Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
A.

LATAR BELAKANG
Ketoasidosis Diabetikum merupakan komplikasi akut yang paling
serius yang terjadi pada anak-anak pada DM tipe 1, dan merupaka
kondisi gawat darurat yang menimbulkan morbiditas dan mortalitas,
walaupun

telah

banyak

kemajuan

yang

diketahui

baik

dari

patogenesisnya maupun dalam hal diagbosis dan tata laksananya.


Diagnosis KAD didapatkan sekitar 16-80 % pada penderita anak baru
dengan DM tipe 1, tergantung lokasi geografi. Di Eropa dan Amerika
Utara angkanya berkisar 15-67 %, sedangkan di Indonesia dilaporkan
antara 33-66 %
Prevalensi KAD di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 4,6 8
per 1000 pebderita diabetes, dengan mortalitas kurang dari 5 % atau
sekitar 2-5 %. KAD juga merupakan penyebab kematian tersering
pada anak dan remaka dengan DM tipe 1, yang diperkirakan
setengah dari penyebab kematian penderita DM di bawah usia 24
tahun. Sementara itu di Indonesia belum didapatkan angka yang
pasri mengenai hal ini. Diagnosis dan tata laksana yang tepat sangat
diperlukan dalam pengelolaan kasus-kasus KAD untuk mengurangi
morbiditas dan mortalitas.

BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Diabetes

melitus

adalah

sindrom

yang

disebabkan

ketidakseimbangan antara tuntunan dan suplai insulin. Sindrom


ditandai oleh hiperglikemi dan berkaitan dengan abnormalitas
metabolisme
metabolik

karbohidrat,

ini

mengarah

lemak
pada

dan

protein.

Abnormalitas

perkembangan bentuk

spesifik

komplikasi ginjal, okular, neurologik dan kardiovaskuler.


Ketoasidosis diabetik (KAD) adalah komplikasi akut diabetes
melitus yang serius, suatu keadaan darurat yang harus segera
diatasi. KAD memerlukan pengelolaan yang cepat dan tepat,
mengingat angka kematiannya yang tinggi. Pencegahan merupakan
upaya penting untuk menghindari terjadinya KAD.
Ketoasidosis diabetik merupakan akibat dari defisiensi berat
insulin dan disertai gangguan metabolisme protein, karbohidrat dan
lemak. Keadaan ini terkadang disebut akselerasi puasa dan
merupakan

gangguan

metabolisme

yang

paling

serius

pada

diabetes ketergantungan insulin.


Ketoasidosis

diabetikum

adalah

kasus

kedaruratan

endokrinologi yang disebabkan oleh defisiensi insulin relatif atau


absolut. Ketoasidosis Diabetikum terjadi pada penderita IDDM (atau
DM tipe II)
B. ETIOLOGI
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau

diabetes

melitus tergantung insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau


langerhans

akibat

proses

autoimun.

Sedangkan

non

insulin

dependen diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak


tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi

insulin. Resistensu insulin adalah turunnya kemampuan insulin


untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya terjadi
defisiensi

relatif

insulin.

Ketidakmampuan

ini

terlihat

dari

berkurangnya sekresi insulin pada perangsangan sekresi insulin,


berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
Ketoasidosis diabetik dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
akibat hiperglikemia dan akibat ketosis, yang sering dicetuskan oleh
faktor-faktor :
1. Infeksi
2. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress
mendorong peningkatan proses katabolik . Menolak terapi insulin
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Assosiation (1997) sesuai
anjuran perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) adalah :
1. Diabetes tipe 1 (destruksi sel B ), umumnya menjurus ke definisi
insulin absolut :
o Autoimun
o Idiopatik
2. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai terutama dominan risestensi
insulin disertai definisi insulin relatif sampai terutama defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin)
3. Diabetes tipe lain
a. Defek generik fungsi sel B
o Maturity Onset Diabetes Of The Young (MODY) 1,2,3
o DNA mitokondria
b. Defek generik kerja insulin
c. Penyakit eksoskrin pankreas
o Pankreastitis
o Tumor / pankreatektomi
o Pankreatopati fibrokalkulus

d. Endokrinopati

Akromegali,

Syndrom

Cushing,

Feokromositoma dan hipertiroidisme.


