Anda di halaman 1dari 14

Nama

NIM
Kelompok

: Faisal Ali Ramdhani


: 1606953884
: 2 (dua)

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam bersosialisasi antar sesama
manusia. Komunikasi digunakan untuk mencipktakan atau meningkatkan aktifitas hubungan
antar manusia. Komunikasi berarti membantu untuk menyampaikan pesan kepada
penerima agar dapat dipahami dan untuk pengambilan suatu keputusan

Komunikasi menurut Dianne Barry (2007) mengutip dari (Northouse and Northouse,
1998) menyatakan Communication is the means by which such information is imparted and
shared with others. Put more formally, it is the transfer of information between a source and one
or more receivers; a process of sharing meanings, using a set of common rules. Komunikasi
adalah sarana informasi yang disampaikan dan dibagikan dengan orang lain. Masukan lebih
formal, adalah transfer informasi antara sumber dan satu atau lebih penerima; proses berbagi
makna, menggunakan seperangkat aturan umum.

1. Bentuk Komunikasi
Komunikasi dikatakan aktif apabila penerima dan penyampai pesan saling memahami
satu sama lain. Komunikasi kesehatan dapat mengambil berbagai bentuk dan terjadi dalam
konteks yang berbeda. Pada komunikasi manusia terdapat dua jenis komunikasi yaitu
komunikasi verbal dan komunikasi non verbal. Pada komunikasi verbal, seseorang dapat
berkomunikasi dengan diri sendiri (komunikas intapersonal) atau dengan orang lain (komunikasi
interpersonal) (Dianne Berry,2007). Tujuan utama dari komunikasi kesehatan adalah untuk
mempengaruhi individu dan masyarakat. Tujuannya adalah mengagumkan karena kesehatan
komunikasi bertujuan untuk meningkatkan hasil kesehatan dengan berbagi informasi yang
berhubungan dengan kesehatan (Renata Schiavo,2007). Bentuk-bentuk komunikasi terbagi
menjadi beberapa bagian:
1.1. Bentuk Komunikasi Berdasarkan Dianne Berry (2007)
1. Komunikasi Intrapersonal
Komunikasi intrapersonal tidak hanya penting untuk beberapa proses, seperti
refleksi diri dan evaluasi, tetapi juga merupakan elemen kunci yang mendasari interaksi
kita dengan orang lain. Orang yang satu dengan yang lainnya tidak akan selalu
menafsirkan pernyataan yang dibuat oleh pembaca dengan cara yang sama, penafsiran
mereka akan tergantung pada pengetahuan dan pengalaman yang mereka miliki. Burton
dan Dimbleby (1995), menyatakan ada empat elemen utama komunikasi intrapersonal,
yaitu inti dari diri (harga diri), kebutuhan dan motivasi, kognisi, dan pemantauan reaksi
dari orang lain.
a. Inti dari diri (Harga diri)
Inti dari diri berkaitan dengan bagaimana menghargai diri kita sendiri,
penggambaran diri kita, dan kepribadian. Citra diri tidak hanya tergantung pada

bagaimana kita melihat dan mengkatagorikan diri kita sendiri, tetapi juga
bagaimana dilihat dan dikatagorikan oleh orang lain. Harga diri adalah unsur
utama dalam komunikasi intrapersonal dan berkomunikasi dengan orang lain.
Orang dengan yang menganggap memiliki harga diri tinggi ada berbicara lebih
tegas dan percaya diri dan orang yang merasa memiliki harga diri yang rendah
akan lebih berhati hati dalam berkomunikasi dan cenderung tertutup.
b. Kebutuhan dan motivasi
Unsur kedua merupakan kebutuhan dan motivasi yang membuat diri untuk
berkomunikasi atau menafsirkan komunikasi. Menurut Burton dan Dimbleby
(1995) menyatakan bahwa There are reasons why we choose to initiate thought
prosess or interact with others. Terdapat alasan mengapa kita memilih untuk
memulai proses berpikir atau interaksi dengan orang lain. Kita termotivasi untuk
memeriksa apakah pandangan kita tentang diri kita sendiri berlaku ketika
berkomunikasi dengan orang lain.
c. Kognisi
Unsur ketiga yang telah dijabarkan oleh Burton dan Dimbleby (1995)
adalah kognisi (kegiatan internal yang membuat kita memahami dunia). Cara
menghasilkan dan menginterprestasikan komunikasi akan tergantung pada
pengetahuan, pengalaman, dan nilai-nilai yang kita pegang. Burton dan Dimbleby
membagi kognisi menjadi lima unsur yaitu: these are decoding (menafsirkan
komunikasi dari orang lain), Integration (hal yang berkaitan untuk komunikasi
lainnya), memory (mengingat informasi), schema (cara pengorganisasian
informasi). Masing-masing unsure akan dipengaruhi oleh masa lalu seperti
pengetahuan dan pengalaman, serta kenyakinan tertentu dan faktor emosional
d. Pemantauan reaksi dari orang lain
Unsur terakhir menurut Burton dan Dimbleby (1995), melibatkan aktivitas
internal dalam memantau reaksi orang lain baik perilaku verbal dan non verbal.
Komunikasi non verbal cenderung lebih otomastis dan kurang terbuka untuk
mengontrol dan kurang terbuka untuk mengontrol orang lain. Perkataan seseorang
secara verbal dapat berbeda dengan bahasa tubuh atau ekspresi wajah yang
menggambarkan gambar yang berbeda (disebut dengan kebocoran sosial).
2. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka anatar dua orang atau lebih.
Interaksi tersebut biasanya terdiri dari urutan kejadian dan perilaku. Brooks dan Heath
(1993) mendefinisikan komunikasi sebagai proses dengan informasi, makna, dan
perasaan yang dibagikan oleh orang-orang melalui pertukaran lisan dan pesan non verbal.
Hargie dan Dickson (2004), menguraikan bahwa komunikasi pada dasarnya adalah
sebuah proses yang terdiri dari:
a. Dua atau lebih komunikator (sumber dan penerima)
b. Sebuah pesan (isi komunikasi)
c. Media atau sarana untuk menyampaikan pesan
Presentasi (suara dan gerak tubuh) (paling penting dalam komunikasi)
Representasional (buku dan foto)
Teknologi (televise dan radio)
d. Saluran (penghubung antara komunikator dan akomodasi medium, misalnya
vokal-auditori, dan gestural-visual)

