Tahun 2006 ia terpilih sebagai Jurnalis Terbaik Metro TV, dan masuk nominasi Pembaca
Berita Terbaik Panasonic Awards. Pada tahun yang sama, bersama sejumlah wartawan dari
berbagai negara, Najwa terpilih menjadi peserta Senior Journalist Seminar yang berlangsung
di sejumlah kota di AS, dan menjadi pembicara pada Konvensi Asian American Journalist
Association.
Tahun 2007, pengakuan terhadap profesionalisme Najwa tidak hanya datang dari dalam
negeri, tapi juga manca negara. Terbukti, selain kembali masuk nominasi Pembaca Berita
Terbaik Panasonic Awards, ia juga masuk nominasi (5 besar) ajang yang lebih bergengsi di
tingkat Asia, yaitu Asian Television Awards untuk kategori Best Current Affairs/Talkshow
presenter. Pengumuman pemenang dilangsungkan bulan November 2007 di Singapura. Jika
pada Panasonic Awards pemenang dipilih dari jumlah sms terbanyak, maka penentuan
pemenang pada Asian TV Awards dilakukan oleh panel juri yang beranggotakan TV
broadcaster senior dari berbagai negara di Asia.
Salah satu acara yang dipandu Najwa Shihab dan cukup membekas di benak publik, adalah
debat kandidat Gubernur DKI Jakarta. Debat yang mempertemukan pasangan Fauzi BowoPriyanto dan Adang Daradjatun-Dani Anwar itu diselenggarakan oleh KPUD DKI Jakarta,
disiarkan secara langsung oleh Metro TV dan Jak TV. Najwa terpilih sebagai pemandu debat
menyisihkan sejumlah pembawa acara yang diseleksi KPUD DKI Jakarta.
Kendati telah memutuskan untuk total di dunia jurnalistik dan TV broadcast, Najwa terus
menerus berupaya memperkuat dan memperkaya wawasan keilmuannya. Awal 2008
mendatang dia akan terbang ke Australia sebagai peraih Full Scholarship for Australian
Leadership Awards. Ia akan mendalami hukum media.
Tahun 2010, kembali Najwa Shihab masuk sebagai nominasi Presenter Berita Terbaik
Panasonic Awards. Walaupun pada akhirnya Putra Nababan lah sebagai pemenangnya.
depan dunia dengan kepemimpinannya yang memberi inspirasi terhadap kaum muda lainnya.
Dengan pencapaian itu, Najwa Shihab diundang untuk menjadi anggota aktif dari The Forum
of Young Global Leaders. Forum ini merupakan jaringan profesional muda pilihan dari
seluruh dunia yang diharapkan mampu memberikan dampak yang signifikan bagi
penyelesaian masalah global. Najwa Shibab bergabung dengan Metro TV sebagai news
presenter sejak 2000 dan kini ia menjadi anchor program Mata Najwa.
Turun dari pesawat rombongan wakil presiden di Blang Bintang, Banda Aceh, Nana belum
merasakan atmosfer kematian. Dia mencium bau anyir darah baru setelah sampai di Lambaro,
Aceh Besar. Di daerah inilah dia melaporkan kondisi yang dia lihat. Mayat-mayat berserakan.
Orang yang masih hidup pun terlihat bingung. Mereka mencari keluarga dan sanak saudara.
Nana mengatakan, belum pernah melihat orang sedemikian putus asa. Saat itulah Nana
melakukan reportase diiringi tangisan.
Di sana Nana hanya lima hari. Tanggal 31, bersama rombongan wakil presiden dia kembali
ke Jakarta. Pekan pertama setelah peristiwa, dia belum mendengar isu kristenisasi. Isu
kristenisasi setelah saya di sini, waktu saya di sana tidak terdengar. Memang ada Worldhelp
yang konon mengajak anak-anak keluar Aceh, ungkap putri kedua Quraish Shihab itu.
Di sana, kata Nana, banyak sekali isu yang berkembang, karena tak ada komando, tak ada
pusat informasi yang jelas. Komunikasi lumpuh. Jadi orang gampang sekali diprovokasi oleh
berbagai isu. Menurut dia, kalau memang kristenisasi ada itu sangat tercela. Dalam kondisi
darurat orang masih sempat mengurusi agama. Tapi saya percaya, orang Aceh tidak
semudah itu berubah keyakinan, hanya karena diberi bantuan, ujarnya.
LIPUTAN lima hari itu tak sia-sia. Berkat liputannya itu, pada 2 Februari 2005 lalu,
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jaya memberi penghargaan PWI Jaya Award. Menurut
sekretaris PWI Jaya Akhmad Kusaeni, liputan Nana dan presenter teve-teve lain betul-betul
telah membuat Indonesia menangis.
Bukan hanya PWI Jakarta yang menganugerahi Nana, pada Hari Pers Nasional (HPN) yang
dilangsungkan di Pekanbaru, Riau 9 Februari lalu, Nana meraih penghargaan HPN Award.
PWI pusat menilai, Najwa Shihab adalah wartawan pertama yang memberi informasi tragedi
tsunami secara intensif.
