Anda di halaman 1dari 4

Harry Roesli, nama aslinya Djauhar Zaharsjah Fachruddin Roesli kelahiran Bandung,

10 September 1951 dan wafat 11 Desember 2004. Ayahnya seorang tentara,


Mayjen Roeshan Roesli, sedang kakeknya, Marah Roesli, pasti pada kenal kan?
Lulus SMA 2 (?), HR masuk kuliah di Teknik Penerbangan (?) ITB dan engga akan
pernah beres sampe akhir hayat. Sehari2 bergaul sama seniman2, di antaranya
dengan Remy Sylado yang selalu dia anggap sebagai gurunya.
Untuk urusan musik ini, nanti dia juga akan belajar banyak dari Slamet Abdul
Syukur, tokoh musik avant garde Indonesia dari Surabaya.
Tahun pertama kuliahnya, 1971, dia bikin band The Gang of Harry Roesli yang
mainin musik2 rock dan blues yang lagi populer waktu itu. Band ini rekaman tahun
1973 dan nerbitkan albumnya yang berjudul "Philodophy Gang
Sebagian album Philosophy Gang itu juga diilhami musiknya Bob Dylan periode
awal yang banyak pake gitar akustik. Salah satu contoh lagunya udah saya kirim ke
sini semalam, judulnya "Malaria."
Liat sampul album pertama ini dan denger musiknya, akan dapat bayangan dari
mana aja HR dapat inspirasi, ya selain Bob Dylan, ada Santan, John Lennon, sampai
Frank Zappa.
Nanti Frank Zappa sering dilabelkan ke HR oleh Dieter Mack (baca yang semalam),
ya HR itu FZ-nya Indonesia.
Sepanjang tahun 1970-an HR lumayan konsisten nerbitin album rekaman, ada "JIka
Hari Tak Berangin", "Daun", "Ode dan Ode", "Opera Ken Arok", "Tiga Bendera",
"L.T.O.", "Kota Gelap", dll. Juga mengasuh satu vokal grup bernama Kharisma. Vokal
grup ini nerbitkan dua album, "Kharisma I" dan "Kharisma II."
Oya, khusus VG Kharisma, isinya lagu2 tradisional Nusantara yang diaransemen
ulang dengan gaya khas HR. (Contoh: Suwe Ora Jamu, Huhate, Kalima Gobang,
Btw HR ini engga tertib sama arsipnya, sampai2 dia minta tolong saya, waktu itu
lewat penyiar Radio Mara, untuk ngerekamin albumnya sendiri, "Titik Api" dan saya
sendiri yang antarkan ke rumahnya.
Nah di pertengahan 1970-an itu HR pindah kuliah ke IKIP Jakarta, lalu tahun 1979
dia melanjutkan sekolah ke Amsterdam sampai 1981. Katanya lulus tingkat doktor.
Tentang predikat doktornya ini memang sering disebut2 di media2 di mana2, tapi
saya punya teman seorang perempuan etnomusikolog dari Perancis yang menjamin
bahwa sebenernya HR engga pernah lulus dari konservatori musik di Amsterdam
itu.

Lalu kenapa HR berani ngaku atau paling tidak, engga pernah menyangkal kalo
disebut doktor? Nah ini panjang banget ceritanya, semoga nanti bisa kebayang
kenapa2nya..
HR ini sejak remaja memang sudah selebritisnya Bandung, pusat gaul anak
Bandung paling top di masanya
Rumahnya markas penongkrongan anak Bandung dari seluruh penjuru (RMHR
sekarang)
Salah satu karakter HR itu recet kaya Tintin, orangnya selalu rame, maceuh all the
time. Tapi pada saat yang sama, dia juga orang serius. Nah, ada satu skill yang
mungkin engga banyak orang sadari kecuali mereka yang memang bergaul dengan
dekat aja, yaitu dia ini jago ngebranding dirinya sendiri.
Eh kela, ini satu lagu dari album Titik Api yang banyak mainkan lagu dan alat
tradisional dengan gaya musik rock.
Selain bikin album musik, HR juga aktif bikin musik untuk pertunjukan teater yang
biasanya dimainkan secara live. Paling sedikit ada dua grup teater yang sering pake
musiknya HR, Teater Mandiri-nya Putu Wijaya dan Teater Koma-nya N. Riantiarno.
Di luar teater, HR juga suka bikin semacam rock opera, ngikutin Andrew Lloyd
Weber, tapi versi lucu2an, yang paling populer itu "Opera Ken Arok". Ini saya ada
audionya juga, cuma agak besar filenya.
Kegiatan lainnya, bikin konser2 musik baik pake nama HR atau bareng DKSB atau
kerjasama dengan seniman2 lain seperti Herry Dim (Meta Teater), sayang saya lupa
taun2nya. Biasanya kalo pertunjukannya di Bandung atau Jakarta, saya selalu
nonton dan berusaha dapatkan rekamannya.
Selain konser, HR juga bikin event2 musikal yang merespon peristiwa2 sosial politik
yang lagi rame, salah duanya pernah gelar pertunjukan musik 24 jam di CCF
(sekarang IFI) dan 72 jam, juga di CCF kalo ga salah. Yang 24 jam saya nonton
penuh, yang 72 jam sebagian aja on-off.
HR juga banyak nulis puisi tapi kayanya ga pernah diterbitkan, sebagian dibikin lirik
lagu2nya. Dia juga nulis banyak artikel sospol dengan kolom tetap di Kompas, lupa
hari apa, tapi semuanya nanti dibukukan, lupa juga apa judul bukunya, bisa
dibrowse kayanya.
Ya, HR banyak bicara masyarakat bawah, tampil seadanya juga, khasnya sepanjang
hayat itu setelah hitam-hitam, dia juga engga berjarak kalo misalkan main ke
kampung2. Yang bikin beda mungkin ya bahwa bagaimanapun ayahnya Jendral,
rumahnya di Supratman, lewat satu jalur, dia bersaudara juga dengan BJ Habibie.