e. Karena obat / zat kimia.
o Vacor, pentamidin, asam nikotinat
o Glukokortikoid, hormon tiroid
o Tiazid, dilatin, interferon , dll.
f. Infeksi : Rubela kongenital, sitomegalovirus.
g. Penyebab imunologi yang jarang ; antibodi ; antiinsulin.
h. Syndrom generik lain yang berkaitan dengan DM : Sindrom
Down, Sindrom Klinefelter, Sindrom Turner, dll.
4. Diabetes Melitus Gestasional (DMG)
D. INSIDENSI
Secara umum di dunia terdapat 15 kasus per 100.000 individu
pertahun yang menderita DM tipe 1. Tiga dari 1000 anak akan
menderita IDDM pada umur 20 tahun nantinya. Insiden DM tipe 1
pada anak-anak di dunia tentunya berbeda. Terdapat 0.61 kasus per
100.000 anak di Cina, hingga 41.4 kasus per 100.000 anak di
Finlandia. Angka ini sangat bervariasi, terutama tergantung pada
lingkungan tempat tinggal. Ada kecenderungan semakin jauh dari
khatulistiwa, angka kejadiannya akan semakin tinggi. Meski belum
ditemukan angka kejadian IDDM di Indonesia, namun angkanya
cenderung lebih rendah dibanding di negara-negara eropa.
Lingkungan memang mempengaruhi terjadinya IDDM, namun
berbagai

ras

dalam

satu

lingkungan

belum

tentu

memiliki

perbedaan. Orang-orang kulit putih cenderung memiliki insiden


paling tinggi, sedangkan orang-orang cina paling rendah. Orangorang yang berasal dari daerah dengan insiden rendah cenderung
akan lebih berisiko terkena IDDM jika bermigrasi ke daerah
penduduk dengan insiden yang lebih tinggi. Penderita laki-laki lebih
banyak pada daerah dengan insiden yang tinggi, sedangkan
perempuan akan lebih berisiko pada daerah dengan insiden yang
rendah.
Secara umum insiden IDDM akan meningkat sejak bayi hingga
mendekati

pubertas,

namun

semakin

kecil

setelah

pubertas.

Terdapat dua puncak masa kejadian IDDM yang paling tinggi, yakni
usia 4-6 tahun serta usia 10-14 tahun. Kadang-kadang IDDM juga
dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan, meskipun
kejadiannya sangat langka. Diagnosis yang telat tentunya akan
menimbulkan kematian dini. Gejala bayi dengan IDDM ialah napkin
rash, malaise yang tidak jelas penyebabnya, penurunan berat badan, senantiasa haus, muntah, dan dehidrasi.
Insulin merupakan komponen vital dalam

metabolisme

karbohidrat, lemak, dan protein. Insulin menurunkan kadar glukosa


darah dengan cara memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel,
terutama

otot

serta

mengkonversi

glukosa

menjadi

glikogen

(glikogenesis) sebagai cadangan energi. Insulin juga menghambat


pelepasan

glukosa

dari

glikogen

hepar

(glikogenolisis)

dan

memperlambat pemecahan lemak menjadi trigliserida, asam lemak


bebas, dan keton. Selain itu, insulin juga menghambat pemecahan
protein dan lemak untuk memproduksi glukosa (glukoneogenesis) di
hepar dan ginjal. Bisa dibayangkan betapa vitalnya peran insulin dalam metabolisme.
Defisiensi insulin

yang

dibiarkan

akan

menyebabkan

tertumpuknya glukosa di darah dan terjadinya glukoneogenesis terus-menerus sehingga menyebabkan kadar gula darah sewaktu
(GDS) meningkat drastis. Batas nilai GDS yang sudah dikategorikan
sebagai diabetes mellitus ialah 200 mg/dl atau 11 mmol/l. Kurang
dari itu dikategorikan normal, sedangkan angka yang lebih dari itu
dites dulu dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) untuk menentukan benar-benar IDDM atau kategori yang tidak toleran
terhadap glukosa oral.
E. PROGNOSIS PENYAKIT
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah yang
terlalu tinggi dan kadar hormon insulin yang rendah, tubuh tidak
dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai
gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber energi.
Pemecahan lemak tersebut akan menghasilkan benda-benda
keton

dalam

darah

(ketosis).

Ketosis

menyebabkan

derajat

keasaman (pH) darah menurun atau disebut sebagai asidosis.


Keduanya disebut sebagai ketoasidosis.
Pasien dengan KAD biasanya memiliki riwayat masukan kalori
(makanan) yang berlebihan atau penghentian obat diabetes/insulin.
F. TANDA DAN GEJALA
Gejala dan tanda-tanda yang dapat ditemukan pada pasien KAD
adalah:
1. Kadar gula darah tinggi (> 240 mg/dl)
2. Terdapat keton di urin
3. Banyak buang air kecil sehingga dapat dehidrasi
4. Sesak nafas (nafas cepat dan dalam)
5. Nafas berbau aseton
6. Badan lemas
7. Kesadaran menurun sampai koma
8. KU lemah, bisa penurunan kesadaran
9. Polidipsi, poliuria
10. Anoreksia, mual, muntah, nyeri perut
11. Bisa terjadi ileus sekunder akibat hilangnya K+ karena diuresis
osmotik
12. Kulit kering
13. Keringat <<<
14. Kussmaul ( cepat, dalam ) karena asidosis metabolik
Faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya KAD
adalah:
1. Infeksi, stres akut atau trauma
2. Penghentian pemakaian insulin atau obat diabetes
3. Dosis insulin yang kurang
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium

