Anda di halaman 1dari 5

TAMBANG PASIR.

Dahulunya, Desa Cibeureum Wetan, Kec. Cimalaka, Kab. Sumedang


tepatnya di kaki Gunung Tampomas merupakan daerah yang hijau dengan adanya
hutan alami yang ditumbuhi tanaman tahunan sebagai vegetasi utamanya.
Kawasan Hutan Gunung Tampomas termasuk dalam tipe hutan hujan pegunungan
dengan keanekaragaman hayati yang beragam baik flora maupun fauna. Namun,
hutan tersebut saat ini sudah mulai berkurang akibat adanya aktivitas
penambangan pasir.

Gambar 1. Kaki Gunung Tampomas.

Aktivitas penambangan yang dilakukan di desa ini telah terjadi dalam


kurun waktu yang cukup lama, dimulai sebelum tahun 1983 dan menjadikan
lokasi ini sebagai penyuplai bahan material pasir khususnya di daerah Jawa Barat.
Secara teknis kegiatan pertambangan meliputi proses pembersihan lahan;
pengambilan, overbuden, penambangan bahan galian, penimbunan kembali, dan
distribusi sehingga memberikan dampak perubahan bentang alam.
Penambangan pasir di desa ini membuat kondisi lahan yang sebelumnya
produktif menjadi kritis. Kondisi lahan dengan bongkahan batuan serta pasir
mendominasi lahan ini. Pada akhirnya kerusakan lingkungan dan tataguna lahan
menjadi tidak optimal karena kesuburan tanah semakin menurun. Kondisi lahan
yang di dominasi oleh batuan menyebabkan tanaman sulit tumbuh sehingga
diperlukan suatu teknologi perbaikan yang mampu meningkatkan kesuburan tanah
di lahan kritis tersebut.

I.

Reklamasi Lahan Dengan Tanaman Cebreng.


Cebreng (Istilah Jawa Barat) atau yang dikenal secara umum Tanaman
Gamal (Gliricidia sepium) merupakan tanaman golongan leguminoceae yang
banyak tumbuh di daerah tropis, yang mampu beradaptasi disegala jenis tanah
termasuk di tanah kering. Tanaman ini biasanya digunakan sebagai tanaman pagar
(border) dalam suatu usaha pertanian karena batang tanaman ini dapat tumbuh
besar

selama

bertahun-tahun.

Cebreng

tergolong

dalam

famili

Fabaceae/Papilionaceae dengan genus Gliricidia.

Gambar 2. Tanaman Cebreng (Gliricidia sepium).

I.1. Perbaikan Sifat Fisik Tanah.


Cebreng dapat memperbaiki sifat fisik tanah dengan merubah tekstur
dari tanah tersebut menjadi tekstur yang memiliki persen halus lebih tinggi,
bongkahan batu yang memiliki ukuran beragam akan dihancurkan dengan
kemampuan akar tanaman cebreng, bongkahan batu akan dihancurkan
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan adanya tekanan akar yang
diberikan pada saat mencengkram batuan tersebut. Akar tanaman cebreng
(Gambar 2) masuk melalui retakan-retakan kecil di antara bebatuan yang
semakin lama akar tersebut akan semakin membesar. Tercengkramnya batuan
akan membuat kondisi dimana batuan perlahan-lahan akan mengalami

keretakan yang semakin lama retakannya semakin membesar. Retakan


tersebut akan membuat air dapat masuk ke dalam batu dan membantu proses
pelapukan lebih cepat. Akar cebreng mampu menghasilkan eksudat akar yang
mengeluarkan asam-asam organik yang membantu mempercepat proses dari
pelapukan batuan secara kimia.
I.2.

Perbaikan Sifat Kimia Tanah.


Tabel 1 . Perbandingan hasil analisis tanah sebelum dan setelah di reklamasi.

Sample
Lahan belum direklamasi
Kebun cebreng berumur 3 tahun
Kebun cebreng berumur 4 tahun

C-organik (%)
0,07
1,06
1,30

pH
7,57
6,99
6,57

Kandungan C-organik pada lahan bekas tambang yang telah


direklamasi dengan tanaman cebreng yang telah berumur empat tahun (1,30)
dan tiga tahun (1,06) memiliki kandungan C-organik yang lebih tinggi
dibandingkan lahan belum direklamasi yang menunjukkan hasil paling rendah
(0,07%).

Selain

itu,

pH

tanah

pada

lahan

sebelum

direklamasi

memperlihatkan pH basa yakni 7,57. Penanaman tanaman cebreng sebagai


usaha reklamasi lahan mampu menurunkan pH tersebut menjadi pH yang
lebih sesuai dengan pertumbuhan tanaman.
I.3. Perbaikan Sifat Biologi Tanah.
Perubahan sifat biologi tanah dihasilkan dari serasah daun cebreng
yang jatuh ke tanah dan pemberian pupuk kandang yang dihasilkan dari
kotoran hewan serta sisa pakan. Serasah tersebut menjadikan bahan makanan
bagi organisme hidup sehingga banyak organisme hidup yang terdapat di
daerah perakaran. Gambar 3 memperlihatkan organisme hidup yang ada di
daerah perakaran seperti cacing tanah (Lumbricus sp.), semut (Oepochylla
sp.), kumbang tanah, dan lipan (Scolopendra sp.). Aktifitas organisme
tersebut akan membantu proses perubahan fisik tanah seperti memperbaiki

struktur tanah, aerasi tanah, dan membantu proses dekomposisi bahan


organik.
I.4.

Pola Pertanian Terpadu Kelompok Tani Simphay Tampomas


Skema pada gambar 3 menunjukan adanya keterkaitan dan keterpaduan
antara satu dengan yang lainnya. Diawali dengan tanaman cebreng sebagai
tanaman yang tumbuh baik di lahan kritis yang mampu berperan sebagai pakan
ternak kambing. Kotoran ternak kambing mampu dimanfaatkan sebagai pupuk
kandang bagi tanaman cebreng. Pemberian pupuk ke areal pertanaman cebreng
ternyata mampu merangsang pertumbuhan tanaman lain seperti rumput gajah dan
caliandra. Serasah tanaman cebreng, rumput gajah dan caliandra akhirnya
dijadikan sebagai pakan sehat bagi ternak kambing. Pemanfaatan pupuk kandang
kambing juga dikembangkan dengan penanaman tanaman budidaya komersial
seperti buah naga, pisang dan lainnya. Pada akhirnya pola manajemen integrasi
lahan bekas tambang pasir ini adalah penjualan hasil ternak kambing berupa
daging dan susuyang menjadi sumber pendapatan bagi anggota Kelompok Tani
Simpay Tampomas.
Pola manajemen ini tidak membutuhkan dana besar karena semua bahan
baku pakan ternak sudah tersedia di kebun pakan secara berlanjut dan kotoran
ternak kambing berupa pupuk kandang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk
tanaman, baik untuk tanaman cebreng maupun tanaman budidaya lainnya.
Penerapan pola manajemen ini sangat baik untuk memaksimalkan segala potensi
yang ada dengan keterbatasan dana tetapi dengan keberhasilan yang nyata. Pola
manajemen ini tentunya sangatberdampak baik bagi kesejahteraan masyarakat
serta membangun potensi-potensi baru untuk dikembangkan seperti sarana
ekowisata, pendidikan dan lainnya.

Gambar 3.

Skema

Manajemen Optimalisasi Lahan Bekas Tambang Pasir oleh Kelompok Tani Simpay Tampomas.

Anda mungkin juga menyukai