Dalam bermusik, buat saya, dia engga selalu original. Untuk pendengar musik
dengan banyak referensi, bisa kenal asal usul musik yang dipake HR. Misalnya
dalam satu pentas di Jakarta tahun 1990-an, dia bikin komposisi "Istirahat 15 Menit"
yang isinya memang benar-benar istirahat dari pertunjukan selama 15 menit.
Banyak orang merasa itu ide keren, unik, brilian, dlsb. Tapi peminat musik serius
kaya saya () tau bahwa ide ini pasti nyontek dari karya fenomenalnya
John Cage yang berjudul "4'33", satu komposisi untuk alat musik apapun (Cage
pake piano) yang sebetulnya tidak dimainkan, jadi sunyi senyap weh.
Setelah John Cage, Slamet Abdul Syukur juga pernah bikin komposisi serupa dua
kali, pertama di TIM dan kedua di Trawas, Surabaya. Tema musiknya (karena saya
lupa judulnya) kira2 adalah musik alam. Jadi di TIM itu seluruh penonton masuk ke
sebuah ruangan kosong yang tertutup, setelah semua orang masuk, SAS membuka
jendela-jendela ruangan dan mengatakan bahwa itulah musiknya... Di Trawas juga
kurang lebih seperti itu pertunjukannya.
Nah, kembali ke soal branding di awal tadi, HR memang pandai memanfaatkan
situasi dan kesempatan. Dia sering bercerita bahwa rumahnya dilempari oleh orang
tak dikenal atau teroris karena omongan2nya yang nyerempet sosial politik atau
mengeritik pemerintah. Orang dekatnya tahu bahwa cerita itu sebetulnya engga
pernah terjadi. Itu rumah Jenderal zaman Orba dan dengan kedekatan dengan BJ
Habibie.
Klaim teror itu cukup sering disampaikan HR di berbagai media cetak sampai
liputan2 televisi. Menjelang 1998, HR aktif juga dalam demo2 dan rumahnya
dijadikan markas buat ibu2 pergerakan, dia juga bicara aktif dalam kasus Trisakti.
Setelah Soeharto turun, dalam satu perkumpulan besar di halaman ITB, di atas
panggung, HR pidato bilang: hebat sekali mahasiswa2 ini, saya berjuang dari tahun
1970 selalu gagal, sedangkan mahasiswa sekarang ini dalam satu tahun saja bisa
menurunkan Soeharto. Apa yang disampaikan di sini? Ya, bahwa dia berjuang sejak
1970
Ada banyak kelebihan HR baik sebagai musikus atau pun seorang aktivis dalam
masyarakat, tapi juga ada kekurangannya yang cukup menonjol, dia terlalu
dikultuskan, akibatnya dari tangannya tidak lahir musikus2 "jadi" walaupun banyak
orang yang terlibat di sekitarnya sejak 1970
Sedikit sekali nama yang dikenal orang dari "rumahnya", Donny Suhendra misalnya,
memang sudah "jadi" sebelum di DKSB, Aalbert Warnerin juga sudah "jadi" sebelum
di The Gang
Ini berbeda dengan Elfa Secioria misalnya. Dari rumahnya lahir banyak nama
individual, Yana Julio, Lita Zein, Yana Zein, Agus Wisman, sampai Andien.

HR ini orangnya sangat slengean, tidak tertib administrasi, tidak tertib arsip, tidak
tertib aturan2, dll, karya2nya aktual, tapi engga visioner. Saat ini pun, mungkin
orang Bandung baheula saja yang kenal ketokohannya dan sebagian pengamat
sospol dan seni yang masih mengingatnya dengan dekat. Dengan musik yang jauh
dari daya apresiasi masarakatnya, dia tidak mengemas ide2 secara visioner. Sering
kali dalam wawancara setelah pertunjukan dan wartawan tanya apa makna
karyanya itu, jawabannya pendek, "Engga tahu" atau dalam bahasa Sunda, "Nya
teuing atuh..."

Anda mungkin juga menyukai