Glukosa.
Kadar glukosa dapat bervariasi dari 300 hingga 800 mg/dl. Sebagian
pasien mungkin memperlihatkan kadar gula darah yang lebih
rendah dan sebagian lainnya mungkin memiliki kadar sampai
setinggi 1000 mg/dl atau lebih yang biasanya bergantung pada
derajat dehidrasi.
Harus disadari bahwa ketoasidosis diabetik tidak selalu
berhubungan dengan kadar glukosa darah. Sebagian pasien dapat
mengalami asidosis berat disertai kadar glukosa yang berkisar dari
100 200 mg/dl, sementara sebagian lainnya mungkin tidak

memperlihatkan ketoasidosis diabetikum sekalipun kadar glukosa


darahnya mencapai 400-500 mg/dl.
Natrium.

Efek

hiperglikemia

ekstravaskuler

bergerak

air

ke

ruang

intravaskuler. Untuk setiap 100 mg / dL glukosa lebih dari 100 mg /


dL, tingkat natrium serum diturunkan oleh sekitar 1,6 mEq / L. Bila
kadar glukosa turun, tingkat natrium serum meningkat dengan
jumlah yang sesuai.
Kalium.

Ini perlu diperiksa sering, sebagai nilai-nilai drop sangat cepat


dengan perawatan. EKG dapat digunakan untuk menilai efek
jantung ekstrem di tingkat potasium.
Bikarbonat.

Kadar bikarbonat serum adalah rendah, yaitu 0- 15 mEq/L dan pH


yang rendah (6,8-7,3). Tingkat pCO2 yang rendah ( 10- 30 mmHg)
mencerminkan
terhadap

kompensasi

asidosisi

respiratorik

metabolik.

(pernapasan

Akumulasi

badan

kussmaul)

keton

(yang

mencetuskan asidosis) dicerminkan oleh hasil pengukuran keton


dalam darah dan urin. Gunakan tingkat ini dalam hubungannya
dengan kesenjangan anion untuk menilai derajat asidosis.

Sel darah lengkap (CBC).


Tinggi sel darah putih (WBC) menghitung (> 15 X 109 / L) atau
ditandai pergeseran kiri mungkin menyarankan mendasari infeksi.

Gas darah arteri (ABG).


pH sering <7.3. Vena pH dapat digunakan untuk mengulang pH
measurements. Brandenburg dan Dire menemukan bahwa pH pada
tingkat gas darah vena pada pasien dengan KAD adalah lebih
rendah dari pH 0,03 pada ABG. Karena perbedaan ini relatif dapat
diandalkan dan bukan dari signifikansi klinis, hampir tidak ada

alasan untuk melakukan lebih menyakitkan ABG. Akhir CO2 pasang


surut telah dilaporkan sebagai cara untuk menilai asidosis juga.

Keton.
Diagnosis memadai ketonuria memerlukan fungsi ginjal. Selain itu,
ketonuria dapat berlangsung lebih lama dari asidosis jaringan yang
mendasarinya.

-hidroksibutirat.
Serum atau hidroksibutirat kapiler dapat digunakan untuk
mengikuti respons terhadap pengobatan. Tingkat yang lebih besar
dari 0,5 mmol / L dianggap normal, dan tingkat dari 3 mmol / L
berkorelasi dengan kebutuhan untuk ketoasidosis diabetik (KAD).

Urinalisis (UA)
Cari glikosuria dan urin ketosis. Hal ini digunakan untuk mendeteksi
infeksi saluran kencing yang mendasari.

Osmolalitas
Diukur sebagai 2 (Na +) (mEq / L) + glukosa (mg / dL) / 18 + BUN
(mg / dL) / 2.8. Pasien dengan diabetes ketoasidosis yang berada
dalam keadaan koma biasanya memiliki osmolalitis > 330 mOsm /
kg H2O. Jika osmolalitas kurang dari > 330 mOsm / kg H2O ini,
maka pasien jatuh pada kondisi koma.

Fosfor
Jika pasien berisiko hipofosfatemia (misalnya, status gizi buruk,
alkoholisme kronis), maka tingkat fosfor serum harus ditentukan.

Tingkat BUN meningkat.


Anion gap yang lebih tinggi dari biasanya.

