Anda di halaman 1dari 28

TRASE JALAN

DAN
LENGKUNG PERALIHAN
GEOMETRIK JALAN

Disusun Oleh :

I GEDE WANA WEDASTRA

1504105093

IDA BAGUS INDRA PRADANA PUTRA

1504105112

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

TRASE JALAN
DAN
LENGKUNG PERALIHAN
GEOMETRIK JALAN

Dosen :
Dr. I Made Agus Ariawan, ST, MT
Disusun Oleh :

I GEDE WANA WEDASTRA

1504105093

IDA BAGUS INDRA PRADANA PUTRA

1504105112

JURUSAN TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
anugrah dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai waktu yang
telah ditentukan. Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi,
namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat
bimbingan dari Bapak/ Ibu Dosen sehingga kendala-kendala yang kami hadapi dapat teratasi.
Semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan wawasan bagi para
pembaca. Sehingga pembaca mendapat manfaat dari membaca makalah ini. Banyak
kekurangan yang mungkin terdapat dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini kedepannya.

Denpasar, 12 Oktober 2016

Penulis

ii

DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................................................. i
Kata Pengantar ............................................................................................................. ii
Daftar Isi ...................................................................................................................... iii
Daftar Gambar ............................................................................................................. iv
Daftar Tabel ................................................................................................................. v
I Pengertian Trase Jalan ............................................................................................... 1
II Prinsip Perancangan Trase Jalan .............................................................................. 1
2.1 Survey Awal - Rekonesan ......................................................................... 1
2.2 Survey Pendahuluan ................................................................................. 2
2.3 Survey Lokasi ............................................................................................ 3
III Contoh Perancangan Trase Jalan Tugas Perancangan Geometrik .......................... 4
IV Klasifikasi Medan .................................................................................................. 5
V Perhitungan Klasifikasi Medan ............................................................................... 5
VI Gaya Sentrifugal ..................................................................................................... 8
VII Lengkung Peralihan .............................................................................................. 10
VIII Contoh Soal Perhitungan Lengkung Peralihan .................................................... 14
Daftar Pustaka ............................................................................................................. 16
Lampiran ...................................................................................................................... vi

iii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Perancangan Trase Jalan .......................................................................... 4
Gambar 1.2 Penjabaran Kerja Gaya Sentrifugal ......................................................... 9
Gambar 1.3 Lengkung Peralihan Elemen Spiral ......................................................... 11

iv

DAFTAR TABEL
Gambar 1.1 Klasifikasi Medan .................................................................................... 5
Gambar 1.2 Klasifikasi Jalan Sesuai Kemiringan ....................................................... 8
Gambar 1.3 Persyaratan Perencanaan Lengkungan .................................................... 10

Pengertian Trase Jalan


Trase jalan raya adalah garis tengah atau sumbu jalan yang merupakan garis lurus
yang saling terhubung pada peta topografi dan merupakan garis acuan dalam penentuan
tinggi muka tanah dasar dalam perencanaan jalan baru. Trase jalan terdiri dari garis-garis
lurus yang dihubungkan dengan garis-garis lengkung. Garis lengkung tersebut dapat terdiri
dari busur lingkaran ditambah busur peralihan, busur peralihan ataupun busur lingkaran saja.
Prinsip Perancangan Trase Jalan
1. Survey Awal Rekonesan (Reconnaissance Survey)
Tujuan dari survey penyuluhan (reconnaissance survey) adalah untuk mendapatkan
peta dasar dari suatu daerah dalam batas koridor rencana jalan, sehingga dapat
digambarkan rencana trase jalan. Pada survey rekonesan ini, dikumpulkan data-data
meliputi peta topografi, kadaster, tata guna lahan dan lain sebagainya yang diperoleh
dari daerah bersangkutan dan dapat digunakan sebagai data dasar sebelum
melakukan peninjauan lapangan secara langsung.

Berdasarkan peta-peta tersebut, dibuat suatu peta dasar (base map) dan dapat
ditentukan :
a. Titik-titik Utama (Primary Controls)

Titik permulaan trase jalan dan titik akhir.

