Anda di halaman 1dari 4

Mata Kuliah

: Pengantar Perbankan dan LKNB

Nama

: Larasati Adi Kirana

NIM

: 20151112024

Kebijakan 1 Juni 1983


Kebijakan ini merupakan kebijakan yang bersigat structural dan fundamental. Inti
deregulasi 1 Juni 1983 adalah sebagai berikut:
a. Penghapusan ketentuan pagu kredit (credit ceiling)
b. Pengurangan KLBI kecuali untuk sector yang berprioritas tinggi
c. Pembebasan bagi bank bank untuk menetapan suku tingkat bunga sumber
dana dan kredit kecuali sector yang diprioritaskan
Sasaran atau motif dilakukannya deregulasi 1 Juni 1983 ini pada dasarnya
dimaksudkan untuk:
a. Mengubah kebijakan langsung moneter langsung menjadi kebijakan tidak
langsung
b. Meningkatkan kemampuan perbankan melakukan mobilisasi dana
masyarakat
c. Mengurangi ketergantungan bank dari KLBI
d. Mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai lender of the last resort
Untuk memungkinkan pelaksanaan kebijakan moneter melalui operasi pasar
tebuka, Bank Indonesia sejak 1984 mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI)
yang merupakan instrument dalam rangka pengetatan jumlah uang yang beredar
(kontraksi moneter). Sebaliknya untuk mendukung pelaksanaan kebijakan
ekspansi , Bank Indonesia mengeluarkan ketentuan perdagangan Surat Berharga
Pasar Uang (SBPU).

Kebijakan 27 Oktober 1998 (Pakto 27, 1988)


Kebijakan moneter dan perbankan ini memiliki kecakupan yang sangat luas dan
sangat liberal, disamping karena menyentuh hamper semua sector ekonomi, juga
banyaknya bidanng usaha perbankan yang sebelumnya diatur dengan ketentuan
yang ketat menjadi diperlonggar bahkan banyak diantaranya dihapus atau
dipermudah. Langkah langkah tersebut diambil dalam rangka memacu
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi serta dalam upaya menciptakan perluasan

kesempatan kerja. Cakupan dan sasaran kebijakan yang dikeluarkan pemerintah


pada tanggal 27 Oktober 1988 secara singkat meliputi hal hal berikut:
a. Meningkatkan pengerahan dana masyarakat yang dilakukan melalui
- Pembukaan izin pendirian bank bank baru dengan ketentuan modal yang
disetor relative kecil (bank umum Rp. 10 milyar, bank campuran Rp. 50
milyar, dan BPR Rp. 50 juta)
- Kesempatan peningkatan usaha bank tabungan dan BPR menjadi bank
umum
- Kemudahan membuka kantor - kantor cabang bank
b. Meningkatkan ekspor nonmigas, untuk itu diperlukan pelayanan perbankan
yang lebih luas melalui langkah langkah:
- Menambah jumlah bank devisa dengan mempermudah persyaratan
peningkatan status usaha bank menjadi bank devisa
- Dibuka kesempatan mendirikan bank campuran ( joint venture bank)
- Dimungkinkan membuka kantor cabang pembantu di daerah daerah
bagi kantor cabang bank
c. Peningkatan efisiensi
- BUMN dan BUMD bukan bank dapta menempatkan sebagian dananya
pada bank swasta
- Pemberian izin pendirian bank baru dibuka dan pembukaan kantor cabang
bank dipermudah
- Penyaluran kredit perbankan harus mengikuti ketentuan batas maksimum
pemberian kredit (BMPK)
d. Peningkatan kemampuan pengendalian pelaksanaan kebijakan moneter
dengan menyempurnakan instrument kebijakan moneter sebagai berikut:
- Ketentuan likuiditas wajib diturunkan dari 15% menjadi 2%
- Penyempurnaan perdagangan SBI dan SBPU baik jangka waktu jatuh
temponya maupun system lelang SBI
- Penyempurnaan fasilitas diskonto
e. Perbaikan iklim pengembangan pasar modal dengan perlakuan perpanjangan
yang seimbang terhadap penghasilan dari deposito dengan penghasilan dari
surat surat berharga pasar modal

Paket kebijakan 20 Desember 1988 (Pakdes 20, 1988)