Pujian untuk Nana pun meluncur dari pakar komunikasi dari Universitas Indonesia, Effendy
Gazali. Dia menyitir judul film drama komedi terkenal Amerika, Kramer Vs Kramer yang
dianalogikannya menjadi Shihab Vs Shihab.
Shihab pertama adalah Najwa Shihab, kedua Alwi Shihab, yang masih punya hubungan
saudara dengan Nana. Najwa mengkritik penanganan bencana yang dilakukan pemerintah
yang diwakili oleh Menko Kesra Alwi Shihab, kata Effendy Ghazali. Dalam reportasenya,
Najwa menyampaikan bahwa bantuan terlambat dan tak terkoordinasi, sementara mayatmayat bergelimpangan tidak tertangani.
Shihab Vs Shihab, kata Effendy, untuk menggambarkan bagaimana Najwa Shihab sebagai
wartawan tetap garang dalam menyuarakan kepentingan publik dan korban tsunami di Aceh.
WANITA kelahiran 16 september 1977 ini hidup dalam keluarga religius. Nana kecil, saat di
Makasar, sudah masuk TK Al-Quran. Dia masih ingat betul, kalau melakukan kesalahan, sang
guru memukulnya dengan kayu kecil. Sekolah Dasar di Madrasah Ibtidaiyah Nurul Hidayah
(1984-1990), lalu SMP Al-Ikhlas, Jeruk Purut, Jakarta Selatan, pada 1990-1993. Aktivitas
sampai SMU, dipimpin ibunya, Nana dengan lima orang saudaranya sejak magrib harus ada
di rumah. Jadi berjamaah magrib, ngaji Al-Quran, lalu ratib Haddad bersama. Itu ritual
keluarga sampai saya SMU. Setelah kuliah, karena banyak kegiatan, Nana baru boleh keluar
setelah magrib.
Tidak hanya persoalan pendidikan, kebebasan juga diberikan oleh sang bapak untuk
menentukan pasangan hidupnya. Bahkan saat saya memutuskan untuk nikah muda, 20
tahun, ayah memberi kepercayaan. Bagi beliau yang penting kuliah selesai. Menjelang
pernikahan, kata Nana, keluarga sempat ragu, tapi karena pengalaman kakak yang nikah saat
usia 19 tahun akhirnya diizinkan. Tapi sebelum itu mereka sekeluarga umroh dulu. Di sana
ayah bertanya, udah mantep? saya jawab, udah. Ya sudah diizinkan, tutur Nana.
KENDATI dalam keluarga religius, soal pakai jilbab tak menjadi keharusan. Menurut Nana,
kalau orang pakai jilbab itu bagus, kalau tak berjilbab juga tidak apa-apa. Saya sih seperti itu
dan saya percaya itu.
Karena memang, kata Nana, alasan ayahnya yang lebih penting adalah terhormat. Karena
bukan berarti yang berjilbab tidak terhormat dan yang berjilbab sangat terhormat, karena kan
masih banyak interpretasi tentang hal itu. Menurut Nana, yang penting tampil terhormat dan
banyak cara untuk terhormat selain dengan jilbab. Tidak pernah ada keharusan untuk
berjilbab, ucapnya.
Dengan cara berpakaian seperti itu, kata Nana, tak pernah ada yang komplain. Karena
mungkin melihat ayah, kalau ditanya orang pendapatnya membolehkan, membebaskan
berjilbab atau tidak. Jadi banyak alasan dari ayah saya. Kalau ada yang komplain, paling pas
bercanda. Dan saya selalu bilang: ya insyaallah mudah-mudahan suatu saat. Yang pasti
hatinya berjilbab kok.
Nana kagum pada yang pakai jilbab dan menutup aurat. Dia ingin juga pakai jilbab, mungkin
suatu saat. Sampai saat ini saya tidak merasa ada kewajiban atau beban untuk berjilbab,
katanya, Karena sejauh saya bisa menjalankan kewajiban saya sebagai muslimah tidak
masalah berjilbab atau tidak.
Meski kini ada rekan reporter yang mengenakan jilbab, Nana tidak terpengaruh. Sampai saat
ini, dia merasa apa yang dilakukannya sudah berada pada jalur yang benar. Kalau nanti ada
hidayah lebih lanjut, atau kemantapan memakai jilbab, tanpa ragu Nana akan memakainya.
Apa yang dilakukan orang kan bukan berarti kita akan terpengaruh. Kalau sekarang ada
yang berjilbab kemudian saya ikut. Menurut saya, rugi kalau berjilbab alasannya itu,
ujarnya.
Pembaca bisa berinteraksi dengan Najwa Shihab via Facebook dan Twitter
http://www.najwashihab.com/
Twitter Najwa Shihab
Facebook Najwa Shihab
Najwa Shihab memang reporter yang sering tampil di Metro TV. Kadang Najwa berperforma
buruk dan menuai kritik, tapi secara garis besar, najwa adalah pembawa acara yang
berprestasi dan profesional