NIM
Kelompok
Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam bersosialisasi antar sesama
manusia. Komunikasi digunakan untuk mencipktakan atau meningkatkan aktifitas hubungan
antar manusia. Komunikasi berarti membantu untuk menyampaikan pesan kepada
penerima agar dapat dipahami dan untuk pengambilan suatu keputusan
Komunikasi menurut Dianne Barry (2007) mengutip dari (Northouse and Northouse,
1998) menyatakan Communication is the means by which such information is imparted and
shared with others. Put more formally, it is the transfer of information between a source and one
or more receivers; a process of sharing meanings, using a set of common rules. Komunikasi
adalah sarana informasi yang disampaikan dan dibagikan dengan orang lain. Masukan lebih
formal, adalah transfer informasi antara sumber dan satu atau lebih penerima; proses berbagi
makna, menggunakan seperangkat aturan umum.
1. Bentuk Komunikasi
Komunikasi dikatakan aktif apabila penerima dan penyampai pesan saling memahami
satu sama lain. Komunikasi kesehatan dapat mengambil berbagai bentuk dan terjadi dalam
konteks yang berbeda. Pada komunikasi manusia terdapat dua jenis komunikasi yaitu
komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Pada komunikasi verbal, seseorang dapat
berkomunikasi dengan diri sendiri (komunikas intapersonal) atau dengan orang lain (komunikasi
interpersonal) (Dianne Berry,2007). Tujuan utama dari komunikasi kesehatan adalah untuk
mempengaruhi individu dan masyarakat. Tujuannya adalah mengagumkan karena kesehatan
komunikasi bertujuan untuk meningkatkan hasil kesehatan dengan berbagi informasi yang
berhubungan dengan kesehatan (Renata Schiavo,2007). Bentuk-bentuk komunikasi terbagi
menjadi beberapa bagian:
1.1. Bentuk Komunikasi Berdasarkan Dianne Berry (2007)
1. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal tidak hanya penting untuk beberapa proses, seperti
refleksi diri dan evaluasi, tetapi juga merupakan elemen kunci yang mendasari interaksi
kita dengan orang lain. Orang yang satu dengan yang lainnya tidak akan selalu
menafsirkan pernyataan yang dibuat oleh pembaca dengan cara yang sama, penafsiran
mereka akan tergantung pada pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki. Burton
dan Dimbleby (1995), menyatakan ada empat elemen utama komunikasi intrapersonal,
yaitu inti dari diri (harga diri), kebutuhan dan motivasi, kognisi, dan pemantauan reaksi
dari orang lain.
a. Inti dari diri (Harga diri)
Inti dari diri berkaitan dengan bagaimana menghargai diri kita sendiri,
penggambaran diri kita, dan kepribadian. Citra diri tidak hanya tergantung pada
bagaimana kita melihat dan mengkatagorikan diri kita sendiri, tetapi juga
bagaimana dilihat dan dikatagorikan oleh orang lain. Harga diri adalah unsur
utama dalam komunikasi intrapersonal dan berkomunikasi dengan orang lain.
Orang dengan yang menganggap memiliki harga diri tinggi ada berbicara lebih
tegas dan percaya diri dan orang yang merasa memiliki harga diri yang rendah
akan lebih berhati hati dalam berkomunikasi dan cenderung tertutup.
b. Kebutuhan dan motivasi
Unsur kedua merupakan kebutuhan dan motivasi yang membuat diri untuk
berkomunikasi atau menafsirkan komunikasi. Menurut Burton dan Dimbleby
(1995) menyatakan bahwa There are reasons why we choose to initiate thought
prosess or interact with others. Terdapat alasan mengapa kita memilih untuk
memulai proses berpikir atau interaksi dengan orang lain. Kita termotivasi untuk
memeriksa apakah pandangan kita tentang diri kita sendiri berlaku ketika
berkomunikasi dengan orang lain.
