Anda di halaman 1dari 144

ANALISIS PERAN INSPEKTORAT DALAM UPAYA PENINGKATAN

KUALITAS LAPORAN KEUANGAN DAN MEMPERTAHANKAN OPINI


AUDIT WAJAR TANPA PENGECUALIAN PEMERINTAH DAERAH
(Event Study pada Inspektorat Kabupaten Buleleng)

oleh:
Made Molik Aridita
NIM 1214081117

JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM STRATA 1


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2016

ANALISIS PERAN INSPEKTORAT DALAM UPAYA PENINGKATAN


KUALITAS LAPORAN KEUANGAN DAN MEMPERTAHANKAN OPINI
AUDIT WAJAR TANPA PENGECUALIAN PEMERINTAH DAERAH
(Event Study pada Inspektorat Kabupaten Buleleng)

SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Pendidikan Ganesha
untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan
Program Sarjana Ekonomi

oleh:
Made Molik Aridita
NIM 1214081117

JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM STRATA 1


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
SINGARAJA
2016
SKRIPSI

DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI


SYARAT-SYARAT UNTUK MENCAPAI GELAR SARJANA EKONOMI

Menyetujui,

Pembimbing I,

Nyoman Trisna Herawati, SE,M.Pd.,Ak


NIP. 197703152002122003

Skripsi oleh Made Molik Aridita ini

Pembimbing II,

Dr. Anantawikrama T.A., S.E,M.Si., Ak


NIP. 197702012001121001

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji


pada: Jumat, 26 Februari 2016

Dewan Penguji,

Nyoman Trisna Herawati, SE.,M.Pd.,Ak


NIP. 197703152002122003

(Ketua)

Dr. Anantawikrama T.A., S.E,M.Si., Ak


NIP. 197702012001121001

(Anggota)

I Gusti Ayu Purnamawati,.SE.,M.Si.Ak


NIP. 197911042008122003

(Anggota)

LEMBAR PENGESAHAN

Diterima oleh Panitia Ujian Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Ekonomi
pada
hari

: Jumat

tanggal

: 26 Februari 2016

Mengetahui,
Ketua Ujian,

Sekretaris Ujian,

Dr. Edy Sujana, S.E,M.Si., Ak

Dr. Ananatawikrama T.A.,S.E,M.Si,Ak

NIP. 197307271999031001

NIP. 197702012001121001

Mengesahkan
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Pendidikan Ganesha

Prof.Dr.Naswan Suharsono, M.Pd


NIP. 195808071981031003
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa karya tulis yang berjudul Analisis Peran
Inspektorat Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Dan
Mempertahankan Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian Pemerintah
Daerah (Event Study pada Inspektorat Kabupaten Buleleng) beserta seluruh
isinya adalah benar-benar karya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan dan
pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam
masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/ sanksi
yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian adanya pelanggaran atas etika
keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Singaraja, 17 Februari 2016


Yang membuat pernyataan,

Made Molik Aridita


NIM 1214081117

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala rahmat
dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian yang dilanjutkan
dengan penyusunan dan penulisan skripsi dengan judul Analisis Peran
Inspektorat Dalam Upaya Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Dan
Mempertahankan Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian Pemerintah
Daerah (Event Study pada Inspektorat Kabupaten Buleleng). Skripsi ini
disusun dalam rangka penyelesaian studi Akuntansi Program S1 Universitas
Pendidikan Ganesha. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu
syarat dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi.
Dalam penyusunan dan penulisan ini

tidak terlepas dari bantuan,

dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Sehingga, pada kesempatan yang
baik ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat.
1. Dr. I Nyoman Jampel, M.Pd selaku Rektor Universitas Pendidikan
Ganesha Singaraja beserta jajarannya.
1. Prof. Dr. Naswan Suharsono, M.Pd selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja beserta jajarannya.
2. Dr. Edy Sujana, S.E, M.Si.,Ak selaku Pembantu Dekan I Bidang
Akademik Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pendidikan Ganesha.
3. Nyoman Trisna Herawati, SE.Ak,M.Pd. selaku Pembimbing 1 yang
senantiasa memberikan pengetahuan, arahan dan membimbing penulis
penuh dengan kesabaran.
4. Dr.Ananatawikrama Tungga Atmadja, S.E, M.Si.,Ak selaku Ketua Jurusan
Akuntansi Program S1 sekaligus sebagai Pembimbing 2 dalam penelitian
dan penulisan skripsi ini yang telah dengan sabar serta cermat dan
bersahabat dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Made Arie Wahyuni, S.E selaku Pembimbing Akademik yang selalu


memberikan semangat serta arahan dari awasl hingga akhir penulis
menempuh program studi Akuntansi Program S1.Ucapan khusus karena
telah menjadi teman berbagi cerita selama proses perkuliahan.
6. Bapak dan Ibu Dosen Pengajar di Jurusan Akuntansi Program S1 yang
penuh dengan kesabaran dalam mendidik, mengajar, dan melatih penulis
untuk menatap masa depan.
7. Kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini,
khususnya

Inspektorat Kabupaten Buleleng. Terima kasih atas

kerjasamanya.
8. Kepada Ayahku yang terhormat Ketut Arjana dan Ibuku yang tercinta
Ketut Suci Mertari yang selalu memberikan doa dan semangat kepada
penulis. Kepada Putu Molik Arfyanthi selaku saudara perempuan penulis,
yang selalu ku banggakan atas segala supportnya. Terima kasih atas
semuanya sehingga skripsi ini bisa selesai sesuai dengan waktunya.
9. Terima kasih kepada keluarga sahadewa pekak, om awan, tante anik, kak
desi, omang atas keramahannya, semangatnya serta canda tawa yang luar
biasa bagi penulis.
10. Kepada kekasihku Made Vonny Herlyana yang selalu menemani penulis
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas doa dan kasih
sayang yang mengalir di hari-hari penulis.
11. Terima kasih untuk Madya, Pandu, Ariska, Agus, Mandala, Weni atas
waktu luar biasanya untuk penulis
12. Terima kasih geng uno mprad,candra,intan,oliv,omang,vita atas canda
tawanya untuk penulis, sekarang kita bisa main uno terus menerus jah.
13. Terima kasih tim basket jurusan akuntansi dan tim basket feb atas kegilaan
serta waktunya yang luar biasa selama penulis menempuh perkuliahan,
kita tak terkalahkan: great exclusive!

14. Terima kasih untuk teman seangkatan atas semua kenangan serta
kesenangan tanpa waktu yang kita lakukan bersama-sama.
15. Terima kasih untuk teman KKN Desa Tibubiu atas pengalaman baru serta
kebersamaan yang tak terlupakan
16. Terima kasih kepada bapak wijak beserta keluarga di Desa Tibubiu atas
doa serta semangatnya untuk penulis.
17. Terima kasih kepada Raditya dika, dee lestari atas karya bukunya yang
menginspirasi serta menghibur penulis.
Semoga semua kontribusi dari semua pihak mendapatkan pahala dari Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, serta permohonan maaf kepada pihak-pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat khususnya bagi
penulis dan bagi seluruh pembaca.
Singaraja, 17 Februari 2016

Penulis
ANALISIS PERAN INSPEKTORAT DALAM UPAYA PENINGKATAN
KUALITAS LAPORAN KEUANGAN DAN MEMPERTAHANKAN OPINI
AUDIT WAJAR TANPA PENGECUALIAN PEMERINTAH DAERAH
(Event Study pada Inspektorat Kabupaten Buleleng)
Oleh
Made Molik Aridita
NIM 1214081117
ABSTRAK
Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas
pelaksanaan APBN/D. Hasil pemeriksaan dari BPK akan menunjukkan sejauh
mana kualitas laporan keuangan yang disusun oleh masing-masing
kementrian/lembaga dan daerah. Kabupaten Buleleng pada tahun 2012 dan 2013
mendapat opini audit WDP dan mampu berbenah diri dengan mendapatkan opini
3

audit WTP pada tahun 2014. Untuk itu peran dari Inspektorat sebagai bagian dari
Aparat Pengawas Internal menjadi sangat penting dalam rangka meyakinkan
keandalan informasi yang disajikan. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah: 1)
Untuk mengetahui upaya Inspektorat Kabupaten Buleleng untuk meningkatkan
kualitas laporan keuangan dan mempertahankan opini audit wajar tanpa
pengecualian, 2) Untuk mengetahui kendala yang dihadapi Inspektorat Kabupaten
Buleleng dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan dan
mempertahankan opini audit wajar tanpa pengecualian.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif yang mentitikberatkan
pada deskripsi serta interpretasi perilaku manusia. Data diperoleh melalui
wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Data ini selanjutnya diolah
melalui tiga tahapan, yaitu: 1) reduksi data, 2) penyajian data, 3) analisis data dan
penarik kesimpulan berdasarkan teori yang telah ditentukan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Terdapat empat strategi yang
diterapkan dan akan dimaksimalkan sebagai upaya dari Inspektorat dalam
peningkatan kualitas laporan keuangan dan mempertahankan opini audityai, yaitu:
a) Menerapkan secara keseluruhan sistem pencatatan akuntansi berbasis akrual, b)
Melakukan pembinaan dalam audit Inspektorat Kabupaten Buleleng, c)
Melakukan pengawasan secara menyeluruh, d) Rencana penerapan audit
elektronik. 2) Terdapat beberapa kendala yang dihadapi Inspektorat Kabupaten
Buleleng dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan dan
mempertahankan opini audit, seperti: a) Ketersediaan sumber daya manusia, b)
Ketersediaan sarana dan prasarana.
Kata Kunci: Peran Inspektorat, kualitas laporan keuangan, opini audit

An Analysis Of Inspectorates Role In Efforts To Improving The Quality Of


Financial Statements And Maintaining Unqualified Audit Opinion Of The
Local Government (Event Study in The Inspectorate Of Buleleng Regency)
By

Made Molik Aridita


NIM 1214081224
ABSTRACT
Financial statement is a form of governments responsibility for the
implementation of APBN/D.The result of the examination done by the BPK will
indicate the extent of the quality of financial statements compiled by the
respective ministries/ institutes and regions. Buleleng regency in 2012 and 2013
received a WDP audit opinion and it is able to improve it self by obtaining a WTP
audit opinion in 2014. The role of the Inspectorate as a part of the Internal
Supervisory Officials becomes very important to ensure the reliability of the
information presented. The objectives of this research are: 1) To determine the
effort of Inspectorate of Buleleng in improving the quality of the financial
statements and maintaining the audit opinion without exceptions, 2) To determine
the obstacles faced by the Inspectorate of Buleleng in improving the quality of the
financial statements and maintaining the audit opinion without exceptions.
This research was conducted with qualitative methods prioritizing on the
description and the interpretation of human behavior. The data were obtained
through interviews, observation and document study. The data were then
processed through three stages, namely: 1) data reduction, 2) data presenting, 3)
data analysis and making conclusions based on the theories that have been
determined.
The results of this study show that: 1) There are four strategies applied and will
be maximized as the efforts of the Inspectorate in improving the quality of the
financial statements and maintaining audit opinion, such as: a) implementing
entirely accrual based accounting system, b) providing a guidance in audit
inspectorate, c) conducting an overall supervision, d) planning the implementation
of electronic audit. 2) There are several problems faced by the Inspectorate of
Buleleng in improving the quality of the financial statements and maintaining the
audit opinion, such as: a) The availability of human resources, b) the availability
of facilities and infrastructure.

Keywords: Role of the Inspectorate, quality of financial statements, audit opinion

DAFTAR ISI
PRAKATA....................................................................................................

ABSTRAK....................................................................................................

iv

DAFTAR ISI.................................................................................................

vi

DAFTAR TABEL.........................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR....................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................

xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................
1.3 Tujuan.............................................................................................
1.4 Manfaat...........................................................................................

1
6
6
7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Internal Auditor...............................................................................
2.2 Peran dan Fungsi Internal Auditor..................................................
2.3 Standar Profesional Internal Auditor..............................................
2.4 Laporan Keuangan..........................................................................
2.5 Kualitas Pelaporan Keuangan.........................................................
2.6 Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah.......................................
2.7 Pengelolaan Keuangan Daerah.......................................................
2.8 Pengawasan Keuangan Daerah.......................................................
2.9 Pemeriksaan Laporan Keuangan.....................................................
2.10........................................................Opini Pemeriksaan Keuangan

8
9
10
12
13
15
17
19
21

.....................................................................................................22
2.11............................................................................................Review
.....................................................................................................24
2.12......................................................................................Inspektorat
.....................................................................................................26
2.12.1 Pengawasan Inspektorat.......................................................
27
2.12.2 Teknik dan Objek Pemeriksaan Inspektorat.........................28
2.13......................................................................Penelitian Terdahulu
.....................................................................................................29

BAB III METODELOGI


3.1 Rancangan Penelitian......................................................................
3.2 Lokasi Penelitian.............................................................................
3.3 Sumber Data....................................................................................
6

32
34
34

3.4 Instrumen Penelitian.......................................................................


3.5 Informan Peneliti............................................................................
3.6 Pengumpulan Data..........................................................................
3.7 Reduksi Data...................................................................................
3.8 Penyajian Data.................................................................................
3.9 Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan.......................................

35
36
36
39
39
40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum............................................................................
41
4.1.1 Kabupaten Buleleng...............................................................
41
4.1.2 Kondisi Geografis Kabupaten Buleleng................................
42
4.2 Inspektorat Kabupaten Buleleng.....................................................
44
4.2.1 Visi dan Misi Inspektorat Kabupaten Buleleng.....................
46
4.2.2 Tugas Pokok dan Fungsi Inspektorat Kabupaten Buleleng...
46
4.2.3 Struktur Organisasi Inspektorat Kabupaten Buleleng............
50
4.3 Analisis Upaya Inspektorat Kabupaten Buleleng Untuk Meningkatkan
Kualitas Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah dan Mempertahankan
Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian..........................................
54
4.3.1 Penerapan Basis Akrual Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Buleleng........................................................................
4.3.2 Pengawasan.............................................................................
4.3.3 Pembinaan..............................................................................
4.3.4 Audit Elektronik.....................................................................

54
58
67
70

4.4 Kendala yang Dihadapi Inspektorat Kabupaten Buleleng Dalam Upaya


Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan
Mempertahankan Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian..............

72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan.....................................................................................
5.2 Saran...............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

77
78

DAFTAR TABEL
Tabel
Tabel 1.1 Perkembangan Opini LKPD Tahun 2008-2012.......................

Tabel 1.2 Tugas Pengawas Auditor Eksternal Pemerintah.......................

27

Tabel 1.3 Penelitian Terdahulu.................................................................

30

DAFTAR GAMBAR
Gambar
1.
2.
3.
4.

Gambar 1.1 Rancangan Penelitian...............................................


Gambar 1.2 Teknik Trianggulasi..................................................
Gambar 1.3 Struktur Organisasi Inspektorat Kabupaten Buleleng
Gambar 1.4 Prosedur Pengaduan Inspektorat Kabupaten Buleleng

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Gambar Lokasi Penelitian


Lampiran 2. Prosedur Pengaduan
Lampiran 3. Program Kerja Pengawasan Tahunan
Lampiran 4. Struktur Organisasi
Lampiran 5. SOP Pemeriksaan Kabupaten Buleleng
Lampiran 6. Visi dan Misi Inspektorat Kabupaten Buleleng

34
37
53
64

Lampiran 7. Informan Utama Penelitian


Lampiran 8. Informan Pendukung
Lampiran 9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
Lampiran 10 Draf Wawancara
Lampiran 11. Peraturan Bupati Buleleng Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Tugas
Pokok dan Fungsi Inspektorat Kabupaten Buleleng
Lampiran 12. Surat Keterangan Penelitian

10

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Sejak dimulainya era otonomi daerah dan reformasi keuangan, akuntabilitas

dan transparansi menjadi isu penting dalam penyelenggaraan pemerintahan.


Akuntabilitas dapat diartikan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pihak
yang membutuhkan. Mardiasmo (2006:3) menyatakan bahwa akuntabilitas
merupakan bentuk kewajiban mempertanggungjawabkan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan sebelumnya, melalui suatu media pertanggungjawaban yang
dilaksanakan secara periodik. Pemerintah baik pusat maupun daerah, harus dapat
menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik yaitu
hak untuk tahu (right to know), hak untuk diberi informasi (right to be informed)
dan hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to).
Pemerintah Indonesia merespon tuntutan akuntabilitas tersebut dengan memulai
babak baru akuntansi pemerintahan di Indonesia dengan ditetapkannya Undang
Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang Undang No. 1
Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Pemerintah No. 24
Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Dengan payung hukum
tersebut, mulai tahun 2005 pemerintah menyusun laporan keuangan sebagai
bentuk akuntabilitas kepada rakyat terhadap pengelolaan keuangan negara

khususnya atas hak dan kewajiban negara/daerah yang dapat dinilai dengan uang.
Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah atas
pelaksanaan APBN/D berupa laporan realisasi anggaran, neraca, laporan arus kas,
dan catatan atas laporan keuangan. Pemerintah daerah selain memiliki
kewenangan mengatur daerah juga dituntut memberikan pertanggungjawaban
kepada publik. Sesuai dengan undang-undang No. 32 Tahun 2004 (UU
No.34/2004) tentang Pemerintah Daerah, Pemda diberikan kewenangan untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi,
serta mewajibkan tiap kepala daerah untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan
Keuangan Daerah (LPPD) kepada pemerintah pusat. LPPD merupakan bentuk
akuntabilitas dan transparansi kepada publik serta sebagai wujud penerapan tata
kelola pemerintahan yang baik. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 (UU No.
15/2004) tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan
Negara menjelaskan bahwa pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah,
analisis dan evaluasi yang dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional
berdasarkan standar pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan,
kredibilitas, dan keandalan informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara
Laporan keuangan ini diperiksa oleh Lembaga/Aparat Pengawasan Eksternal
1
Pemerintah, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK). Hasil pemeriksaan oleh

BPK tersebut akan menunjukkan sejauh mana kualitas laporan keuangan yang
disusun oleh masing-masing kementrian/lembaga dan daerah. Kualitas tersebut
dapat diukur dari opini yang diberikan oleh BPK. Sebagaimana dalam pemeriksaan

keuangan (Financial Audit) pada umumnya, hasil pemeriksaan berupa opini terdiri
dari 4 (empat) jenis, yaitu :
a.
b.
c.
d.

Unqualified Opinion (Wajar Tanpa Pengecualian)


Qualified Opinion (Wajar Dengan Pengecualian)
Adverse (Tidak Wajar)
Disclaimer (Menolak Memberikan Pendapat)

Kualitas laporan keuangan tergambar dari opini yang dihasilkan dari pemeriksaan.
Faktanya, kondisi opini audit LKPD dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2012
sudah mengalami perbaikan yang dapat dilihat dari peningkatan opini WTP dan
WDP dan penurunan opini TW dan TMP dari tahun 2008 sampai dengan 2012
seperti terlihat pada tabel 1.1. Hal ini dapat dilihat sebagai upaya perbaikan yang
dicapai oleh entitas pemerintah daerah dalam menyajikan laporan keuangan yang
wajar sesuai prinsip yang berlaku umum. Tentunya dengan memperhatikan
perbaikan yang direkomendasikan oleh BPK. Selain berupa opini, BPK juga
melaporkan temuan terkait kelemahan pengendalian internal dan ketidakpatuhan
terhadap regulasi yang pengawasannya dilakukan oleh inspektorat.

Tabel 1.1. Perkembangan Opini LKPD Tahun 2008-2012


100%
80%
60%
40%
20%
0%

WTP
WDP
TW
TMP
2008

2009

2010

2011

2012

(Sumber: Majalah Akuntan Indonesia)

Untuk itu peran Inspektorat sebagai bagian dari Aparat Pengawas Internal
Pemerintah (APIP) menjadi sangat penting. Dalam pasal 33 ayat (3) Peraturan

Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja


Pemerintah dinyatakan bahwa Aparat pengawasan intern pemerintah pada
kementrian negara/lembaga/pemerintah daerah melakukan reviu atas Laporan
Keuangan dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan. Pada
Peraturan Pemerintah tersebut ditekankan pula bahwa pelaksanaan reviu harus
dilakukan secara paralel dengan pelaksanaan anggaran dan penyusunan laporan
keuangan kementrian/lembaga/pemerintah daerah. Dasar hukum yang dapat
dijadikan acuan dalam pelaksanaan pengawasan adalah mengacu pada Undangundang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah daerah yang dijabarkan lebih lanjut
kedalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Keputusan
Presiden Nomor 74 Tahun 2001 Tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2007
tentang Pedoman Tata Cara Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 11 Tahun 2013
tentang perubahan kedua atas peraturan daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4
Tahun 2008 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja perangkat
daerah

Kabupaten

Buleleng.