e. Kode (makna yang dimiliki suatu kelompok, seperti bahasa inggris)


f. Kebisingan
g. Masukan
h. Konteks dimana interaksi terjadi
3. Komunikasi Kelompok
Kelompok sosial menempati sebagian besar kehidupan kita sehari-hari. Kelompok
adalah bagian penting dari masa hidup rakyat (Heath dan Bryant, 2000). Secara umum,
kelompok mengacu pada kumpulan orang-orang yang berinteraksi dengan beberapa cara
dan tujuan bersama. Sebagaimana dicatat oleh Douglas (2000), setiap kumpulan orang
orang yang menyadari kehadiran masing-masing bisa disebut kelompok. Contohnya
adalah komunikasi antara perawat dan pengunjung PUSKESMAS.
4. Komunikasi Massa
Selain satu-ke-satu dan kelompok kecil interaksi, komunikasi juga dapat
disampaikan kepada segmen yang lebih luas dari populasi. Kondisi informasi yang
berhubungan dengan kesehatan, banyak komunikasi ini berada di bawah kampanye
kesehatan masyarakat. Komunikasi massa dapat terjadi melalui sejumlah media yang
berbeda. Ini termasuk yang ditulis leaflet dan brosur, papan iklan dan poster, surat kabar,
majalah, radio, televisi, sistem komputer dan internet. Komunikasi massa biasanya proses
satu arah, dengan pesan dari pengirim ke penerima. Pada kebanyakan kasus, tujuannya
adalah untuk mengubah perilaku, misalnya, mendorong orang untuk berhenti merokok,
praktek seks yang aman, makan lebih sehat, dan sebagainya. Komunikasi masa yang baik
harus:
a. Pesan disusun dengan jelas
b. Tidak rumit dan bertele-tele
c. Bahasa yang digunakan mudah dimengerti/dipahami
d. Bentuk gambar yang baik
e. Membentuk kelompok khusus, misalnya kelompok pendengar (radio)
1.2. Bentuk Komunikasi Berdasarkan Adler dan Rodman (1982)
1. Komunikasi Verbal
Lambang-lambang abstrak yang dibuat sekelompok orang tertentu yang sepakat
untuk memberikan makna-makna tertentu pada lambang-lambang tersebut. Contoh dari
komunikasi verbal adalah bahasa lisan dan tulisan. Bahasa lisan berupa pidato adalah
sebuah proses spontan, sedangkan menulis cenderung lebih disengaja.
2. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi nonverbal adalah pesan-pesan yang dinyatakan lewat sarana yang
bukan sarana linguistik atau sebagai bentuk komunikasi langsung yang tidak secara
eksklusif bergantung pada penggunaan kata-kata tertulis dan lisan (Hargie dan
Dickson,2004). Fungsi komunikasi non verbal dalam interaksi sosial berupa:
a. Pengganti komunikasi verbal dalam situasi mustahil atau tidak pantas untuk
dibicarakan
b. Pendukung dan validasi pesan verbal, seperti ekspresi wajah dan gerakan yang
digunakan untuk memperkuat apa yang dikatakan
c. Komunikasi tentang perasaan dan emosi, seperti marah, takut, dan bahagia)
d. Pengatur interaksi dan memberikan feedback, seperti pergeseran postur dan
mengangkat alis

e. Dominasi dan kontrol


f. Presentasi diri dan citra diri, misalnya berpakaian dan gaya rambut
Adler dan Rodman (1982) mengemukakan beberapa kategori komunikasi
nonverbal yaitu:
a. Kinetik atau gerakan tubuh
Kategori ini terdiri dari:
Orientasi tubuh ialah derajat individu menghadap kearah atau menjauh
dari seseorang dengan tubuh, kaki atau kepala individu sendiri (komunikator).
Orientasi tubuh dengan menghadap atau menjauh dari seseorang merupakan
suatu indikasi bahwa orang yang berkomunikasi tersebut suka atau tidak suka
untuk berkomunikasi
Postur (gaya tubuh). Cara lain berkomunikasi nonverbal ialah melalui
postur/gaya tubuh, misalnya duduk menyandar kebelakang, yang bagi siswa
dikelas bisa ditafsirkan sebagai penyataan bosan terhadap penuturan guru.
Gerakan isyarat (gesture), merupakan sumber yang baik bagi
komunikasi nonverbal. Wajah merupakan saluran yang paling kentara dalam
penyampaian emosi. Komunikator hendaknya sangat berhati-hati mengontrol
ekspresi wajahnya, apabila mencoba menyembunyikan perasaannya.
Wajah dan mata, wajah merupakan saluran pernyataan yang paling
rumit. Pertama, sangat sulit untuk menggambarkan jumlah dan jenis dari
ekspresi-ekspresi yang biasa dihasilkan dengan wajah dan mata individu
(komunikator).
b. Suara (Paralingusitik)
Suara merupakan satu saluran yang lain dari komunikasi nonverbal.
Suara merupakan parabahasa (paralangue) cara kata-kata diucapkan.
Terdapat berbagai cara, suara bisa mengkomunikaskan sesuatu, yaitu: lewat
nada, kecepatan, tinggi suara, besar suara, jumlah dan panjang istirahat, dan
ketidaklancaran.
c. Sentuhan (Haptik)
Sentuhan dapat mengkomunikasikan banyak pesan. Sentuhan dapat
menyampaikan rasa persahabatan, perhatian, seksual, keagresifan.
d. Pakaian/Tampilan Fisik
Pakaian disamping sebagai pelindung dari udara dingin, juga bisa
berfungsi dekoratif (menghias), sarana identifikasi dengan kelompok, alat
untuk menarik perhatian seksual, indikator status, pemberi tanda dari peranan
tertentu, dan bahkan sarana untuk menyembunyikan diri.
e. Proksemik (Jarak, Ruang, dan Waktu)
Merupakan studi tentang bagaimana orang dan binatang menggunakan
ruang. Kadang-kadang seseorang dapat diketahui perasaannya terhadap yang
lain hanya dengan memperhatikan jarak antara keduanya. Kesediaan
seseorang untuk dekat dengan yang lain, secara fisik maupun emosional
bervariasi menurut kedekatan orang yang bersamanya dan situasinya.

