Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A.

Pengertian pengeringan
Pengeringan merupakan salah satu cara pengawetan bahan pangan secara

fisik. Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan


sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di
kandung melalui penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan
tersebut di kurangi sampai batas sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh
lagi di dalamya. Pengeringan dapat pula diartikan sebagai suatu penerapan panas
dalam kondisi terkendali , untuk mengeluarkan sebagian besar air dalam bahan
pangan melalui evaporasi (pada pengeringan umum) dan sublimasi (pada
pengeringan beku) (http://en.wikipedia.org/wiki/Drying_(food)).
Ditambahkan penjelasan menurut Juliana dan Somnaikubun (2008),
pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian besar air dari suatu bahan melalui penerapan energi panas. Pengeringan
dapat dilakukan dengan memanfaatkan energi surya (pengeringan alami) dan
dapat juga dilakukan dengan menggunakan peraiatan khusus yang digerakkan
dengan tenaga listrik Proses pengeringan bahan pangan dipengaruhi oleh luas
permukaan bahan pangan, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap air dan
sumber energi yang digunakan serta jenis bahan yang akan dikeringkan. Nilai gizi
makanan yang kering akan lebih rendah jika dibandingkan dengan makanan yang
segar. Pengeringan akan menyebabkan tejadinya perubahan warna, tekstur dan
aroma bahan pangan. Pada umunmya bahan pangan yang diikeringkan akan
mengalami pencoklatan (browning) yang disebabkan oleh reaksi-reaksi nonenzimatik. Pengeringan menyebabkan kadar air bahan pangan menjadi rendah
yang juga akan menyebabkan zat-zat yang terdapat pada bahan pangan seperti
protein, lemak, karbohidrat dan mineral akan lebih terkonsentrasi. Vitamin vitamin yang terdapat dalam bahan pangan yang dikeringkan akan mengalami
penurunan mutu, hal ini disebabkan karena ada berberapa vitamin yang tidak
tahan terhadap suhu tinggi. Proses pengeringan yang berlangsung pada suhu yang

sangat tinggi akan menyebabkan terjadinya case hardening, yaitu bagian


permukaan bahan pangan sudah kering sekali bahkan mengeras sedangkan bagian
dalamnya masih basah.
Pengeringan baik parsial maupun penuh tidak membunuh semua mikroba
yang ada dalam bahan pangan yang dikeringkan. Pengeringan ternyata dapat
mengawetkan mikroba, seperti halnya mengawetkan bahan pangan. Selain itu,
produk pangan kering umumnya tidak steril. Oleh karena itu, meskipun bakteri
tidak dapat tumbuh pada makanan kering, tetapi jika makanan tersebut dibasahkan
kembali, maka pertumbuhan mikroba akan kembali terjadi, kecuali jika makanan
tersebut segera dikonsumsi atau segera disimpan pada suhu rendah (Hudaya,
2010).
Ada 2 istilah yang dipakai untuk pengeringan yaitu :
a. Drying : suatu proses kehilangan air yang disebabkan oleh daya atau
kekuatan alam, misalnya matahari (dijemur) dan angin (diangin-anginkan).
b. Dehydration (dehidrasi) : suatu proses pengeringan dengan panas buatan,
dengan menggunakan peralatan/alat-alat pengering.
B. Tujuan Pengeringan
Tujuan pengeringan bahan pangan yaitu :
1. Mengurangi risiko kerusakan karena kegiatan mikroba. Mikroba
memerlukan air untuk pertumbuhannya. Bila kadar air bahan berkurang,
maka aktivitas mikroba dihambat atau dimatikan.
2. Menghemat ruang penyimpanan atau pengangkutan.Umumnya bahan
pangan mengandung air dalam jumlah yang tinggi, maka hilangnya air
akan sangat mengurangi berat dan volume bahan tersebut.
3. Untuk mendapatkan produk yang lebih sesuai dengn penggunaannya.
Misalnya kopi instant.
4. Untuk mempertahankan nutrien yang berguna yang terkandung dalam
bahan pangan, misalnya mineral, vitamin, dsb (Murniyati dan Sunarman,
2000).
C. Keuntungan dan Kerugian Pengeringan
Keuntungan pengawetan dengan cara pengeringan :