Inspektorat

merupakan

unsur

pengawas

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bertanggung jawab langsung kepada


Bupati dan secara teknis administrasi mendapat pembinaan dari sekretaris daerah.
Peranan Inspektorat menjadi sangat penting, ditinjau dari sisi urgensitas Tugas
Pokok dan Fungsi (Tupoksi) dasar Inspektorat itu sendiri. Adapun Tupoksi dasar
Inspektorat, yaitu: Inspektorat Kabupaten Buleleng mempunyai tugas pokok
melaksanakan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang meliputi

bidang pembangunan, kemasyarakatan, pemerintahan dan pembinaan serta


pelaksanaan urusan pemerintahan Desa dan fungsi dari Inspektorat itu sendiri,
yaitu menyelenggarakan fungsi:

1) Perumusan kebijakan teknis di bidang

pengawasan dan fasilitasi pengawasan berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan


oleh Bupati, 2) Perencanaan program pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan di daerah, 3) Pemeriksaan, pengusutan atas laporan atau pengaduan
terhadap penyimpangan dan melakukan tindak lanjut, 4) Pelaksanaan pengujian
dan penilaian tugas pengawasan atas laporan keuangan setiap unsur dan / atau
instansi di lingkungan pemerintah daerah.
Dengan demikian peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian lebih
lanjut pada Inspektorat Kabupaten Buleleng. Karena, dilatarbelakangi oleh opini
hasil audit oleh BPK yang terus membaik dimulai dari Tahun 2011 yang ketika itu
mendapatkan hasil disclaimer, kemudian membaik pada Tahun 2012 dan 2013
dengan hasil Wajar Dengan Pengecualian dan terakhir pada Tahun 2014
Kabupaten Buleleng mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Peneliti tentu
ingin mengetahui peran dari Inspektorat Kabupaten Buleleng dalam meraih
predikat wajar tanpa pengecualian. Maka, peneliti ingin melakukan penelitian
yang mendalam, dengan judul Analisis Peran Inspektorat Dalam Upaya
Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Dan Mempertahankan Opini
Audit Wajar Tanpa Pengecualian Pemerintah Daerah (Event Study Pada
Inspektorat

Kabupaten

Buleleng)

yang

bertujuan

untuk

mengetahui

bagaimana sejauh ini Inspektorat Kabupaten Buleleng berperan bagi Pemerintah


Kabupaten Buleleng dalam peningkatan kualitas laporan keuangan untuk
memperoleh opini predikat Wajar Tanpa Pengecualian dan upaya selanjutnya

untuk mempertahankan opini predikat Wajar Tanpa Pengecualian bagi Kabupaten


Buleleng.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan

permasalahan sebagai dasar awal dalam penelitian ini, yaitu:


1. Bagaimana Inspektorat Kabupaten Buleleng berupaya untuk meningkatkan
kualitas laporan keuangan pemerintah daerah ?
2. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh Inspektorat Kabupaten
Buleleng dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan pemerintah
daerah?
1.3

Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tentang

tugas dan wewenang Inspektorat Kabupaten Buleleng, upaya-upaya yang


dilakukan oleh Inpektorat Kabupaten Buelelng untuk meningkatkan kualitas
laporan keuangan dan mempertahankan opini audit wajar tanpa pengecualian serta
kendala apa saja yang dihadapi

dalam upaya peningkatan kualitas laporan

keuangan dan mempertahankan opini audit wajar tanpa pengecualian pemerintah


daerah.

1.4

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada :

1. Masyarakat, Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi untuk


mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten
Buleleng dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan dan kendala apa
saja yang dihadapi dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan
pemerintah daerah.
2. Akademik, Penelitian ini bisa menjadi literatur dan bahan untuk
pengembangan penelitian lebih lanjut mengenai peranan dari Inspektorat
dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan Pemerintah Daerah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Internal Auditor

Suatu organisasi adalah sekumpulan orang-orang yang bekerja sama untuk


mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan kegiatan
organisasi harus terkendali. Dalam menjalankan fungsi pengendalian ini,
diperlukan suatu alat kendali yang dikenal sebagai sistem pengendalian
manajemen. Salah satu bagian dari sistem pengendalian manajemen adalah
pengendalian intern. Pengendalian intern akan dievaluasi dalam internal audit
untuk memastikan telah berjalan baik Oleh karena itu internal audit diperlukan
dalam rangka pencapaian tujuan organisasi dan memberikan nilai tambah bagi
organisasi. Internal Auditor adalah pihak baik perorangan maupun unit/lembaga
yang melaksanakan internal audit. Terdapat beberapa definisi mengenai internal
audit. Definisi Internal Audit menurut The Institute of Internal Auditors, 1999,
adalah sebagai berikut: Internal Auditing is an independent appraisal function
established within an organization to examine and evaluate its activities as
service to organization. The objective of internal auditing is to assist members of
the organizationin the effective discharge of their responsibilities. Seiring
dengan perkembangan waktu, kompleksitas kegiatan usaha dan kebutuhan akan
organisasi, serta perkembangan tuntutan pada masyarakat (khususnya yang
menyangkut sektor publik), internal auditing telah mengalami perubahan yang
signifikan. Pada awalnya internal auditing merupakan pendekatan sistem,
kemudian beralih kepada pendekatan proses. Peran dan fungsi internal auditor
sebagai Watch Dog yang membantu manajemen untuk mengawasi kepatuhan
pelaksanaan kegiatan, mulai ditinggalkan. Tujuan akhir dari dilaksanakannya
internal auditing adalah untuk memberikan layanan kepada organisasi dalam
rangka pencapaian tujuan organisasi. Dengan fungsi seperti ini, internal auditor

merupakan mitra manajemen. Salah satu yang dilaksanakan oleh internal auditor
adalah mengelola resiko dengan mengidentifikasi masalah dan memberikan
rekomendasi perbaikannya. Peran dan fungsi ini menjadikan internal auditor lebih
luas, bahkan akan menjadi katalisator kelak.
2.2

Peran dan fungsi Internal Auditor


Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa Internal Audit diperlukan

untuk memberikan nilai tambah bagi organisasi dan membantu organisasi dalam
mencapai tujuannya. Menurut Akmal (2006) dalam rangka melaksanakan
kegiatannya dan mencapai tujuan internal audit di atas, internal auditor
melaksanakan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Menilai ketepatan dan
kecukupan

pengendalian

manajemen

termasuk

pengendalian

manajemen

pengolahan data elektronik; b. Mengidentifikasi dan mengukur resiko; c.


Menentukan tingkat ketaatan terhadap kebijaksanaan, rencana, prosedur, peraturan
dan perundang-undangan; d. Memastikan pertanggungjawaban dan perlindungan
terhadap aktiva; e. Menentukan tingkat keandalan data/informasi; f. Menilai
keekonomisan dan efisiensi penggunaan sumber daya serta pencapaian tujuan
organisasi; g. Mencegah dan mendeteksi kecurangan; h. Memberikan jasa
konsultansi. Kegiatan internal auditor dalam menjalankan perannya untuk dapat
memberi nilai tambah bagi organisasi menurut Reding (2007) dari dua hal, yaitu
8

aktivitas penjaminan (assurance) dan konsultasi (consulting). Kedua aktivitas


tersebut memiliki perbedaan pada tiga hal, yaitu: (1) kegunaan pokok dari
penugasan; (2) pihak yang menetapkan sifat dan ruang lingkup penugasan, dan (3)
pihak yang terlibat dalam aktivitas. Dalam kegiatan penjaminan, kegunaan pokok
penugasan adalah untuk menilai bukti-bukti yang relevan dengan permasalahan

10

dan memberikan kesimpulan terkait dengan masalah yang ditemukan. Internal


Auditor menentukan sifat dan ruang lingkup penugasan yang melibatkan 3 (tiga)
pihak, yaitu auditan, auditor, dan pengguna laporan audit. Sedangkan dalam
kegiatan

konsultansi,

kegunaan

pokoknya

adalah

untuk

memberikan

saran/masukan, biasanya atas permintaan dari auditan. Dalam penugasan ini sifat
dan ruang lingkup penugasan ditentukan bersama oleh auditor dan klien, dan
umumnya hanya melibatkan dua pihak tersebut, yaitu internal auditor dan auditan.
2.3 Standar Profesional Internal Auditor
Pada tahun 1992 The Institute of Internal Auditors menerbitkan 5 (lima)
Standar dan Pedoman untuk Pelaksanaan Internal Audit yang meliputi : (1)
independensi

(independence),

(2)

kemampuan

professional

(proffesional

proficiency/standard due proffesional care), (3) lingkup pekerjaan (scope of


work), (4) kinerja pekerjaan audit (performance of audit work yang meliputi
planning testing review), dan (5) manajemen unit internal audit (management of
the internal audit department). Demikian pula halnya organisasi Perserikatan
Bangsa-Bangsa juga menerbitkan standar yang sama berikut isinya. Akmal (2006)
menjelaskan bahwa independensi adalah bahwa auditor harus bebas dan terpisah
dari aktivitas yang diperiksanya. Independensi menyangkut status organisasi
internal audit dan obyektivitas auditor. Kemampuan profesional dimaksudkan
adalah bahwa auditor internal harus mempergunakan keahlian dan ketelitian
dalam menjalankan profesinya. Dengan standar kemampuan profesional ini unit
internal audit harus : (1) menjamin keahlian teknis dan latar belakang pendidikan
yang memadai bagi para auditornya; (2) memiliki para auditor yang mempunyai
pengetahuan dan kecakapan akan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan

11

tugas dan tanggung jawabnya; (3) melakukan supervisi atas para auditornya yang
sedang melaksanakan tugas pemeriksaan. Demikian pula halnya dengan para
auditor, dalam rangka memenuhi standar kemampuan profesional, harus : (1)
mematuhi standar pemeriksaan yang berlaku; (2) memiliki atau memperoleh
pengetahuan, kecakapan dan disiplin ilmu yang diperlukan dalam melaksanakan
pemeriksaan; (3) mampu menghadapi orang lain dan berkomunikasi secara
efektif; (4) selalu mengembangkan diri melalui pendidikan berkelanjutan; . (5)
melaksanakan ketelitian profesional dalam setiap penugasan yang dilakukan.
Lingkup pekerjaan (scope of works) pemeriksa intern harus meliputi pengujian
dan evaluasi terhadap kecukupan dan efektivitas Sistem Pengendalian Manajemen
serta kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan. Lingkup pekerjaan
tersebut adalah untuk memastikan : (1) keandalan informasi; (2) kesesuaian
dengan kebijakan, rencana, prosedur, pertauran dan undang-undang; (3) keamanan
aktiva; (4) penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien; (5) pencapaian
tujuan. Yang dimaksud dengan kinerja pekerjaan audit yang meliputi planning
testing review adalah bahwa kegiatan pelaksanaan pemeriksaan meliputi
Perencanaan Pemeriksaan, Pengujian dan Evaluasi Informasi, Pemberitahuan
Hasil dan Tindak Lanjut. Standar yang terakhir adalah manajemen unit internal
audit meliputi : (1) penetapan tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab; (2)
penetapan perencanaan; (3) pembuatan kebijakan dan prosedur untuk pedoman
staf audit; (4) pengelolaan Sumber Daya Manusia dengan menetapkan program
seleksi dan pengembangan SDM; (5) koordinasi dengan pemeriksa ekstern; (6)
penetapan dan pengembangan pengendalian mutu atas berbagai kegiatan unit
internal audit.

12

2.4

Laporan Keuangan
Sebuah laporan keuangan merupakan bentuk aktualisasi dari proses

pertanggungjawaban terhadap seluruh sumber daya ekonomi yang ada dan


menjadi milik dari suatu entitas. Laporan Keuangan juga merupakan produk akhir
dari proses akuntansi. Dalam menerbitkan suatu laporan keuangan haruslah
berpedoman pada suatu standar akuntansi atau prinsip akuntansi yang berlaku
umum, sehingga nantinya dapat diperbandingkan untuk evaluasi dalam rangka
memberikan informasi dalam pengambilan keputusan. Menurut Baridwan (1992 :
17) laporan keuangan adalah ringkasan dari suatu proses pencatatan transaksitransaksi keuangan yang terjadi selama dua tahun buku yang bersangkutan.
Sedangkan menurut Sundjaja dan Barlian (2001 : 47) laporan keuangan adalah
suatu laporan yang menggambarkan hasil dari proses akuntansi yang digunakan
sebagai alat komunikasi untuk pihak-pihak yang berkepentingan dengan data
keuangan atau aktivitas perusahaan.

Sesuai dengan informasi yang ada di

dalamnya, Laporan Keuangan bertujuan untuk memberikan informasi yang


menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan yang terkait dengan
kepentingannya bagi sejumlah besar pemakai. Dalam Standar Akuntansi
Keuangan. Sebagaimana dalam PSAK Nomor 1 disebutkan bahwa tujuan laporan
keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna laporan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut, laporan keuangan menyajikan informasi mengenai entitas yang
meliputi: (a) aset; (b) liabilitas; (c) ekuitas; (d) pendapatan dan beban termasuk

13

keuntungan dan kerugian; (e) kontribusi dari dan distribusi kepada pemilik dalam
kapasitasnya sebagai pemilik;dan (f) arus kas. Informasi tersebut, beserta
informasi lainnya yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan, membantu
pengguna laporan dalam memprediksi arus kas masa depan dan, khususnya,
dalam hal waktu dan kepastian diperolehnya kas dan setara kas.
2.5

Kualitas Pelaporan Keuangan


FASB dalam SFAC No. 1 menyebutkan bahwa Pelaporan keuangan

mencakup tidak hanya laporan keuangan tetapi juga media pelaporan informasi
lainnya, yang berkaitan langsung atau tidak langsung, dengan informasi yang
disediakan oleh sistem akuntansi yaitu informasi tentang sumber-sumber
ekonomi , hutang, laba periodik dan lain-lain.
Kualitas pelaporan keuangandapat dilihat dari karakteristik kualitatif
laporan keuangan. Karakteristik tersebut tercantum dalam SFAC No. 2 seperti
dibawah ini:
a. Relevan
b. Relliability (keandalan)
c. Daya Banding dan Konsistensi
d. Pertimbangan cost-benefit
e. Materialitas
Karakteristik kualitatif dari informasi yang disajikan dalam laporan keuangan
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan dalam menyajikan laporan
keuangan . FASB dalam SFAC No.2 menyebutkan bahwa karakteristik kualitatif
dimaksudkan untuk memberi kriteria dasar dalam memilih alternatif metode
akuntansi dan pelaporan keuangan serta persyaratan pengungkapan (disclosure).
Kriteria tersebut digunakan untuk menunjukkan jenis informasi yang relevan dan
bermanfaat dalam pengambilan keputusan.

14

Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) juga menekankan pentingnya karakteristik


kualitatif dari informasi keuangan yang dihasilkan agar informasi tersebut benarbenar bermanfaat bagi pengambilan keputusan. Karakteristik kualitatif yang
digunakan oleh IAI adalah dapat dipahami (understandbility), relevan, keandalan
(reliability), dan daya banding (comparability).
Atribut kualitas pelaporan keuangan dibagi menajdi dua kelompok besar oleh
Francis et al. (2004). Atribut tersebut adalah atribut-atribut yang berbasis
akuntansi dan atribut-atribut yang berbasis pasar. Atribut pelaporan keuangan
yang berbasis akuntansi yaitu meliputi kualitas akrual, persistensi, prediktibilitas,
dan perataan laba. Sedangkan atribut pelaporan keuangan yang berbasis pasar
meliputi relevansi nilai, ketepatan waktu dan konservatisme.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelaporan keuangan
sangat penting dan berguna bagi pengambilan keputusan agar perusahaan tidak
salah dalam menentukan tindakan-tindakan yang nantinya akan berdampak bagi
masa depan perusahaan.

2.6

Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah

1.

Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD)


Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (LPPD) adalah laporan yang

dibuat kepala daerah selama 1 (satu) tahun anggaran atas hasil penyelenggaraan
yang berasal dari Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Di dalam LPPD
harus mencakup informasi-informasi yang memadai dan akurat yang sesuai
dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah

15

daerah itu sendiri. Informasi tersebut harus disajikan secara transaparan dan
akuntabilitas kepada masyarakat melalui media masa yang terdapat di daerah
masing- masing.
Dalam membuat LPPD, pemerintah daerah harus menganut prinsip
transparansi dan akuntabilitas sehingga informasi yang dihasilkan tidak bias dan
dapat digunakan/dimanfaatkan oleh pengguna laporan tersebut. Berdasarkan PP
No. 3/2007 pasal 2 disebutkan bahwa ruang lingkup LPPD dibagi menjadi 3
(tiga), yaitu :
a. Urusan Desentralisasi
b. Tugas Pembatuan
c. Tugas Umum Pemerintahan
3
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Menurut PP No. 56/2005, informasi keuangan daerah merupakan
informasi yang berkaitan dengan keuangan daerah yang harus disampaikan oleh
pemerintah daerah dan harus memenuhi prinsip-prinsip akurat, relevan dan dapat
dipertanggungjawabkan. Informasi tersebut berguna sebagai bahan pengambilan
keputusan

dalam

rangka

perencanaan,

pelaksanaan

dan

pelaporan

pertanggungjawaban pemerintah daerah.


Peranan pelaporan keuangan dalam Kerangka Konseptual Akuntansi
Pemerintahan paragraf 21 dan 22 Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010
(PP No. 71/2010) tentang standar akuntansi pemerintahan menyatakan bahwa:
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh
suatu entitas pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan
terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja,
transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai
kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi suatu entitas
pelaporan dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan
perundang-undangan

16

Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) No. 1


tentang Penyajian Laporan Keuangan, tujuan laporan keuangan pemerintah adalah
untuk menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan
untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang
dipercayakan kepadanya, dengan:
a. Menyediakan informasi mengenai posisi sumber daya ekonomi, kewajiban
dan ekuitas dana pemerintah
b. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi sumber daya ekonomi,
kewajiban dan ekuitas dana pemerintah
c. Menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan
sumber daya ekonomi
d. Menyediakan informasi mengenai ketaatan realisasi terhadap anggarannya
e. Menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai
aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya
f. Menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah untuk membiayai
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
g. Menyediakan informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan
entitas pelaporan dalam mendanai aktivitasnya
Berdasarkan PP No. 56/2005 pasal 4, informasi keuangan daerah yang
disampaikan oleh daerah kepada pemerintah harus mencakup:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

APBD dan realisasi APBD Provinsi, Kabupaten dan Kota


Neraca daerah
Laporan arus kas
Catatan atas Laporan Keuangan Daerah
Dana Dekosentrasi dan Dana Tugas Pembatuan
Laporan Keuangan Perusahaan Daerah
Data yang berkaitan dengan kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal daerah.