Pusat-pusat traffic yang terpenting

Daerah pegunungan

Persilangan dengan sungai

b. Titik-titik Sekunder (Secondary Controls)

Pusat industry atau produksi

Persilangan jalan kereta api dengan jalan raya

Daerah rawa atau daerah longsoran

Daerah yang cukup penting, yang mempunyai daya beli dan daya jual
yang tinggi serta tempat-tempat bersejarah

Penggambaran peta dasar (base map)


Setelah penentuan titik-titik primer dan sekunder, maka tahap selanjutnya adalah
menggambar peta dasar berdasarkan atas titik-titik tersebut, dengan ketentuan
sebagai berikut :

Ditentukan alasan utama bagi daerah-daerah yang dilewati trase jalan dan
ditandai pada peta dasar.

Digambarkan satu atau beberapa jalur alternatif sebagai rencana trase jalan
yang melalui titik utama.

Jarak dan sudut jurusan dari jalur trase yang direncanakan diukur diatas peta
dasar dengan menggunakan penggaris dan busur derajat.

Untuk mengetahaui letak busur di lapangan, dicari titik triangulasi yang


terdekat untuk pengukuran poligon utama dari rencana trase jalan.

Peninjauan Lapangan
Peta dasar yang telah disebutkan, kemudian dibawa ke lapangan untuk disesuaikan
dengan kondisi lapangan.

Rencana trase jalan yang dibuat di peta dasar, secara kasar diukur di lapangan
dengan menggunakan alat ukur theodolit, untuk mengetahui jarak, azimuth,
sudut-sudut miring.

Semua jalur yang telah di-plot di peta dasar di tinjau.

Semua perbedaan terhadap peta dasar yang ada, dicatat dan dibuatkan
sketsanya di peta dasar, misalnya daerah rawa, hutan, dan lain sebagainya.

Semua data-data yang didapatkan di lapangan di-plot kan kembali ke peta


dasar

Dari hasil peninjauan lapangan dan pengukuran yang dilakukan dapat dipilih
jalur trase jalan yang terbaik (the most promising route).

2. Survey Pendahuluan (Preliminary Survey)


Jalur trase jalan terpilih, selanjutnya dipetakan dan diukur kembali secara teliti untuk
mendapatkan rencana penentuan trase jalan yang pasti. Pekerjaan pembuatan peta
jalan antara lain sebagai berikut :

Dibuat polygon utama, sebagai dasar kerangka sepanjang jalur yang terdiri
dari titik-titik tetap berjarak 2-5 Km dan sedapat mungkin diikat dengan titik
2

trianggulasi yang ada. Pada terminal point, digunakan patok-patok bench


mark (BM).

Pengukuran situasi jalur dilakukan di sepanjang jalur dengan maksud untuk


mendapatkan data lapangan. Pada peta situasi jalur, harus tercantum datadata garis tinggi, bangunan-bangunan, sungai, danau, jalan raya atau jalan
kereta api dan poligon.

Diatas peta jalur, direncanakan pembuatan as jalan, dengan beberapa


alternatif. Selanjutnya dilakukan pengukuran profil memanjang di peta atau
di lapangan untuk mendapatkan data yang digunkan dalam perhitungan
galian dan timbunan untuk setiap trase jalan. Dari perbandingan beberapa
trase jalan dipilih yang ekonomis.

3. Survey Lokasi (Location Survey)


Setelah didapatkan data-data mengenai batas-batas penguasaan tanah yang akan
digunakan dalam pembuatan jalan raya, maka dilakukan pengukuran untuk
pembebasan tanah dengan menggunakan alat-alat ukur, peta (map) dan lain
sebagainya.
Urutan pekerjaan yang dilakukan antara lain, adalah sebagai berikut :

Dilakukan pematokan sumbu jalan dengan sudut jurusan dan kelandaian


yang telah ditentukan sebelumnya.

Memberi tanda dan patok-patok pada bagian-bagian lurus.

Mengukur dan menandai sudut-sudut defleksi dari route jalan.

Memberi tanda untuk stasiun-stasiun dan profil melintang.

Membuat patok-patok untuk lengkungan-lengkungan jalan, membuat patokpatok rincikan awal damija dan damaja, sekaligus rincikan untuk
pembebasan tanah.