1.3. Bentuk Komunikasi Berdasarkan Nasir (2009)


1. Komunikasi Agresif
Komunikasi aggresif adalah salah satu bentuk komunikasi yang melanggar hak
orang lain. Komunikasi ini seorang pengirim pesan terlalu dominan dan bahkan tidak
memberi kesempatan terhadap penerima untuk memberi feedback. Komunikasi agresif
menyebabkan seseorang mengendalikan orang yang lain. Ciri-ciri komunikasi agresif
adalah ingin kemauan dan pendapatnya diikuti, memaksa orang melakukan hal-hal yang
tidak ingin dilakukan, menyerang secara fisik atu verbal, interupsi, intimidasi, ingin
menang dengan segala cara, suka memakai kambing hitam, dan suka memakai figur big
boss(Nasir,2009). Komunikasi yang cenderung memaksakan kehendak biasanya dapat
menyebabkan ketidak efektifan dalam berkomunikasi.
2. Komunikasi Pasif
Komunikasi pasif merupakan bentuk komunikasi di mana orang jarang untuk
mengungkapkan keinginan atau kebutuhan, komunikasi pasif cenderung mengikuti
kemauan orang lain. Komunikasi pasif juga merupakan komunikasi dimana salah satu
orang salalu mengalah dalam berkomunikasi. Komunikasi pasif merupakan lawan dari
komunkasi agresif. Biasanya orang akan mengomel di belakang ketika haknya dilanggar
(menolak secara pasif). Komunikasi yang demikian dianggap tidak efektif dikarenakan
sifatnya yang hanya menurut ataupun mengalah dalam berkomunikasi.
3. Komunikasi Asertif
Komunikasi asertif adalah komunikasi terbuka, menghargai diri sendiri dan orang
lain (Nasir,2009). Sikap asertif menekankan pada hubungan antar manusia. ciri utama
dari sikap asertif adalah jujur, percaya diri dan spotan namun tidak melukai orang lain.
sikap seperti ini akan menyebabkan respon positif dari penerima pesan yaitu merasa
aman, kompeten, kuat, dan optimis. Komunikasi asertif adalah komunikasi yang efektif
dikarenakan adanya sifat yang terbuka dan menghargai orang lain sehingga dalam
komukasi assertif ini dapat memahami orang lain.
1.4. Bentuk Komunikasi Berdasarkan Alo Liliweri (2011)
1. Komunikasi satu arah dan self action
Model ini menekankan bagaimana mengatur suatu pesan sehingga layak
diterima dan dipahami oleh penerima. Model ini sangat peduli terhadap self action treats
communication yang mengatakan bahwa pesan itu berterima hanya jika pengirim dapat
memanipulasi penerima, dan manipulasi itu hanya dapat dillakukan melalui manipulasi
pesan. Para ahli komunikasi mengatakan bahwa model ini very massage centered.
Encoder

Massage

Channel

Decoder

2. Komunikasi dua arah dan interaktif


Model ini mengemukakan bahwa pada dasarnya peranan penerima sama dengan
peranan komunikator, dan peranan itu terlihat ketika dia memberikan umpan balik pesan
kepada pengirim. Model ini disebut model dua arah ini sangat bermanfaat bagi
pengirim dan penerima mendiskusikan pesan-pesan yang dikirim dalam suatu proses
komunikasi focus model ini diletakkan pada penerima.

Encoder

Massage

Channel

Decoder

Feedback

3. Komunikasi Transaksi
Pendekatan ini terfokus pada makna yang dibagi atau yang dipertukarkan
dengan memperhitungkan berbagai faktor yang mempengaruhi proses komunikasi.
Sebuah transaksi komunikasi yang terbaik digambarkan sebagai komunikasi yang
efektif. Model ini merupakan kepenuhan dari model satu arah dan dua arah. Model ini
menggambarkan pengirim membagikan pesan dan meneruskan pesan kepada penerima.
Ketika pesan itu tiba kepenerima, maka penerima, akan memberikan umpan balik yang
jelas memungkinkan pengirim dapat mengetahui apa yang diberikan supaya pesan itu
dipahami sebagaimana dimaksudkan oleh pengirim. Jika pesan tidak diterima
sebagimana yang dimaksudkan pengirim, maka komunikasi terus berproses sampai dua
pihak menemukan makna sesungguhnya.