Informasi Keuangan Daerah tersebut disampaikan kepada Menteri Keuangan


dan Menteri Dalam Negeri.
2.7

Pengelolaan Keuangan Daerah

17

Pengelolaan keuangan daerah dibagi menjadi tiga proses besar. Tiga proses
tersebut

adalah

perencanaan

(termasuk

didalamnya

aktifitas

penetapan

APBD/penganggaran), penatausahaan (proses pelaksanaan APBD) dan pelaporan


(pertanggungjawaban APBD). Proses akuntansi merupakan bagian dari aktifitas
pelaporan yang mengharuskan setiap pengguna anggaran/pengguna barang untuk
melaporkan seluruh transaksi ke dalam laporan keuangan. Struktur APBD terdiri
dari penerimaan daerah yang dirinci berdasarkan urusan pemerintah daerah,
organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan. Sampai sejauh
ini, di Indonesia belum di atur mengenai standar akuntansi keuangan pemerintah
yang merupakan acuan untuk menyusun dan membuat pelaporan keuangan
pemerintah. Meskipun di tahun 2002 dan 2003 telah dilakukan sejumlah dengar
pendapat publik atas 11 rancangan publikasian mengenai standar akuntansi
keuangan pemerintah. Namun sampai sekarang belum ada pengesahannya
sehingga berdampak pada penyusunan pelaporan keuangan pemerintah daerah
(dalam Efendy, 2010;26)
Sejalan dengan era reformasi, akuntansi sektor publik mulai mendapat
perhatian yang serius. Terdapat tuntutan yang lebih besar dari masyarakat untuk
dilakukan transparansi dan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga sektor
publik. Dalam pemerintahan sendiri sudah mulai ada perhatian yang lebih besar
terhadap penilaian kelayakan praktek manajemen pemerintahan yang mencakup
perlunya dilakukan sistem akuntansi manajemen, sistem akuntansi keuangan,
perencanaan keuangan, sistem pengawasan dan pemeriksaan, serta berbagai
implikasi finansial atas kebijakan-kebijakan yang dilakukan pemerintah.
Organisasi sektor publik termasuk pemerintah saat ini tengah mengahadapi

18

tekanan untuk lebih efisien, memperhitungkan biaya ekonomi dan biaya sosial,
serta dampak negatif atas aktivitas yang dilakukan. Berbagai tuntutan tersebut
menyebabkan akuntansi dengan cepat diterima dan diakui sebagai ilmu yang
dibutuhkan untuk mengelola urusan-urusan publik. Akuntansi sektor publik pada
awalnya merupakan aktivitas yang terspesialisasi dari suatu profesi yang relatif
kecil. Namun demikian saat ini akuntansi sektor publik sedang mengalami proses
untuk menjadi disiplin ilmu yang lebih dibutuhkan dan substansial keberadaanya
(Mardiasmo,2002)
2.8

Pengawasan Keuangan Daerah


Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk

menjamin agar pelaksanaan kegiatan pemerintahan berjalan sesuai dengan


rencana dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Selain itu, dalam rangka mewujudkan good governance dan clean
goverment, pengawasan juga diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif dan efisien, transaparan, akuntabel, serta bersih dan
bebas dari praktik KKN. Pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan
tersebut dapat dilakukan melalui pengawasan melekat, pengawasan masyarakat,
dan pengawasan fungsional (Efendy, 2010:28)
Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh
lembaga/aparat pengawasan yang dibentuk atau ditunjuk khusus untuk
melaksanakan fungsi pengawasan secara independen terhadap obyek yang
diawasi. Pengawasan fungsional tersebut dilakukan oleh lembaga/badan/unit yang
mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan fungsional melalui audit,
investigasi, dan penilaian untuk menjamin agar penyelenggaraan pemerintahan

19

sesuai dengan rencana dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.


Pengawasan fungsional dilakukan baik oleh pengawas ekstern pemerintah
maupun pengawas intern pemerintah. Pengawasan ekstern pemerintah dilakukan
oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sedangkan pengawasan intern
pemerintah dilakukan oleh Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Menurut Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
nomor PER/05/M.PAN/03/2008, kegiatan utama APIP meliputi audit, review,
pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa sosialisasi,
asistensi dan konsultansi, namun peraturan ini hanya mengatur mengenai Standar
Audit APIP. Kegiatan audit yang dapat dilakukan oleh APIP pada dasarnya dapat
dikelompokkan ke dalam tiga jenis audit berikut ini: pertama, audit atas laporan
keuangan yang bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian
laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum; kedua,
audit kinerja yang bertujuan untuk memberikan simpulan dan rekomendasi atas
pengelolaan instansi pemerintah secara ekonomis, efisien dan efektif; dan ketiga,
audit dengan tujuan tertentu yaitu audit yang bertujuan untuk memberikan
simpulan atas suatu hal yang diaudit. Yang termasuk dalam kategori ini adalah
audit investigatif, audit terhadap masalah yang menjadi fokus perhatian pimpinan
organisasi dan audit yang bersifat khas.
Menurut

Susmanto

(dalam

Efendy,

2010;29),

APIP

melakukan

pengawasan fungsional terhadap pengelolaan keuangan negara agar berdaya guna


dan berhasil guna untuk membantu manajemen pemerintahan dalam rangka
pengendalian terhadap kegiatan unit kerja yang dipimpinnya (fungsi quality

20

assurance). Pengawasan yang dilaksanakan APIP diharapkan dapat memberikan


masukan kepada pimpinan penyelenggara pemerintahan mengenai hasil,
hambatan, dan penyimpangan yang terjadi atas jalannya pemerintahan dan
pembangunan yang menjadi tanggung jawab para pimpinan penyelenggara
pemerintahan tersebut. Lembaga/badan/unit yang ada di dalam tubuh pemerintah
(pengawas intern pemerintah), yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan
pengawasan fungsional adalah Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP),
yang terdiri dari: pertama, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP);

kedua,

Inspektorat

Jenderal

Departemen;

ketiga,

Inspektorat

Utama/Inspektorat Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) /Kementerian;


dan

keempat,

Lembaga

Pengawasan

Daerah

atau

Bawasda

Provinsi/Kabupaten/Kota. Menurut Cahyat (dalam Efendy, 2010;30), berdasarkan


obyek pengawasan, pengawasan terhadap pemerintah daerah dibagi menjadi tiga
jenis, yaitu pengawasan terhadap produk hukum dan kebijakan daerah,
pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan daerah serta produk hukum dan
kebijakan keuangan daerah. Tugas pokok dan fungsi inspektorat daerah di
antaranya yaitu melakukan pengawasan keuangan. Beberapa kewenangan daerah
yang menyangkut pengawasan terhadap keuangan dan aset daerah adalah
pelaksanaan APBD, penerimaan pendapatan daerah dan Badan Usaha Daerah,
pengadaan barang/jasa serta pemeliharaan/penghapusan barang/jasa, penelitian
dan penilaian laporan pajak-pajak pribadi, penyelesaian ganti rugi, serta
inventarisasi dan penelitian kekayaan pejabat di lingkungan Pemda.
2.9

Pemeriksaan Laporan Keuangan

21

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan


Negara dan Undang-Undang Nomor 1 tentang Pembendaharaan Negara,
Pemerintah daerah menyusun Laporan Keuangan Daerah (LKPD) sebagai bentuk
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. LKPD meliputi laporan realisasi
anggaran, neraca, laporan arus kas dan Catatan Atas Laporan Keuangan (CaLK)
Menurut pasal 1 Undang-undang No. 15 Tahun 2004 (UU No. 15/2004)
tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara,
pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis dan evaluasi yang
dilakukan secara independen,objektif dan profesional berdasarkan standar
pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
Pemeriksaan ditunjukkan baik terhadap pengelolaan keuangan maupun tanggung
jawab keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara adalah keseluruhan
kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan
kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan
pertanggungjawaban. Sedangkan tanggung jawab keuangan negara adalah
kewajiban pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara
tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif dan
transparan, dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
Pemerintah daerah wajib membuat dan menyampaikan laporan keuangan
setiap periode (tahun) kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Laporan
keuangan tersebut harus diperiksa oleh auditor independen terlebih dahulu. Dalam
hal pemeriksaan keuangan negara, yang bertindak sebagai auditor independen

22

adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 15 Tahun 2006.
2.10

Opini Pemeriksaan Keuangan


Berdasarkan UU No. 15/2004 pasal 16, Laporan hasil pemeriksaan yang

dilakukan BPK atas laporan keuangan pemerintah disajikan dalam bentuk opini.
Dalam penjelasan UU No. 15/2004 dijelaskan bahwa opini merupakan pernyataan
profesional pemeriksa mengenai kewajaran informasi keuangan yang disajikan
dalam laporan keuanganyang didasarkan pada beberapa kriteria yaitu kesesuaian
dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), kecukupan pengungkapan,
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dan efektivitas sistem
pengendalian intern. Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh
pemeriksa yaitu:
1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian
Opini Wajar Tanpa Pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan
telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang
material dan informasi keuangan dalam laporan keuangan dapat digunakan
oleh para pengguna laporan keuangan.
2. Opini Wajar Dengan Pengecualian
Opini Wajar Dengan Pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan
telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang
material, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang
dikecualikan, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan yang
tidak dikecualikan dalam opini pemeriksa dapat digunakan oleh para
pengguna laporan keuangan.
Jika auditor menemukan kondisi-konsisi berikut ini maka auditor
akan memberikan pendapat wajar dengan pengecualian :

23

a. Lingkup audit dibatasi oleh klien


b. Auditor tidak dapat melaksanakan prosedur audit penting atau
tidak dapat memperoleh informasi penting karena kondisi yang
berada diluar kekuasaan klien maupun auditor
c. Laporan keuangan tidak disusun sesuai dengan standar
akuntansi keuangan
d. Standar akuntansi keuangan yang digunakan dalam penyusunan
laporan keuangan tidak diterapkan secara konsisten
3. Opini Tidak Wajar
Opini Tidak Wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan
dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, sehingga
informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh
para pengguna laporan keuangan
4. Opini Tidak Memberikan Pendapat
Opini Tidak Memberikan Pendapat menyatakan bahwa laporan keuangan
tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan. Dengan kata
lain, pemeriksa tidak dapat memberikan keyakinan bahwa laporan
keuangan bebas dari salah saji material, sehingga informasi keuangan
dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna
laporan keuangan.
Kondisi yang menyebabkan auditor tidak memberikan pendapat adalah :
a. Pembatasan yang luar biasa sifatnya terhadap lingkungan audit
b. Auditor tidak independen dalam hubungannya dengan klien.
2.11

Review
Review secara umum didefinisikan sebagai kegiatan meninjau kembali apa

yang telah dilakukan/diputuskan sebelunnya baik mengenai kebijakan, strategi,


perencanaan maupun pelaksanaan. Untuk mengetahui sejauh mana kebijakan,
strategi, perencanaan dan pelaksanaan tersebut telah memenuhi standar yang

24

ditetapkan. Sebagaimana Wibowo (dalam Sentot, 2010:30) menyatakan bahwa


dengan dilaksanakan review akan memberikan manfaat dalam:
1. Memberikan motivasi dan komitmen
2. Memperbaiki kinerja secara berkelanjutan
3. Memberikan arah dan menyetujui kontribusi yang diharapkan
4. Menetapkan target sejalan dengan tujuan organisasi dan tim
5. Mengidentifikasi kebutuhan training
6. Menghargai keberhasilan dan kemauan belajar dari kesalahan
7. Memahami aspirasi karier dan menilai potensi
8. Menggabungkan gagasan untuk perubahan
Wibowo (dalam Sentot, 2010:31) juga menjelaskan beberapa tipe review, yaitu:
1. Self assesment review: Tipe review ini pegawai diberikan kesempatan
untuk mereviu atau mengukur kinerjanya sendiri
2. Top down review: Review atasan atas pekerjaan bawahan untuk
mengetahui sejauhmana bawahan telah melaksanakan pekerjaan yang
ditugaskan
3. Peer review: Review yang dilakukan oleh sejawat dalam rangka
memperoleh informasi dan menjalin kerjasama antar rekan sejawat dalam
rangka pencapaian kinerja
4. Subordinate review: Review yang dilakukan oleh bawahan terhadap atasan
langsungnya

dengan

maksud

agar

dapat

mempengaruhi

kinerja

bawahannya
5. Stakeholder review: Review yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang
memiliki kepentingan dengan organisasi
6. 360 degree review: Review yang dilakukan baik oleh semua pihak internal
dan eksternal yang terkait dengan organisai

Terkait dengan laporan keuangan sektor publik, review adalah salah satu
kegiatan internal audit atau pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam
kedua peraturan tersebut diatas yaitu PP Nomor 60 Tahun 2008 dan PerMenPan
Nomor PER/05/M.PAN/03/2008. Dalam kedua peraturan tersebut, review

25

didefinisikan sebagai penelaah ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan


bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar,
rencana, atau norma yang telah ditetapkan.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pembendaharaan Nomor 44 Tahun 2006
tentang Pedoman Pelaksanaan Review Laporan Kementerian Negara/Lembaga
pasal 1 ayat (1), definisi review adalah prosedur penelusuran angka-angka dalam
laporan keuangan, permintaan keterangan dan analitik yang harus menjadi dasar
memadai bagi Aparat Pengawan Intern untuk memberi keyakinan terbatas bahwa
tidak ada modifikasi material yang harus dilakukan agar laporan keuangan
tersebut sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
2.12

Inspektorat
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 11 Tahun 2003

tentang perubahan kedua atas peraturan daerah Kabupaten Buleleng nomor 4


Tahun 2008 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja perangkat
daerah

Kabupaten

Buleleng.

Inspektorat

merupakan

unsur

pengawas

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bertanggung jawab langsung kepada


Bupati dan secara teknis administrasi mendapat pembinaan dari Sekretaris
Daerah. Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan
pemerintahan daerah, maka partisipasi semua pihak sangat dibutuhkan bagi
masyarakat terlebih dari aparat yang akan melaksanakan pemerintahan. Pada
Pelaksanaan Otonomi Daerah berdasarkan Undang Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana
Organisasi Inspektorat harus mempunyai kompetensi untuk mampu menjadi

26

pengawas Perangkat Daerah dalam melaksanakan pembangunan dan pelayanan


pemerintah di Kabupaten Buleleng agar dapat berjalan dengan baik dan lancar
sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang undangan yang berlaku.
2.12.1 Pengawasan Inspektorat
Inspektorat Provinsi dan Inspektorat Kabupaten/Kota merupakan lembaga
pengawasan keuangan internal dilingkungan pemerintah daerah provinsi maupun
Kabupaten/Kota. Tugas pokok Inspektorat adalah membantu Kepala Daerah
(Gubernur/Bupati/Walikota)

melaksanakan

pengawasan

umum

terhadap

pelaksanaan urusan pemerintahan umum, agraria, keuangan, perlengkapan dan


kekayaan daerah, perekonomian, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kesatuan
bangsa, dan perlindungan masyarakat dilingkungan pemerintah daerah.
Berikut adalah tugas yang dilakukan oleh pengawas dan auditor eksternal
pemerintah menurut (Indra Bastian, 2007:35 ) yaitu :

Tabel 2.1 Tugas Pengawas Auditor Eksternal Pemerintah

PENGAWAS
Melakukan tinjauan terhadap
sistem pengendalian intern
dan sistem akuntansi pemda
(melihat kelemahan dan
menganalisis penyebabnya).

Memeriksa
dan
menyempurnakan
Laporan
Keuangan
Daerah
yang
disusun oleh bagian keuangan
pemda.

Membantu kepala daerah


dalam menentukan kewajaran

AUDTOR EKSTERNAL

Memberikan
opini/pendapat
tentang
kewajaran
Laporan
Keuangan Daerah sebagai dasar
pengambilan keputusan BPK
dalam LPJ kepala daerah.

27

laporan
keuangan
disusunnya.

yang

2.12.2 Teknik dan Objek Pemeriksaan Inspektorat


Menurut (Indra Bastian, 2007:35) tujuan pemeriksaan internal adalah
mencari dan membuktikan kebenaran serta kesesuaian antara pemakaian dan
perkembangan dari kegiatan masing-masing unit kerja. Wewenang inspektorat
dalam melakukan pemeriksaan yang dilakukan pada tingkat daerah yang
menyangkut tentang pengawasan dan pemeriksaan terhadap keuangan dan aset
daerah, yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pelaksanaan APBD.
Penerimaan pendapatan daerah dan Badan Usaha Daerah.
Pengadaan barang/jasa serta pemeliharaan/penghapusan barang/jasa.
Pelaksanaan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidangnya.
Penelitian dan penilaian laporan pajak-pajak pribadi.
Penyelesaian ganti rugi.
Inventarisasi dan penilaian kekayaan pejabat dilingkungan pemda.

Untuk melakukan pemeriksaan, auditor internal pemerintah baik dari


pemerintah pusat yaitu BPKP maupun pemerintah daerah, yaitu inspektorat, harus
memperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan pemeriksaan, yaitu :
kesesuaian antara sifat dan kebutuhan kegiatan, kemungkinan adanya umpan
balik, efisiensi dan efektivitas, nilai hasil yang ekonomis (output), fleksibel,
kesesuaian dengan pola organisasi, menjamin tindakan korektif, pengawasan diri
sendiri, pengawasan secara pribadi dari pimpinan, dan faktor manusia. ( Indra
Bastian, 2007:240 dalam Nur Fitri 2010:36 )
Inspektorat dalam proses pemeriksaannya ke satuan-satuan kerja diawali
dengan mendata semua kegiatan yang ada pada satuan kerja tersebut, apabila ada
temuan maka pihak inspektorat wajib mengangkat temuan tersebut kemudian

28

membuat laporan yang diserahkan kembali ke satuan kerja tersebut untuk


ditanggapi. Apabila masih terdapat kekurangan atas tanggapan dari satuan kerja
tersebut,

pihak

Inspektorat

dapat

memberikan

tenggang

waktu

untuk

melengkapinya, dan apabila memang tidak dapat dipenuhi oleh unit kerja tersebut,
pihak Inspektorat berhak memanggil pimpinan unit kerja untuk memberikan
penjelasan dan selanjutnya akan dibahas pada tingkat pemerintahan daerah
(Gubernur) sebagai pucuk pimpinan.
2.13Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu sangat penting sebagai dasar pijakan dalam rangka
penyusunan skripsi ini. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang akan
mengarahkan penelitian yang disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
N
O
1

PENELITI

JUDUL PENELITIAN

HASIL PENELITIAN

Suryanto
Fabnyo
(2011)

Pelaksanaan
Fungsi
Pengawasan Di Inspektorat
Daerah
Kota
Tidore
Kepulauan

1.Berdasarkan
hasil
analisis
mengenai pelaksanaan fungsi
pengawasan khususnya pada
Kantor
Inspektorat
Daerah
Tidore,
Kepulauan
ternyata
dapatlah disimpulkan bahwa
pelaksanaan pengawasan baik
dilihat
dari
pemeriksaan,
pengujian hingga penyelidikan,
ternyata belum efektif, hal ini
disebabkan
karena
adanya
ketidaktepatan waktu dalam
melakukan pengawasan, belum
akuratnya data penyimpangan
yang ditemukan untuk aparatur
pengawas di kantor Inspektorat,
kota Tidore
2. Faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan
penyelenggaraan
fungsi pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan di

29

kota Tidore adalah meliputi


aparatur petugas yang memiliki
skill, pengetahuan di bidang
pekerjaan yang ditangani dan
selain itu tersedianya sarana dan
prasarana
yang
mendukung
pelaksanaan pengawasan yang
dilakukan oleh Kantor Inspektorat
di kota Tidore, Kepulauan.
2

Sentot
Rahmat
(2010)

Analisis Peran Inspektorat


Jenderal Sebagai Aparat
Pengawasan
Internal
Kementerian/Lembaga
Dalam
Meningkatkan
Kualitas Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga
(Studi Pada Kementerian
Keuangan)

Wendy
Budianto
(2012)

Pengaruh Opini Audit,


Temuan Audit dan Gender
Terhadap
Kinerja
Penyelenggaraan
Pemerintah
Daerah
Kabupaten/Kota
Di
Indonesia Tahun 2008-2010

Sumber Daya Manusia yang ada


pada
ITJEN
Kementerian
Keuangan, khususnya Inspektorat
VI
yang
menangani
atau
bertanggung jawab atas reviu
Laporan Keuangan Kementerian
Keuangan, dianggap memenuhi
syarat dari segi latar belakang
pendidikan dan pembekalan yang
diberikan, yaitu sebagian besar
(68%)
berlatar
belakang
akuntansi dan telah dibekali
dengan pendidikan mengenai
Akuntansi Pemerintahan. Dari
segi kuantitas dianggap memadai
melalui pendekatan pelaksanaan
reviu yang dilakukan selama ini
yaitu dengan perencanaan yang
lebih fokus pada sumber masalah
dan berkonsentrasi pada unit-unit
penyusun
laporan
yang
bermasalah
1. Opini auditor berpengaruh
terhadap skor kinerja
Pemda. Pemerintah daerah
yang mendapatkan opini
WTP atau WDP akan
mendapatkan skor kinerja
Pemda yang lebih baik
dibandingkan
dengan
pemerintah daerah yang
mendapatkan opini TW

30

dan TMP.
2. Temuan
audit
berpengaruh
negatif
terhadap skor kinerja
Pemda. Semakin besar
temuan
audit
yang
dimiliki suatu Pemda
maka akan semakin kecil
skor kinerja dari Pemda
tersebut.
3. Gender
berpengaruh
terhadap kinerja Pemda.
Berdasarkan
penelitian
ini, Pemda dengan wanita
sebagai
pemimpinnya
memiliki kinerja lebih
baik dibandingkan Pemda
yang dipimpin oleh lakilaki.
4. Untuk variabel kontrol
berupa
tingkat
kemandirian Pemda dan
ukuran
Pemda
berpengaruh
positif
terhadap skor kinerja
Pemda Kabupaten/Kota di
Indonesia tahun anggaran
2008-2010
(Sumber: Penelitian yang Relevan)

BAB III
METODE PENELITIAN

31

3.1

Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami


fenomena apa yang dialami subyek penelitian (misalnya perilaku, persepsi,
motivasi, tindakan) secara holistic dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
metode yang ada (Moleong, 2006 : 6). Berdasarkan dari penjelasan diatas, maka
penelitian ini digolongkan ke dalam penelitian kualitatif karena penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana Inspektorat Kabupaten Buleleng berupaya
dalam meningkatkan kualitas laporan keuangan dan mempertahankan opini audit
wajar tanpa pengecualian.
Dalam penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan
interpretif.