1. Bahan lebih awet


2. Volume dan berat berkurang, sehingga biaya lebih rendah untuk
pengemasan, pengangkutan, dan penyimpanan.
3. Kemudahan dalam penyajian
4. Penganekaragaman pangan, misalnya makanan ringan /camilan
Kerugian pengawetan dengan cara pengeringan :
1. Sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah, misalnya bentuknya,
sifat fisik dan kimianya, penurunan mutu, dll.
2. Beberapa bahan kering perlu pekerjaan tambahan sebelum dipakai,
misalnya harus dibasahkan kembali (rehidrasi) sebelum digunakan.
Agar pengeringan dapat berlangsung, harus di berikan energi panas pada
bahan yang di keringkan, dan di perlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air
yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini dapat juga
di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika
pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di
ambil berasal dari semua permukaan bahan tersebut (Lesman. 2010).
D. Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas
permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara, dan
waktu pengeringan. Terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi pengeringan
(Sawitri, 2010) yaitu :
a. Factor yang berhubungan dengan udara pengering, yaitu:
1. suhu (makin tinggi suhu udara maka pengeringan akan semakin cepat)
2. kecepatan aliran udara (semakin cepat udara maka pengeringan juga
akan semakin cepat)
3. kelembaban udara (makin lembab udara maka pengeringan akaan
semakin lambat)
4. arah aliran udara (makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan,
maka bahan semakin cepat kering)
b. Factor yang berhubungan dengan sifat bahan, diantaranya yaitu
1. ukuran bahan (makin kecil ukuran benda, pengeringan akan makin
cepat)
2. kadar air (makin sedikit air yang dikandung, pengeringn akan makin
cepat).

E. Macam-Macam Pengeringan
Bahan pangan dapat dikeringkan dengan cara:
1. Alami , yaitu menggunakan panas alami dari sinar matahari, caranya
dengan dijemur (sun drying) atau diangin-anginkan, Pengeringan Rumah
Kaca/Surya
a. Pengeringan dengan sinar matahari
Pengeringan dengan sinar matahari merupakan jenis pengeringan
tertua, dan hingga saat ini termasuk cara pengeringan yang populer di
kalangan petani terutama di daerah tropis. Teknik pengeringan dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung (dikeringanginkan), dengan rakrak maupun lantai semen atau tanah serta penampung bahan lainnya
(Sawitri, 2010).
Di dalam pengeringan alami yang hanya memanfaatkan sinar
matahari dan angin, ikan dijemur diatas rak rak yang dipasang agak
miring (150) kearah datangnya angin, dan diletakkan di bawah sinar
matahari tempat angin bebas bertiup. Angin berfungsi memindahkan uap
air yang terlepas dari bahan ketempat lain, sehingga penguapan dapat
berlangsung lebih cepat. Tanpa ada pergerakan udara, misalnya jika
penjemuran dilakukan pada tempat tertutup dan tidak ada angin di tempat
itu, maka pengerngan akan berjalan lambat. Bagitu halnya dengan
intensitas sinar matahari, Intensitas sinar matahari mempengaruhi
kecepatan penguapan. Penguapan berjalan lebih lambat apabila tidak ada
sinar matahari (Murniyati dan Sunarman. 2000).
Menurut Zaelanie (2004), pada musim hujan, pengerigan biasanya
akan berjalan lebih lambat, apalagi bila tidak ada angin. Hal ini sangat
merugikan karena pembusukan sering kali terjadi. Sebaliknya jika udara
terlalu panas, pengeringan terlalu cepat sehingga dapat tgerjadi case
hardening yaitu pengerasan permukaan tetapi bagiian dalamnya masih
basah. Kerugian akibat hal ini dapat di cegah dengan cara:
-

Penjemuran dilakukan ditempat yang teduh (dibawah atap)

Penjemuran secara periodic, misalnya dijemur pada pagi sampai siang

hari kemudian diangkat dan sore hari dijemur lagi.