2. Hambatan Komunikasi
Hambatan dalam berkomunikasi seringkali terjadi pada semua elemen atau unsur-unsur
yang mendukungnya, termasuk faktor lingkungan, dimana komunikasi itu terjadi. Gangguan
dalam berkomunikasi terjadi jika terdapat intervensi yang mengganggu salah satu elemen
komunikasi, sehingga proses komunikasi tidak dapat berlangsung secara efektif. Hambatan
dalam komunikasi dapat berupa :
2.1. Hambatan komunikasi berdasarkan Dianne Berry (2007)
1. Berkomunikasi dengan orang dewasa yang lebih tua
Secara umum, penelitian telah menunjukkan bahwa dokter sering lebih
merendahkan, acuh tak acuh dan meremehkan terhadap orang tua (Adelman,1991).
Mereka cenderung berbicara lebih keras dan menggurui, sering memperlakukan orang
tua seperti anak-anak muda daripada sebagai orang dewasa (Jackson dan Duffy, 1998).
Pada kondisi ini orang tua cenderung mengajukan pertanyaan yang lebih sedikit, sehingga
pemberian informasi dirasa kurang oleh profesional kesehatan dan kurang tegas. Studi
juga menunjukkan bahwa pasien yang lebih tua biasanya lebih memilih dokter untuk
mengendalikan, khususnya dalam pengambilan keputusan dan jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk menantang keputusan. Jackson dan Duffy (1998) menyatakan
bahwa, orang tua lebih besar kemungkinannya untuk 'bermain dengan aturan', sehingga
memberikan kontribusi untuk komunikasi kurang efektif dan akhirnya menghasilkan
kesehatan yang lebih buruk.
Menurut MacDonald (2004), hambatan potensi untuk komunikasi yang baik
dengan orang tua banyak sekali. hambatan tersebut dapat berasal dari faktor fisik dan
kognitif. Pada faktor fisik, banyak orang tua memiliki masalah penglihatan yang buruk
dan kehilangan pendengaran, serta mobilitas fisik. Gangguan pendengaran dapat
menyebabkan masalah tertentu ketika komunikasi dan melibatkan lebih dari dua orang.
Profesional kesehatan banyak yang tergoda untuk berteriak ketika berkomunikasi dengan
orang-orang dengan gangguan pendengaran. Cara mengatasinya lebih baik untuk

berbicara perlahan-lahan, dengan resonansi suara yang rendah. Pasien juga harus duduk
dekat dengan penyedia layanan kesehatan dan tatap muka dalam cahaya yang baik,
sehingga pasien dapat membaca bibir dan mendengar suara mereka. Masalah
berkurangnya pendengaran dapat diperburuk, karena beberapa orang tua enggan
mengakui untuk memiliki gangguan pendengaran. Oleh karena itu perlu adanya rasa
peka terhadap kemungkinan ini, bahkan jika pasien tidak memakai bantuan pendengaran.
informasi tertulis, yang dapat dibawa pulang adalah suatu hal yang berguna bagi mereka
dengan gangguan pendengaran.
Mereka yang memiliki gangguan kognitif ringan dapat mempengaruhi kecepatan
mereka dalam mengolaha informasi. Gangguan kognitif juga meningkat seiring
bertambahnya usia. Gangguan kognitif yang relatif ringan (seperti kasus kelupaan ringan)
atau yang berat (seperti demensia atau penyakit alzheimer). Komunikasi langsung dengan
orang-orang yang memiliki gangguan kognitif perlu diberikan waktu bagi pasien untuk
memproses dan memahami informasi atau pertanyaan, agar dapat merespon dengan tepat.
profesional kesehatan tidak harus menggurui, namun mereka harus akrab dan
menggunakan struktur kalimat yang sederhana sedapat mungkin mudah dimengerti dan
dipahami.
Pasien yang lebih tua sering disertai dengan konsultasi yang ditemani oleh pihak
ketiga, seperti pasangan atau anak. Keadaan yang seperti itu membuat profesional
kesehatan sering tergoda untuk berkomunikasi secara langsung dengan pihak ketiga
(terutama jika mereka terutama muda) dan bukan dengan pasien sendiri. Hal seperti ini
akan mempengaruhi efektivitas interaksi dan dapat menurunkan perasaan pasien serta
harga diri.
2. Berkomunikasi dengan anak-anak dan orang tua
Perawatan anak juga dapat menyajikan tantangan tertentu untuk komunikasi
kesehatan. Pada kutipan Edwards (2004), adalah mungkin untuk mengidentifikasi
prinsip-prinsip umum baik untuk komunikasi yang efektif agar dapat meningkatkan
kualitas hubungan keluarga dengan anak, serta kepuasan tim kesehatan. Prinsip-prinsip
tersebut perlu memperhitungkan fakta bahwa anak-anak memiliki tingkat kognitif yang
bervariasi dan sedang dalam pematangan emosional.
Ada banyak hambatan untuk berkomunikasi dan mengobati anak-anak. Anakanak mungkin merasa cemas terhadap orang asing dan takut dengan lingkungan medis.
Mereka mungkin berteriak dan meronta saat menjalani pemeriksaan fisik, dan anak-anak
mungkin khawatir dokter akan menyakiti mereka. Orang tua akan merasa cemas dalam
situasi seperti ini dan dapat menyebabkan bertambahnya beban untuk berinteraksi. Selain
itu, sering kali sulit untuk mengukur tingkatan anak-anak dalam pemberian pemahaman
untuk mengetahui bagaimana cara terbaik untuk menjelaskan kepada mereka apa yang
terjadi dan memberikan jaminan.
Bibace dan Walsh (1981) mengusulkan bahwa konseptualisasi anak-anak dari
penyakit terletak pada kontinum dari tiga tingkatan:
a. Pra-logis (2-6 tahun), di mana anak-anak menganggap bahwa penyakit
diisebabkan oleh kekuatan yang berasal dari luar, bahwa mereka tidak benarbenar memahami.
b. Beton-logis (7-10 tahun), di mana anak-anak percaya bahwa penyakit terjadi
melalui kontaminasi dan bahwa itu ditularkan melalui kontak fisik