Pendekatan

interpretif

berasal

dari

filsafat

Jerman

yang

menitikberatkan pada peranan bahasa, interpretasi dan pemahaman di dalam ilmu


sosial. Pendekatan ini memfokuskan pada sifat subjektif dari social world dan
berusaha memahaminya dari kerangka berpikir objek yang sedang dipelajarinya.
Jadi fokusnya pada arti individu dan persepsi manusia pada realitas bukan pada
realitas independen yang berada di luar mereka (Burrel & Morgan, 1979).
Manusia secara terus menerus menciptakan realitas sosial mereka dalam rangka
berinteraksi dengan yang lain (Schutz, 1967 dalam Moleong, 1996). Tujuan
pendekatan interpretif tidak lain adalah menganalisis realita sosial semacam ini
dan bagaimana realita sosial itu terbentuk (Burrel & Morgan, 1979). Untuk
memahami sebuah lingkungan sosial yang spesifik, peneliti harus menyelami
pengalaman subjektif para pelakunya. Penelitian interpretif tidak menempatkan

32

objektivitas sebagai hal terpenting, melainkan mengakui bahwa demi memperoleh


pemahaman mendalam, maka subjektivitas para pelaku harus digali sedalam
mungkin hal ini memungkinkan terjadinya tradeoff antara objektivitas dan
kedalaman temuan penelitian (Moleong, 1996).
Penelitian interpretif bertujuan untuk menghasilkan pemahaman terhadap
konteks sistem informasi dan proses di mana sistem informasi mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh konteksnya. Penelitian interpretif, dalam banyak hal, tampaknya
bisa ditempatkan di antara penelitian kritis dan penelitian positif. Seperti halnya
paradigma kritis, paradigma interpretif ini skeptis terhadap ontologi realisme,
tetapi di pihak lain ia menganut prinsip
32 positivisme bahwa peneliti seharusnya
membatasi diri untuk tidak berusaha menilai secara kritis atau mengubah realitas
sosial yang diteliti. Dengan demikian, dalam penelitian interpretif, etika dapat
memainkan peran yang dapat dijelaskan oleh argumen-argumen penelitian positif
di atas. Selanjutnya akan dibahas apakah secara epistemologis dan metodologis,
penelitian interpretif juga memiliki sifat dasar etis

Menentukan Lokasi Penelitian

Perumusan Masalah

Metode
Pengumpulan
Berikut adalah Gambaran
Rancangan
Penelitian. Data
Wawancara dan Dokumentasi
Analisis Data

Hasil Penelitian
Pembahasan
Kesimpulan

33

Gambar 3.1 Rancangan Penelitian


3.2

Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng

yang beralamat di Jalan Kresna No. 3 Singaraja.


3.3

Sumber Data
Data kualitatif merupakan data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam

bentuk angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik


pengumpulan data misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau
observasi. Bentuk lain data kualitatif adalah gambar yang diperoleh melalui
pemotretan atau rekaman video. Data kualitatif berfungsi untuk mengetahui
kualitas dari sebuah objek yang akan diteliti. Data ini bersifat abstrak sehingga
peneliti harus benar-benar memahami kualitas dari objek yang akan diteliti.
Dalam penelitian ini dikumpulkan dari dua jenis data yaitu data primer dan
data skunder sebagai berikut :
1. Data primer adalah data yang didapat langsung dari lokasi penelitian melalui

34

wawancara dengan informan di lapangan yang berkaitan dengan masalah


penelitian dan juga melalui obsevasi atau pengamatan langsung terhadap
obyek penelitian (Widnyani, 2014).
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen, artikel,
dan buku yang berdasarkan acuan atau literatur yang berhubungan dengan
masalah penelitian (Widnyani, 2014). Selain itu sumber lain berupa
literatur-literatur dan internet surfing juga digunakan dalam penelitian ini
yang berhubungan dengan objek dan ruang lingkup penelitian.
3.4

Instrumen Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif

sehingga instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri.


Instrumen

penelitian

merupakan

seluruh

alat

yang

digunakan

untuk

mengumpulkan, memeriksa, menyelidiki suatu masalah, atau mengumpulkan


mengolah, menganalisa dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif
dengan tujuan memecahkan suatu persoalan atau menguji suatu hipotesis.
Menurut Moloeng (2005:9) menjelaskan bahwa dalam penelitian kualitatif,
peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat pengumpul data
utama. Dalam melakukan pencarian data peneliti akan terjun langsung ke
lapangan dengan waktu tertentu. Artinya, peneliti melakukan pengamatan
berperan serta dalam penelitian yang bercirikan interaksi sosial antara peneliti
dengan subjek dalam lingkungan subjek, dan selama itu data dalam bentuk catatan
lapangan dikumpulkan secara sistem atis dan berlaku tanpa gangguan (Bodgan,
1972 dalam Moloeng, 2005:9).
3.5 Informan Peneliti

35

Dalam penelitian ini infoman ditunjuk secara purposive. Informan yang


ditunjuk ditentukan kriterianya oleh si peneliti, yaitu sejauh mana mereka
memahami masalah yang dikaji sebagaimana yang dirumuskan dalam pertanyaan
penelitian. Berdasarkan pernyataan tersebut maka informan dalam penelitian ini
adalah :
1. Inspektur Inspektorat Kabupaten Buleleng
2. Inspektur Pembantu Wilayah 1
3. Tenaga Fungsional (auditor) Inspektorat Kabupaten Buleleng
Berapa banyak informan tidak ditentukan secara pasti dari awal, melainkan
tergantung pada tingkat kejenuhan data. Namun semua komponen tersebut harus
ada yang mewakilinya, sehingga cakupan data menjadi lebih luas dan bervariasi
(Atmadja, 2006:59)
3.6

Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (Sugiyono,2009).

Dalam teknik pengumpulan data, trianggulasi adalah suatu teknik pengumpulan


data dengan cara penggabungan dari berbagai teknik pengumpulan data dan
sumber data yang sudah ada. Teknik trianggulasi dapat dilihat dari gambar
berikut.

Observasi partisipatif
Sumber data sama
Wawancara mendalam

Dokumentasi

36

Gambar 3.2 Teknik Trianggulasi


(Sumber: Sugiyono,2009)
Selain itu, agar diperoleh data-data yang dapat diuji kebenarannya, relevan dan
lengkap, penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut.
1) Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yang dilakukan penulis yaitu dengan cara mengumpulkan teoriteori dari berbagai dokumen yang terkait dengan permasalahan yang sedang
diteliti. Hal ini dilakukan penulis untuk menghimpun informasi yang relevan
terkait masalah yang sedang diteliti.
2) Studi Lapangan
Studi lapangan atau field research merupakan pengumpulan data yang dilakukan
secara langsung ke lapangan. Teknik pengumpulan data ini diuraikan sebagai
berikut.
a) Observasi penelitian adalah pengamatan sistematis dan terencana yang diniati
untuk memperoleh data yang dikontrol validitas dan reliabilitasnya (Alwasilah,
2002:211-214). Berdasarkan hal tersebut, pertanyaan penelitian tetap merupakan
patokan yang menuntun kegiatan observasi, mulai dari identifikasi objek
penelitian, penyusunan instrumen observasi, pemilahan data observasi sampai
dengan pemaknaan data dan pelaporan hasil observasi.
Observasi dilakukan terhadap aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan
bagaimana peran Inspektorat dalam upaya peningkatan kualitas laporan keuangan
pemerintah daerah serta kendala yang dihadapi. Apapun yang diobservasi, baik
berbentuk alat maupun perilaku, akan didokumentasikan melalui kamera sehingga
apa yang terjadi akan terdokumentasi dan kebenarannya bisa diandalkan.
b) Wawancara adalah salah satu cara untuk mengumpulkan data. Penulis
melakukan wawancara terhadap informan untuk memperoleh data-data yang

37

dibutuhkan. Dalam proses wawancara ini, penulis mengajukan pertanyaanpertanyaan yang relevan dalam permasalahan yang diangkat. Informan yang telah
ditunjuk akan diwawancarai dengan menggunakan teknik wawancara mendalam.
Agar wawancara mendalam bisa berlangsung secara terarah, perlu disusun
pedoman wawancara yang memuat pokok-pokok pikiran yang terkait dengan
masalah yang diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan wawancara
terhadap pihak-pihak yang mengetahui terkait upaya dari Inspektorat untuk
meningkatkan kualitas laporan keuangan dan mempertahankan predikat WTP
serta kendala dalam mewujudkannya. Data hasil wawancara akan direkam
memakai alat perekam dan ditulis dengan alat tulis.
c) Dokumentasi dalam pengumpulan data yang dimaksud adalah merekam baik
secara lisan maupun tulisan. Mencatat data-data yang diperlukan dan data lainnya
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, hal ini dilakukan untuk
menjamin keabsahan data.

3.7

Reduksi Data
Proses wawancara kepada informan terkadang keluar dari konteks

pedoman wawancara yang telah disusun, sehingga perlu dilakukan reduksi data.
Reduksi data meliputi berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mempertajam
analisis (Miles dan Haberman, 1992). Reduksi data wawancara dilakukan dengan
menghilangkan jawaban jawaban informan yang keluar dari konteks pertanyaan
pedoman wawancara.
3.8

Penyajian Data

38

Penyajian data dilakukan terhadap data yang diperoleh melalui proses


wawancara, observasi, dan studi dokumen. Data yang diperoleh dari proses
wawancara dan observasi disajikan melalui penyusunan teks naratif dalam
kesatuan bentuk, keteraturan, pola-pola, penjelasan, pemaknaan, konfigurasi dan
alur sebab akibat. Data yang diperoleh dari studi dokumen disajikan dalam bentuk
tabel-tabel untuk memudahkan proses analisis.
Peyajian data diawali dengan penyempurnaan data yang diperoleh secara
terus-menerus melalui pengumpulan data dan reduksi data, lalu dilanjutkan
dengan penyempurnaan terhadap narasi yang telah dibangun sebelumnya.
Kegiatan ini dilakukan secara berulang dan secara timbal balik sehingga
mendapatkan hasil penelitian yang memadai, baik dilihat dari kesahihan dan
kelengkapan data untuk membangun narasi.

3.9

Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan


Untuk menganalisis data pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan

teknik deskriptif kualitatif dengan penekanan utama pada penelitian sumber,


mengungkapkan fakta (menguraikan data dengan mendeskripsikan data yang
diperoleh dari penelitian, baik data primer maupun data sekunder) dengan
menggunakan bahasa yang mudah dipahami, kemudian data yang diperoleh
diuraikan serta dikembangkan berdasarkan teori yang ada. Selanjutnya, hasil
analisis ini akan dimanfaatkan untuk menarik kesimpulan penelitian.

39

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1

Gambaran Umum

4.1.1

Kabupaten Buleleng

40

Wilayah Bali utara hampir seluruhnya ditetapkan bernaung di bawah


pemerintahan Kabupaten Buleleng. Dengan begitu, Buleleng adalah kabupaten
yang terluas wilayahnya di antara kabupaten lain di Bali. Batas pegunungan yang
membujur timur-barat sepanjang pertengahan Bali termasuk ke dalam wilayah
Buleleng. Karenanya, Buleleng adalah wilayah yang lengkap memiliki gunung,
daratan, dan laut utara Pulau Bali. Kendati memiliki wilayah yang terluas di Bali.
Kondisi alam yang dimiliki Buleleng membuat Buleleng tak bisa mengandalkan
pertanian tanah basah. Namun keadaan ini justru membawa Buleleng sebagai
daerah perkebunan penghasil buah-buahan seperti jeruk, cengkeh, dan kopi di
daerah pegunungan, sedangkan sepanjang daerah pesisir adalah penghasil buah
anggur dan tembakau.
Sebagaimana

dengan

daerah-daerah

Bali

selatan,

Buleleng

pun

menyimpan peran masa lalu saat masa perkembangan ekspedisi Palapa Wira
Gajah Mada merangkul Bali. Desa-desa kuna Sembiran, Julah, dan desa lain di
sekitarnya membuktikan bahwa wilayah Bali utara tak luput mewarnai perjalanan
sejarah Bali. Kekuasaan Ki Gusti Panji Sakti bahkan sempat merambah daerah
Jawa Timur. Berbagai pura di sepanjang Bali utara, mulai dari Pura Payogan
Prapat agung, Pura Pulaki, Pura Ponjok Batu, hingga ke Pura Candi Gora
menunjukkan bahwa Bali utara adalah bagian penting dari perjalanan dharma para
bijak masa lalu. Saat masa penjajahan Belanda, wilayah Buleleng bahkan
dipandang sebagai daerah strategis oleh Belanda untuk memulai pergerakan
menguasai Bali. Wilayah delapan kerajaan di Bali, termasuk Buleleng, yang sudah
terikat dalam kesepakatan Paswara Asta Negara digoyahkan oleh Belanda justru
dari kekuatan Bali utara di daerah Buleleng. Tahun 1846 Buleleng dijatuhkan

41

dalam pertempuran sengit yang dikenal sebagai Perang Buleleng. Tekanan


Belanda terus dilakukan menyusul Perang Jagaraga pada tahun 1849 yang
memastikan Buleleng sepenuhnya dikuasai Kompeni. Perjalanan Bali dari masa
ke masa hingga era millenium ke tiga ini telah membawa pula imbas ke wilayah
Buleleng untuk turut berkiprah dalam dunia pariwisata. Daerah pesisir sepanjang
41

Bali utara, terutama kawasan Lovina dan Kalibukbuk, adalah potensi daerah
hunian wisata yang dimiliki oleh Buleleng. Secara keseluruhan, berbagai warisan
seni budaya Buleleng memiliki ciri khas yang agak berbeda dengan warna seni
budaya daerah Bali Selatan.

4.1.2

Kondisi Geografis Kabupaten Buleleng


Kabupaten yang terluas di Pulau Bali adalah Kabupaten Buleleng, yaitu

mempunyai luas 1.365,88 Km2 atau 136.588 Ha (24, 25 % dari luas Pulau Bali),
terletak di antara 114 0 25 55 BT 1150 27 28 BT dan 80 03 40 LS 80 23
00 LS . Jumlah penduduk Kabupaten Buleleng adalah 575.038 jiwa yang terdiri
dari jumlah penduduk perkotaan adalah 124.898 jiwa sedangkan jumlah penduduk
perdesaan adalah 450.140 jiwa. Kabupaten Buleleng berada di belahan utara
Pulau Bali yang dibatasi oleh Kabupaten Jembrana di bagian Barat, Tabanan,
Badung dan Bangli dibagian Selatan, sedangkan di sebelah Timurnya dibatasi
oleh Kabupaten Karangasem dan di sebelah utaranya adalah Laut Jawa. Sebanyak
31,56 % berada pada ketinggian antara 100 499 meter di atas muka laut, daerah
yang mempunyai ketinggian di atas 500 meter di atas muka laut sekitar 26,36 %
sisanya merupakan lahan dataran (0 25 meter). Tingkat kemiringan beraneka

42

ragam yaitu : tanah datar 8,98%, tanah landai 51,41%, selebihnya adalah tanah
terjal yaitu sekitar 23,9%.
Keadaan

topografi

yang

demikian

menunjukkan bahwa

wilayah

Kabupaten Buleleng sebagian besar merupakan daerah perbukitan, namun ada


juga daerah pegunungan yang membelah / membagi dua bagian (Bali Utara dan
Bali Selatan), yaitu yang tertinggi adalah gunung Lesong dan yang terendah
adalah gunung Prapat Agung.
Luas Kabupaten Buleleng secara keseluruhan 1.365,88 Km2 atau 24,25 %
dari luas Propinsi Bali, dimana kecamatan Gerokgak merupakan kecamatan
terluas yakni 26,11%, Kecamatan Busungbiu seluas 14,40 %, kecamatan
Sukasada dan Banjar masing-masing 12,66% dan 12,64%.

Kecamatan

Kubutambahan sebesar 8, 66%, Kecamatan Seririt 8,18%, Kecamatan Tejakula


7,15%, K ecamatan Sawan 6,77% dan Kecamatan Buleleng 3,44 %. Kabupaten
Buleleng merupakan daerah berbukit yang membentang di bagian selatan,
sedangkan dibagian utara merupakan dataran rendah. Di Kabupaten Buleleng
juga terdapat gunung berapi dan tidak berapi. Gunung yang tertinggi adalah
Gunung Tapak (1903 M) berada di Kecamatan Sukasada sementara yang paling
rendah adalah gunung Jae (222 M) berada di wilayah Kecamatan Gerokgak.
Selain itu di Kabupaten Buleleng terdapat dua buah danau yaitu Danau
Tamblingan (110 hektar) berada di Kecamatan Banjar. Sedangkan Danau Buyan
(360 hektar) terletak di Kecamatan Sukasada.

43

4.2

Inspektorat Kabupaten Buleleng


Inspektorat Wilayah Kabupaten Buleleng, itulah sejarah nomenklatur

pertama kali dibentuk oleh pemerintah untuk aparat pengawasan fungsional


pemerintah di kabupaten/kotamadya seluruh Indonesia termasuk di Kabupaten
Buleleng. Inspektorat Wilayah Kabupaten Buleleng dibentuk pertama kalinya
dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 220 Tahun 1979 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya. Seiring
dengan bergulirnya reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, setelah
berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah
yaitu mulai tahun 2001 Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat Wilayah
Kabupaten/Kotamadya diatur dengan peraturan daerah sebagaimana yang diatur
dalam Peraturan Pemerintah Tahun 2001 tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah. Sejalan dengan itu, Inspektorat Wilayah Kabupaten Buleleng berubah
nomenklatur menjadi Badan Pengawas Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 21 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Badan/Kantor Daerah Kabupaten Buleleng adalah
Badan Pengawasan Daerah. Dalam kedudukannya Badan Pengawasan Daerah
merupakan unsur penunjang Pemerintahan Kabupaten di bidang pengawasan,
yang dipimpin oleh Kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Bupati melalui Sekretaris Daerah. Sejalan dengan perubahan paradigma
penyelenggaraan otonomi daerah, sebagaimana yang dimaksud dalam perubahan
Undang-undang Nomor 2 2 Tahun 1999 yaitu dengan Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka nomenklatur Badan Pengawasan
Daerah dikembalikan lagi menjadi Inspektorat yang pembentukannya ditetapkan

44

dengan Peraturan Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor


41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Berdasarkan ketentuan
tersebut, maka Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat ditetapkan dengan Peraturan
Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pembentukan dan
Susunan Organisasi Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Buleleng. Dijelaskan
dalam Perda tersebut bahwa kedudukan Inspektorat merupakan unsur penunjang
pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah, dan secara tegas dinyatakan
Inspektorat dipimpin oleh seorang Inspektur yang berada dibawah dan
bertanggung jawab langsung kepada Bupati dan secara teknis administratif
mendapat pembinaan dari Sekretaris Daerah yang diatur dengan Peraturan Bupati
Nomor 39 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok Inspektorat Kabupaten Buleleng
sesuai dengan peraturan diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2013
tentang Perubahan Kedua Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun
2008 Tentang Pembentukan dan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat
Daerah dan Peraturab Bupati Buleleng Nomor 70 Tahun 2014 Tentang Tugas
Pokok Inspektorat Kabupaten Buleleng. Inspektorat menjalankan peran sebagai
Aparat Pengawasan Internal Pemerintah yang membantu Bupati dalam
menjalankan pemerintahan. Selain itu juga terdapat tenaga fungsional yang
membantu dan memiliki tugas tertentu.
4.2.1

Visi dan Misi Inspektorat Kabupaten Buleleng

A.

Visi dari Inspektorat Kabupaten Buleleng yaitu:

45

Terwujudnya aparatur yang baik (Good and Clean Governance) yaitu profesional,
akuntabel, transparan, memiliki kredibilitas dan bebas korupsi, kolusi dan
nepotisme.
B.

Misi dari Inspektorat Kabupaten Buleleng yaitu:

Untuk mewujudkan visi tersebut, maka Inspektorat Kabupaten Buleleng


menetapkan misi sebagai beriku:
1. Mewujudkan pengawasan terhadap pelaksanaan pemerintahan dan
pembangunan secara komprehensif
2. Mewujudkan penyelesaian tindak lanjut temuan hasil pemeriksaan
3. Mewujudkan profesionalisme aparatur pengawasan, yang beriman,
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berdedikasi dan bertanggung
jawab.
4.2.2

Tugas Pokok Dan Fungsi Inspektorat Kabupaten Buleleng


Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 11 Tahun 2013

tentang perubahan kedua atas peraturan daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4


Tahun 2008 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja perangkat
daerah

Kabupaten

Buleleng.