b. Pengeringan Rumah Kaca/Surya
Menurut Tapotubun dan fien (2008), Untuk mengetasi kontaminasi,
pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan rumah pengering surya
berpelidung kasa yang tembus cahayapada bagian atas sehingga
pengeringan dapat berjalan dengan baik. Sedangkan untuk bagian bawah
dan samping digunakan kasa berwarna gelap atau hitam sehingga panas
yang masuk tidak langsung keluar tetapi terkumpul di rumah pengering
sehingga proses pengeringan berlangsung lebih cepat.
2. Buatan (artificial drying), yaitu menggunakan panas selain sinar
matahari , dilakukan dalam suatu alat pengering
a. Pengeringan dengan pemanas buatan
Pengeringan dengan pemanas buatan mempunyai beberapa tipe alat
dimana pindah panas berlangsung secara konduksi atau konveksi,
meskipun beberapa dapat pula dengan cara radiasi. Alat pengering dengan
pindah panas secara konveksi pada umumnya menggunakan udara panas
yang dialirkan, sehingga enersi panas merata ke seluruh bahan. Alat
pengering dengan pindah panas secara konduksi pada umumnya
menggunakan permukaan padat sebagai penghantar panasnya (Sawitri,
2010).
Menurut Murniyati dan Sunarman (2000), karena banyaknya
kesulitan- kesulitan yang didapat pada pengeringan secara alami, maka
manusia telah mencoba membuat peralatan untuk memperoleh hasil yang
lebih baik dengan cara yang lebih efisien. Alat pengering mekanis berupa
suatu ruang atau cabinet dengan udara panas yang ditiupkan didalamnya.
Hal hal pokok yang membuat pengeringan mekanis ini lebih baik
daripada pengeringan alami ialah:
1.

Suhu, kelembapan, dan kecepatan angin dapat diukur

2.

Sanitasi dan hygiene dapat lebih mudah dikendalikan

Disambung penjelasan menurut Zaelanie (2004), pemanasan udara


dalam pengering mekanis (dryer) dapat dilakukan menggunakan:

Pipa-pipa yang berisi uap panas didalamnya

Logam atau batu yang dipanaskan dengan api

Elemen pemanas listrik

Pemindahan panas dengan mesin pendingin

Udara dalam dryer disirkulasikan dengan blower (kipas angin) yang


terletak didalam ruangan atau di dinding. Kecepatan udara yang optimal
adalh 70 100 m/menit. Semua iakn dalam dryer diusahakan mengalami
pengeringan yang merata. Cara pengeringannya yaitu udara dipanaskan
kemudian dialirkan kedalam ruangan yang berisi bahan dalam rak-rak
pengering melalui pertolongan kipas angin. Setelah cukup kering, ikan
dikeluarkan dan diganti dengan ikan yang lainnya, demikian dilakukan
terus menerus. Di Indonesia pernah dicoba alat pengering berbentuk
trowongan (tunnel dryer), bentuk lemari (cabinet dryer), dan cool dryer
(Murniyati dan Sunarman, 2000).
F. Peranan Udara dalam Proses Pengeringan
Udara dapat dibedakan atas 2 macam yaitu udara kering atau udara tanpa
kandungan uap air di dalamnya dan udara basah yaitu udara dengan kandungan
uap air yang tinggi. Udara merupakan campuran dari beberapa gas dengan
perbandingan yang kira-kira tetap, misalnya H2O, O2, N2, CO2 yang kadangkadang mengandung senyawa berbentuk gas (pencemar). (Syamsir E, 2008)
Air di dalam bahan pangan terdapat dalam 3 bentuk yaitu :
a. Air bebas (free water) yang terdapat dipermukaan benda padat dan mudah
diuapkan
b. Air terikat (bound water) secara fisik yaitu air yang terikat menurut sistem
kapiler atau air absorpsi karena tenaga penyerapan
c. Air terikat secara kimia misalnya air kristal dan air yang terikat dalam
suatu sistem dispersi.
Kadar air suatu bahan pangan dapat dinyatakan dalam 2 cara yaitu:
a. Berdasarkan bahan kering (dry basis)

Kadar air secara dry basis adalah perbandingan antara berat air di dalam
bahan tersebut dengan berat bahan keringnya. Berat bahan kering adalah
berat bahan asal setelah dikurangi dengan berat airnya.
b. Berdasarkan bahan basah (wet basis).
Kadar air secara wet basis adalah perbandingan antara berat air di dalam
bahan tersebut dengan berat bahan mentah.
G. Prinsip Pengeringan
Proses pengeringan pada prinsipnya adalah proses mengurangi kadar air
dalam bahan. Untuk mencegah bakteri dan enzyme bekerja dalam bahan, selain
mengurangi kadar air dalam bahan, diperlukan juga pengendalian temperatur dan
RH udara tempat penyimpanan bahan. Dasar pengeringan adalah terjadinya
penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dengan
bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini, kandungan uap air udara lebih sedikit atau
udara mempunyai kelembapan nisbi yang rendah sehingga terjadi penguapan
(Adawyah, 2006).
Proses pengeringan didasari oleh terjadinya penguapan air (pengisapan air
oleh udara) sebagai akibat perbedaan kandungan air produk dengan udara sekitar.
Apabila kandungan uap air diudara cukup rendah berarti udara mempunyai
kelembaban nisbi yang rendah sehingga kesempatan untuk terjadinya penguapan
semakin besar. Makin tinggi perbedaan kandungan uap air di udara dengan
produk, maka semakin banyak kandungan air yang dikeringkan dapat menguap
karena kesanggupan udara untuk menampungnya semakin besar (Zaelanie, 2004).
H. Pengaruh Pengeringan Terhadap Sifat Bahan Pangan
Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka hal
ini dapat mengakibatkan terjadinya case hardening yaitu suatu keadaan di mana
bagian luar (permukaan) dari bahan sudah kering sedangkan bagian sebelah
dalamnya masih basah. Hal ini disebabkan karena suhu pengeringan yang terlalu
tinggi akan mengakibatkan bagian permukaan cepat mengering dan menjadi
keras, sehingga akan menghambat penguapan selanjutnya dari air yang terdapat di
bagian dalam bahan tersebut. Case hardening juga dapat disebabkan oleh adanya

perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya terjadinya penggumpalan protein


pada permukaan bahan karena adanya panas atau terbentuknya dekstrin dari pati
yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang masif (keras) pada permukaan
bahan (Syamsir E, 2008).
Beberapa contoh terjadinya case hardening dapat dilihat di bawah ini:
1. Daging biasanya dikeringkan dengan menambahkan campuran gula,
garam serta bumbu-bumbu lainnya, dan hasilnya dikenal sebagai
dendeng. Warna dendeng yang coklat sampai hitam terjadi karena reaksi
antara asam amino dari protein dengan gula pereduksi, di samping
disebabkan pula oleh warna gula yang digunakan.
2. Buah-buahan dan sayur-sayuran selalu mengandung asam organik, dan
juga kadar gula pereduksi yang lebih tinggi pada buah yang lebih masak.
Dengan

demikian

kematangan

buah-buahan

untuk

dikeringkan

merupakan faktor penting dalam proses pengeringan. Reaksi browning


dapat dibatasi dengan menambahkan SO2 pada buah sebelum
dikeringkan, dan cara yang paling mudah dan murah adalah dengan
mengasap buah yang sudah dikupas dengan asap hasil pembakaran
belerang.
3. Pada pengeringan ketela pohon (pembuatan gaplek) sering terjadi
perubahan

warna

menjadi

hitam.

Perubahan

warna

tersebut

kemungkinan disebabkan oleh enzim polifenolase yaitu suatu oksidase


yang terdapat pada lendir ketela pohon, yang karena kontak dengan udara
dapat mengubah senyawa polifenol (tannin) menjadi senyawa yang
berwarna hitam.
4. Kopra adalah hasil pengeringan daging buah kelapa, yang biasanya
digunakan untuk membuat minyak kelapa. Kopra yang baik harus
mengandung air di bawah 5 persen untuk mencegah pertumbuhan
Aspergilus flavus, karena kapang ini umumnya tumbuh pada bahan yang
mempunyai kadar lemak tinggi.

DAFTAR PUSTAKA
http://en.wikipedia.org/wiki/Drying_(food) diakses tanggal 29 Maret 2016
Hudaya, Saripah. 2010. Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian
Pengolahan

dan

Pengawetan

Pangan.

http://www.gogreen.web.id/2008/04/pengawetan-dengan-carapengeringan.html diakses pada tanggal 14 juni 2011


Juliana, Somnaikubun, G.B.A. 2008 Pengaruh Suhu Pengeringan Terhadap Mutu
Tepung SiputLaut (Littoraria scabra)
Adawyah, 2006. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 12, 5
Lesman. 2010. Tehnik dan Teknologi Pengawetan pada Makanan. Diakses tanggal
29 Maret 2016
Zaelanie Kartini,MP,Rahma Nurdiani,SPi MAppSc,Ir.Sridayuti.2004. Diktat
Matakuliah Teknologi Hasil Perikanan I Fakultas Universitas Brawijaya
Malang.
Murniyati, AS dan Sunarman. 2000. Pendinginan, Pembekuan dan Pengawetan
Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Sawitri, Asti dan Ade Esa N. 2010. Pengawetan Pangan/Makanan Dengan
Teknologi Pengeringan. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati
Syamsir E. 2008. Prinsip dan Teknik Pengawetan Makanan (Pangan). Diakses
pada tanggal 29 Maret 2016

Anda mungkin juga menyukai