c. Formal-logis (11 dan lebih tua), di mana anak-anak menganggap penyakit sebagai
fenomena fisiologis dimana faktor eksternal mempengaruhi bagian tubuh internal.
Dengan demikian, seperti dicatat oleh Lloyd dan Bor (1996), adalah penting untuk
memastikan bahwa sesuai dengan tingkat kognitif anak. Lloyd dan Bor
merekomendasikan sejumlah saran praktis yang dapat digunakan untuk meningkatkan
komunikasi.berbicara dengan suara meyakinkan dan tenang, membangun hubungan
sebelum menyentuh atau memeriksa anak, dan menempatkan diri pada tingkat fisik yang
sama sebagai anak ketika memeriksa atau berbicara dengan mereka. Hal yang terpenting
adalah penyedia layanan kesehatan tidak boleh memberikan jaminan palsu atau membuat
janji yang tidak bisa disimpan.
Mencoba untuk berkomunikasi secara langsung dengan anak-anak sendiri adalah
penting. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang tua pandai memberikan rincian
tentang masalah kesehatan anak, tetapi mereka kurang baik mendeskripsikan perasaan
anak dan bagaimana mereka menanggapi apa yang salah dengan mereka (Eiser dan
Twamley, 1999). Kesulitan para penyedia layanan kesehatan untuk menyampaikan
komunikasi informasi secara kompleks dan sulit kepada anak-anak dan bahkan orang tua
dalam memahami istilah medis umum (Hadlow dan Pitts, 1991). Hal ini penting untuk
mencoba untuk menemukan istilah yang dapat dipahami oleh anak. Informasi perlu
disajikan dengan cara yang sederhana dan mudah diakses, menggunakan berbagai teknik
termasuk demonstrasi, bermain dan menggunakan alat bantu visual, yang sesuai dengan
usia dan tingkat anak pemahaman.
Sumber lain dari kesulitan dalam konsultasi pediatrik adalah bahwa beberapa
orang tua enggan untuk memberitahu anak-anak mereka tentang penyakit mereka dan
untuk melibatkan mereka dalam diskusi medis. Meskipun orang tua seperti biasanya
percaya bahwa mereka berperilaku yang terbaik dalam kepentingan anak. Orang tua juga
terkadang sering merasa rentan dan tak berdaya, dan merasa bersalah dan merasa
bertanggung jawab atas apa yang salah tehadap anak mereka. Pada kenyataannya anakanak sering lebih sadar tentang apa yang terjadi dari pada orangtua. Terdapat
kemungkinan bahwa jika mereka tidak mendapatkan informasi yang mereka butuhkan
dari orang tua dan dokter, mereka akanberusaha mencari dari sumber yang lain. Hal ini
dapat mengakibatkan informasi yang mereka dapatkan kurang ataupun salah.
Kesulitan lain bisa muncul ketika ada perbedaan pendapat antara orang tua dan
profesional kesehatan tentang pengobatan yang paling tepat untuk anak. Situasi seperti ini
sangat mungkin terjadi ketika hasil pengobatan tidak pasti atau ketika orang tua ingin tes
medis lebih lanjut. Perbedaan pendapat antara orang tua, atau antara orang tua dan anakanak. Profesional kesehatan perlu menggunakan keterampilan komunikasi mereka untuk
memainkan peran mediasi penting dalam kasus tersebut.
3. Berkomunikasi dengan remaja
Masa remaja adalah masa masa yang sulit dan komunikasi dengan remaja dapat
menimbulkan masalah atau hambatan. Remaja biasanya masih merasa adanya
ketidakpastian, terutama dalam kaitannya dengan identitas mereka, dan sering mengalami
perubahan besar dalam suasana hati. Masalah komunikasi juga dapat meningkatkan
ketika remaja mengalami penyakit dan harus menjalani perawatan. Menurut definisi,
masa remaja adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke dewasa. Remaja yang masih
muda mungkin ingin orangtua terlibat dalam semua interaksi dengan staf medis,
sedangkan remaja yang lebih tua mungkin tidak. Pada usia apapun, remaja harus