Kadar kreatinin
Kenaikan kadar kreatinin, urea nitrogen darah (BUN) dan Hb juga
dapat terjadi pada dehirasi. Setelah terapi rehidrasi dilakukan,

kenaikan kadar kreatinin dan BUN serum yang terus berlanjut akan
dijumpai pada pasien yang mengalami insufisiensi renal.
Tabel

1.

Sifat-sifat

penting

dari

tiga

bentuk

dekompensasi

(peruraian) metabolik pada diabetes.

Glukosa plasma
Ketone
Asidosis
Dehidrasi
Hiperventilasi

Diabetic

Hyperosmolar

ketoacidosis

non

(KAD)

ketoticcoma

Tinggi
Ada
Sedang/hebat
Dominan
Ada

(HONK)
Sangat tinggi
Tidak ada
Tidak ada
dominan
Tidak ada

Asidosis laktat

Bervariasi
Bervariasi
hebat
bervariasi
ada

Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik untuk ketoasidosis diabetik dapat dilakukan
dengan cara:
Tes toleransi Glukosa (TTG) memanjang (lebih besar dari

200mg/dl).

Biasanya

tes

ini

dianjurkan

untuk

pasien

yang

menunjukkan kadar glukosa meningkat dibawah kondisi stress.

Gula darah puasa normal atau diatas normal.

Essei hemoglobin glikolisat diatas rentang normal.

Urinalisis positif terhadap glukosa dan keton.

Kolesterol dan kadar trigliserida serum dapat meningkat


menandakan ketidakadekuatan kontrol glikemik dan peningkatan
propensitas pada terjadinya aterosklerosis.

DIAGNOSIS
Didasarkan

atas

adanya

"trias

biokimia"

yakni

hiperglikemia,

ketonemia, dan asidosis. Kriteria diagnosisnya adalah sebagai berikut :

Hiperglikemia, bila kadar glukosa darah > 11 mmol/L (> 200 mg/dL).

Asidosis, bila pH darah < 7,3.

kadar bikarbonat < 15 mmol/L).

Derajat berat-ringannya asidosis diklasifikasikan sebagai berikut :

Ringan: bila pH darah 7,25-7,3, bikarbonat 10-15 mmol/L.

Sedang: bila pH darah 7,1-7,24, bikarbonat 5-10 mmol/L.

Berat: bila pH darah < 7,1, bikarbonat < 5 mmol/L.

DIAGNOSIS BANDING
KAD juga harus dibedakan dengan penyebab asidosis, sesak, dan koma
yang lain termasuk : hipoglikemia, uremia, gastroenteritis dengan
asidosis

metabolik,

asidosis

laktat,

intoksikasi

salisilat,

bronkopneumonia, ensefalitis, dan lesi intrakranial.


H. KOMPLIKASI
Komplikasi dari ketoasidoisis diabetikum dapat berupa:
1. Ginjal diabetik ( Nefropati Diabetik )
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini.
Bila penderita mencapai stadium nefropati diabetik, didalam air
kencingnya terdapat protein. Dengan menurunnya fungsi ginjal
akan disertai naiknya tekanan darah. Pada kurun waktu yang
lama penderita nefropati diabetik akan berakhir dengan gagal
ginjal dan harus melakukan cuci darah. Selain itu nefropati
diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongesif.
2. Kebutaan ( Retinopati Diabetik )
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab
pada lensa mata. Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir
dengan kebutaan.
3. Syaraf ( Neuropati Diabetik )
Neuropati diabetik adalah akibat kerusakan pada saraf. Penderita
bisa stres, perasaan berkurang sehingga apa yang dipegang
tidak dapat dirasakan (mati rasa).
4. Kelainan Jantung.
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya
aterosklerosis pada pembuluh darah jantung. Bila diabetesi
mempunyai komplikasi jantung koroner dan mendapat serangan

kematian otot jantung akut, maka serangan tersebut tidak


disertai

rasa

nyeri.

Ini

merupakan

penyebab

kematian

mendadak.
5. Hipoglikemia.
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila
penurunan kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus
diatasi dengan segera. Keterlambatan dapat menyebabkan
kematian. Gejala yang timbul mulai dari rasa gelisah sampai
berupa koma dan kejang-kejang.
6. Hipertensi.
Karena harus membuang kelebihan glokosa darah melalui air
seni, ginjal penderita diabetes harus bekerja ekstra berat. Selain
itu tingkat kekentalan darah pada diabetisi juga lebih tinggi.
Ditambah dengan kerusakan-kerusakan pembuluh kapiler serta
penyempitan

yang

terjadi,

secara

otomatis

syaraf

akan

mengirimkan signal ke otak untuk menambah takanan darah.


I. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan : 1) Memperbaiki sirkulasi dan perfusi
jaringan (resusitasi dan rehidrasi), 2) Menghentikan ketogenesis
(insulin), 3) Koreksi gangguan elektrolit, 4) Mencegah komplikasi, 5)
Mengenali dan menghilangkan faktor pencetus.
Berikut adalah beberapa tahapan tatalaksana KAD :
Penilaian Klinik Awal
1.

Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah,

tanda asidosis (hiperventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat


dehidrasi.

2. Konfirmasi biokimia: darah lengkap (sering dijumpai gambaran


lekositosis), kadar glukosa darah, glukosuria, ketonuria, dan analisa
gas darah.
Resusitasi
a.

Pertahankan jalan napas.

b.

Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.

c.

Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20

cc/KgBB bolus.
d.

Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan naso-

gatrik tube untuk menghindari aspirasi lambung.


Observasi Klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
a.

Frekwensi nadi, frekwensi napas, dan tekanan darah setiap

jam.
b.

Suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.

c.

Pengukuran balans cairan setiap jam.

d.

Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.

e.

Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri :

f.

EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda

hipo/hiperkalemia.
g.

Keton urine sampai negatif, atau keton darah (bila terdapat

fasilitas).

Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat
meningkatkan resiko terjadinya edema serebri.
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah:
a. Tentukan derajat dehidrasi penderita.
b. Gunakan cairan normal salin 0,9%.

c. Total

rehidrasi

dilakukan

48

jam,

bila

terdapat

hipernatremia

(corrected Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.


d. 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.

e. Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.


Penggantian Natrium
a. Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
b. Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
c. Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi
hiperglikemia yang terjadi.

d. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar 1,6


mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas
100 mg/dL.
e. Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48
jam.
f. Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan
koreksi dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
g. Kondisi

hiponatremia

mengindikasikan

overhidrasi

dan

meningkatkan risiko edema serebri.


Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh
walaupun konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat
akibat berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi
Kalium serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan
asidosis teratasi.

a. Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian


cairan resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan
adalah 5 mmol/kg BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
b. Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus
ditunda.
Penggantian Bikarbonat
a. Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
b. Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan:
a. Terjadinya asidosis cerebral.
b. Hipokalemia.
c. Excessive osmolar load.
d. Hipoksia jaringan.
c. Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7
dengan bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi
awal, dan pada syok yang persistent.
d. Jika

diperlukan

dapat

diberikan

1-2

mmol/kg

BB

dengan

pengenceran dalam waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit


basa x KgBB). Cukup diberikan dari kebutuhan.
Pemberian Insulin
a. Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan
resusitasi.
b. Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
c. Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula
darah walaupun insulin belum diberikan.

d. Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg
BB/jam pada anak < 2 tahun.
e. Pemberian

insulin

sebaiknya

dalam

syringe

pump

dengan

pengenceran 0,1 unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat
dilakukan dengan microburet (50 unit dalam 500 mL NS), terpisah
dari cairan rumatan/hidrasi.
f. Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70100 mg/dL/jam.
g. Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5
Salin.
h. Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL
(target).
i. Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti
cairan dengan D10 Salin.
j. Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
k. Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05
unit/kg BB/jam.
l. Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan
untuk menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
m. Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian
ulang

kondisi

penderita,

pemberian

insulin,

pertimbangkan

penyebab kegagalan respon pemberian insulin.


n. Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara
intramuskuler atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan
menghambat absorpsi insulin.
Tatalaksana edema serebri

Terapi harus segera diberikan sesegera mungkin saat diagnosis edema


serebri dibuat, meliputi:
a. Kurangi kecepatan infus.
b. Mannitol 0,25-1 g/kgBB diberikan intravena dalam 20 menit
(keterlambatan pemberian akan kurang efektif).
c. Ulangi 2 jam kemudian dengan dosis yang sama bila tidak ada
respon.
d. Bila perlu dilakukan intubasi dan pemasangan ventilator.
e. Pemeriksaan MRI atau CT-scan segera dilakukan bila kondisi stabil.
Fase Pemulihan
Setelah KAD teratasi, dalam fase pemulihan penderita dipersiapkan untuk:
1) Memulai diet per-oral. 2) Peralihan insulin drip menjadi subkutan.
a. Memulai diet per-oral.
1.

Diet per-oral dapat diberikan bila anak stabil secara metabolik (KGD

< 250 mg/dL, pH > 7,3, bikarbonat > 15 mmol/L), sadar dan tidak
mual/muntah.
2.

Saat memulai snack, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi 2x

sampai 30 menit sesudah snack berakhir.


3.

Bila anak dapat menghabiskan snacknya, bisa dimulai makanan

utama.
4.

Saat memulai makanan, kecepatan insulin basal dinaikkan menjadi

2x sampai 60 menit sesudah makan utama berakhir.


b. Menghentikan insulin intravena dan memulai subkutan.

1.

