Anda di halaman 1dari 3

Al-Khatib Al-Baghdadi

Nama dan Nasabnya


Beliau adalah Ahmad bin Ali bin Tsabit bin Ahmad bin Muhdi yang masyhur dengan Al-Khatib
Al-Baghdadi, si pemilik berbagai karya dan imam para hafizh.

Kelahiran Al-Khatib Al-Baghdadi


Beliau dilahirkan pada hari kamis, 25 Jumadil akhir 392H.

Pertumbuhannya
Ayah beliau bernama Abul Hasan Khatib adalah penduduk Darzijan (sebuah desa di negri Irak)
beliau adalah seorang yang ahli baca Al-Quran dengan bacaan Hafsh Al-Kattani.
Ayahnya mendorongnya untuk belajar hadits dan fikih. Oleh karenanya ia sudah belajar ketika
umurnya menginjak sebelas tahun. Ia pergi menuntut ilmu di Bashrah pada saat umurnya
menginjak dua puluh tahun, pergi ke Naisabur pada saat umurnya menginjak dua puluh tiga
tahun dan saat pergi ke Syam pada saat umurnya sudah tua. Ia juga pergi ke kota Makkah dan
kota selainnya yang telah disebutkan diatas.
Ia telah menulis banyak kitab, dalam hal ini ia telah melebihi teman-temannya. Ia menyusun dan
mengarang, menetapkan yang shahih dan yang tidak shahih, menetapkan perowi yang adil dan
yang tidak adil, dan menulis sejarah dan penjelasannya, sehingga ia menjadi Al-hafizh yang
paling tinggi pada masanya.

Sanjungan Ulama Pada Masanya


Ibnu Makula mengatakan : Abu Bakar Al-Khatib Al-Baghdadi adalah tokoh terakhir yang kami
saksikan yang mempunyai pengetahuan, hafalan dan ketelitian terhadap hadits Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam. ia sangat menguasai masalah ilat-ilat hadits (kesalah-kesalahan
yang samar), sanad-sanadnya, shahih dan gharibnya (aneh) dan segala yang berkaitan
dengannya. Diantara orang-orang Baghdad, setelah Abul Hasan Ad-Daruqutni, tidak ada
seorangpun yang menyamainya. Aku tanya kepada Abu Abdillah Ash-Shuwari tentang Al-Khatib
dan Abu nash As-Sajzi, manakah yang hafal hadits dari keduanya?, dengan tegas ia melebihkan
Al-Khatib dari pada Abu Nashr.

Al-Mutaman as-Sajihi mengatakan: Setelah Ad-Daruquthni, Baghdad tidak lagi memerlukan


ulama yang hafal hadits melebih Abu Bakar Al-Khatib.
Abu Ali Al-Bardani mengatakan: Barangkali Al-Khatib sendiri tidak melihat seorangpun yang
menyamainya.

Perjalanannya dalam menuntut ilmu


Telah disebutkan perkataan Adz-Dzahabi bahwa Al-Khatib mulai belajar pada saat umurnya
menginjak sebelas tahun. Ia pergi menuntut ilmu di Bashrah saat umurnya menginjak dua puluh
tahun, pergi ke Naisabur saat umurnya menginjak dua puluh tiga tahun dan pergi ke Syam saat
umurnya sudah tua. Ia juga pergi ke kota-kota selain yang telah disebutkan.
Adz-Dzahabi juga mengatakan: Di Akbara, Al-khatib berguru kepada Al-Husain bin
Muhammad Ash-Shaigh yang meriwayatkan hadits kepadanya dari Nafilah Ali bin Harb.
Sementara di kota Bashrah ia berguru kepada Abu Umar Al-Hasyimi (guru dalam bidang
Hadits), Ali al-Qasyim Asy-Syahid, Al-Hasan bin Ali As-Saburi dan sejumlah ulama lainnya
Di Naisabur, ia berguru kepada Al-Qadhi Abu Bakar Al-Hiyari, Abu Said Ash-Shairafi, Abul
Qasim Abdurrahman as-Siraj, Ali bin Muhammad Ath-Thirazi, Al-Hafizh Abu Hazim Al-Abdawi
dan sejumlah ulama yang lainnya. di Asfahan ia berguru kepada Abul Hasan bin Abdi Kawih
Abu Abdillah Al-Jamal, Muhammad bin Abdillah bin Syahriyar dan Al-Hafizh Abu Nuaim, dan
di beberapa tempat lainnya.

Akidah Beliau
Adz-Dzahabi mengatakan: Abdul Aziz bin Ahmad Al-Kattani berkata: Pada tahun 412 H ia
meriwayatkan hadits kepada gurunya yang bernama Abu Al-Qasim Ubaidullah Al-Azhari,
gurunya yang lain yaitu Al-Baraqani juga menulis dan meriwayatkan hadits darinya. Dalam ilmu
fikih, ia berguru kepada Abu Ath-Thayyib Ath-Thabari dan Abu Nashr bin Ash-Shabbagh. Dalam
bidang akidah ia mengikuti akidah Abul Hasan Al-Asyari.
Adz-Dzahabi mengatakan: Apa yang dikatakan oleh Ahmad Al-Kattani adalah benar, karena
mengenai sifat-sifat Allah taala al-Khatib sendiri telah menegaskan bahwa sifat-sifat tersebut
telah kita pahami sebagaimana apa adanya tanpa menanyakan bagaimana? Tidak diragukan
lagi bahwa ini adalah madzhab Al-Asyari yang ia yakini sampai meninggalnya, sebagimana
juga madzhab Imam Ahmad dan semua ulama hadits dan sunnah dalam berbagai masa.

Ibadah dan Kemuliaannya

Ghaits bin Ali mengatakan: Abu Al-Faraj al-Isfarayani mengatakan kepadaku: Al-Khatib
pernah haji bersama kami, setiap hari dia menghatamkan Al-Qur an dengan bacaan tartil, setelah
menghatamkannya orang-orang berkumpul padanya, sementara ia berada dalam kendaraan dan
mereka berkata: Riwayatkanlah hadits kepada kami, lalu ia meriwayatkan hadits kepada
mereka.
Ibnu Nashir mengatakan: Abu Zakariya At-Tabrizi al-Lughawi berkata: Aku memasuki
Damaskus lalu aku membaca kitab-kitab sastra arab di bawah bimbingan al-Khatib di dalam
masjid, lalu naiklah Al-Khatib kepadaku , ia berkata: Aku ingin mengunjungimu di rumahmu.
Kami berbincang-bincang sesaat, kemudian ia mengeluarkan secarik kertas dan berkata: Hadiah
adalah sunnah. Al-Khatib pergi dan aku mengamati pemberiannya itu ternyata itu adalah uang
senilai lima dinar mesir. Pada waktu yang lain, ia kembali naik ke atas dan meletakan uang yang
sama. Apabila ia membaca hadits di masjid jami Damaskus, maka suaranya terdengar sampai di
akhir masjid. Dia membacanya dengan dialek arab yang benar.

Wafatnya Beliau
Makki Ar-Ramli mengatakan: Al-Khatib sakit pada pertengahan bulan Ramadhan 463 H.
Kondisi kesehatanya semakin parah pada awal bulan Dzulhijjah hingga beliau meninggal pada
tanggal 7 Dzulhijjah.
Sumber: Min Alami Salaf, Syaikh Ahmad Farid, dari Al-Sofwah.or.id

Anda mungkin juga menyukai