bersaing, Dikti, 2012-2013),
akuisisi teknologi tinggi (high Tech) dan Model Akselerasi Inovasi Industri kreatif
di Jawa Timur (hibah Bersaing, 2015), dan aktif menulis dalam beberapa call of
paper. Saat ini penulis juga menjadi Pemimpin Umum Jurnal Inspirat (Jurnal
Kebijakan Publik dan Bisnis) dengan website:
korespondensi penulis di edydata75@gmail.com.

www.jurnalinspirat.com. Alamat

Anda mungkin juga menyukai