Insulin

iv

bisa

dihentikan

bila

keadaan

umum

anak

baik,

metabolisme stabil, dan anak dapat menghabiskan makanan utama.


2.

Insulin subkutan harus diberikan 30 menit sebelum makan utama

dan insulin iv diteruskan sampai total 90 menit sesudah insulin subkutan


diberikan.
3.

Diberikan short acting insulin setiap 6 jam, dengan dosis individual

tergantung kadar gula darah. Total dosis yang dibutuhkan kurang lebih 1
unit/kg BB/hari atau disesuaikan dosis basal sebelumnya.
c.

Dapat diawali dengan regimen 2/7 sebelum makan pagi, 2/7

sebelum makan siang, 2/7 sebelum makan malam, dan 1/7 sebelum snack
menjelang tidur.

Algoritma Tatalaksana Ketoasidosis Diabetic

Anamnesis
Poliuria
Polidipsia
Penurunan BB
Nyeri perut
Lemas/lemah
Muntah-muntah
pusing

Syok+dehidrasi
berat
Resusitasi:
-Airway/nasogastric
tube
-Berikan oksigen
masker 100%
-Terapi syok: NS

Pemeriksaan fisik
Tentukan derajat
dehidrasi
Nafas cepat&
dalam(kusmaul)
Nafas bau keton

Diabetes
ketoasidosis
Dehidrasi >5%
Asidosis(hiperve
ntilasi)
Syok
muntah
IVFD:
-Tentukan kebutuhan
cairan+deficit
-Koreksi deficit dalam 48
jam
-Menggunakan normal
salin

Laboratotium
Ketonuria
Hipoglikemia>300
mg/dl
Asidosis metabolic
Pemeriksaan lain:
Elektrolit darah,BUN

-krisis sedang
-bisa
makan/minum
-Berikan insulin
sc

Tidak ada
perbaikan

Insulin IV:o,1 u/kg/jam(0,05


u/kg/jam bila<2th)
Observasi ketat:
-kadar gula darah
setiap 1 jam
-balans cairan setiap
1jam
-status neurologis

Kesadaran
menurun,sakit
kepala,penurunan
HR,irritable/gelisah,in

Asidosis
tidak
membaik
Evaluasi kembali:
-balans cairan?
insulin:dosis,macet
?

KGD 200-300mg/dl.
Atau
Penurunan
IVFD:
-ganti cairan dengan D5
0,45 salin
-turunkan
dosisulin(jangan<0,05
u/kg/jam
-periksa elektrolit darah

-Pastikan bukan
hipoglikemia
-Edema cerebri
-konsul neurologi
-pertimbangan:Manitol
1g/kg BB
-Restraksi cairan 50%

Krisis membaik,bisa makan/minum peroral


Perubahan insulin:berikan insulin scstop insulin iv 60

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
Ny R 45 tahun datang dirawat di IGD karena tidak sadarkan diri. Pasien
terdiagnosa DM tipe I sejak kecil. Sudah 2 hari ini keluarga menyatakan
klien mengalami stress akibat kondisi suami beliau yang sedang dirawat
di RS karena mengalami serangan jantung. Klien saat ini terpasang
oksigen dan diberikan IVFD Normal Saline. Klien mendapatkan terapi
insulin per drip. Saat ini berdasarkan hasil pengkajian pada klien
didapatkan GD klien adalah 450 mg/dl, HCO3=10 meq/L, pH darah 7.

ANALISA DATA
DATA

MASALAH

ETIOLOGI

DO:

KEPERAWATAN
Pola nafas tidak efektif

Kompensasi

- Nafas cepat (28x/mnt)


nafas cepat dan dalam
(kusmaul)
- HCO3 : 10 10 meq/L,
- pH darah: 7

metabolic,
hiperventilasi,

asidosis

- perubahan

pergerakan

dada dan penggunaan


otot bantu nafas,
- pucat, sianosis
- nafas berbau aseton
DS: pasien tidak sadar
DO:

Kekurangan

volume Dehidrasi

- muntah
cairan
- poliuria, polidipsi
- kulit membrane ukosa
kering,

penurunan

tirgor kulit,
- TD: 90/70 mmHg
- Lemas, lemah
- Nausea

PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian KAD pada KGD didasarkan pada prinsip prinsip skala
prioritas : Airway (A), Breating (B), Circulation (C), dan pengkajian esensial
yang lain.
1. Anamnesa
2. Keluhan utama
Datang dengan atau tanpa keluhan Poliuria, Polidipsi, Polifagi; lemas,
luka sukar sembuh atau adanya koma/penurunan kesadaran dengan
sebab tidak diketahui. Pada lansia dapat terjadi nepropati, neurophati atau
retinophati, serta penyakit pembuluh darah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Berapa berat keluhan yang dirasakan
4. Riwayat penyakit dahulu

Penyakit

DM

yang

tertanggulangi

maupun

tidak

terdiagnosis.