Inspektorat

merupakan

unsur

pengawas

penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bertanggungjawab langsung kepada


Bupati dan secara teknis administrasi mendapat pembinaan dari Sekretaris
Daerah. Penguasa atau pimpinan perlu melakukan pengawasan, sebab tanpa
pengawasan akan mengakibatkan terjadi penyelewengan-penyelewengan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan pengawasan yang efektif, khususnya yang berkaitan
dengan tugas-tugas pokok pemerintahan dan pembangunan, hal ini bertujuan
untuk menunjang terwujudnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, dan

46

untuk mewujudkannya perlu diterapkan fungsi pengawasan terhadap kinerja


pemerintahan dan pembangunan.
Fungsi pengawasan dilakukan dengan memperhatikan pelaksanaan fungsi
manajemen

lainnya

seperti

fungsi

perencanaan,

pengorganisasian

dan

penggerakan. Salah satu fungsi pengawasan yang efektif untuk diterapkan adalah
pengawasan fungsional, karena setiap gejala penyimpangan akan lebih mudah dan
lebih cepat diketahui. Dalam melaksanakan keempat dari fungsi manajemen
tersebut secara baik, akan secara otomatis menunjang pencapaian tugas-tugas
pokok sesuai dengan yang direncanakan. Pelaksanaan tugas pokok suatu
organisasi, tidak akan tercapai dengan baik apabila pelaksanaan pengawasan
belum sesuai dengan apa yang direncanakan. Pengawasan yang kurang baik akan
berdampak terhadap efektivitas pelaksanaan pengawasan yang belum sesuai
dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, akan diterapkan petunjuk yang akan
dilakukan guna menunjang efektivitas perencanaan pengawasan. Berdasarkan
Peraturan Bupati Nomor 39 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok Dan Fungsi
Inspektorat Kabupaten Buleleng dikatakan bahwa Inspektorat Kabupaten
Buleleng

mempunyai

penyelenggaraan

tugas

pokok

pemerintahan

yang

melaksanakan
meliputi

pengawasan
bidang

terhadap

pembangunan,

kemasyarakatan, pemerintahan dan pembinaan serta pelaksanaan urusan


pemerintahan desa dan untuk melaksanakan tugas pokok tersebut di atas,
inspektorat menyelenggarakan fungsi:
1) Perumusan kebijakan teknis di bidang pengawasan dan fasilitasi pengawasan,
berdasarkan kebijaksanaan yang ditetapkan oleh Bupati.

47

2) Perencanaan program pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di


daerah, pemerintahandesa/kelurahan serta tugas pemerintah kabupaten yang
meliputi bidang pemerintahan, sosial politik, perekonomian, kesejahteraan sosial,
aparatur, pendapatan daerah, kekayaan daerah dan perusahaan daerah.
3) Pemeriksaan, pengusutan atas laporan atau pengaduan terhadap penyimpangan
atau penyalahgunaan di bidang pemerintahan, sosial politik, perekonomian,
kesejahteraan sosial, aparatur, pendapatan daerah, kekayaaan daerah dan
perusahaan daerah.
4) Pelaksanaan pengujian dan penilaian tugas pengawasan atas laporan keuangan
setiap unsur atau instansi di lingkungan Pemerintah Daerah.
5) Pengelolaan tata usaha Inspektorat.
Inspektorat Kabupaten Buleleng dipimpin oleh seorang Inspektur dalam
melakukan tugasnya dan sekretariat yang berfungsi sebgai penunjang jalannya
setiap kegiatan. Selanjutnya terdapat empat Inspektur Pembantu Wilayah yang
menyusun rencana kegiatan pengawasan meliputi bidang pembangunan,
pemerintahan dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya Inspektur juga
dibantu oleh para tenaga fungsional yang merupakan seorang auditor dan tenaga
fungsional P2UPD. Berikut akan dijelaskan lebih rinci mengenai uraian tugas
pada Inspektorat Kabupaten Buleleng, yaitu :
1) Inspektur: Menyusun rencana kegiatan inspektorat, berdasarkan data,
program dan kebijakan yang ditetapkan oleh Bupati serta ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku sebagai pedoman kerja dan merumuskan
kebijakan teknis operasional dalam bidang pengawasan, berdasarkan peraturan

48

perundang-undangan yang berlaku serta memimpin dan mengkoordinasikan


bawahan agar pelaksanaan tugas berjalan dengan harmonis dan saling mendukung
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Sekretaris: Menyusun rencana kegiatan sekretariat berdasarkan data
dan program Inspektorat, serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku
sebagai pedoman kerja dan melaksanakan urusan surat menyurat, keuangan,
rumah

tangga,

perlengkapan,

kepegawaian,

kehumasan,

keprotokolan,

dokumentasi , kearsipan, perpustakaan, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana.


3) Sub Bagian Keuangan: Menyiapkan bahan, menyusun serta
melaksanakan

pencatatan,

pembendaharaan

dan

pembukuan
menerima,

perhitungan
menyimpan,

dan

verifikasi

mengeluarkan

seta
serta

mempertanggung jawabkan keuangan Inspektorat.


4) Sub Bagian Program, Evaluasi Dan Pelaporan: Menyusun rencana
kegiatab Sub Bagian Program, Evaluasi dan Pelaporan berdasarkan data dan
program Sekretariat dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku sebagai
pedoman kerja, menilai prestasi kerja bawahan berdasarkan hasil yang dicapai
sebagai

bahan

pertimbangan

dalam

peningkatan

karir

dan

menyusun

program/rencana kerja, mengumpulkan, mengolah, mengevaluasi dan membuat


laporan kegiatan Inspektorat.
5) Inspektur Pembantu Wilayah: Melaksanakan pemeriksaan, pengusutan,
pengujian, penilaian tugas pengawasan dan pembinaan terhadap kegiatan
pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan yang dilaksanakan oleh Satuan

49

Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Buleleng, berdasarkan ketentuan perundangundangan yang berlaku.
6) Tenaga Fungsional: Melaksanakan sebagian tugas Pemerintah
Kabupaten di bidang pengawasan sesuai dengan keahliannya.
4.2.3

Struktur Organisasi Inspektorat Kabupaten Buleleng


Struktur organisasi merupakan kesatuan kerangka organisasi yang

ditetapkan untuk proses manajerial, sistem, pola tingkah laku yang muncul dan
terjadi dalam praktek penyelenggaraan organisasi dan manajemen. Struktur
organisasi merupakan alat untuk membantu manajemen dalam mencapai
tujuannya. Struktur organisasi dapat memiliki pengaruh yang besar pada
anggotanya. Pengaruh

struktur organisasi terhadap kepuasan dan kinerja

karyawan mengarah pada suatu kesimpulan yang sangat jelas. Struktur organisasi
menjelaskan

bagaimana

tugas

kerja

akan

dibagi,

dikelompokkan

dan

dikoordinasikan secara formal. Struktur organisasi menunjukkan kerangka dan


susunan perwujudan pola tetap hubungan. Hubungan diantara fungsi-fungsi,
bagian-bagian ataupun posisi maupun orang-orang yang menunjukkan kedudukan
tugas, wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi
Kerangka kerja organisasi disebut sebagai desain organisasi (organizational
design). Bentuk spesifik dari kerangka kerja organisasi dinamakan dengan
struktur organisasi (organizational structure). Pengertian yang jelas tentang
struktur organisasi dikemukakan oleh beberapa ahli sebagai berikut:

50

1. Struktur organisasi dapat diartikan sebagai kerangka kerja formal organisasi


yang

dengan

kerangka

kerja

itu

tugas-tugas

pekerjaan

dibagi-bagi,

dikelompokkan, dan dikoordinasikan (Robbins dan Coulter, 2007:284).


2. Struktur organisasi didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan
mana organisasi dikelolah (Handoko, 2003:169).
3. Struktur organisasi adalah pola formal mengelompokkan orang dan pekerjaan
(Gibson dkk, 2002:9).
4. Struktur organisasi yaitu menggambarkan tipe organisasi, pendepartemenan
organisasi, kedudukan dan jenis wewenang pejabat, bidang dan hubungan
pekerjaan, garis perintah dan tanggungjawab, rentang kendali dan sistem
pimpinan organisasi (Hasibuan, 2004:128).
5. Struktur organisasi menspesifikasikan pembagian kerja dan menunjukkan
bagaimana fungsi atau aktivitas yang beraneka ragam yang dihubungkan
sampai batas tertentu, juga menunjukkan tingkat spesialisasi aktivitas kerja
(Suranto, 2005: 85)
Menurut sifat hubungan kewenangan didalam struktur organisasi formal
terdapat 3 (tiga) jenis utama organisasi maka jenis-jenis organisasi itu (Djoko
2006:130) dapat dibedakan sebagai berikut:
1). Organisasi Lini Organisasi ini menerapkan aliran wewenang langsung
dari top manajemen kepada manajemen di bawahnya, pimpinan perusahan
memiliki kewenangan langsung dalam mengawasi bawahannya. Ciri-ciri
organisasi lini adalah tanggung jawab dipikul seluruhnya oleh pimpinan
perusahaan, sistem organisasi ini digunakan untuk perusahaan skala kecil dan
menengah. Keunggulannya: a. Delegasi kewenangan dan tanggung jawab untuk

51

setiap bidang jelas. b. Sederhana dan mudah dipahami baik oleh manjer maupun
bawahan kelemahannya: a. Pekerjaan eksekutif puncak berat karena dibebani oleh
pekerjaan administratif. b. Tidak ada spesialisasi.
2). Organisasi Lini dan Staf Organisasi lini dan staf merupakan gabungan
dari organisasi lini dengan departemen staf guna memberikan saran dan masukan
untuk departemen lini. pengambilan keputusan yang mempenagruhi operasi utama
dari organisasi merupakan wewenang dari departemen lini sedangkan depatemen
staf hanya pada tingkat memberikan dukungan teknis khusus. Ciri-ciri organisasi
lini dan staf adalah pimpinan dalam organisasi lini dapat berinteraksi langsung
dengan bagian produksi, keuangan atau pemasaran sedangkan manajer staf
memberikan informasi, saran atau bantuan teknis untuk membantu manajer lini.
Sistem organisasi ini digunakan untuk perusahaan menengah dan besar.
Keunggulannya: a. Para spesialisasi memberikan saran kepada manajer puncak. b.
Para karyawan melapor pada seorang supervisor Kelemahannya: a. Konflik antara
departemen lini dan staf tanpa ada hubungan yang jelas. b. Rekomendasi para
manajer staf terbatas kepada manajer lini.
3). Organisasi Matriks Struktur organisasi ini mulai diperkenalkan oleh
industri antariksa amerika serikat. Organisasi matriks adalah suatu desain
struktural menugaskan para spesialis dari berbagai departemen fungsional untuk
bekerja pada suatu proyek atau lebih yang dipimpin oleh para manajer. Ciri-ciri
organisasi matriks sitem organisasi ini menghubungkan para karyawan di bagian
yang berbeda, agar dapat bekerja sama menyelesaikan proyek tertentu. Sistem ini
banyak digunakan diperusahaan-perusahaan besar atau perusahaan multinasional
Keunggulannya: a. Memacu kreativitas dan inisiatif karyawan dalam menghadapi

52

perubahan-perubahan lingkungan. b. Pengambilan keputusan yang sehat lebih


mudah dapat diambil karena adanya staf ahli. c. Memungkinkan inovasi tanpa
mengganggu struktur organisasi reguler Kelemahannya: a. Masalah potensial
mengenai akuntabilitas karena adanya lebih dari satu atasan . b. Kesulitan
potensial dalam membentuk tim yang yang solid karena karyawan direkrut dari
beragam departemen. c. Berpotensi menimbulkan konflik antara manajer proyek
dan manajer departemen lainnya. Pada Inspektorat Kabupaten Buleleng berikut
adalah struktur organisasi yang terealisasikan dalam menjalankan aktivitas
opreasionalnya sehari-hari,
INSPEKTUR
I PUTU YASA, SH. MM.
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
A. JF. P2UPD

SEKRETARIS
I PUTU SWARDIKA. S. Sos.

B. AUDITOR
C.ARSIPARIS
.

KEPALA SUB BAGIAN UMUM


BAGIAN KEUANGAN
BAGIAN PERENCANAAN
NI NYOMAN STINI.S. Sos.

IRBANWIL 1

IRBANWIL 2

IRBANWIL 3

IRBANWIL 4

Gambar 4.1 Struktur Organisasi Inspektorat Kabupaten Buleleng


4.3

Analisis Upaya Inspektorat Kabupaten Buleleng untuk Meningkatkan

Kualitas Laporan Keuangan Pemerintahan Daerah dan Mempertahankan


Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian

53

4.3.1 Penerapan Basis Akrual Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah


Kabupaten Buleleng
Secara mendasar, terdapat empat basis akuntansi yang bisa digunakan oleh
pemerintah daerah, yaitu: akuntansi basis kas, akuntansi basis kas modifikasian,
akuntansi basis akrual modifikasian dan akuntansi basis akrual (Mahmudi:2007,
57). Keempat basis akuntansi tersebut bersifat berkelanjutan dari basis kas
menuju ke basis akrual. Perbedaan dari keempat basis tersebut berkaitan dengan
penetapan waktu pengakuan dan pengukuran suatu transaksi
Dalam hubungannya dengan uraian tersebut di atas maka dari hasil
wawancara dengan Bapak I Putu Yasa, SH, MM selaku inspektur pada Kantor
Inspektorat Kabupaten Buleleng, sebagai berikut:
Secara keseluruhan pengelolaan keuangan dimasing-masing Satuan Kerja
Perangkat Daerah meningkat serta dirasa baik. Di tahun ini laporan
keuangan berbasis akrual jadi dituntut setiap Satuan Kerja Perangkat
Daerah untuk menerapkan hasil tersebut secara berkelanjutan, kami dari
Inspektorat dan BPKAD selalu memonitoring pelaksanaan keuangan
tersebut dan dari hasil pemantauan dilapangan secara umum Satuan Kerja
Perangkat Daerah telah melaksanakan.
Mudah-mudahan
ditahun
selanjutnya tidak ada masalah, karena ini menjadi basis penilaian dari
pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan keuangan pemerintah daerah
untuk bisa tidaknya mempertahankan opini wajar tanpa pengecualian
Basis akuntansi sangat penting dalam akuntansi karena menentukan
asumsi yang akan dipakai dalam melakukan pencatatan dan pelaporan. Basis
akuntansi yang dipilih akan menentukan jenis pelaporan, terutama bentuk laporan,
karena akan mempengaruhi informasi maupun unsur yang akan dilaporkan. Basis
akuntansi yang akan dipilih juga akan mempengaruhi susunan standar akuntansi
yang dibangun, baik kerangka konseptual maupun pernyataan yang terkait dengan
kapan sebuah transaksi diakui dan seberapa besar nilainya. Basis akuntansi

54

merupakan prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum yang menentukan kapan


pengaruh kas atas transaksi atau kejadian harus diakui untuk tujuan pelaporan
keuangan. Basis akuntansi ini berhubungan dengan waktu kapan pengukuran
dilakukan.
Seiring dengan perkembangannya, strategi pemerintah mengalami
perubahan mendekati sifat strategi sektor swasta. Hal ini dibuktikan dengan
struktur organisasi yang mengecil (downsizing), penentuan anggaran berbasis
kinerja, penggunaan basis akrual pada sistem akuntansi pemerintahan, hingga
konsep new public management (NPM). Gabungan konsep pemerintah-swasta ini
mengedepankan efisiensi yang membahayakan kualitas pelayanan publik, disebut
juga publicness, dari sektor publik (Haque, 2001). Untuk mengukur sektor publik,
dijabarkan lima kriteria spesifik, yaitu:
1. Dalam bidang administrasi publik, kriteria tradisonal yang umum
digunakan adalah perbedaan publik-swasta. Walaupun batasan
perbedaan yang semakin pudar antarentitas, publicness dari pelayanan
publik dibedakan dari sifat pelayanan yang unik, seperti persamaan
hak dan kewajiban, keterbukaan, sifat kompleksitas dan monopolistik,
serta dampak sosial yang luas dan jangka panjang. Oleh karena itu,
publicness dari pelayanan publik dapat diragukan jika sifat-sifat
tersebut tersingkirkan dengan prinsip manajemen bisnis.
2. Publicness juga tergantung dengan demografi penerima pelayanan,
dengan kata lain tergatung dari banyaknya masyarakat yang dilayani.
Walaupun demikian, komposisi ini berhubungan dengan faktor-faktor
seperti jangkauan kepemilikan publik (semakin luas kepemilikan

55

publik, maka publicness semakin tinggi) dan sifat kewarganegaraan.


Kedua jangkauan ini penting untuk publicness karena, bahkan dalam
sistem demokrasi yang sempurna, hanya dengan keberadaan interest
group tidak menjamin mereka dapat mengekspresikan masalah yang
dirasakan kaum marjinal.
3. Salah satu faktor penting yaitu peran yang dijalankan publicness di
masyarakat. Bahkan, salah satu fitur utama dari public goods adalah
eksternalitas atau jangkauan dampak sosial yang luas
4. Standar umum publicness adalah sejauh mana publicness tersebut
dapat dipertanggungjawabkan dengan akuntabilitas publik
5. Ukuran sentral dari publicness adalah kepercayaan publik pada
kredibilitas, kepemimpinan, dan kecepatan respon dari pelayanan
publik dalam melayani masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara yang sebagaimana telah dilakukan dengan
Inspektur pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng dapat disimpulkan bahwa
secara keseluruhan pengelolaan keuangan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kabupaten Buleleng sudah dilakukan dengan benar dan sesuai ketentuan.
Berdasarkan hasil observasi karena Pemerintah Kabupaten Buleleng melalui
Inspektorat Kabupaten selalu melakukan monitoring atau pengawasan terhadap
pengelolaan keuangan pemerintah daerah dan juga telah dilakukannya reformasi
sistem pencatatan menjadi berbasis akrual. Penerapan akuntansi pemerintahan
berbasis akrual telah banyak diakui oleh para peneliti memberikan dampak positif
bagi pemerintahan. Seperti kajian yang dilakukan oleh Deloitte (2004), yang
menyebutkan bahwa akuntansi pemerintahan berbasis akrual secara signifikan
memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas pengambilan keputusan

56

untuk efisiensi dan efektivitas pengeluaran publik melalui informasi keuangan


yang akurat dan transparan, serta meningkatkan alokasi sumber daya dengan
menginformasikan besarnya biaya yang ditimbulkan dari suatu kebijakan dan
transparansi dari keberhasilan suatu program. Akuntasi dengan basis akrual lebih
baik daripada basis kas, karena akuntansi berbasis akrual diyakini dapat
menghasilkan laporan keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat,
komprehensif, dan relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan
politik. Pengaplikasian basis akrual dalam akuntansi sektor publik pada dasarnya
untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan
publik serta penentuan harga pelayanan yang dibebankan kepada publik.
Akuntansi berbasis akrual membedakan antara penerimaan kas dan hak untuk
mendapatkan kas, serta pengeluaran kas dan kewajiban membayar kas. Oleh
karena itu, dengan sistem akurat pendapatan dan biaya diakui pada saat diperoleh
atau terjadi , tanpa memandang apakah kas sudah diterima atau dikeluarkan, dan
dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan pada
periode yang bersangkutan. Laporan keuangan yang disusun atas dasar akrual
memberikan informasi kepada penerimaan dan pembayaran kas tetapi juga
kewajiban pembayaran kas di masa depan serta sumber daya yang
mempresentasikan kas yang akan diterima pada masa yang akan datang. Karena
itu, laporan keuangan menyediakan jenis informasi transaksi masa lalu dan
peristiwa lainnya yang paling berguna bagi pemakai dan pengambilan keputusan
ekonomi. Pada sektor publik, keputusan tidak hanya dipengaruhi oleh
pertimbangan ekonomi saja, tetapi banyak keputusan politik dan sosial seperti
pengangkatan atau pemberhentian menteri dan pejabat pemerintahan, serta

57

pemberian bantuan program kepada kelompok-kelompok masyarakat tertentu


sangat tergantung kepada pertimbangan ekonomi pemerintah (Mardiasmo:2004,
163)
Tujuan umum laporan keuangan berbasis akrual mempunyai peran
akuntabilitas dan peran informatif, sehingga laporan keuangan dapat memberikan
informasi kepada pengguna. Dengan laporan keuangan berbasis akrual, pengguna
dapat melakukan penilaian atas kinerja keuangan, posisi keuangan, aliran arus kas
suatu entitas, kepatuhan entitas tehadap peraturan perundang-undangan, regulasi,
hukum dan perjanjian kontrak. Laporan keuangan berbasis akrual juga dapat
membantu pengguna internal dalam pengambilan suatu keputusan tentang
penggunaan sumber daya dalam menjalankan suatu usahanya.
4.3.2

Pengawasan
Inspektorat Kabupaten buleleng yang dalam fungsinya sebagai pengawas

internal pemerintahan daerah melakukan fungsinya melalui pengawasan yang


dilaksanakan secara berkesinambungan yang dapat mendukung mewujudkan
kualitas laporan keuangan yang baik. Pengawasan dapat dilakukan dalam berbagai
cara baik memantau, mereview, mengevaluasi dan kegiatan pengawasan lainnya.
Dengan langkah tersebut, upaya mempertahankan predikat wajar tanpa
pengecualian dapat diwujudkan dari pengawasan yang bersifat kontinyu dan
berkala dengan didampingi pembinaan dan perbaikan dalam berbagai aspek.
Melalui pengawasan Inspektorat Kabupaten Buleleng dapat memantau setiap
aktivitas pada SKPD diseluruh Kabupaten Buleleng sehingga, dari pantauan
tersebut Inspektorat dapat mengambil langkah cepat untuk melakukan evaluasi

58

baik pada sektor keuangan dan kinerja Pemda.