Contoh Perancangan Trase Jalan Tugas Perancangan Geometrik

Gambar 1.1 Perancangan Trase Jalan

Klasifikasi Medan
Secara umum trase jalan pada daerah perbukitan, selalu mengikuti kontur dari
topografi, sehingga banyak berkelok-kelok karena untuk mempertahankan kelandaian
memanjang (grade) jalan. Namun demikian yang paling utama adalah grade disesuaikan
dengan persyaratan yang ada, agar kendaraan-kendaraan berat masih bisa melaluinya.
Persyaratan ini mengatur kelandaian memanjang maksimum (grade jalan), agar semua jenis
kendaraan yang diijinkan pada ruas tersebut dapat mempertahankan kecepatan rencananya,
dan tidak sampai terhenti akibat keterbatasan kapasitas mesin yang dipunyai kendaraan.
Tabel Klasifikasi Medan :
Golongan Medan

Kemiringan Medan

Datar (D)

<3%

Perbukitan (B)

3% - 25 %

Pegunungan (G)

> 25 %
Tabel 1.1 Klasifikasi Medan
Sumber : TPGJAK No. 038/T/BM/1997

Perhitungan Kemiringan
Jika titik pada potongan yang ditinjau berada diantara kontur yang elevasinya sama
maka tidak diperlukan perhitungan lagi dan lokasi tersebut dianggap datar. Jika masingmasing ujung titik potongan berada pada elevasi yang berbeda, maka perlu dilakukan
perhitungan dengan cara selisih ketinggiannya di bagi dengan jarak kedua titik tersebut
kemudian di kalikan 100 %.

Contoh :
Perhitungan Kemiringan Potongan 1-1

Potongan Melintang 1-1

Kemiringan =

|74 72|
100% = 1,33 %
150

Perhitungan Kemiringan Potongan 2-2

Potongan Melintang 2-2

Kemiringan =

|69,4 71|
100% = 1,07 %
150
6

Perhitungan Kemiringan Potongan 3-3

Potongan Melintang 3-3

Kemiringan =

|68,4 72|
100% = 2,04 %
150

Perhitungan Kemiringan Potongan 4-4

Potongan Melintang 4-4

Kemiringan =

|61 64,2|
100% = 2,13 %
150
7

Perhitungan kemiringan dengan cara yang sama dengan perhitungan diatas


dilanjutkan seperti tertera pada tabel titik rencana alternatif yang terdapat pada lembar
lampiran.
Setelah mendapatkan hasil perhitungan berupa persentase pada saat melakukan
perhitungan kemiringan, maka selanjutnya hasil persentase tersebut disesuaikan pada tabel
klasifikasi jalan untuk menentukan jenis jalan serta medannya.
Tabel Klasifikasi Jalan Sesuai dengan Kemiringan
POTONGAN

JALAN

KEMIRINGAN

KLASIFIKASI MEDAN

1 s/d 23

Jalan Lurus

49.27 %

Pegunungan

23 s/d 26

Tikungan PI

29.99 %

Pegunungan

26 s/d 51

Jalan Lurus

10.51 %

Perbukitan

51 s/d 54

Tikungan P2

23.33 %

Perbukitan

54 s/d 71

Jalan Lurus

16.66 %

Perbukitan

71 s/d 74

Tikungan P3

4.99 %

Perbukitan

74 s/d 96

Jalan Lurus

28.14%

Pegunungan

Tabel 1.2 Klasifikasi Jalan Sesuai Kemiringan

Gaya Sentrifugal
Aplikasi suatu kendaraan bergerak dengan kecepatan tetap V pada suatu bidang datar
atau miring dengan lintasan berbentuk suatu lengkung seperti lingkaran, maka pada
kendaraan tersebut akan bekerja gaya kecepatan katakan V dan gaya sentrifugal katakan F.
Gaya sentrifugal akan mendorong kendaraan secara radial kaluar dari lajur jalannya, kearah
tegak lurus terhadap gaya kecepatan V. Gaya ini menimbulkan rasa yang tidak nyaman pada
pengemudi.
Gaya sentrifugal (F) yang terjadi :
F=m.a

Dimana :
m = massa = W/g
W = berat kendaraan
g = gaya gravitasi bumi
a = percepatan sentrifugal = V2/ R
V = kecepatan kendaraan
R = Jari-jari lengkung lintasan
Dengan demikian bersarnya gaya sentrifugal, dapat ditulis sebagai berikut :
F=

Untuk dapat menjabarkan bagaimana gaya sentrifugal bekerja pada suatu kendaraan
yang sedang melalui jalan tikungan, maka gambar dibawah ini dapat menjelaskan hal
tersebut.

Gambar 1.2 Penjabaran Kerja Gaya Sentrifugal

Dari gambar diatas terlihat bahwa, ketika jalan tikungan memiliki sudut kemiringan
sebesar , maka besar gaya sentrifugal tersebut dapat diimbangi oleh W sin , yang membuat
kendaraan tidak tertarik ke luar jalur atau menjauhi pusat lingkaran tikungan, sehingga
pengendara merasa nyaman melewati tikungan walaupun dengan kecepatan yang relatif
tinggi.

Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan adalah suatu lengkung dengan jari-jari yang berubah beraturan.
Lengkung peralihan dipakai sebagai peralihan antara bagian yang lurus dan bagian lingkaran
dan sebagai peralihan antara dua jari-jari lingkaran yang berbeda. Lengkung peralihan
dipergunakan pada jari-jari lengkung yang relatif kecil, seperti terlihat pada Tabel dibawah.

Kecepatan Rencana
(km/jam)

Jari-jari minimum lengkung Jari-jari minimum lengkung


lingkaran tanpa lengkung

lingkaran yang diijinkan

peralihan (m)

dengan lengkung peralihan


(m)

120

2370

780

110

1990

660

100

1650

550

90

1330

440

80

1050

350

70

810

270

60

600

200

Tabel 1.3 Persyaratan Perencanaan Lengkungan

Secara teoritis perubahan arah dari jalan lurus ke tikungan yang berbentuk busur
lingkaran harus dilakukan secara mendadak (R = ke R = R). Kenyataannya hal itu tidak
perlu karena:
a. Pada saat membelok yang dibelokkan adalah roda depan sehingga jejak roda akan
melintasi lintasan yang berbentuk busur lingkaran.
b. Akibatnya, gaya sentrifugal yang timbulpun berangsur-angsur dari R = ke R = R
pada tikungan berbentuk busur lingkaran.

Pada lengkung tumpul, R besar, kendaraan dapat tetap pada lajurnya. Pada tikungan
tajam, R kecil, kendaraan sering menyimpang dan mengambil lajur di sampingnya. Untuk
menghindari hal tersebut, sebaiknya dibuat lengkung dimana lengkung tersebut merupakan
peralihan dari R = ke R = R. lengkung ini disebut dengan lengkung peralihan.

10

Bentuk lengkung peralihan yang memberikan bentuk sama dengan jejak kendaraan
ketika beralih dari jalan lurus ke tikungan berbentuk busur lingkaran dan sebaliknya,
dipengaruhi oleh:
a.
b.
c.
d.

Sifat pengemudi
Kecepatan kendaraan
Radius lengkung
Kemiringan melintang jalan

Bentuk lengkung peralihan yang banyak dipergunakan adalah lengkung spiral.

Gambar 1.3 Lengkung Peralihan Elemen Spiral

11

Perhatikan gambar lengkung peralihan, berikut merupakan keterangan :


R akan bervariasi di sepanjang lengkung spiral
R = Rc di titik C atau SC
L adalah panjang spiral di suatu titik
L = ls di titik SC
adalah sudut di suatu titik
= s di titik SC
x, y adalah titik koordinat P di suatu titik
x Xc dan y Yc di titik SC

Di sembarang titik di lengkung spiral berlaku :


K
l

R=

dengan K = Konstanta

di titik SC
Rc =

K
Lc

Sehingga R =

Rc . Ls
l

Rumus-rumus yang dipakai :


s =

90 Ls
.
Rc

x=l-

y=

Ls 5
l5
di
titik
SC
menjadi
Xc
=
Ls
40 Rc 2 Ls 2
40 R 2 ls 2

Ls 3
l3
di titik SC menjadi Yc =
6 R.ls
6 RcLs

12

Penggeseran lengkung untuk memberi ruang bagi lengkung spiral :


p = Yc Rc (1 Cos s)
k = Xc Rc sin s

Letak awal tikungan/lengkung spiral dari pusat perpotongan :


Tt = (Rc + p) tan

+k
2

Et = (Rc + p) sec

- Rc
2

Panjang lengkung peralihan (Ls) berdasarkan rumus Shortt :


Gaya sentrifugal =

m.v 2
R

Waktu kendaraan bergerak sepanjang Ls;

t=

Ls
v

Perubahan gaya rata-rata sepanjang waktu tempuh = gaya/waktu :


mv 2 /R mv 3
Gaya
=
=
R.Ls
Ls/v
Waktu

Perubahan percepatan ke arah radial per satuan waktu: c =


c=

a
:
t

a
t

Gaya = m.a
Gaya
m.a mv 3
=
=
R.Ls
Waktu
t

v3
v3
c=
Ls =
R.c
R.Ls

Jika satuan besaran tersebut adalah :