c. Kognisi
Unsur ketiga yang telah dijabarkan oleh Burton dan Dimbleby (1995)
adalah kognisi (kegiatan internal yang membuat kita memahami dunia). Cara
menghasilkan dan menginterprestasikan komunikasi akan tergantung pada
pengetahuan, pengalaman, dan nilai-nilai yang kita pegang. Burton dan Dimbleby
membagi kognisi menjadi lima unsur yaitu: these are decoding (menafsirkan
komunikasi dari orang lain), Integration (hal yang berkaitan untuk komunikasi
lainnya), memory (mengingat informasi), schema (cara pengorganisasian
informasi). Masing-masing unsure akan dipengaruhi oleh masa lalu seperti
pengetahuan dan pengalaman, serta kenyakinan tertentu dan faktor emosional
d. Pemantauan reaksi dari orang lain
Unsur terakhir menurut Burton dan Dimbleby (1995), melibatkan aktivitas
internal dalam memantau reaksi orang lain baik perilaku verbal dan non verbal.
Komunikasi non verbal cenderung lebih otomastis dan kurang terbuka untuk
mengontrol dan kurang terbuka untuk mengontrol orang lain. Perkataan seseorang
secara verbal dapat berbeda dengan bahasa tubuh atau ekspresi wajah yang
menggambarkan gambar yang berbeda (disebut dengan kebocoran sosial).
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka anatar dua orang atau lebih.
Interaksi tersebut biasanya terdiri dari urutan kejadian dan perilaku. Brooks dan Heath
(1993) mendefinisikan komunikasi sebagai proses dengan informasi, makna, dan
perasaan yang dibagikan oleh orang-orang melalui pertukaran lisan dan pesan non verbal.
Hargie dan Dickson (2004), menguraikan bahwa komunikasi pada dasarnya adalah
sebuah proses yang terdiri dari:
a. Dua atau lebih komunikator (sumber dan penerima)
b. Sebuah pesan (isi komunikasi)
c. Media atau sarana untuk menyampaikan pesan
Presentasi (suara dan gerak tubuh) (paling penting dalam komunikasi)
Representasional (buku dan foto)
Teknologi (televise dan radio)
d. Saluran (penghubung antara komunikator dan akomodasi medium, misalnya
vokal-auditori, dan gestural-visual)
Massage
Channel
Decoder
Encoder
Massage
Channel
Decoder
Feedback
3. Komunikasi Transaksi
Pendekatan ini terfokus pada makna yang dibagi atau yang dipertukarkan
dengan memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi proses komunikasi.
Sebuah transaksi komunikasi yang terbaik digambarkan sebagai komunikasi yang
efektif. Model ini merupakan kepenuhan dari model satu arah dan dua arah. Model ini
menggambarkan pengirim membagikan pesan dan meneruskan pesan kepada penerima.
Ketika pesan itu tiba kepenerima, maka penerima, akan memberikan umpan balik yang
jelas memungkinkan pengirim dapat mengetahui apa yang diberikan supaya pesan itu
dipahami sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim. Jika pesan tidak diterima
sebagimana yang dimaksudkan pengirim, maka komunikasi terus berproses sampai dua
pihak menemukan makna sesungguhnya.
2. Hambatan Komunikasi
Hambatan dalam berkomunikasi seringkali terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur
yang mendukungnya, termasuk faktor lingkungan, dimana komunikasi itu terjadi. Gangguan
dalam berkomunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang mengganggu salah satu elemen
komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak dapat berlangsung secara efektif. Hambatan
dalam komunikasi dapat berupa :
2.1. Hambatan komunikasi berdasarkan Dianne Berry (2007)
1. Berkomunikasi dengan orang dewasa yang lebih tua
Secara umum, penelitian telah menunjukkan bahwa dokter sering lebih
merendahkan, acuh tak acuh dan meremehkan terhadap orang tua (Adelman,1991).
Mereka cenderung berbicara lebih keras dan menggurui, sering memperlakukan orang
tua seperti anak-anak muda daripada sebagai orang dewasa (Jackson dan Duffy, 1998).