Berdasarkan

Peraturan

Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 11 tahun 2003 tentang perubahan kedua atas
peraturan daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun 2008 tentang pembentukan
susunan organisasi dan tata kerja perangkat daerah Kabupaten Buleleng.
Inspektorat merupakan unsur pengawas penyelenggaraan pemerintahan daerah
yang bertanggungjawab langsung kepada Bupati dan secara teknis administrasi
mendapat pembinaan dari sekretaris daerah. Mengacu pada peraturan tersbut
bahwasanya pengawasan internal yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten
Buleleng melibatkan banyak pihak yang nantinya dapat mensukseskan kegiatan
audit Inspektorat Kabupaten Buleleng. Hal ini dapat dibuktikan melalui hasil
wawancara dengan Bapak Putu Yasa, SH, MM. Selaku Inspektur pada Kantor
Inspektorat Kabupaten Buleleng yaitu sebagai berikut:
Jadi tidak cukup hanya Inspektorat, Inspektorat hanya salah satunya.
BPKAD juga ikut serta dan asisten 3 senantiasa kita berbarengan untuk
memantau pelaksanaan pengelolaan keuangan di masing-masing SKPD.
Secara real kelapangan Inspektorat yang terjun langsung, secara
administratif dikendalikan oleh BPKAD. Bahkan kita juga sering meminta
pendapat dari BPKAD maupun BPK terkait apa yang sudah kita lakukan
kiranya sudah memadai dari ketentuan yang ada.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Inspektur pada Kantor Inspektorat
Kabupaten Buleleng, ternyata dengan adanya kerja sama yang baik antara pihak
Inspektorat Kabupaten Buleleng dengan pihak- pihak tersebut sehingga
pengawasan tersebut menjadi sebuah upaya dalam meningkatkan kualitas laporan
keuangan dan mempertahankan predikat opini wajar tanpa pengecualian dan juga
Pemerintahan Kabupaten Buleleng mampu untuk menjaga kualitas laporan
keuangannya yang baik serta kinerja pemerintah yang sesuai dengan ketentuan.
Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat Indra Bastian (2007:35) tujuan

59

pemeriksaan internal adalah mencari dan membuktikan kebenaran serta


kesesuaian antara pemakaian dan perkembangan dari kegioatan masing- masing
unit kerja. Wewenang Inspektorat dalam melakukan pemeriksaan yang dilakukan
pada tingkat daerah yang menyangkut tentang pengawasan dan pemeriksaan
terhadap keuangan dan aset daerah, yaitu:
1. Pelaksanaan APBD
2. Penerimaan pendapatan daerah dan badan usaha daerah
3. Pengadaan barang dan jasa serta pemeliharaan penghapusan barang
4.
5.
6.
7.

jasa
Pelaksanaan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan di bidangnya
Penelitian dan penilaian laporan pajak-pajak pribadi
Penyelesaian ganti rugi
Inventarisasi dan penilaian kekayaan pejabat dilingkungan Pemda

Untuk melakukan pemeriksaa, Inspektorat harus memperhatikan beberapa


hal terkait kesesuaian antara sifat dan kebutuhan kegiatan, kemungkinan adanya
umpan balik, efisiensi dan efektivitas, nilai hasil yang ekonomis, kesesuaian
dengan pola organisasi, menjamin tindakan korektif dan faktor manusia ( Indra
Bastian, 2007:240)
Kemudian wawancara dengan Bapak Omardani, SE. MM. Selaku
Inspektur Pembantu Wilayah I pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng,
sebagai berikut:
Pengawasan reguler terus dilakukan. Pengawasan sistem pengaduan,
pengawasan reviu laporan keuangan. Selanjutnya pengawasan kinerja
yang ada di Laporan Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Daerah
(LAKIPDA) untuk melakukan itu ada empat Inspektur Pembantu
Wilayah. Kita melihat dari aspek tugas pokok dan fungsi, aspek sumber
daya manusia, pengelolaan keuangan, pengelolaan sarana dan metode
kerja

60

Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Omardani, SE.MM.


selaku Inspektur Pembantu Wilayah I pada Kantor Inspektorat Kabupaten
Buleleng bahwa upaya yang dilakukan terkait untuk mempertahankan predikat
opini wajar tanpa pengecualian dan kualitas laporan keuangan adalah dengan
memaksimalkan pengawasan yang dilakukan. Untuk pengawasan reguler dilihat
secara komprehensif dari aspek tupoksi, pengelolaan SDM, pengelolaan
keuangan, pengelolaan sarana dan metode kerja. Selanjutnya terkait pengawasan
reviu yang secara umum didefinisikan sebagai kegiatan meninjau kembali apa
yang telah dilakukan ataudiputuskan sebelumnya baik mengenai kebijakan,
strategi, perencanaan maupun pelaksanaan tersebut telah memenuhi standar yang
ditetapkan. Berdasarkan pasal 33 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Pemerintah dinyatakan bahwa
aparat

pengawasan

intern

pemerintah

pada

kementrian

negara/lembaga/pemerintah daerah melakukan review atas laporan keuangan


dalam rangka meyakinkan keandalan informasi yang disajikan, sementara
penyelenggaraan pemerintahan daerah lebih ditunjukkan dalam meningkatkan
kinerja pembangunan di setiap sektor yang semuanya dipertanggungjawabkan
berupa laporan keuangan atas pelaksanaan APBN/D berupa laporan realisasi
anggaran, neraca, laporan arus kas dan catatan atas

laporan keuangan yang

semuanya bisa tercapai jika dilakukan pengawasan.


Sebagaimana Wibowo (dalam Sentot, 2010:30) menyatakan bahwa
dengan dilakukan reviu akan memberikan manfaat dalam:
1. Memberikan motivasi dan komitmen
2. Memperbaiki kinerja secara berkelanjutan
3. Memberikan arah dan menyetujui kontribusi yang diharapkan

61

4.
5.
6.
7.
8.

Menetapkan target sejalan dengan tujuan organisasi dan tim


Mengidentifikasi kebutuhan training
Menghargai keberhasilan dan kemauan belajar dari kesalahan
Memahami aspirasi karier dan menilai potensi
Menggabungkan gagasan untuk perubahan

Wibowo (dalam Sentot, 2010:31) juga menjelaskan beberapa tipe reviu, yaitu:
7. Self assesment review: Tipe review ini pegawai diberikan kesempatan
untuk mereviu atau mengukur kinerjanya sendiri
8. Top down review: Review atasan atas pekerjaan bawahan untuk
mengetahui sejauhmana bawahan telah melaksanakan pekerjaan yang
ditugaskan
9. Peer review: Review yang dilakukan oleh sejawat dalam rangka
memperoleh informasi dan menjalin kerjasama antar rekan sejawat dalam
rangka pencapaian kinerja
10. Subordinate review: Review yang dilakukan oleh bawahan terhadap atasan
langsungnya

dengan

maksud

agar

dapat

mempengaruhi

kinerja

bawahannya
11. Stakeholder review: Review yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait yang
memiliki kepentingan dengan organisasi
12. 360 degree review: Review yang dilakukan baik oleh semua pihak internal
dan eksternal yang terkait dengan organisai
Terkait dengan laporan keuangan sektor publik, reviu adalah salah satu
kegiatan internal audit atau pengawasan intern sebagaimana dimaksud dalam
kedua peraturan tersebut diatas yaitu PP Nomor 60 Tahun 2008 dan PerMenPan
Nomor PER/05/M.PAN/03/2008. Dalam kedua peraturan tersebut, reviu
didefinisikan sebagai penelaah ulang bukti-bukti suatu kegiatan untuk memastikan
bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar,
rencana, atau norma yang telah ditetapkan.

62

Selanjutnya Pengawasan yang dilakukan melalui prosedur pengaduan yang


merupakan

upaya

dari

Inspektorat

Kabupaten

Buleleng

dalam

rangka

meningkatkan kualitas laporan keuangan dengan memaksimalkan fungsi


pengawasan yang dilakukan selama ini terhadap pengelolaan keuangan Satuan
Kerja Perangkat Daerah dan kinerjanya maupun pengelolaan sumber daya
manusianya menuju kearah yang lebih baik dengan memperhatikan seluruh
ketentuan yang ada dan pengawasan melalui prosedur pengaduan dapat dilihat
pada gambar 4.2 sebagai berikut.

INSPEKTORAT
DIKAJI/DIANALISA

TIM MENGKAJI SESUAI STANDAR :


WAJIB MELAMPIRKAN KARTU IDENTITAS
BUKTI BUKTI PENDUKUNG

MASYARAKAT

TIDAK SESUAI KRITERIA DIABAIKAN


HASILkriteria
DISAMPAIKAN PALING LAMBAT 60 HARI
Sesuai
DITERBITKAN SPT . TIM BERPEDOMAN
PRINSIP INDEPENDEN
NON DISKRIMINASI, TIDAK MEMIHAK
TIDAK MEMUNGUT BIAYA
WAKTU PENYELESAIAN PALING LAMBAT 60 HARI

Gambar 4.2 Prosedur Pengaduan Inspektorat Kabupaten Buleleng

63

Dari gambar yang disajikan diatas, dapat dijelaskan bahwa Inspektorat


Kabupaten Buleleng memfasilitasi masyarakat maupun pihak-pihak yang
berkepentingan untuk melaporkan kepada pihak Inspektorat jika menemukan halhal yang tidak sesuai dengan ketentuan pada kinerja Satuan Kerja Perangkat
Daerah Kabupaten Buleleng, namun laporan tersebut harus dianalisis kembali
sebelum dilakukannya tindakan. Prosedur pengaduan merupakan bentuk nyata
bahwa Inspektorat Kabupaten Buleleng membuka diri untuk mendapatkan
informasi mengenai setiap unsur di instansi lingkungan pemerintah daerah.
Pengawasan secara umum diartikan sebagai suatu kegiatan administrasi yang
bertujuan mengandalkan evaluasi terhadap pekerjaan yang sudah diselesaikan
apakah sesuai dengan rencana atau tidak. Dengan demikian jika terjadi kesalahan
atau penyimpangan-penyimpangan yang tidak sesuai dengan sasaran yang ingin
dicapai, maka segera diambil langkah-langkah yang dapat meluruskan kegiatan
berikutnya sehingga terarah pelaksanaannya. Pengawasan adalah proses dalam
menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung
pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan.
Mengacu pada pernyataan Gilbert (1995) bahwa, The process of ensuring that
actual activities conform the planned activities. Dari pernyataan tersebut maka
dapat disimpulkan bahwa pengawasan merupakan proses untuk memastikan
bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai dengan apa yang telah direncanakan.
Kata pengawasan sering mempunyai konotasi yang tidak menyenangkan,
karena dianggap akan mengancam kebebasan dan otonomi pribadi. Padahal
organisasi sangat memerlukan pengawasan untuk menjamin tercapainya tujuan.

64

Selanjutnya wawancara dilakukan dengan Bapak Made Artayasa, ST. Selaku


auditor pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng, sebagai berikut:
Penertiban aset dan pengawasan fungsi keuangan di masing-masing
Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Buleleng, serta melakukan
audit keuangan dalam bentuk neraca. Itu upaya kita terkait
mempertahankan atau mengendalikan semua laporan agar tepat waktu dan
jumlah.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Made Artayasa, ST. Selaku
auditor pada kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng, ternyata penertiban aset
daerah dan pengawasan fungsi keuangan masih menjadi fokus dari Inspektorat
Kabupaten Buleleng terkait dengan mempertahankan predikat wajar tanpa
pengecualian. Pengawasan maupun pemeriksaan baik yang sifatnya ketaatan
maupun operasional terus ditingkatnya sebagai upaya berbenah diri dan
mempertahankan predikat wajar tanpa pengecualian. Pemeriksaan ketaatan atau
compliance auditing berusaha menentukan apakah kebijaksanaan, prosedur,
pengendalian, hukum dan peraturan yang berlaku telah dipatuhi dan dilaksanakan.
Pemeriksaan ketaatan merupakan bidang yang luas dan hampir tidak terbatas.
Dalam bidang pemeriksaan ketaatan, keefektifan pengawas internal akan
tergantung pada sikapnya, karena pengawas internal tidak sekedar memeriksan
untuk menemukan ketidaksesuaian atau kekurangan yang terdapat pada organisasi
yang diperiksanya. Ia pun harus berusaha menemukan sebab ketidaksesuaian atau
kekurangan yang ada serta mempertimbangkannya. Dalam memeriksa terkait
masalah ketaatan atau kesesuaian dengan hukum dan peraturan, konsep ini
menghendaki agar pengawas internal tidak berperan sebagai penegak hukum.
Pengawas internal hanya bertanggung jawab melaporkan hasil observasi kepada
tingakatan manajer yang memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan yang

65

dipandang perlu dan tepat. Selanjutnya, pemeriksaan operasional yang mencakup


seluruh pemeriksaan yang bertujuan untuk mengkaji, mengevaluasi, serta
meningkatkan efisiensi dan efektivitas kegiatan operasional. Pemeriksaan
operasional tidak tepat bila dijalankan oleh pengawas internal yang masih pemula.
Karena, pengawas internal akan dapat melaksanakan pemeriksaan operasional
dengan sukses apabila ia berperan sebagai konsultan internal. Hal ini sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang pedoman pembinaan
dan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah yang menjadi acuan bagi
Inspektorat Kabupaten Buleleng dalam melakukan fungsinya.

4.3.3

Pembinaan
Pada Inspektorat Kabupaten Buleleng, selain bertujuan untuk menerapkan

akuntansi berbasis akrual disetiap SKPD, kegiatan audit berupa evaluasi yang
akan berlanjut pada pembinaan yang bertujuan untuk memperbaiki setiap unsur
yang sekiranya masih dirasa kurang. Dalam hubungannya dengan uraian tersebut,
maka dari hasil wawancara dengan Bapak Putu Yasa, SH. MH. Terkait dengan
strategi pembinaan dari Inspektorat Kabupaten Buleleng, yaitu sebagai berikut.
Sebelumnya kita hanya melakukan pengawasan seperti biasanya, tapi saat
ini sudah dilakukan pembinaan untuk SKPD. Jadi, dalam aktivitasnya kita
sekarang terlibat langsung dan mengarahkan SKPD terkait pengelolaan
keuangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Putu Yasa, SH. MH selaku
Inspektur pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng terkait dengan strategi

66

pembinaan, ternyata Inspektorat selaku auditor internal pada sektor pemerintah


dalam aktivitasnya melakukan pengawasan yang selanjutnya melakukan
pembinaan untuk memperbaiki setiap hal yang dirasa masih kurang dari proses
sebelumnya.
Auditor internal dapat memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi
yang dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan
kegiatan operasi organisasi. Audit internal bermanfaat untuk membantu dalam
pencapaian tujuan dengan tehnik memberikan pendekatan disiplin yang sistematis
untuk

mengevaluasi

dan

meningkatkan

keefektifan

manajemen

resiko,

pengendalian, dan proses pengaturan dan pengelolaan organisasi. Sedangkan


Mulyadi (2002:29) mendefinisikan auditor internal sebagai auditor yang bekerja
dalam perusahaan yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan
baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, menentukan efisiensi
dan efektivitas prosedur kegiatan organisasi, serta menentukan keandalan
informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.
Pada masa lalu, fokus utama dari auditor internal adalah sebagai
watchdog dalam perusahaan sedangkan pada masa kini dan mendatang, proses
audit internal telah bergeser menjadi konsultan intern yang memberi masukan
berupa pikiran-pikiran perbaikan atas sistem yang ada dan berperan sebagai
katalis (Effendi,2005). Disamping itu, auditor juga dianggap ahli dalam masalah
pengendalian dan ketaatan (control and compliance) namun tidak dalam urusan
yang menyangkut bisnis organisasi. Dalam peran yang baru, auditor internal lebih
berposisi sebagai konsultan internal organisasi. Kegiatan pemeriksaan yang

67

sebelumnya

hanya

terfokus

pada

compliance

audit

bergeser

pada

operational/performance audit. Peran konsultan sebagai konsultan ini dilakukan


dengan cara menggabungkan proses pengendalian dan ketaatan dengan
penguasaan bisnis utama organisasi dimana auditor internal tersebut berada
(Duncan & Nixon, 1999). Hasilnya bagi organisasi adalah selain dapat menjaga
pengendalian dan ketaatan atas kegiatan operasional organisasi, auditor internal
juga memberikan nilai tambah berupa rekomendasi yang berguna bagi perbaikan
kinerja. Hal ini menjadi mutlak untuk dilaksanakan dalam setiap audit yang
dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Buleleng terhadap seluruh SKPD yang
terkait. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
pada Bab II, pasal 2 (ayat 1) pada bagian c yaitu, pemberian bimbingan,
supervisi dan konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan. Mengacu pada
peraturan tersebut selaku auditor internal pada sektor publik mengemban tugas
penting dalam mengevaluasi dan melakukan pembinaan kepada kliennya.
Mengingat pentingnya pembinaan dari hasil audit maka diharapkan pembinaan ini
menjadi solusi dalam upaya mempertahankan perolehan opini wajar tanpa
pengecualian dengan mengedepankan kualitas audit yang baik.
Inspektorat Kabupaten Buleleng merupakan auditor internal yang bekerja
melayani kebutuhan-kebutuhan pemerintah dan mengacu pada Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 pasal 47 ayat 2 (a), Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah merupakan aparat yang melakukan pengawasan intern atas
penyelenggaraan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah termasuk akuntabilitas
keuangan negara. Menurut pasal 48 ayat 2, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah

68

melakukan pengawasan intern melalui audit, review, evaluasi, pemantauan dan


kegiatan pengawasan lainnya. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah terdiri atas:
a. Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
b. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara Fungsional
melaksanakan pengawasan intern
c. Inspektorat Provinsi
d. Inspektorat Kabupaten/Kota
Adapun masing-masing wewenang dan komponen Aparat Pengawas Intern
Pemerintah yaitu:
1. BPKP melakukan pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan
negara atas kegiatan tertentu yang meliputi:
a. Kegiatan yang bersifat lintas sektoral
b. Kegiatan kebendaharaan umum negara berdasarkan penetapan oleh
Menteri Keuangan selaku Bendahar Umum Negara
c. Kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden
2. Inspektorat Jenderal atau nama lain yang secara fungsional
melaksanakan pengawasan intern melakukan pengawasan terhadap
seluruh kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi
kementerian

negara/lembaga

yang

didanai

dengan

Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara


3. Inspektorat Provinsi melakukan pengawasan terhadap seluruh kegiatan
dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat
daerah provinsi yang didanai dengan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Provinsi
4. Inspektorat Kabupaten/Kota melakukan pengawasan terhadap seluruh
kegiatan dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja
perangkat daerah kabupaten/kota yang didanai dengan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota.