Ls = panjang lengkung spiral dalam meter
R = jari-jari busur lingkaran dalam meter
13

v = kcepatan rencana dalam km/j


c = perubahan percepatan dalam m/d3
maka rumus tersebut menjadi:
Ls = 0,022

v3
R.c

Untuk mengimbangi gaya sentrifugal sebenarnya telah dibuat superelevasi, gaya


yang bekerja adalah gaya sentrifugal dan ada kemiringan sebesar superelevasi, maka untuk
jalan raya dipakai rumus MODIFIKASI SHORTT menjadi:
v3
v.e
Ls = 0,022
- 2,727
R.c
c

Dalam menentukan panjang lengkung peralihan untuk perencanaan diambil nilai


terbesar antara:
Ls dari rumus modifikasi SHORTT
Ls dari landai relatif
Ls dari tabel

Contoh Soal Perhitungan Lengkung Peralihan


Suatu tikungan mempunyai data dasar sbb:
Kecepatan Rencana (VR)

: 40 km/jam

Kemiringan melintang maksimum (emax)

: 10 %

Kemiringan melintang normal (en)

:2%

Lebar perkerasan

: 2 x 3,5 m

Sudut tikungan ()

: 108

Jari-jari tikungan (Rd)

: 50 m

Tentukan panjang lengkung peralihan (Ls).


Jawab :

14

1. Berdasarkan waktu tempuh maximum (3 detik) untuk melintasi lengkung peralihan

VR
40
.T=
. 3 = 33.33 m
3.6
3.6
2. Berdasarkan rumus modifikasi Shortt
v3
v.e
Ls
= 0,022
- 2,727
R.c
c
3
40
40 x 0.0997
= 0,022
- 2,727
= 43.21 m
50 x 0.4
0.4
3. Berdasarkan tingkat pencapaian perubahan kelandaian
(e en )
Ls = m
.VR
3.6 x rc
Dimana re = tingkat pencapaian perubahan kelandaian melintang jalan Untuk
Ls =

Vr 60 km/jam, re max = 0,035 m/m/det.

Ls =

(0.1 0.02 )

x 40 = 25.40 m
3.6 x 0.035
4. Berdasarkan rumus Bina Marga
W
Ls =
x m x (en + er)
2
3.5 x 2
Ls =
x 120 x (0.02 +0.0997) = 50.27 50
2
Digunakan Lengkung peralihan yang memenuhi dan efisien, Ls = 43.21m 44 m

15

DAFTAR PUSTAKA
Saodang Hamirhan, 2010. Konstruksi Jalan Raya. Bandung : Nova
Anonim, 2012. Contoh Soal Lengkung Peralihan, Available at
<https://nursyamsu05.files.wordpress.com/2012/04/exercises-horizontal-alignmentscs.pdf> Diakses pada tanggal : Kamis 13 Oktober 2016
Anonim, 2012. Alinemen Horizontal, Available at
<https://ekhalmussaad.files.wordpress.com/2011/03/alinemen-horizontal1.doc>
Diakses pada tanggal : Kamis 13 Oktober 2016

16

LAMPIRAN

Tabel Elevasi Titik Rencana Alternatif


ELEVASI
JARAK
POTONGAN

Kiri (m)

Tengah
(m)

Kanan (m)

MELINTANG

BEDA TINGGI

KEMIRINGAN

e =( a - c )

f = e/d x 100%

1-1'

120

80

30

150

90

60%

2-2'

120

62.5

30

150

90

60%

3-3'

120

55.7

30

150

90

60%

4-4'

120

51.9

30

150

90

60%

5-5'

120

49.8

30

150

90

60%

6-6'

100

49.9

30

150

70

46.66%

7-7'

100

51.8

30

150

70

46.66%

8-8'

100

53.5

30

150

70

46.66%

9-9'

100

67.7

30

150

70

46.66%

10-10'

100

69.6

30

150

70

46.66%

11-11'

100

74.4

30

150

70

46.66%

12-12'

100

73.6

30

150

70

46.66%

13-13'

100

74.3

30

150

70

46.66%

14-14'

100

75.9

30

150

70

46.66%

15-15'

100

76.6

30

150

70

46.66%

vi

16-16'

100

77.4

30

150

70

46.66%

17-17'

100

78,6

30

150

70

46.66%

18-18'

100

78,7

30

150

70

46.66%

19-19'

100

78,1

30

150

70

46.66%

20-20'

100

78,1

30

150

70

46.66%

21-21'

100

77.9

30

150

70

46.66%

22-22'