Pada kondisi ini orang tua cenderung mengajukan pertanyaan yang lebih sedikit, sehingga
pemberian informasi dirasa kurang oleh profesional kesehatan dan kurang tegas. Studi
juga menunjukkan bahwa pasien yang lebih tua biasanya lebih memilih dokter untuk
mengendalikan, khususnya dalam pengambilan keputusan dan jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk menantang keputusan. Jackson dan Duffy (1998) menyatakan
bahwa, orang tua lebih besar kemungkinannya untuk 'bermain dengan aturan', sehingga
memberikan kontribusi untuk komunikasi kurang efektif dan akhirnya menghasilkan
kesehatan yang lebih buruk.
Menurut MacDonald (2004), hambatan potensi untuk komunikasi yang baik
dengan orang tua banyak sekali. hambatan tersebut dapat berasal dari faktor fisik dan
kognitif. Pada faktor fisik, banyak orang tua memiliki masalah penglihatan yang buruk
dan kehilangan pendengaran, serta mobilitas fisik. Gangguan pendengaran dapat
menyebabkan masalah tertentu ketika komunikasi dan melibatkan lebih dari dua orang.
Profesional kesehatan banyak yang tergoda untuk berteriak ketika berkomunikasi dengan
orang-orang dengan gangguan pendengaran. Cara mengatasinya lebih baik untuk
berbicara perlahan-lahan, dengan resonansi suara yang rendah. Pasien juga harus duduk
dekat dengan penyedia layanan kesehatan dan tatap muka dalam cahaya yang baik,
sehingga pasien dapat membaca bibir dan mendengar suara mereka. Masalah
berkurangnya pendengaran dapat diperburuk, karena beberapa orang tua enggan
mengakui untuk memiliki gangguan pendengaran. Oleh karena itu perlu adanya rasa
peka terhadap kemungkinan ini, bahkan jika pasien tidak memakai bantuan pendengaran.
informasi tertulis, yang dapat dibawa pulang adalah suatu hal yang berguna bagi mereka
dengan gangguan pendengaran.
Mereka yang memiliki gangguan kognitif ringan dapat mempengaruhi kecepatan
mereka dalam mengolaha informasi. Gangguan kognitif juga meningkat seiring
bertambahnya usia. Gangguan kognitif yang relatif ringan (seperti kasus kelupaan ringan)
atau yang berat (seperti demensia atau penyakit alzheimer). Komunikasi langsung dengan
orang-orang yang memiliki gangguan kognitif perlu diberikan waktu bagi pasien untuk
memproses dan memahami informasi atau pertanyaan, agar dapat merespon dengan tepat.
profesional kesehatan tidak harus menggurui, namun mereka harus akrab dan
menggunakan struktur kalimat yang sederhana sedapat mungkin mudah dimengerti dan
dipahami.
Pasien yang lebih tua sering disertai dengan konsultasi yang ditemani oleh pihak
ketiga, seperti pasangan atau anak. Keadaan yang seperti itu membuat profesional
kesehatan sering tergoda untuk berkomunikasi secara langsung dengan pihak ketiga
(terutama jika mereka terutama muda) dan bukan dengan pasien sendiri. Hal seperti ini
akan mempengaruhi efektivitas interaksi dan dapat menurunkan perasaan pasien serta
harga diri.
2. Berkomunikasi dengan anak-anak dan orang tua
Perawatan anak juga dapat menyajikan tantangan tertentu untuk komunikasi
kesehatan. Pada kutipan Edwards (2004), adalah mungkin untuk mengidentifikasi
prinsip-prinsip umum baik untuk komunikasi yang efektif agar dapat meningkatkan
kualitas hubungan keluarga dengan anak, serta kepuasan tim kesehatan. Prinsip-prinsip
tersebut perlu memperhitungkan fakta bahwa anak-anak memiliki tingkat kognitif yang
bervariasi dan sedang dalam pematangan emosional.
Ada banyak hambatan untuk berkomunikasi dan mengobati anak-anak. Anakanak mungkin merasa cemas terhadap orang asing dan takut dengan lingkungan medis.