Penyakit hipertensi dan pankreatitis kronik.


5. Riwayat penyakit keluarga
DM dan penyakit jantung pada anggota keluarga.
6. Riwayat psikososial spiritual
-

Persepsi klien tentang penyakitnya

Aapakah penyakit tersebut menggangu jiwanya

Pengkajian pola fungsional


1.

Aktivitas / istirahat
S

: lemah, lelah, kejang otot, gangguan istirahat tidur

O : Takhikardi, tachipneu saat istirahat / aktifitas, koma, penuruna kekuatan


otot.
2.

Sirkulasi
S

: Riwayt hipertensi, penyembuhan luka yng lambat

: Takhikardi, hipertensi, penurunan nadi, disritmia, kulit kering

3.

Eliminasi
S

: Poliuri, nokturia, nyeri BAK, diare

: Oliiguri/ anuri, urin keruh, bising usus turun

4.

Makanan/ cairan
S

: Anoreksia, mual, muntah, haus

: Kulit kering, turgor turun, distensi abdomen, muntah

5.

Respirasi
S

: Batuk dengan atau tanpa sputum

: Takhikardi, nafas kusmaul, nafas bau aseton

6.

Neurosensori
S

: Pusing, nyeri kepala, mati rasa, kelemahan otot, paratesia,

gangguna penglihatan
O

: Disorientasi, letargi, stupor, koma, gangguan memori, kejang

7.

Keamanan
S

: Kulit kering, ulserasi kulit

: panas, diaporesis, kulit pecah, penurunan ROM

Pemeriksaan fisik
1.

Keadaan umum
Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun,

2.

Sistem pernafasan
Nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton, vesikuler pada lapang
paru.

3.

Sistem integument
Turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir kering.

4.

Sistem kardiovaskuler
Hipertensi

5.

Sistem gastrointestinal
Nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia

6.

Sistem neurologi
Sakit kepala, kesadaran menurun

7.

Sistem penglihatan
Penglihatan kabur

Dx 1. Pola nafas tidak efektif b.d kompensasi asidosis metabolic


Definisi :
Inspirasi dan / ekspirasi yang tidak member ventilasi yang adekuat
Tujuan / criteria hasil:
-

klien menunjukan pola nafas efektif, dibuktikan dengan status

pernafasan yang tidak berbahaya: ventilasi dan status TTV


klien menunjukan status pernapasan: ventilasi tidak terganggu,
ditandai dengan : kedalaman inspirasi dan kemudahan bernafas,
ekspansi

dan

simetris,

pernapasan, kusmaul (-),

tidak

ada

penggunaan

otot

bantu

INTERVENSI
1. Pemantauan pernapasan:
a. pantau adanya pucat
sianosis
b. pantau

RASIONAL
1. Pemantauan pernapasan
dan
a. Pucat dan sianosis merupakan
tanda

kedalaman

nafas,

oksigen

kecepatan, irama, dan usaha

otot

pernapasan,
d. Pantau
pola
dan

koton
e. Kaji
kemungkinan

%
3. Pastikan
tersumbat
4. Baringkan

nafas

oksigen ke kapiler.
Pola dan kecepatan pernafasan
basa,

status

pada

hidrasi,

status

dan

sistem

cardiopulmonal

adanya

tidak

harus dapat diidentifikasi untuk


menentukan faktor mana yang
berpengaruh/paling berpengaruh
c. Hiperventilasi dan kusmaul akan
d.

meningkatkan kerja pernapasan


Paru-paru mengeluarkan asam
karbonat

klien

sehingga

persyarafan. Keseluruhan faktor

oksigen masker 100

jalan

akibat

dipengaruhi oleh status asam

berbau

secret yang mungkin timbul


f. Pantau Kadar AGD
2. Pertahankan

b.

pernapasan
nafas

paru-paru

menyebabkan penurunan aliran

pernapasan

hipervenliasi,
kusmaul

bantu

di

ambilan

hiperventilasi

repirasi.
c. Perhatikan kesimetrisan dada,
penggunaan

penurunan

posisi

melalui

pernafasan

yang menghasilkan kompensasi

nyaman, semi fowler

alkalosis

respiratorik

terhadap

keadaan ketoasidosis. Pernafasn


yang berbau keton berhubungan
dengan

pemecahan

asam

ketoasetat dan harus berkurang


bila ketosis harus terkoreksi
e. Penurunan kesadaran mampu
merangsang
sputum
reflek
f.

berlebih

pengeluaran
akibat

parasimpatik

dan

kerja
atau

penurunan kemampuan menelan


AGD normal menunjukan
perbaikan sirulasi ogsigen darah,
terutama pada pambuluh kapiler.