69

4.3.4

Audit Elektronik
Menurut Weber (1999): EDP Auditing adalah proses mengumpulkan dan

menilai bukti untuk menentukan apakah sistem komputer mampu mengamankan


harta, memelihara kebenaran data, mampu mencapai tujuan organisasi secara
efektif, dan menggunakan aktiva secara hemat. Untuk kepentingan evaluasi, ada
beberapa hal yang harus dievaluasi, Menurut Cronholm& Goldkuhl (2003)
terdapat 2 (dua) hal yang di evaluasi dalam sistem informasi, yaitu: IT systems assuch dan IT systems in-use. IT-Systems as Such (mengevaluasi sistem TI
sebagaimana mestinya) dimaksudkan bahwa mengevaluasi sistem TI tanpa adanya
keterlibatan dari pengguna (users). Menurut Mulyadi (2002) Pengendalian
aplikasi atau application control merupakan pengendalian dalam hal pekerjaanpekerjaan yang dilakukan dalam suatu proses pengolahan data sehingga akan
berhubungan dengan ketelitian dan kelengkapan data yang diproses melalui
aplikasi tertentu.
Kemudian wawancara dengan Bapak Putu Yasa, SH.MM selaku Inspektur
pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng terkait dengan strategi atau langkah
baru yang akan diterapkan oleh Inspektorat Kabupaten Buleleng kedepan sebagai
berikut:
Kita tetap berupaya untuk meningkatkan sistem yang ada, terutama
karena era teknologi, kita mencomba. Mudah-mudahan ditahun ini sudah
mulai merancang dan akan menetapkan audit elektronik. Walaupun kita
tahu dibali belum ada, tapi kita mencoba. Kita sudah tugaskan satu
inspektur pembantu untuk berkoordinasi mencari refrensi, Bahkan sudah
dilakukan sampai ke Jawa Timur. Mudah-mudahan secara bertahap bisa
dilakukan terkait audit elektronik.

70

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Inspektur terkait dengan


strategi atau langkah baru yang akan diterapkan oleh Inspektorat Kabupaten
Buleleng, ternyata Inspektorat Kabupaten Buleleng sudah menyusun rencana
kedepan dengan meningkatkan dan memaksimalkan sistem yang ada serta
mencoba untuk menerapkan audit elektronik pada Pemerintah Kabupaten
Buleleng.

4.4

Kendala yang Dihadapi Inspektorat Kabupaten Buleleng dalam

Upaya Peningkatan Kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan


Mempertahankan Opini Audit Wajar Tanpa Pengecualian
Berdasarkan Undang- undang Nomor 20 Tahun 2001 pasal 11 yang
menguraikan

bahwa

inspektorat

melakukan

pengawasan

terhadap

penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pengelolaan Badan Usaha Milik


Daerah serta usaha lainnya. Kemudian usaha yang dilakukan adalah dengan
melakukan pemeriksaan, pengujian dan penilaian atas kinerja perangkat daerah
serta Badan Usaha Milik Daerah.
Selanjutnya, perlu diketahui bahwa dalam melakukan aktivitasnya sebagai
pengawas fungsional terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah maka tentu
terdapat banyak kendala atau hambatan yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi
dari Inspektorat Kabupaten Buleleng dalam upaya meningkatkan kualitas laporan
keuangan pemerintah daerah dan mempertahankan predikat wajar tanpa
pengecualian.

71

Dalam hubungannya dengan uraian tersebut, maka dari hasil wawancara


dengan Bapak Putu Yasa, SH. MM. Selaku Inspektur Kantor Inspektorat
Kabupaten Buleleng, yaitu sebagai berikut:
Sejauh ini jika terkait sumber daya manusia, baik kuantitas maupun
kualitas kami akui secara terbuka belum sesuai dengan apa yang kita
harapkan. Dari kuantitas yang mestinya kapasitas auditor yang harus kita
miliki dengan melihat dari jumlah obyek pemeriksaan belum memadai,
minimal mestinya kita memiliki auditor sebanyak 40 orang sedangkan
sampai saat ini baru di back up oleh 9 auditor dan 4 P2UPD (pejabat
pengawas pemerintah daerah) dan beberapa staf teknis yang memiliki
kompetensi
Kemudian salah satu informan pendukung selaku Inspektur Pembantu
Wilayah I yaitu Bapak Omardani, SE.MM, menyatakan terkait dengan
ketersediaan sumber daya manusia pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng
sebagai berikut:
Untuk sumber daya manusia masih kurang, karena semua beban di
Pemerintahan Kabupaten Buleleng larinya ke Inspektorat. Mengingat
Inspektorat sebagai quality insurance yang artinya memberikan keyakinan
terkait akuntabilitas pengelolaan keuangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Putu Yasa, SH.MM. selaku
Inspektorat Kabupaten Buleleng dan Bapak Omardani, SE.MM selau Inspektur
Pembantu Wilayah I maka kesimpulan yang dapat diambil bahwa dalam
melaksanakan fungsinya sebagai pengawas dan pembina Inspektorat Kabupaten
Buleleng masih mengalami permasalahan terkait sumber daya manusia yang
dimiliki dengan melihat dari jumlah obyek yang harus diperiksa. Menurut Sonny
Sumarsono (2003:4) Sumber Daya Manusia atau Human Recources mengandung
dua pengertian . Pertama, adalah usaha kerja atau jasa yang dapat diberikan dalam
proses produksi. Dalam hal lain sumber daya manusia mencerminkan kualitas

72

usaha yang diberikan oleh seseorang dalam waktu tertentu untuk menghasilkan
barang dan jasa. Pengertian kedua, sumber daya manusia menyangkut manusia
yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja tersebut. Mampu
bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai kegiatan ekonomis,
yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat.
Kemudian dari hasil wawancara dengan Bapak Omardani, SE.MM. selaku
Inspektur Pembantu Wilayah I mengenai ketersediaan sarana dan prasarana dalam
menunjang kegiatan pengawasan pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng,
sebagai berikut:
Cukup mendukung tapi masih kurang. Seharusnya untuk auditor yang
terjun kelapangan lebih diperhatikan. Dalam hal pemeriksaan kita masih
belum lengkap.
Kemudian dari hasil wawancara dengan Bapak Made Artayasa, ST selaku
auditor pada Kantor

Inspektorat Kabupaten Buleleng menyatakan terkait

tersedianya sarana dan prasarana dalam menunjang kegiatan pengawasan yang


dilakukan oleh auditor pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng sebagai
berikut:
Dari yang kita rasakan terkait sarana yang ada masih bisa dikatakan
minim. Tapi, saya kira dari sarana yang ada masih bisa digunakan untuk
melakukan pemeriksaan.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Omardani,
SE.MM selaku Inspektur Pembantu Wilayah I dan Bapak Made Artayasa, ST
selaku auditor pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng maka kesimpulan dari
hasil wawancara terkait dengan ketersediaan sarana dan prasarana dalam
menunjang kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan Inspektorat Kabupaten

73

Buleleng selama ini masih belum ditunjang oleh tersedianya sarana dan prasarana
yang mendukung dalam penanganan pekerjaan di bidang fungsi pengawasan.
Kemudian wawancara lainnya dengan Inpektur Inspektorat Kabupaten
Buleleng terkait dengan perlengkapan pada Kantor Inspektorat Kabupaten
Buleleng sebagai berikut:
Sudah memadai dan hal-hal seperti alat tulis kantor, komputer dan
sebagainya telah tersedia, walaupun kita masih berusaha untuk
menyediakan 1 laptop bagi pemeriksa dalam membantu tugas pemeriksaan
lebih cepat

Berdasarkan hasil dari wawancara dengan Bapak Putu Yasa, SH.MM


selaku Inspektu pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng terkait hal
tersedianya perlengkapan kantor untuk menunjang segala kegiatan ternyata sudah
memadai dan mendukung setiap aktivitas kantor, walaupun masih diusahakan
untuk menyediakan 1 laptop yang nantinya diharapkan dapat membantu tugas
pemeriksaan lebih cepat. Sebab berhasil/tidaknya suatu visi dan misi Kantor
Inspektorat Kabupaten Buleleng dalam melakukan fungsinya sebagai pengawasan
adalah aparatur pengawasan dalam mengerjakan pekerjaan dibidang pengawasan
dan selain itu tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung Inpektorat dalam
melakukan aktivitas pengawasan keuangan maupun kinerja pemerintah daerah.
Dari uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Inspektorat
Kabupaten Buleleng dalam melaksanakan fungsinya dalam bidang pengawasan
fungsional terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah memiliki kendala atau
hambatan seperti:
1. Kekurangan sumber daya manusia
2. Sarana dan prasarana yang masih dirasa kurang

74

Pada Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng memang untuk kuantitas


auditornya masih kurang. Selain itu, Inspektorat Kabupaten Buleleng juga hanya
mempekerjakan auditor yang sebenarnya basicnya tidak murni sebagai auditor,
hanya tergolong atau berpendidikan rata-rata strata s1. Meskipun demikian
walaupun pendidikan auditor dari Inspektorat Kabupaten Buleleng hanya strata s1
dan bidangnya masih umum, justru mampu menunjukkan prestasi terkait predikat
wajar tanpa pengecualian yang berhasil diraih oleh Kabupaten Buleleng dan
sekarang akan diuji kembali untuk mempertahankan predikat tersebut. Sehingga
hal tersebut menjadi bukti bahwa Inspektorat Kabupaten Buleleng sudah mampu
bekerja dengan baik untuk meningkatkan prestasi Kabupaten Buleleng.
Selanjutnya terkait dengan sarana dan prasarana yang dimiliki Inspektorat
Kabupaten Buleleng dinilai masih kurang untuk mendukung pelaksanaan dalam
bidang pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sarana
lainnya seperti perlenkapan kantor, alat tulis kantor, komputer dan sarana lainnya
sudah menunjang aktivitas pengawasan yang ada pada Kantor Inspektorat
Kabupaten Buleleng.

75

BAB V
PENUTUP

5.1

Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang sebagaimana telah

diuraikan sebelumnya, maka dapat disajikan hasil kesimpulan yaitu sebagai


berikut:
1. Berdasarkan hasil analisis mengenai upaya Inspektorat Kabupaten Buleleng untuk
meningkatkan

kualitas

laporan

keuangan

pemerintahan

daerah

dan

mempertahankan opini audit wajar tanpa pengecualian, ternyata dapat


disimpulkan bahwa upaya yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Buleleng
untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan dan mempertahankan predikat
wajar tanpa pengecualian adalah sebagai berikut:

76

a. Menerapkan secara keseluruhan sistem pencatatan akuntansi berbasis


akrual pada seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten
Buleleng.
b. Melakukan pembinaan dalam audit Inspektorat Kabupaten Buleleng
c. Melakukan pengawasan secara menyeluruh
d. Rencana penerapan audit elektronik
Sehingga dengan menerapkan ketiganya mampu membuktikan bahwa dari
upaya yang dilakukan oleh Inspektorat Kabupaten Buleleng mampu mencapai
atau memperbaiki diri dari predikat wajar dengan pengecualian menjadi predikat
77 dibuktikan bahwa dengan melakukan
wajar tanpa pengecualian. Maka dapat

ketiga upaya tersebut sebuah pemerintahan daerah mampu meningkatkan kualitas


laporan keuangannya dan kinerjanya. Sehingga mampu mencerminkan bahwa
pemerintahan daerah telah bekerja dengan baik dan mampu mempertanggung
jawabkan setiap tindakannya. Khususnya Inspektorat Kabupaten Buleleng telah
mampu menunjukkan kerja keras yang gigih untuk meningkatkan opini audit yang
sempat menunjukkan kinerja buruk dari pemerintah daerah. Selanjutnya,
inspektorat memprogramkan audit elektronik dalam rangka mempertahankan
opini audit wajar tanpa pengecualian yang nantinya diharapkan bisa diterapkan
secara maksimal sehingga opini yang diperoleh saat ini bisa dipertahankan
tentunya dengan dukungan organisasi yang lainnya.
2. Kendala yang dihadapi Inspektorat Kabupaten Buleleng dalam upaya peningkatan
kualitas laporan keuangan pemerintah daerah dan mempertahankan opini audit
wajar tanpa pengecualian adalah ketersediaan sumber daya manusia (auditor)
yang masih kurang karena tidak sesuai dengan banyaknya obyek yang harus
diperiksa dan selain itu tersedianya sarana dan prasarana yang masih kurang

77

dalam mendukung pelaksanaan aktivitas pada bidang pengawasan yang dilakukan


oleh Kantor Inspektorat Kabupaten Buleleng.
5.2

Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis berikan sehubungan dengan hasil

penelitian ini adalah sebagai berikut:


1. Disarankan agar perlunya diterapkan metode atau strategi baru oleh Inspektorat
Kabupaten Buleleng

terkait dalam hal upaya peningkatan kualitas laporan

keuangan dan mempertahankan opini audit wajar tanpa pengecualian pada


Pemerintahan Kabupaten Buleleng.
2. Disarankan pula, agar terselenggaranya aparatur pengawasa yang bersih dan
memiliki rasa tanggungjawab dalam menangani setiap pekerjaan yang
berhubungan

dengan

fungsi

Pemerintah Kabupaten Buleleng.

pengawasan

penyelenggaraan

pemeriksaan

Daftar Pustaka

Ahmad Zainul Milal, 2011. Makna Opini Audit WTP Bagi Kementrian/Lembaga Pada
Kementrian Sosial. Universitas Brawijaya
Akmal. (2006). Pemeriksaan Manajemen Internal Audit. Jakarta:Indeks
Alwasilah, A. C. 2002. Pokoknya Kualitatif: Dasar dasar Merancang dan Melakukan
Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya
Atmadja, A.W.T. 2014. Buku Ajar Metodologi Penelitian. Tidak Diterbitkan.
Bastian, Indra.2005. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Bastian, Indra.2007. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Jakarta. Salemba Empat
Burrell, G & G. Morgan. 1979. Sociological Paradigma and Organizational Analysis,
Element of the Sociology of Corporate Life. London. Heinemann
Cronholm, S., & Goldkuhl, G. (2003). Strategies for Information Systems Evaluation- Six
Generic Types. Electronic Journal of Information Systems Evaluation. Vol. 6 Iss: 2,
pp.65 74
Effendi, M. Arief, 2002. Paradigma Baru Internal Auditor, Auditor , Jakarta, Edisi No. 05
Tahun 2002
Halim, Abdul. (2003). Auditing Dasar-Dasar Audit Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP
AMP. YKPN
Herdi Setiawan, 2013. Optimalisasi Fungsi Inspektorat Dalam Pengawasan Keuangan
Daerah. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Politik Universitas Riau
Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 220 Tahun 1979 Tentang Organisasi dan Tata Kerja
Inspektorat Wilayah Kabupaten/Kotamadya
Kurniawan Adi Komang dan Rahmanti Nur Virgina. 2011. PAPER METODE PENELITIAN
NON-POSITIVISME PARADIGMA INTERPRETIF. Tidak diterbitkan.
Mahmudi. 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: Unit Penerbit dan
Percetakan Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN

Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik ( Edisi Kedua). Yogyakarta: Andi


Mardiasmo. 2006. Perpajakan. Yogyakarta: Andi
Miles, B.B., dan A.M. Huberman, 1992, Analisa Data Kualitatif, UI Press Jakarta
Moeloeng, Lexy, 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung
Mulyadi. 2002. Auditing. Salemba Empat, Jakarta.
Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 01 Tahun 2007 Tentang Standar Pemeriksa
Keuangan Negara.
Peraturan Bupati Nomor 70 Tahun 2014 Tentang Tugas Pokok Inspektorat Kabupaten
Buleleng
Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Buleleng
Peraturan Daerah Kabupaten Buleleng Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Pembentukan
Organisasi dan Tata Kerja Badan/Kantor Daerah Kabupaten Buleleng
Peraturan Direktur Jenderal Pembendaharaan Nomor 44 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Reviu Laporan Kementerian dan Lembaga
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 73 Tahun 2009 Tentang Tata Cara Pelaksanaan
Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintah Daeah
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah
Kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah Kepada Masyarakat
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 Tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Pemerintah
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintah
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan


Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pemerintah daerah
Sentot Rahmat, 2010. Analisis Peran Inspektorat Jenderal Sebagai Aparat Pengawasan
Internal Kemeterian/Lembaga Dalam Meningkatkan Kualitas Laporan Keuangan
Kementerian/Lembaga. Tesis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Stoner, Freman dan Gilbert (1995). Pengantar Bisnis. Graha Ilmu. Yogyakarta
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif . CV.Alfabeta: Bandung
Sumarsono, Sony (2003), Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan
, Graha Ilmu Yogjakarta
Suryanti Fabanyo, 2011. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Di Inspektorat Daerah Kota
Tidore Kepulauan. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Hasanudin
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan
Tanggungjawab Keuangan Negara

dan

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara


Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Korupsi
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah
Weber, Ron A. (1999), Information Systems Control and Audit, Prentice Hall Business
Publishing, Fremont, CA, USA.
Wendy Budianto, 2012 . Pengaruh Opini, Temuan Audit Dan Gender Terhadap Kinerja
Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota Di Indonesia Tahun 20082010 . Skripsi Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar Lokasi Penelitian

Lampiran 2. Prosedur Pengaduan

Lampiran 3. Program Kerja Pengawasan Tahunan

Lampiran 4. Struktur Organisasi

Lampiran 5. SOP Pemeriksaan Kabupaten Buleleng

Lampiran 6. Visi dan Misi Inspektorat kabupaten Buleleng

Lampiran 7. Informan Utama Penelitian

Lampiran 8. Informan Pendukung

Lampiran 9. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan


Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN
2004 TENTANG PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB
KEUANGAN NEGARA

Menimbang :
a. bahwa untuk mendukung keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan negara,
keuangan negara wajib dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
b. bahwa untuk mewujudkan pengelolaan keuangan negara sebagaimana dimaksud
pada huruf a, perlu dilakukan pemeriksaan berdasarkan standar pemeriksaan oleh
Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf
b, perlu dibentuk Undang-undang tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara;
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 20, Pasal 20A, Pasal 23 dan Pasal 23E UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4286);
3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 4355);

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK


INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:
Menetapkan

UNDANG-UNDANG

TENTANG

PEMERIKSAAN

PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pemeriksaan adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang
dilakukan secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar
pemeriksaan, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan
informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
2. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disebut BPK, adalah Badan
Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
3. Pemeriksa adalah orang yang melaksanakan tugas pemeriksaan pengelolaan dan
tanggung jawab keuangan negara untuk dan atas nama BPK.
4. Pejabat yang diperiksa dan/atau yang bertanggung jawab, yang selanjutnya disebut
pejabat, adalah satu orang atau lebih yang diserahi tugas untuk mengelola
keuangan negara.
5. Lembaga perwakilan adalah DPR, DPD, DPRD Provinsi dan/atau DPRD
Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola
keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban.
7. Tanggung Jawab Keuangan Negara adalah kewajiban Pemerintah untuk
melaksanakan pengelolaan keuangan negara secara tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, dan transparan, dengan
memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
8. Standar pemeriksaan adalah patokan untuk melakukan pemeriksaan pengelolaan
dan tanggung jawab keuangan negara yang meliputi standar umum, standar
pelaksanaan pemeriksaan, dan standar pelaporan yang wajib dipedomani oleh
BPK dan/atau pemeriksa.
9. Laporan Keuangan adalah bentuk pertanggungjawaban sebagaimana ditetapkan
dalam Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal 32 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara, Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 56 ayat (3)
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

10. Dokumen adalah data, catatan, dan/atau keterangan yang berkaitan dengan
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara, baik tertulis di atas kertas atau
sarana lain, maupun terekam dalam bentuk/corak apapun.
11. Opini adalah pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai
tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
12. Rekomendasi adalah saran dari pemeriksa berdasarkan hasil pemeriksaannya,
yang ditujukan kepada orang dan/atau badan yang berwenang untuk melakukan
tindakan dan/atau perbaikan.
BAB II LINGKUP PEMERIKSAAN
Pasal 2
(1) Pemeriksaan keuangan negara meliputi pemeriksaan atas pengelolaan keuangan
negara dan pemeriksaan atas tanggung jawab keuangan negara.
(2) BPK melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara.
Pasal 3
(1) Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan
oleh BPK meliputi seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 Undangundang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
(2) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan
undangundang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada
BPK dan dipublikasikan.
Pasal 4
(1) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas pemeriksaan
keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.
(2) Pemeriksaan Keuangan adalah pemeriksaan atas laporan keuangan.
(3) Pemeriksaan Kinerja adalah pemeriksaan atas pengelolaan keuangan negara yang
terdiri atas pemeriksaan aspek ekonomi dan efisiensi serta pemeriksaan aspek
efektivitas.
(4) Pemeriksaan dengan tujuan tertentu adalah pemeriksaan yang tidak termasuk
dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3). Pasal 5 (1)
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan berdasarkan

standar pemeriksaan. (2) Standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan Pemerintah.
BAB III PELAKSANAAN PEMERIKSAAN
Pasal 6
Penentuan obyek pemeriksaan, perencanaan dan pelaksanaan pemeriksaan, penentuan
waktu dan metode pemeriksaan, serta penyusunan dan penyajian laporan pemeriksaan
dilakukan secara bebas dan mandiri oleh BPK.
Pasal 7
(1) Dalam merencanakan tugas pemeriksaan, BPK memperhatikan permintaan, saran,
dan pendapat lembaga perwakilan.
(2) Dalam rangka membahas permintaan, saran, dan pendapat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), BPK atau lembaga perwakilan dapat mengadakan pertemuan
konsultasi.
Pasal 8
Dalam merencanakan tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat
(1), BPK dapat mempertimbangkan informasi dari pemerintah, bank sentral, dan
masyarakat.