100

76.3

30

150

70

46.66%

23-23'

100

76,9

40

150

60

40%

ELEVASI
POTONGAN

JARAK

Kiri (m)

Tengah (m)

Kanan (m)

MELINTANG

BEDA TINGGI

KEMIRINGAN

e =( a - c )

f = e/d x 100%

24-24'

100

75.1

40

150

60

40%

25-25'

80

75.5

40

150

40

26.66%

26-26'

80

71.8

60

150

20

13.33%

27-27'

80

73.4

60

150

20

13.33%

28-28'

80

80.5

60

150

40

13.33%

29-29'

70

91.7

40

150

30

20%

30-30'

80

60.9

80

150

0,00%

31-31'

70

78.9

70

150

0,00%

vii

32-32'

80

82.8

80

150

0,00%

33-33'

80

85.1

80

150

0,00%

34-34'

80

88.1

80

150

0,00%

35-35'

80

100

80

150

0,00%

36-36'

80

132

80

150

0,00%

37-37'

80

134

90

150

10

6.66%

38-38'

100

136

90

150

10

13.33%

39-39'

100

137

90

150

10

13.33%

40-40'

100

141.5

90

150

10

13.33%

41-41'

140

147.5

90

150

10

33.33%

42-42'

140

157,5

90

150

10

33.33%

43-43'

140

157.5

90

150

10

33.330%

44-44'

140

157.5

90

150

10

33.33%

45-45'

140

157.5

140

150

0.00%

46-46'

160

157.5

140

150

20

13.33%

47-47'

170

157.5

140

150

30

20%

48-48'

170

157.5

140

150

30

20%

49-49'

170

157.5

140

150

30

20%

50-50'

170

157.5

140

150

30

20%

51-51'

170

157.5

140

150

30

20%

52-52'

170

157.9

140

150

30

20%

viii

53-53'

170

157.5

130

150

40

26,66%

54-54'

170

149.9

130

150

40

26,66%

55-55'

170

147.6

130

150

40

26,66%

56-56'

160

144.4

130

150

30

20%

57-57'

160

140.8

130

150

30

20%

58-58'

160

138.5

130

150

30

20%

59-59'

160

138.5

130

150

30

20%

60-60'

160

138.5

130

150

30

20%

61-61'

160

138.5

130

150

30

20%

62-62'

160

138.5

130

150

30

20%

63-63'

160

138.5

130

150

30

20%

64-64'

150

138.5

130

150

20

13.33%

65-65'

150

138.5

130

150

20

13.33%

66-66'

150

138.5

130

150

20

13.33%

67-67'

150

138.5

130

150

20

13.33%

ELEVASI

JARAK
MELINTANG

BEDA TINGGI

KEMIRINGAN

e =( a - c )

f = e/d x 100%

Kiri (m)

Tengah (m)

Kanan (m)

68-68'

130

138.5

130

150

13.33%

69-69'

140

138.5

130

150

10

6.66%

POTONGAN

ix

70-70'

140

138.5

130

150

10

6.66%

71-71'

140

138.5

130

150

10

6.66%

72-72'

130

138.5

130

150

10

0,00%

73-73'

140

138.7

130

150

10

6.66%

74-74'

140

138.9

130

150

10

6.66%

75-75'

140

138.9

130

150

10

6.66%

76-76'

130

138.9

130

150

0,00%

77-77'

130

138.9

130

150

0,00%

78-78'

130

138.9

120

150

10

6.66%

79-79'

110

115.5

110

150

0,00%

80-80'

60

115.6

110

150

50

40%

81-81'

120

115.8

110

150

10

6.66%

82-82'

120

91.2

60

150

60

40%

83-83'

130

120

60

150

30

46.66%

84-84'

140

130

60

150

80

53.33%

85-85'

140

134.6

60

150

80

53.33%

86-86'

140

134.6

60

150

80

53.33%

87-87'

140

134.6

90

150

50

33.33%

88-88'

140

134.6

90

150

50

33.33%

89-89'

140

134.6

100

150

40

26.66%

90-90'

140

134.6

100

150

40

26.66%

91-91'

150

134.6

100

150

50

33.33%

93-93'

150

134.6

100

150

50

33.33%

93-93'

150

134.6

100

150

50

33.33%

94-94'

150

134.6

100

150

50

33.33%

95-95'

150

134.6

100

150

50

33.33%

96-96'

150

134.6

80

150

70

46.66%

xi

Anda mungkin juga menyukai