Pertumbuhannya
Ayah beliau bernama Abul Hasan Khatib adalah penduduk Darzijan (sebuah desa di negri Irak)
beliau adalah seorang yang ahli baca Al-Quran dengan bacaan Hafsh Al-Kattani.
Ayahnya mendorongnya untuk belajar hadits dan fikih. Oleh karenanya ia sudah belajar ketika
umurnya menginjak sebelas tahun. Ia pergi menuntut ilmu di Bashrah pada saat umurnya
menginjak dua puluh tahun, pergi ke Naisabur pada saat umurnya menginjak dua puluh tiga
tahun dan saat pergi ke Syam pada saat umurnya sudah tua. Ia juga pergi ke kota Makkah dan
kota selainnya yang telah disebutkan diatas.
Ia telah menulis banyak kitab, dalam hal ini ia telah melebihi teman-temannya. Ia menyusun dan
mengarang, menetapkan yang shahih dan yang tidak shahih, menetapkan perowi yang adil dan
yang tidak adil, dan menulis sejarah dan penjelasannya, sehingga ia menjadi Al-hafizh yang
paling tinggi pada masanya.
Akidah Beliau
Adz-Dzahabi mengatakan: Abdul Aziz bin Ahmad Al-Kattani berkata: Pada tahun 412 H ia
meriwayatkan hadits kepada gurunya yang bernama Abu Al-Qasim Ubaidullah Al-Azhari,
gurunya yang lain yaitu Al-Baraqani juga menulis dan meriwayatkan hadits darinya. Dalam ilmu
fikih, ia berguru kepada Abu Ath-Thayyib Ath-Thabari dan Abu Nashr bin Ash-Shabbagh. Dalam
bidang akidah ia mengikuti akidah Abul Hasan Al-Asyari.
Adz-Dzahabi mengatakan: Apa yang dikatakan oleh Ahmad Al-Kattani adalah benar, karena
mengenai sifat-sifat Allah taala al-Khatib sendiri telah menegaskan bahwa sifat-sifat tersebut
telah kita pahami sebagaimana apa adanya tanpa menanyakan bagaimana? Tidak diragukan
lagi bahwa ini adalah madzhab Al-Asyari yang ia yakini sampai meninggalnya, sebagimana
juga madzhab Imam Ahmad dan semua ulama hadits dan sunnah dalam berbagai masa.
Ghaits bin Ali mengatakan: Abu Al-Faraj al-Isfarayani mengatakan kepadaku: Al-Khatib
pernah haji bersama kami, setiap hari dia menghatamkan Al-Qur an dengan bacaan tartil, setelah
menghatamkannya orang-orang berkumpul padanya, sementara ia berada dalam kendaraan dan
mereka berkata: Riwayatkanlah hadits kepada kami, lalu ia meriwayatkan hadits kepada
mereka.
Ibnu Nashir mengatakan: Abu Zakariya At-Tabrizi al-Lughawi berkata: Aku memasuki
Damaskus lalu aku membaca kitab-kitab sastra arab di bawah bimbingan al-Khatib di dalam
masjid, lalu naiklah Al-Khatib kepadaku , ia berkata: Aku ingin mengunjungimu di rumahmu.
Kami berbincang-bincang sesaat, kemudian ia mengeluarkan secarik kertas dan berkata: Hadiah
adalah sunnah. Al-Khatib pergi dan aku mengamati pemberiannya itu ternyata itu adalah uang
senilai lima dinar mesir. Pada waktu yang lain, ia kembali naik ke atas dan meletakan uang yang
sama. Apabila ia membaca hadits di masjid jami Damaskus, maka suaranya terdengar sampai di
akhir masjid. Dia membacanya dengan dialek arab yang benar.
Wafatnya Beliau
Makki Ar-Ramli mengatakan: Al-Khatib sakit pada pertengahan bulan Ramadhan 463 H.
Kondisi kesehatanya semakin parah pada awal bulan Dzulhijjah hingga beliau meninggal pada
tanggal 7 Dzulhijjah.
Sumber: Min Alami Salaf, Syaikh Ahmad Farid, dari Al-Sofwah.or.id