Pasal 9
(1) Dalam menyelenggarakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara, BPK dapat memanfaatkan hasil pemeriksaan aparat
pengawasan intern pemerintah.
(2) Untuk keperluan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), laporan hasil pemeriksaan
intern pemerintah wajib disampaikan kepada BPK.
(3) Dalam melaksanakan tugas pemeriksaan, BPK dapat menggunakan pemeriksa
dan/atau tenaga ahli dari luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK.
Pasal 10

Dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan, pemeriksa dapat: a. meminta dokumen yang


wajib disampaikan oleh pejabat atau pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan
pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara; b. mengakses semua
data yang disimpan di berbagai media, aset, lokasi, dan segala jenis barang atau
dokumen dalam penguasaan atau kendali dari entitas yang menjadi obyek
pemeriksaan atau entitas lain yang dipandang perlu dalam pelaksanaan tugas
pemeriksaannya; c. melakukan penyegelan tempat penyimpanan uang, barang, dan
dokumen pengelolaan keuangan negara; d. meminta keterangan kepada seseorang; e.
memotret, merekam dan/atau mengambil sampel sebagai alat bantu pemeriksaan.
Pasal 11
Dalam rangka meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d,
BPK dapat melakukan pemanggilan kepada seseorang.
Pasal 12
Dalam rangka pemeriksaan keuangan dan/atau kinerja, pemeriksa melakukan
pengujian dan penilaian atas pelaksanaan sistem pengendalian intern pemerintah.
Pasal 13
Pemeriksa dapat melaksanakan pemeriksaan investigatif guna mengungkap adanya
indikasi kerugian negara/daerah dan/atau unsur pidana.

Pasal 14
(1) Apabila dalam pemeriksaan ditemukan unsur pidana, BPK segera melaporkan hal
tersebut kepada instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2) Tata cara penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
bersama oleh BPK dan Pemerintah.
BAB IV HASIL PEMERIKSAAN DAN TINDAK LANJUT
Pasal 15

(1) Pemeriksa menyusun laporan hasil pemeriksaan setelah pemeriksaan selesai


dilakukan.
(2) Dalam hal diperlukan, pemeriksa dapat menyusun laporan interim pemeriksaan.
Pasal 16
(1) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah memuat opini.
(2) Laporan hasil pemeriksaan atas kinerja memuat temuan, kesimpulan, dan
rekomendasi.
(3) Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu memuat kesimpulan.
(4) Tanggapan pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas temuan, kesimpulan,
dan rekomendasi pemeriksa, dimuat atau dilampirkan pada laporan hasil pemeriksaan.
Pasal 17
(1) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan
oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima
laporan keuangan dari pemerintah pusat.
(2) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan
oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan
keuangan dari pemerintah daerah.
(3) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(4) Laporan hasil pemeriksaan kinerja disampaikan kepada DPR/DPD/DPRD sesuai
dengan kewenangannya.
(5) Laporan hasil pemeriksaan dengan tujuan tertentu disampaikan kepada
DPR/DPD/DPRD sesuai dengan kewenangannya.
(6) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
disampaikan pula kepada Presiden/gubernur/ bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
(7) Tata cara penyampaian laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur bersama oleh BPK
dan lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 18
(1) Ikhtisar hasil pemeriksaan semester disampaikan kepada lembaga perwakilan
selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sesudah berakhirnya semester yang bersangkutan.
(2) Ikhtisar hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan pula
kepada Presiden/gubernur/bupati/ walikota selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sesudah
berakhirnya semester yang bersangkutan.
Pasal 19
(1) Laporan hasil pemeriksaan yang telah disampaikan kepada lembaga perwakilan,
dinyatakan terbuka untuk umum.
(2) Laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk
laporan yang memuat rahasia negara yang diatur dalam peraturan perundangundangan. Pasal 20 (1) Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan
hasil pemeriksaan. (2) Pejabat wajib memberikan jawaban atau penjelasan kepada
BPK tentang tindak lanjut atas rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.
(3) Jawaban atau penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan
kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah laporan hasil
pemeriksaan diterima.
(4) BPK memantau pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(5) Pejabat yang diketahui tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepegawaian.
(6) BPK memberitahukan hasil pemantauan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) kepada lembaga perwakilan dalam hasil pemeriksaan semester.
Pasal 21
(1) Lembaga perwakilan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK dengan melakukan
pembahasan sesuai dengan kewenangannya.
(2) DPR/DPRD meminta penjelasan kepada BPK dalam rangka menindaklanjuti hasil
pemeriksaan.
(3) DPR/DPRD dapat meminta BPK untuk melakukan pemeriksaan lanjutan.

(4) DPR/DPRD dapat meminta Pemerintah untuk melakukan tindak lanjut hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (3).
BAB V PENGENAAN GANTI KERUGIAN NEGARA
Pasal 22
(1) BPK menerbitkan surat keputusan penetapan batas waktu pertanggungjawaban
bendahara atas kekurangan kas/barang yang terjadi, setelah mengetahui ada
kekurangan kas/barang dalam persediaan yang merugikan keuangan negara/daerah.
(2) Bendahara dapat mengajukan keberatan atau pembelaan diri kepada BPK dalam
waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima surat keputusan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Apabila bendahara tidak mengajukan keberatan atau pembelaan dirinya ditolak,
BPK menetapkan surat keputusan pembebanan penggantian kerugian negara/daerah
kepada bendahara bersangkutan.
(4) Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara
ditetapkan oleh BPK setelah berkonsultasi dengan pemerintah.
(5) Tata cara penyelesaian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
berlaku pula bagi pengelola perusahaan umum dan perusahaan perseroan yang seluruh
atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara
Republik Indonesia, sepanjang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri.
Pasal 23
(1) Menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota/direksi perusahaan negara
dan badanbadan lain yang mengelola keuangan negara melaporkan penyelesaian
kerugian negara/daerah kepada BPK selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari setelah
diketahui terjadinya kerugian negara/daerah dimaksud.
(2) BPK memantau penyelesaian pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap
pegawai negeri bukan bendahara dan/atau pejabat lain pada kementerian
negara/lembaga/ pemerintah daerah.
BAB VI KETENTUAN PIDANA

Pasal 24
(1) Setiap orang yang dengan sengaja tidak menjalankan kewajiban menyerahkan
dokumen dan/atau menolak memberikan keterangan yang diperlukan untuk
kepentingan kelancaran pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, menghalangi, dan/atau
menggagalkan pelaksanaan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang menolak pemanggilan yang dilakukan oleh BPK sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 tanpa menyampaikan alasan penolakan secara tertulis
dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Setiap orang yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen
yang diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).

Pasal 25
(1) Setiap pemeriksa yang dengan sengaja mempergunakan dokumen yang diperoleh
dalam pelaksanaan tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
melampaui batas kewenangannya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(2) Setiap pemeriksa yang menyalahgunakan kewenangannya sehubungan dengan
kedudukan dan/atau tugas pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10
dipidana dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Pasal 26

(1) Setiap pemeriksa yang dengan sengaja tidak melaporkan temuan pemeriksaan
yang mengandung unsur pidana yang diperolehnya pada waktu melakukan
pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi
yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan
dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 27
(1) Ketentuan mengenai pemeriksaan atas laporan keuangan sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang ini dilaksanakan mulai sejak pemeriksaan atas laporan
keuangan Tahun Anggaran 2006.
(2) Penyelesaian ganti kerugian negara/daerah yang sedang dilakukan oleh BPK
dan/atau Pemerintah pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada sebelum berlakunya
Undang-undang ini.
(3) Tata cara penyelesaian ganti kerugian negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
22 ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah
berlakunya Undangundang ini.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 28
Pada saat Undang-undang ini berlaku, Instructie en Verdere Bepalingen voor de
Algemene Rekenkamer atau IAR (Staatsblad 1898 Nomor 9 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Staatsblad 1933 Nomor 320) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 29

Undang-undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya,

memerintahkan

pengundangan

Undang-undang

ini

dengan

penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 2004
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 19 Juli 2004
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG KESOWO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2004 NOMOR 66

Salinan sesuai dengan aslinya


Deputi Sekretaris Kabinet
Bidang Hukum dan
Perundang-undangan, Lambock

V. Nahattands RA REPUBLIK

Lampiran 10. Draft Wawancara


Wawancara dengan I Putu Yasa, SH.,MM selaku Inspektur Inspektorat Kabupaten
Buleleng
Peneliti
Informan

: Apa yang mendasari setiap SKPD harus membuat Laporan keuangan ?


: Laporan keuangan merupakan pertanggungjawaban dinas kepada masyarakat

atau publik mengingat yang dikelola kan dana dari masyarakat. Merupakan keharusan
untuk membuat laporan keuangan yang diatur sesuai perundang-undangan.
Peneliti
: Bagaimana menurut Bapak terkait dengan kualitas laporan keuangan dari
setiap SKPD ?
Informan : Secara keseluruhan pengelolaan keuangan di masing-masing SKPD
meningkat serta dirasa baik. Di tahun ini laporan keuangan berbasis akrual, jadi dituntut
setiap SKPD untuk menerapkan hasil tersebut secara berkelanjutan, kami dari Inspektorat
dan BPKAD selalu memonitoring pelaksanaan keuangan tersebut dan dari hasil
pemantauan dilapangan secara umum SKPD telah melaksanakan. Mudah-mudahan
ditahun selanjutnya tidak ada masalah, karena ini menjadi basis penilaian dari
pemeriksaan BPK terhadap pengelolaan keuangan pemerintah daerah untuk bisa tidaknya
mempertahankan opini wajar tanpa pengecualian
Peneliti
: Terkait opini WTP, apa yang membedakan inspektorat yang sekarang dengan
yang dulu sebelum memperoleh WTP?
Informan : Sebelumnya kita bersyukur bisa memperoleh predikat WTP, didapatnya WTP
ini karena usaha dari semua pihak, baik pemerintahan puncak maupun SKPD berkerja

sama dengan baik. Jika Inspektorat kan hanya melakukan pengawasan sesuai fungsinya,
tetapi sekarang pengawasan yang dilakukan berbeda dengan yang dulu. Karena
sebelumnya kita hanya melakukan pengawasan seperti biasanya, tapi saat ini sudah
dilakukan pembinaan untuk SKPD. Jadi, sekarang kita terlibat langsung dan mengarahkan
SKPD terkait peningkatan pengelolaan keuangan
Peneliti
: Apakah Inspektorat bekerja sendiri dalam rangka meningkatkan kualitas
laporan keuangan ? jika ada, siapa saja pihak atau dinas yang turut serta terlibat ?
Informan : Jadi tidak cukup hanya Inspektorat, Inspektorat salah satunya. BKAD juga
ikut serta asisten 3 senantiasa kita berbareng untuk memantau pelaksanaan pengelolaan
keuangan di masing-masing SKPD. Secara real kelapangan Inspektorat yang terjun
langsung, secara administratif dikendalikan oleh BKAD. Untuk itu kita tidak pernah
berhenti, bahkan kita juga sering meminta pendapat dari BKAD maupun BPK terkait apa
yang sudah kita lakukan kiranya sudah memadai dari ketentuan yang ada.
Peneliti
: Apakah ada batasan terkait hubungan Inspektorat dan SKPD ?
Informan : Sebenarnya batasan tidak ada tapi karena Inspektorat memiliki fungsi
menguji dari pelaksanaan kegiatan terutama pengelolaan keuangan baik administrasi
maupun uji materil ke fisik. Tetapi tetap independen karena Inspektorat merupakan auditor
pemerintah daerah yang bersifat internal maka tetap kita jaga independensi dan semua
yang kita lakukan wajib kita laporkan kepada bupati
Peneliti
: Pengawasan seperti apa yang dilakukan kepada SKPD ?
Informan : Kita hanya memaksimalkan pengawasan yang ada, karena jika terkait
pengelolaan keuangan biasanya menyangkut SDM di SKPD tersebut, maka kita sekarang
melakukan pembinaan. Jadi tidak hanya mengawasi tetapi juga mengarahkan agar laporan
keuangannya sesuai dengan aturan yang mengatur.
Peneliti
: Apakah SDM pada Inspektorat telah memadai dalam kuantitas maupun
kualitas ?
Informan

: Jika berbicara terkait SDM, baik kuantitas maupun kualitas kami akui secara

terbuka belum sesuai dengan apa yang kita harapkan, dari kualitas yang mestinya
kapasitas auditor yang harus kita miliki dengan melihat dari jumlah objek pemeriksaan

belum memadai, minimal mestinya kita memiliki auditor sebanyak 40 orang sedangkan
sampai saat ini baru di backup oleh 9 auditor 4 P2UPD dan beberapa staf teknis yang
memiliki kompetensi.
Peneliti
: Jika terkait fasilitas apakah dirasa cukup, pak ?
Informan : Jika fasilitas secara umum sudah dalam konteks mobilitas, karena objek
pemeriksaan sangat berjauhan sesuai dengan wilayah Kabupaten Buleleng yang jaraknya
jauh dan hal-hal terkait ATK, komputer dan sebagainya. Kita berusaha terus setiap
pemeriksa memegang 1 laptop minimal dan diharapkan dalam pemeriksaan bisa mudah
dilakukan dan membantu pemeriksaan lebih cepat
Peneliti
: Apakah sering dilakukan koordinasi dengan sekretariat dan unit-unit dalam
inspektorat? Apakah bersifat insidentil atau rutin ?
Informan : Secara rutin telah diagendakan, setiap minggu ada rapat staf dihadiri oleh
semuanya dan ketika insidentil setiap SKPD hadir di Inspektorat bila ada masalah yang
terkait dengan penggunaan anggaran, realisasi anggaran dan sebagainya termasuk bila ada
kekurangpahaman dan sebagainya itu sering melibatkan Inspektorat
Peneliti
: Ke depan apakah diperlukan suatu strategi atau metode baru dalam
melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas laporan keuangan dan mempertahankan
predikat WTP ?
Informan : Kita tetap berupaya untuk meningkatkan sistem yang ada, terutama karena
era IT, kita mencoba mudah-mudahan ditahun ini sudah mulai merancang , kita akan
menetapkan audit elektronik, walaupun kita tahu dibali belum ada, tapi kita mencoba. Kita
sudah tugaskan satu Inspektur pembantu untuk berkoordinasi mencari refrensi, bahkan
sudah dilakukan sampai ke Jawa Timur. Mudah-mudahan secara bertahap bisa dilakukan
terkait audit elektronik
Lampiran 10. Draft Wawancara
Wawancara dengan Bapak Omardani.,SE,.MM selaku Inspektu Pembantu Wilayah 1
Inspektorat Kabupaten Buleleng
Peneliti
Informan

: Apa yang mendasari setiap SKPD harus membuat Laporan Keuangan ?


: Merupakan kewajiban untuk setiap pihak membuat laporan keuangan sebagai

sikap transparansi, apalagi pada pemerintahan daerah.

Peneliti
Informan

: Sejauh mana peran Inspektorat dalam memperoleh opini WTP ?


: Jadi sebelumnya jika kita meraih WDP jelas masih ada yang digaris bawahi

bahwa masih ada catatan sehingga kita memperoleh WDP. Kemudian sekarang kita
memperoleh WTP itu pun didapat karena komitmen dari semua pihak. Inspektorat pun
melaksanakan fungsi pengawasannya dengan maksimal dan pembinaan yang kita lakukan
disetiap sektor pemerintahan. Jadi yang tepenting adalah komitmen dari kita semua karena
memperoleh WTP tidaklah mudah jika tidak ada komitmen serta dukungan untuk
melakukan pemantauan atau monitoring setiap waktunya.
Peneliti
: Apakah SDM pada Inspektorat Kabupaten Buleleng telah memadai dalam
kuantitas maupun kualitas ?
Informan : Untuk SDM Secara kualitas sudah bagus tetapi mungkin masih dirasa
kurang cukup secara kuantitasnya, karena semua beban di pemerintahan kabupaten
buleleng larinya ke Inspektorat. Mengingat Inspektorat sebagai quality insurance yang
artinya memberikan keyakinan terkait akuntabilitas pengelolaan keuangan
Peneliti
: Kendala apa saja yang dirasakan sangat menghambat kegiatan Inspektorat ?
Informan : Sarana prasarana cukup mendukung tapi masih kurang dalam hal
pemeriksaan kita masih belum lengkap. Seharusnya untuk auditor yang terjun kelapangan
lebih diperhatikan.
Peneliti
: Ke depan upaya seperti apa yang dilakukan Inspektorat ?
Informan : Upaya yang terkait dengan fungsi Inspektorat itu sendiri adalah pengawasan.
Pengawasan reguler terus dilakukan, pengawasan sistem pengaduan, pengawasan reviu
laporan keuangan. Selanjutnya pengawasan kinerja yang ada di laporan akuntabilitas
kinerja pelayanan daerah (LAKIPDA) untuk melakukan itu ada empat inspektur pembantu
wilayah. Kita melihat dari aspek tugas pokok dan fungsi, aspek sumber daya manusia,
pengelolaan keuangan, pengelolaan sarana dan metode kerja.
Lampiran 10. Draft Wawancara
Wawancara dengan Bapak Made Artayasa,. ST selaku Auditor pada Inspektorat Kabupaten
Buleleng

Peneliti

: Apakah ketika terjun kelapangan, auditor sendiri apa berbentuk tim ? seperti

apa prosesnya ?
Informan : Jadi kita bekerja berbentuk tim dan sering dilakukan koordinasi sebelum ke
lapangan, kita melakukan koordinasi untuk pembagian tugas disana juga kita
mempersiapkan terkait peraturan atau undang- undang yang harus kita bawa ke lapangan
dan kuasai dibaca kembali. Jadi koordinasi sebelum ke lapangan, sampai dilapangan dan
sampai pembuatan laporan atau jika terjadi masalah yang tidak bisa kita pecahkan di
lapangan akan dibawa dikantor dan dipecahkan bersama-sama. Terkait sudut pandang
auditor dengan tetap mengacu pada ketentuan yang berlaku
Peneliti
: Dari sarana yang ada apakah dirasakan mendukung setiap pelaksanaan tugas
Inspektorat?
Informan : Dari yang kita rasakan terkait sarana yang ada masih bisa dikatakan minim,
dalam hal terutama pendekatan secara teknisnya tapi karena kemampuan yang ada disini
juga SDM relatif kurang dalam hal penguasaan alat, saya kira dari sarana yang ada masih
bisa digunakan untuk sarana kita melakukan pemeriksaan
Peneliti
: Kendapa apa saja yang dirasakan sangat menghambat ?
Informan : Jika dari pemeriksaan yang sering menjadi kendala adalah respon auditee
atau objek pemeriksaan yang terkadang ketika kita meminta suatu bahan pemeriksaan.
Jadi biasanya pertanggungjawaban dari pihak terperiksa membutuhkan waktu lebih dari
perencanaan kita. Kita merencanakan minimal 2 hari pengumpulan data. Kendala
selanjutnya selain dari tersedianya SDM dan saran prasarana adalah kegiatan kadang
terbentur dengan pekerjaan di instansi yang bersangkutan, sehingga ketika kita meminta
informasi disini terkadang sering terjadi perwakilan yang jelas yang berkompeten dalam
hal ini tidak bisa secara langsung memberikan penjelasannya sehingga mengakibatkan kita
bisa dua kali ke lapangan untuk memperoleh informasi yang relevan dan akurat. Tapi
semua itu masih bisa kita atasi.
Peneliti
: Selanjutnya, upaya seperti apa yang perlu dilakukan Inspektorat terkait
kualitas laporan keuangan dan mempertahankan predikat WTP?

Informan

: Bagaimana menertibkan aset dan pengawasan fungsi keuangan di masing-

masing SKPD, serta melakukan audit keuangan dalam bentuk neraca. Itu uapaya kita
terkait mempertahankan atau mengendalikan semua laporan agar tepat waktu dan jumlah.

Lampiran 11. Peraturan Bupati Buleleng Nomor 39 Tahun 2008 Tentang Tugas
Pokok dan Fungsi Inspektorat Kabupaten Buleleng

Lampiran 12. Surat Keterangan Penelitian

Anda mungkin juga menyukai