Ilmu Islam
Ilmu Islam
(Perspektif Filosofis-Historis)
Mohammad Kosim
Pendahuluan
Di antara problema besar yang dihadapi umat Islam di era modern
adalah redupnya etos keilmuan di kalangan umat Islam dan munculnya
dunia Barat sebagai penguasa ilmu pengetahuan dan teknologi.
Problema pertama, rendahnya etos keilmuan, menjadikan umat Islam
terisolir dari dunia keilmuan global. Kondisi ini sangat ironis karena
di era klasik, selama kurang lebih enam abad, umat Islam berada pada
garda depan dan menjadi kiblat dunia dalam pengembangan ilmu.
Sementara itu, problema kedua, munculnya dunia Barat sebagai
penguasa ilmu pengetahuan dan teknologi, membawa persoalan serius
karena pengembangan ilmu dan teknologi di Barat bercorak sekuler
sehingga memunculkan ekses negatif seperti; sekularisme,
materialisme, hedonisme, individualisme, konsumerisme, rusaknya
tatanan keluarga, pergaulan bebas, dan penyalahgunaan obat terlarang.
Memperhatikan dua fenomina di atas, maka sudah selayaknya umat
Islam berupaya menata diri untuk menghidupkan kembali etos
keilmuan sebagaimana pernah dialami di era klasik dengan harapan
Mohammad Kosim
122
alam (3 kali), alam (49 kali), alm atau ulam (163 kali), allm (4
kali), allama (12 kali), yulimu (16 kali), ulima (3 kali), muallm (1
kali), dan taallama (2 kali).5
Selain kata ilmu, dalam al-Qurn juga banyak disebut ayat-ayat
yang, secara langsung atau tidak, mengarah pada aktivitas ilmiah dan
pengembangan ilmu, seperti perintah untuk berpikir, merenung,
menalar, dan semacamnya. Misalnya, perkataan aql (akal) dalam alQurn disebut sebanyak 49 kali, sekali dalam bentuk kata kerja
lampau, dan 48 kali dalam bentuk kata kerja sekarang. Salah satunya
adalah :Sesungguhnya seburuk-buruk makhluk melata di sisi Allah
adalah mereka (manusia) yang tuli dan bisu, yang tidak menggunakan
akalnya.6 Kata fikr (pikiran) disebut sebanyak 18 kali dalam alQurn, sekali dalam bentuk kata kerja lampau dan 17 kali dalam
bentuk kata kerja sekarang. Salah satunya adalah; mereka yang
selalu mengingat Allah pada saat berdiri, duduk maupun berbaring,
serta memikirkan kejadian langit dan bumi. 7 Tentang posisi ilmuwan,
al-Qurn menyebutkan: Allah akan meninggikan derajat orang-orang
beriman dan berilmu beberapa derajat.8
Di samping al-Qurn, dalam Hadts Nabi banyak disebut tentang
aktivitas ilmiah, keutamaan penuntut ilmu/ilmuwan, dan etika dalam
menuntut ilmu. Misalnya, hadits-hadits yang berbunyi; Menuntut ilmu
merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah (HR. BukhariMuslim). 9 Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu,
malaikat akan melindungi dengan kedua sayapnya (HR. Turmudzi). 10
Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu, maka ia
selalu dalam jalan Allah sampai ia kembali (HR. Muslim).11 Barang
5
123
Mohammad Kosim
124
125
Mohammad Kosim
16
126
127
Mohammad Kosim
21
128
129
Mohammad Kosim
26
Harun Nasution, Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun
Nasution, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 317.
27
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium
Baru, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. xiii.
28
Ashraf Ali, Horison Baru Pendidikan Islam, terj. Sori Siregar, (Jakarta: Pusataka
Firdaus, 1996), hlm. 115-117.
130
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban; Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan, Kemanusiaan, dan Kemodernan, (Jakarta: Paramadina, 1992),
hlm. 201.
30
Ibid., hlm. 223.
31
Baca lebih lanjut dalam Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah
Pemikiran dan Gerakan (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), 13-14.
131
Mohammad Kosim
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan Bintang,
1973), hlm. 11.
33
S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern, (Jakarta:
P3M, 1986), hlm. 13.
34
Ibid.
132
35
133
Mohammad Kosim
134
39
40
135
Mohammad Kosim
Ibid.
Nasution, Islam Rasional, hlm. 383-384.
43
Abdurahman Masud, Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, dalam
Ismail SM. et.all (ed). Paradigma Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2001), hlm. 14.
44
Ziauddin Zardar, Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, terj. Rahmani Astuti,
(Bandung: Mizan, 1993), hlm. 75.
42
136
137
Mohammad Kosim
Istilah tersebut dikenalkan pertama kali oleh Ismail Raji al-Faruqi, ketika pada tahun
1982 menerbitkan buku berjudul Islamization of Knowledge: General Principles and
Workplan. Istilah lain yang memiliki substansi sama dengan islamisasi sains adalah
dewesternisasi pengetahuan yang dikenalkan Muhammad Naquib al-Attas,
desekularisasi sains, atau naturalisasi ilmu yang digagas beberapa sarjana
keislamanan semisal I. Sabra.
46
Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi, hlm. 16-20.
138
47
139
Mohammad Kosim
140