ditangani langsung oleh penyedia layanan kesehatan, bukan dari komentar yang ditujukan
terutama pada orang tua. Remaja perlu diberikan privasi seperti yang biasa diberikan
kepada orang dewasa
Semua pasien perlu diberi waktu untuk diagnosis dan mempersiapkan diri untuk
pengobatan, dan ini terutama berlaku untuk remaja. Remaja sering menutup diri saat
merasa cemas, dan hal ini dapat menghambat pemahaman awal mereka mengenai
informasi yang mereka dapatkan. Mereka juga sering menyembunyikan perasaan mereka
yang sebenarnya.
Salah satu fitur penting dari remaja adalah bahwa mereka mungkin kurang
cenderung mempercayai dokter dan profesional kesehatan lainnya, dan hanya percaya
apa yang mereka ketahui. Remaja lebih cenderung mempercayai dokter yang jujur,
sebaliknya mereka akan lebih skeptis tentang dokter yang mencoba untuk menjadi 'terlalu
friendly'atau' akrab '. Remaja lebih suka dokter yang bertindak secara profesional namun
mnyampaikannya dengan rasa nyaman, humor, pemahaman, dan menjelaskan prosedur
dengan jelas. Hal ini sejalan dengan MacDonald (2004) yang menyarankan bahwa dokter
harus jujur ketika berinteraksi dengan remaja, dan bahwa mereka harus sabar dan siap
untuk memberikan waktu untuk remaja.
4. Berkomunikasi dengan pasien dari latar belakang etnis yang berbeda
Jalan (2003), etnis dan budaya dapat mempengaruhi penyedia dan perilaku
komunikasi pasien dalam setidaknya tiga cara.
a. Orang-orang dari latar belakang etnis yang berbeda sering berbicara dengan
bahasa atau dialek yang berbeda, bahkan ketika secara teknis berbicara bahasa
yang sama,
b. Gaya komunikasi dapat bervariasi diseluruh kelompok budaya yang berbeda,
khususnya sehubungan dengan ketegasan dan ekspresif.
c. Orang-orang dari latar belakang etnis yang berbeda sering memiliki model
penjelasan pribadi yang berbeda dari kesehatan dan penyakit, dan ini dapat
mempengaruhi jalannya konsultasi dan hasil medis
Pada budaya banyak mencakup keyakinan agama yang berbeda dan hal ini sangat
mempengaruhi bagaimana penyakit dan pengobatan yang akan mempengaruhi kesehatan
dan komunikasi kesehatan. Ketika anggota keluarga menjadi sakit, hal ini menjadi
masalah bagi seluruh keluarga.
Kim (1999) mengamati bahwa orang-orang dari budaya individualistis (seperti
Eropa dan Amerika) lebih langsung, tegas dan gaya komunikasi ekspresif. Orang-orang
dari budaya kolektivis (seperti beberapa budaya Asia) memiliki rasa saling tergantung
yang mengarah ke gaya komunikasi yang ditandai dengan tidak langsung dan
menghormati. Dalam budaya yang bersifat keluarga berpusat (misalnya, Yunani, Italia,
Hispanik) menahan berita buruk dipertahankan sebagai suatu cara untuk melindungi
pasien.
Perbedaan antara budaya dalam hal aspek perilaku non-verbal seperti penggunaan
gerak tubuh, sentuhan dan jarak, bisa ada perbedaan dalam kaitannya dengan sejauh
mana emosi diekspresikan (mis melalui ekspresi wajah) dalam situasi tertentu. Jepang,
misalnya, lebih menutupi perasaan emosional dan perasaan nyeri ketika di hadapan
seseorang yang berkuasa, seperti dokter.
Hambatan lain bagi komunikasi kesehatan yang efektif adalah kenyataan bahwa
banyak anggota kelompok minoritas, terutama mereka yang dibesarkan dinegara-negara

berkembang, mungkin memiliki sedikit kesempatan untuk pendidikan. Tufnell (1994),


misalnya, mencatat bahwa setengah dari populasi Bangladesh di Leeds tidak bisa
membaca atau menulis dalam bahasa Inggris, dan lebih dari sepertiga tidak bisa
melakukannya. Hal ini tidak hanya menghambat interaksi tetapi juga sarana
Penelitian telah menunjukkan bahwa perbedaan dalam pemahaman budaya, gaya
komunikatif dan bahasa sering mempengaruhi hasil klinis. Harmsen (2003), misalnya,
Mereka menemukan bahwa komunikasi dalam konsultasi antara dokter dan orang dari
etnis minoritas kurang efektif daripada konsultasi dengan etnis mayoritas, komunikasi
yang kurang efektif menyebabkan kesalahpahaman. Sejalan dengan ini, penelitian
menunjukkan bahwa dokter dan pasien yang berbicara dengan bahasa yang sama
membuat penjelasan yang lebih baik tentang pengobatan, baik pemahaman instruksi oleh
pasien, dan recall (Thompson, 1998).
Cara menanggapi perbedaan bahasa adalah dengan menggunakan penerjemah.
Terdapat juga masalah yang terkait dengan ini. anggota keluarga yang bertindak sebagai
penerjemah mungkin terlalu malu, melindungi atau defensif ketika mereka memiliki
masalah yang mereka pikir harus disimpan dalam keluarga (Baylav, 1996). Pasien
kebanyakan merasa malu untuk mengungkapkan beberapa hal yang bersifat pribadi dan
informasi sensitif mwngenai anggota keluarga. Jika memungkinkan, lebih baik
menggunakan penerjemah profesional daripada anggota keluarga.
Lloyd dan Borr (1996) mencatat bahwa berkomunikasi dengan pasien dengan
latar belakang budaya yang berbeda mungkin memiliki tambahan masalah, seperti dokter
mungkin tidak ingin mengangkat isu-isu lintas-budaya. Hal ini bisa karena beberapa
alasan, termasuk takut terdengar rasis atau berprasangka, perasaan tidak mampu,
kurangnya pengetahuan tentang budaya, takut yang disalahpahami atau ditolak jika saran
tidak dapat diterima, dan bahkan ketidakpastian tentang apakah pasien sebenarnya
merupakan imigran atau tidak. Lloyd dan Borr merekomendasikan bahwa, ketika
berkomunikasi dengan pasien dengan latar belakang etnis yang berbeda, profesional
kesehatan harus menggunakan pertanyaan terbuka, mengeksplorasi latar belakang ras dan
budaya hanya jika diperlukan, dan menjadi jujur tentang apa yang mungkin tidak jelas
bagi mereka. Secara khusus, mereka harus menunjukkan hormat untuk perbedaan budaya.
Profesional kesehatan harus berpura-pura untuk memahami pola budaya mereka, tidak
menghakimi tentang pola budaya atau membuat asumsi tentang bagaimana latar belakang
budaya mungkin berhubungan dengan penyakit atau hasil pengobatan. Poin penting lain
adalah bahwa seseorang harus pernah melihat semua orang dari suatu budaya tertentu
sebagai satu kategori orang yang perlu diperlakukan dengan cara yang sama. Interaksi
dengan orang-orang dari latar belakang etnis, akan ada perbedaan faktor-faktor seperti
usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, latar belakang sosial-ekonomi, dan keyakinan
agama.
5. Komunikasi dengan orang-orang yang kurangnya tingkat kecerdasasan,
kemampuan belajar dan buta huruf
Populasi yang tidak dapat membaca atau menulis, memiliki kesulitan menangani
informasi numerik, memiliki IQ rendah atau menderita ketidak mampuan belajar, buta
huruf sangat umum negara berkembang. Dunia barat pun masih terdapat jutaan anak-anak
meninggalkan sekolah tanpa bisa membaca atau menulis.
Doak (1998) menggambarkan kemampuan kognitif yang berkontribusi terhadap
sadar kesehatan sebagai kefasihan lisan dan memiliki kemampuan untuk memahami kata