Mereka mungkin berteriak dan meronta saat menjalani pemeriksaan fisik, dan anak-anak
mungkin khawatir dokter akan menyakiti mereka. Orang tua akan merasa cemas dalam
situasi seperti ini dan dapat menyebabkan bertambahnya beban untuk berinteraksi. Selain
itu, sering kali sulit untuk mengukur tingkatan anak-anak dalam pemberian pemahaman
untuk mengetahui bagaimana cara terbaik untuk menjelaskan kepada mereka apa yang
terjadi dan memberikan jaminan.
Bibace dan Walsh (1981) mengusulkan bahwa konseptualisasi anak-anak dari
penyakit terletak pada kontinum dari tiga tingkatan:
a. Pra-logis (2-6 tahun), di mana anak-anak menganggap bahwa penyakit
diisebabkan oleh kekuatan yang berasal dari luar, bahwa mereka tidak benarbenar memahami.
b. Beton-logis (7-10 tahun), di mana anak-anak percaya bahwa penyakit terjadi
melalui kontaminasi dan bahwa itu ditularkan melalui kontak fisik
c. Formal-logis (11 dan lebih tua), di mana anak-anak menganggap penyakit sebagai
fenomena fisiologis dimana faktor eksternal mempengaruhi bagian tubuh internal.
Dengan demikian, seperti dicatat oleh Lloyd dan Bor (1996), adalah penting untuk
memastikan bahwa sesuai dengan tingkat kognitif anak. Lloyd dan Bor
merekomendasikan sejumlah saran praktis yang dapat digunakan untuk meningkatkan
komunikasi.berbicara dengan suara meyakinkan dan tenang, membangun hubungan
sebelum menyentuh atau memeriksa anak, dan menempatkan diri pada tingkat fisik yang
sama sebagai anak ketika memeriksa atau berbicara dengan mereka. Hal yang terpenting
adalah penyedia layanan kesehatan tidak boleh memberikan jaminan palsu atau membuat
janji yang tidak bisa disimpan.
Mencoba untuk berkomunikasi secara langsung dengan anak-anak sendiri adalah
penting. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang tua pandai memberikan rincian
tentang masalah kesehatan anak, tetapi mereka kurang baik mendeskripsikan perasaan
anak dan bagaimana mereka menanggapi apa yang salah dengan mereka (Eiser dan
Twamley, 1999). Kesulitan para penyedia layanan kesehatan untuk menyampaikan
komunikasi informasi secara kompleks dan sulit kepada anak-anak dan bahkan orang tua
dalam memahami istilah medis umum (Hadlow dan Pitts, 1991). Hal ini penting untuk
mencoba untuk menemukan istilah yang dapat dipahami oleh anak. Informasi perlu
disajikan dengan cara yang sederhana dan mudah diakses, menggunakan berbagai teknik
termasuk demonstrasi, bermain dan menggunakan alat bantu visual, yang sesuai dengan
usia dan tingkat anak pemahaman.
Sumber lain dari kesulitan dalam konsultasi pediatrik adalah bahwa beberapa
orang tua enggan untuk memberitahu anak-anak mereka tentang penyakit mereka dan
untuk melibatkan mereka dalam diskusi medis. Meskipun orang tua seperti biasanya
percaya bahwa mereka berperilaku yang terbaik dalam kepentingan anak. Orang tua juga
terkadang sering merasa rentan dan tak berdaya, dan merasa bersalah dan merasa
bertanggung jawab atas apa yang salah tehadap anak mereka. Pada kenyataannya anakanak sering lebih sadar tentang apa yang terjadi dari pada orangtua. Terdapat
kemungkinan bahwa jika mereka tidak mendapatkan informasi yang mereka butuhkan
dari orang tua dan dokter, mereka akanberusaha mencari dari sumber yang lain. Hal ini
dapat mengakibatkan informasi yang mereka dapatkan kurang ataupun salah.