Paket kebijakan ini meliputi:
a. Penyelenggaraan bursa efek oleh swasta dan ketentuan lain di bidang
pasar modal
b. Penyediaan alternative sumber pembiayaan dengan pendirian perusahaan
pembiayaan yang melakukan kegiatan: sewa guna usaha, anjak piutang,
modal ventura, pembiayaan konsumen, dan kartu kredit
c. Membuka kesempatan medirikan perusahaan asuransi dan lembaga
pendukungnya

Paket kebijakan 25 Maret 1989 (Pakmar 25, 1989)


Paket ini pada dasarnya merupakan ketentuan lanjutan dan penyempurnaan Pakto
27, 1988 yang memuat ketentuan ketentuan antara lain mengenai:
a. Merger dan konsolidasi antarbank
b. Pengaturan kembali operasional BPR termasuk kemungkinan peningkatan
usahanya menjadi bank umum
c. Pengaturan kredit ekspor yang meliputi kredit modal kerja dan kredit
investasi
d. Pengaturan komponen modal sendiri bank nasional dan kantor cabang
bank asing
e. Ketentuan posisi devisa neto ( net open position)
f. Pelimpahan wewenang pengawasan dan pembinaan LKBB dan
Departemen Keuangan kepada Bank Indonesia
g. Penggunaan tenaga kerja warga Negara asing yang professional

Paket Kebijakan 29 Januari 1990 (Pakjan 29, 1990)


Paket kebijakan ini berkaitan dengan penyempurnaan program perkreditan untuk
usaha kecil meliputi:
a.
b.
c.
d.
e.

Kredit
Kredit
Kredit
Kredit
Kredit

usaha tani
kepada koperasi
pengadaan pangan dan gula
investasi
umumm dan KUK

Paket kebijakan 28 Februari (Pakfeb 28, 1991)


Paket kebijakan ini sebagamana paket paket sebelumnya merupakan
penyempurnaan Pakto 20, 1988. Namun paket kebijakan 28 Februari 1991 ini
mencakup hal hal yang lebih luas dibandingkan dengan paket lain setelah pakto.
Dalam paket ini pulalah diatur ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati
hatian (prudent banking regulation). Selanjutnya agar perbankan Indonesia dapat
meningkatkan kemampuan daya saingnya dalam rangka memasuki era globalisasi,
maka bank bank perlu mengikuti ukuran ukuran perbankan yang berlaku secara
internasional terutama ukuran permodalan yang dikeluarkan Bank for International
Settelment. Bertitik tolak dari pandangan tersebut, perlu penyempurnaan atas
pembinaan dan pengawasan perbankan yang meliputi:
a. Pengawasan dan pembinaan bank dilakukan dalam rangka mewujudkan
system perbankan yang sehat dan efisien
b. Ketentuan yang berkaitan dengan prinsip kehati hatian
c. Larangan pemberian kredit untuk pembelian saham dan pemilikan saham
oleh bank bukan untuk tujuan penyertaan
d. Margin trading

e. Ketentuan swap dann swap ulang (reswap)

Paket kebijakan 29 Mei 1993 (Pakmei 29, 1993)


Pertumbuhan kredit perbankan yang relative lamban terjadi karena adanya
keengganan bank memperluas kredit yang disebabkan oleh keadaan aktiva
produktif bank yang kurang baik dan banyak mengarah ke kredit bermasalah.
Dengan demikian arus penyaluran dana kepada sector usaha menjadi tidak lancer.
Melihat perkembangan tersebut, pemerintah mengambil langkah langkah
penyempurnaan ketentuan perbankan. Penyempurnaan ketentuan perbankan
melalui Paket kebijakan 29 mei 1993 meliputi:
a. Memperlonggar ketentuan kewajiban penyedia modal minimu atau CAR
dengan memperhitungkan seluruh laba tahun lalu sebagai komponen modal
b. Mengurangi bobot resiko kredit kepada BUMN dan fasilitas kredit yang belum
digunakan dari 100% menjadi 50%
c. Memperketat ketentuan legal lending limit menjadi 50% baik untuk individu
maupun untuk kelompok
d. Bank yang belum memnuhi ketentuan penyaluran KUK 20% dapat mebeli
SBPU KUK
e. Mengubah besarnya cadangan aktiva produktif

Anda mungkin juga menyukai