makna, untuk memindai informasi visual untuk mengidentifikasi konsep-konsep kunci,


dan untuk memisahkan poin penting dari rincian yang kurang relevan, serta mampu
memahami dan menafsirkan angka. Baru-baru ini, terutama dengan pertumbuhan besar
dalam akses ke informasi kesehatan melalui internet.
Davis and Wolf (2004) menunjukkan bahwa kesadaran kesehatan semakin diakui
sebagai hambatan yang mempengaruhi baik kualitas kesehatan dan biaya. Sejalan
dengan ini, Bernhardt dan Cameron (2003) berpendapat bahwa kurangnya kesadaran
kesehatan dapat memiliki efek negatif yang signifikan terhadap kesehatan masyarakat,
yang dapat menyebabkan kemiskinan, peningkatan kadar perilaku tidak sehat dan hasil
kesehatan yang merugikan, dan biaya kesehatan yang lebih tinggi. Profesional kesehatan
harus melihat keluar tanda-tanda peringatan rendah keaksaraan ketika berkomunikasi
dengan pasien. Pasien butuh waktu lama untuk menulis nama mereka, menggunakan
pengganti untuk tugas-tugas tertulis, menanyakan apakah mereka dapat kembali di
kemudian hari, dan sering meminta informasi untuk diulang. ketika berinteraksi dengan
orang-orang seperti itu, para profesional harus menjaga pesan sebagai jelas dan sederhana
mungkin, menggunakan kalimat pendek dan menghindari over-ketergantungan pada
jargon medis. Pengulangan harus digunakan untuk memperkuat poin kunci. profesional
kesehatan seharusnya tidak kembali ke berbicara keras saat berinteraksi dengan orangorang yang memiliki pemahaman yang terbatas, dan tidak harus menunjukkan tandatanda ketidaksabaran.
6. Pasien yang pendiam
Kesulitan lain untuk komunikasi kesehatan adalah beberapa pasien sangat sulit
untuk terlibat dalam percakapan. Hal ini mungkin terbatas keengganan untuk berinteraksi
atau juga mungkin termasuk pasien menolak untuk mengambil tindakan, seperti
mematuhi program pengobatan. Seperti dicatat oleh Lloyd dan Bor (1996), mungkin ada
banyak alasan untuk pasien yang tidak komunikatif, bahwa mereka mungkin:
a. Pemalu dan pendiam
b. Malu tentang beberapa aspek dari masalah mereka
c. Sedih atau tertekan
d. Mengalami sakit
e. Menderita gangguan fisik atau kognitif yang mempengaruhi pemahaman
f. Hanya ingin menghalangi jalannya konsultasi.
Selain itu, mereka mungkin mencoba untuk melindungi diri karena mereka
merasa benar-benar stres atau kewalahan oleh situasi. Tanda-tanda pertama dari pasien
tidak komunikatif mungkin termasuk pasien menyibukkan diri ketika sedang
berkomunikasi kepadanya, bersembunyi dibalik buku atau majalah, dan hanya berbaring
di tempat tidur dengan mata nya ditutup. Profesional kesehatan sering merasa tak berdaya
dan / atau berlebihan ketika mencoba untuk mengobati pasien tersebut.
Lloyd dan Bor (1996) merekomendasikan sejumlah pedoman untuk digunakan
ketika mencoba untuk berinteraksi dengan pasien tidak komunikatif, sebagai berikut:
a. Bersiaplah untuk menghabiskan waktu ekstra dalam konsultasi
b. Jangan menunjukkan tanda-tanda frustrasi atau marah
c. Amati pasien dengan hati-hati, terutama perilaku non-verbal mereka
d. Tampilkan empati, misalnya, dengan menggunakan bahasa tubuh
e. Berikan penjelasan tentang tujuan wawancara dan informasi apa yang
diinginkan

f. Gunakan bahasa yang baik, dan pertanyaan tertutup jika perlu.