Kesulitan lain bisa muncul ketika ada perbedaan pendapat antara orang tua dan
profesional kesehatan tentang pengobatan yang paling tepat untuk anak. Situasi seperti ini
sangat mungkin terjadi ketika hasil pengobatan tidak pasti atau ketika orang tua ingin tes
medis lebih lanjut. Perbedaan pendapat antara orang tua, atau antara orang tua dan anakanak. Profesional kesehatan perlu menggunakan keterampilan komunikasi mereka untuk
memainkan peran mediasi penting dalam kasus tersebut.
3. Berkomunikasi dengan remaja
Masa remaja adalah masa masa yang sulit dan komunikasi dengan remaja dapat
menimbulkan masalah atau hambatan. Remaja biasanya masih merasa adanya
ketidakpastian, terutama dalam kaitannya dengan identitas mereka, dan sering mengalami
perubahan besar dalam suasana hati. Masalah komunikasi juga dapat meningkatkan
ketika remaja mengalami penyakit dan harus menjalani perawatan. Menurut definisi,
masa remaja adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja yang masih
muda mungkin ingin orangtua terlibat dalam semua interaksi dengan staf medis,
sedangkan remaja yang lebih tua mungkin tidak. Pada usia apapun, remaja harus
ditangani langsung oleh penyedia layanan kesehatan, bukan dari komentar yang ditujukan
terutama pada orang tua. Remaja perlu diberikan privasi seperti yang biasa diberikan
kepada orang dewasa
Semua pasien perlu diberi waktu untuk diagnosis dan mempersiapkan diri untuk
pengobatan, dan ini terutama berlaku untuk remaja. Remaja sering menutup diri saat
merasa cemas, dan hal ini dapat menghambat pemahaman awal mereka mengenai
informasi yang mereka dapatkan. Mereka juga sering menyembunyikan perasaan mereka
yang sebenarnya.
Salah satu fitur penting dari remaja adalah bahwa mereka mungkin kurang
cenderung mempercayai dokter dan profesional kesehatan lainnya, dan hanya percaya
apa yang mereka ketahui. Remaja lebih cenderung mempercayai dokter yang jujur,
sebaliknya mereka akan lebih skeptis tentang dokter yang mencoba untuk menjadi 'terlalu
friendly'atau' akrab '. Remaja lebih suka dokter yang bertindak secara profesional namun
mnyampaikannya dengan rasa nyaman, humor, pemahaman, dan menjelaskan prosedur
dengan jelas. Hal ini sejalan dengan MacDonald (2004) yang menyarankan bahwa dokter
harus jujur ketika berinteraksi dengan remaja, dan bahwa mereka harus sabar dan siap
untuk memberikan waktu untuk remaja.
4. Berkomunikasi dengan pasien dari latar belakang etnis yang berbeda
Jalan (2003), etnis dan budaya dapat mempengaruhi penyedia dan perilaku
komunikasi pasien dalam setidaknya tiga cara.
a. Orang-orang dari latar belakang etnis yang berbeda sering berbicara dengan
bahasa atau dialek yang berbeda, bahkan ketika secara teknis berbicara bahasa
yang sama,
b. Gaya komunikasi dapat bervariasi diseluruh kelompok budaya yang berbeda,
khususnya sehubungan dengan ketegasan dan ekspresif.
c. Orang-orang dari latar belakang etnis yang berbeda sering memiliki model
penjelasan pribadi yang berbeda dari kesehatan dan penyakit, dan ini dapat
mempengaruhi jalannya konsultasi dan hasil medis
Pada budaya banyak mencakup keyakinan agama yang berbeda dan hal ini sangat
mempengaruhi bagaimana penyakit dan pengobatan yang akan mempengaruhi kesehatan
dan komunikasi kesehatan. Ketika anggota keluarga menjadi sakit, hal ini menjadi
masalah bagi seluruh keluarga.