Evaluasi rutin konsentrasi HCO3,


CO2 dan O2 merupakan bentuk
evaluasi

objektif

keberhasilan

terhadap

terapi

pemenuhan oksigen
2. Pernafasan
kusmaul

dan
sebagai

kompensasi

keasaman

memberikan

respon

penurunan

CO2 dan O2, Pemberian oksigen


sungkup

dalam

minimal

jumlah

diharapkan

yang
dapat

mempertahankan level CO2


3. Pengaturan posisi ekstensi kepala
memfasilitasi

terbukanya

jalan

nafas, menghindari jatuhnya lidah


dan

meminimalkan

jalan

nafas

oleh

penutupan
sekret

yang

munkin terjadi
4. Pengaturan posisi ekstensi kepala
memfasilitasi

terbukanya

jalan

nafas, menghindari jatuhnya lidah


dan

meminimalkan

jalan

nafas

oleh

penutupan
sekret

munkin terjadi

Dx 2. Kekuranagn volume cairan b.d dehidrasi


Definisi :
Penrunan cairan intravaskuler, interstisial, dan intraseluler, mengarah
pada dehidrasi, kehilangan cairan tanpa perubahan sodium.
Kriteria hasil:
- Kekurangnvolume
caran
akan
teratasi,
dibuktikan

denan

keseimbangan cairna, keseimbangan elektrolit, dan asam basa,


-

hidrasi yang adekuat, asupan cairan adekuat.


Menampilkan hidrasi yang baik
Memiliki asupan cairan yang adkuat (oral, intravena)

yang

INTERVENSI
1. Kaji riwayat

RASIONAL
durasi/intensitas
1. Membantu

memperkirakan

mual, muntah dan berkemih

pengurangan

berlebihan

Proses

volume

infeksi

menyebabkan
status
2. Monitor tanda-tanda vital dan
perubahan

tekanan

darah

yang

demam

dan

hipermetabolik

meningkatkan

pengeluaran

cairan insensibel.
2. Hypovolemia

orthostatic

total.

dapat

dimanifestasikan
hipotensi

oleh

dan

takikardia.

Hipovolemia berlebihan dapat


3. Monitor

perubahan

pernafasan

kussmaul,

bau

aceton

ditunjukkan

dengan

penurunan TD lebih dari 10


mmHg dari posisi berbaring
ke duduk atau berdiri.
3. Pelepasan

4. Observasi

kualitas

nafas,

asam

lewat respirasi menghasilkan

penggunaan otot asesori dan

alkalosis

cyanosis

terkompensasi
ketoasidosis.

5. Observasi ouput dan kualitas


urin

karbonat
respiratorik
pada

Napas

aceton

bau

disebabkan

pemecahan asam keton dan


akan

6. Timbang Berat Badan

hilang

bila

sudah

terkoreksi
7. Ciptakan

lingkungan

yang

nyaman, perhatikan perubahan


emosional

4. Peningkatan

hal

ketidakmampuan

yang

dilaporkan

seperti mual, nyeri abdomen,


muntah dan distensi lambung

nafas

menunjukkan
berkompensasi

8. Catat

beban

untuk
terhadap

asidosis
5. Menggambarkan kemampuan
kerja ginjal dan keefektifan
terapi

9. Obsevasi
kelelahan

adanya
yang

perasaan
meningkat,

edema, peningkatan BB, nadi


tidak

teratur

dan

distensi pada vaskuler

adanya

6. Menunjukkan

status

cairan

dan keadekuatan rehidrasi


7. Mengurangi peningkatan suhu
yang

menyebabkan

pengurangan

cairan,

perubahan

emosional

menunjukkan

penurunan

perfusi cerebral dan hipoksia


8. Kekurangan

cairan

dan

elektrolit mengubah motilitas


lambung, sering menimbulkan
muntah

dan

menimbulkan

potensial
kekurangan

cairan & elektrolit.


9. Pemberian
perbaikan
mungkin

untuk

yang

cepat

sangat

menimbulkan
dan GJK

cairan

berpotensi

beban

cairan

DAFTAR PUSTAKA
1. Price, Sylvia (1990), Patofisiologi dan Konsep Dasar Penyakit , EGC,
Jakarta

2. Prof.DR.H.Tabrani.2008.agenda gawat darurat (critical care).


Bandung.PT.Alumni
3. Santoso, Budi (alih bahasa). 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda
2005-2006 Definisa & Klasifikasi. Prima Medika. Jakarta.
4. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
5. Novianto, Dewi. 2011. Askep
Ketoasidosis Diabetikum. http//askepketoasidosis-diabetikum.html. diakses pada 8 Desember 2011.

Anda mungkin juga menyukai