Duxbury (2000) mengemukakan bahwa berbagai jenis intervensi mungkin tepat
ketika berhadapan dengan pasien yang terlalu pasif:
a. Preskriptif: profesional kesehatan mungkin perlu untuk meresepkan tindakan
konsultasi kursus langsung
b. Katarsis: mungkin perlu untuk membantu pasien mengungkapkan perasaan
atau emosi yang mempengaruhi perilaku mereka, sehingga mereka dapat
ditangani lebih langsung
c. Katalitic: tujuan di sini adalah untuk membawa kembali ke kesejahteraan
dengan memfasilitasi perubahan perilaku dan gaya hidup dengan membantu
pasien untuk mengembangkan dan menggunakan keterampilan baru, dan
tumbuh dalam keyakinan.
7. Berkomunikasi dengan pasien yang pemarah dan agresif
Pada keadaan tertentu mungkin ada alasan dimengerti untuk adanya kemarahan.
Situasi dimana pasien atau kerabat baru saja diberikan kabar buruk, seperti diagnosis dari
penyakit atau kematian orang yang dicintai. Kemarahan juga diungkapkan jika pasien
atau anggota keluarga percaya bahwa profesional kesehatan telah lalai atau membuat
beberapa kesalahan diagnosis atau pengobatan, atau hanya yang menyembunyikan
informasi. perilaku agresif juga dapat menjadi hasil dari kurangnya tidur, beberapa luka
di kepala dan keracunan karena obat-obatan atau alkohol.
Ketika dihadapkan dengan pasien atau keluarga marah, profesional kesehatan
kadang-kadang bersikap defensif dan mencoba untuk menjelaskan mengapa kemarahan
itu tidak dibenarkan. Namun, hal ini tidak dianjurkan karena dapat juga memperburuk
situasi, yang mungkin mengakibatkan orang menjadi agresif. Sebaliknya, mereka harus
mengundang pasien atau anggota keluarga untuk menjelaskan mengapa mereka marah,
mencoba untuk tetap tenang dan hormat sementara mereka melakukannya. tanda-tanda
awal agresif termasuk perubahan dalam tingkat pidato dan intensitas, kehilangan kontak
mata dan perubahan ekspresi wajah, tanda-tanda yang jelas dari ketidaksabaran dan
gemetar. Ada juga dapat perubahan bahasa tubuh, seperti mendekati profesional atau
menggunakan gerakan tiba-tiba. Profesional kesehatan perlu belajar untuk mengenali
tanda-tanda ini dan bereaksi dengan tepat ketika hal seperti ini terjadi.
Farrell dan Gray (1992) mengusulkan sebuah model pengelolaan tiga-tahap
agresi:
a. Reflect -ini meliputi potensi penggunaan diri dalam pertemuan terapi dan nonterapi
b. Kaitkan -ini melibatkan kombinasi dari keterampilan interpersonal, khususnya
situasi sulit, dan intervensi fisik seperti perlawanan
c. Ulasan -ini tahap akhir melibatkan meninjau tindakan dan hasil, dan dikatakan
penting untuk penyembuhan serta belajar untuk masa depan.
Lloyd dan Bor (1996) menguraikan lebih spesifik tentang pedoman bagi para
profesional kesehatan ketika berhadapan dengan pasien yang marah atau pasien agresif
dan kerabat. Mereka menyarankan bahwa profesional harus:
a. Mengakui kemarahan dan menunjukkan kesediaan untuk berbicara dan
mendengarkan
b. Meminta terbuka daripada tertutup
c. Tidak mengganggu atau mengancam pasien atau kerabat dengan cara apapun

d. Tidak membuat perjanjian atau janji yang jelas tidak dapat disimpan
e. Membantu pasien merasa bahwa mereka memiliki pilihan
f. Tidak berbicara dengan orang marah atau agresif dari belakang karena hal ini
dapat mengancam dan menakutkan bagi mereka
g. Cobalah untuk tidak tersinggung secara pribadi atau terlalu terlibat secara
emosional
h. Tetap pada jarak yang aman jika pasien menunjukkan tanda-tanda agresif
i. Jika situasi terlalu mengancam, memanggil bantuan (misalnya dari keamanan
Staf), tetapi cobalah untuk mengawasi cara mereka menangani situasi dan
mempertahankan kontrol emosi
2.2. Hambatan komunikasi berdasarkan Alo Liliweri (2011)
Komunikasi manusia tidak pernah selalu lancar, komunikasi seringkali mengalami
hambatan. Menurut Alo Liliweri hambatan komunikasi terbagi menjadi beberapa bentuk, yaitu:
1. Hambatan fisik :
Meliputi kebisingan yang bersumber dari suara seperti kebisingan lalu lintas,
musik yang keras, badai atau angin, ombak, sensor atau gergaji mesin, mesin-mesin
mobil dibengkel, hingga bau badan, atau bau mulut
2. Hambatan jarak :
Misalnya anda tidak bebas berkomunikasi dengan seseorang karena dipisahkan
oleh sebuah meja besar didepan anda
3. Hambatan psikologis
Meliputi semua jenis gangguan yang bersumber dari faktor-faktor psikologis
seperti self awereness, self-perception, persepsi, motivasi, hambatan mental yang
menggangu kelancaran pengiriman dan penerimaan pesan
4. Hambatan Sosiologis
Misalnya hambatan status sosial, stratifikasi sosial, kedudukan dan peran yang
berbeda antara pengirim dan penerima pesan. Faktor-foktor ini mengurangi tingkat
kebebasan berkomunikasi antarpersonal
5. Hambatan Antropologis
Hambatan kultural seperti perbedaan latar belakang budaya, kebiasaan, adat
istiadat, dan lain-lain antara pengirim dan penerima yang mempengaruhi komunikasi
6. Hambatan fisiologis
Hambatan hambatan yang mencangkup semua aspek fisik yang dapat
mengganggu komunikasi
7. Hambatan Semantik
Hambatan yang muncul dalam bentuk kata-kata yang dapat mengganggu
perhatian pengirim dan penerima terhadap pesan (Orbe & Bruess,2005). Contoh,
perbedaan bahasa atau konsep terhadap pesan antara penerima dan pengirim

DAFTAR PUSTAKA
Schiavo R. 2007. Health Communication From Theory To Practice. San Francisco (US). A
Wiley Imprint
Barry D. 2007. Health Communication Theory and Practice. New York (US). Refine Catch
Liliweri A. 2011. Komunikasi: Serba Ada Serba Makna. Jakarta (ID). Kencana

Anda mungkin juga menyukai