Kim (1999) mengamati bahwa orang-orang dari budaya individualistis (seperti
Eropa dan Amerika) lebih langsung, tegas dan gaya komunikasi ekspresif. Orang-orang
dari budaya kolektivis (seperti beberapa budaya Asia) memiliki rasa saling tergantung
yang mengarah ke gaya komunikasi yang ditandai dengan tidak langsung dan
menghormati. Dalam budaya yang bersifat keluarga berpusat (misalnya, Yunani, Italia,
Hispanik) menahan berita buruk dipertahankan sebagai suatu cara untuk melindungi
pasien.
Perbedaan antara budaya dalam hal aspek perilaku non-verbal seperti penggunaan
gerak tubuh, sentuhan dan jarak, bisa ada perbedaan dalam kaitannya dengan sejauh
mana emosi diekspresikan (mis melalui ekspresi wajah) dalam situasi tertentu. Jepang,
misalnya, lebih menutupi perasaan emosional dan perasaan nyeri ketika di hadapan
seseorang yang berkuasa, seperti dokter.
Hambatan lain bagi komunikasi kesehatan yang efektif adalah kenyataan bahwa
banyak anggota kelompok minoritas, terutama mereka yang dibesarkan dinegara-negara
d. Tidak membuat perjanjian atau janji yang jelas tidak dapat disimpan
e. Membantu pasien merasa bahwa mereka memiliki pilihan
f. Tidak berbicara dengan orang marah atau agresif dari belakang karena hal ini
dapat mengancam dan menakutkan bagi mereka
g. Cobalah untuk tidak tersinggung secara pribadi atau terlalu terlibat secara
emosional
h. Tetap pada jarak yang aman jika pasien menunjukkan tanda-tanda agresif
i. Jika situasi terlalu mengancam, memanggil bantuan (misalnya dari keamanan
Staf), tetapi cobalah untuk mengawasi cara mereka menangani situasi dan
mempertahankan kontrol emosi
2.2. Hambatan komunikasi berdasarkan Alo Liliweri (2011)
Komunikasi manusia tidak pernah selalu lancar, komunikasi seringkali mengalami
hambatan. Menurut Alo Liliweri hambatan komunikasi terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
1. Hambatan fisik :
Meliputi kebisingan yang bersumber dari suara seperti kebisingan lalu lintas,
musik yang keras, badai atau angin, ombak, sensor atau gergaji mesin, mesin-mesin
mobil dibengkel, hingga bau badan, atau bau mulut
2. Hambatan jarak :
Misalnya anda tidak bebas berkomunikasi dengan seseorang karena dipisahkan
oleh sebuah meja besar didepan anda
3. Hambatan psikologis
Meliputi semua jenis gangguan yang bersumber dari faktor-faktor psikologis
seperti self awereness, self-perception, persepsi, motivasi, hambatan mental yang
menggangu kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan
4. Hambatan Sosiologis
Misalnya hambatan status sosial, stratifikasi sosial, kedudukan dan peran yang
berbeda antara pengirim dan penerima pesan. Faktor-foktor ini mengurangi tingkat
kebebasan berkomunikasi antarpersonal
5. Hambatan Antropologis
Hambatan kultural seperti perbedaan latar belakang budaya, kebiasaan, adat
istiadat, dan lain-lain antara pengirim dan penerima yang mempengaruhi komunikasi
6. Hambatan fisiologis
Hambatan hambatan yang mencangkup semua aspek fisik yang dapat
mengganggu komunikasi
7. Hambatan Semantik
Hambatan yang muncul dalam bentuk kata-kata yang dapat mengganggu
perhatian pengirim dan penerima terhadap pesan (Orbe & Bruess,2005). Contoh,
perbedaan bahasa atau konsep terhadap pesan antara penerima dan pengirim
DAFTAR PUSTAKA
Schiavo R. 2007. Health Communication From Theory To Practice. San Francisco (US). A
Wiley Imprint
Barry D. 2007. Health Communication Theory and Practice. New York (US). Refine Catch
Liliweri A. 2011. Komunikasi: Serba Ada Serba Makna. Jakarta (ID). Kencana