Anda di halaman 1dari 113

ALWATZIKHOEBILLAH

Jurnal Kajian Islam


Penerbit

ISSN:-2242-384x

Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat


Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas
Penaggung Jawab
Dr. H. Jamiat Akadol, M.Si, MH

Mitra Bistari
Dr. Anton Athoillah (UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Dr. Rulli Nasrullah (UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Dr. Aswandi (Universitas Tanjung Pura)
Ketua Dewan Redaksi
Dr. Kaspullah, M.S.I

Dewan Redaksi
Dr. Adnan Mahdi, S.Ag, M.S.I.
Dr. Hj. Eni Dewi Kurniawati, M.Pd
Rusiadi, S.Pd.I, M.Ag
Drs. H. Mujahidin, M.Si
Oscar Hutagaluh, S.Pd, MM, M.Si
Sekretaris Redaksi
Suriadi, S.Pd.I, M.Ag
Desain Grafis
U. Ari Alrizki, S.Pd

Unit Penelitian & Publikasi Ilmiah


Risa, M.Hum
Nasrullah, M.Hum
Alamat Redaksi
Jl. Raya Sejangkung, Kawasan Pendidikan Sebayan, Sambas
Kalimantan Barat

ALWATZIKHOEBILLAH
Jurnal Kajian Islam

ISSN:-2242-384x

Alkadri
Sistem Periwayatan Hadis Dalam Perspektif Syiah Imamiyah Dan Ahlus
Sunnah, hlm. 1 10

Firmansyah
Media Pembelajaran Dalam Proses Belajar Mengajar Menurut Hadis, hlm. 11
19
Henny Yusnita
Sejarah Dan Perkembangan Dakwah Di Spanyol, hlm. 20 30
Jamiat Akadol
Rekonstruksi Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan Kesehatan Berbasis
Hukum Progresif (Studi Tentang Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan
Kesehatan Ibu dan Bayi Pada Puskesmas dan RSUD di Kabupaten Sambas,
Kalimantan Barat), hlm. 31 49
Kamil
Sketsa Pendidikan Humanis Religius, hlm. 50 58
Rabiatul Hidayah
Qaul Qadim Dan Qaul Jadid Imam Syafii Dalam Metode Penerapan Hukum
Islam, hlm. 59 64
Risa
Islam Di Australia Masa Modern, hlm, 65 74
Sri Harjanti
Khalifah (Khilafah) Dalam Al-Quran, hlm. 75 85
Sri Wahyuni
Miqdar Dan Nishob Zakat Profesi Dalam Hukum Islam, hlm. 86 90
Sunandar dan Husni Thamrin
Melayu Sebagai Akar Tradisi Nusantara Studi Strategi Politik Kebudayaan
dalam Menciptakan Melayu Palembang Emas 2018, hlm. 91 - 99

SISTEM PERIWAYATAN HADIS


DALAM PERSPEKTIF SYIAH IMAMIYAH DAN AHLUS SUNNAH
Alkadri *

ABSTRAK
Hadis merupakan bagian terpenting dalam ajaran Islam. Fungsinya sebagai penjelasan
Alquran sekaligus sebagai simbol ketauladanan Nabi yang pada masa kini tampil dalam teks
berisi tentang perkataan, perilaku dan sifat nabi yang diteladani umat Islam dari generasi ke
generasi dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda. Tetapi, dalam perjalanan hadis tidak
luput dari berbagai persoalan terutama terkait dengan kredibilitas rawi dan keaslian teks.
Selain itu, perbedaan pandangan pada dua aliran besar Islam yaitu syiah dan ahlisunnah yang
memiliki sistem dan metode tersendiri dalam menyeleksi keaslian teks hadis sehingga dalam
hal ini terjadi perbedaan pandangan dan pengakuan teks hadis. Sekte syiah imamah atau
Jafariyah dan ahlusunah merupakan sekte mayoritas yang dianut umat Islam masa kini.
Akibat yang ditimbulkan masing-masing doktrin akan menimbulkan benturan pemahaman,
terlebih lagi dua sekte ini memiliki gerakan dakwah yang aktif. Hal inilah bagi penulis
tertarik untuk melakukan kajian syiah dan ahlussunnah, khususnya tentang sistem
periwayatan dan metode masing-masing sekte dalam melakukan pembuktian keaslian teks
(hadis). Hal ini perlu dilakukan sebab setiap sekte saling mengklaim lebih asli teks hadisnya,
bahkan tidak saling mengakui ke-hadis-an masing-masing. Untuk itu, perlu dilakukan analisa
data secara benar dan tepat agar riwayat hadis baik dalam versi syiah maupun ahlussunah
sehingga dipandang perlu menggunakan teori pemahaman dan teori penafsiran agar
mendapatkan informasi yang tepat terhadap berbagai teks yang dikaji, terutama terkait
dengan kemunculan teks.

KATA KUNCI: Hadis, Syiah Imamah, Ahlussunah, Ahlulbait

Dosen Fakultas Ushuluddin & Peradaban Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin
Sambas

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 1-

IAIS Sambas
PENDAHULUAN
Mayoritas kaum Muslimin sepakat
bahwa hadis merupakan salah satu bagian
terpenting dalam ajaran Islam. Fungsinya
sebagai penjelasan Alquran sekaligus
seba-gai symbol ketauladanan Nabi yang
pada masa kini tampil dalam teks berisi
tentang perkataan, perilaku dan sifat nabi
yang diteladani umat Islam dari generasi
ke generasi dalam ruang dan waktu yang
berbeda-beda. Tetapi, dalam perjalanan
hadis tidak luput dari berbagai persoalan
terutama terkait dengan kredibilitas rawi
dan keaslian teks. Selain itu, perbedaan
pandangan pada dua aliran besar Islam
yakni syiah dan ahli sunnah yang memiliki
sistem dan metode tersendiri dalam
menyeleksi keaslian teks hadis sehingga
dalam hal ini terjadi perbedaan pandangan
dan pengakuan teks hadis.
Syiah secara bahasa berarti pengikut,
penolong. Menurut Hasyim Maruf alHasani, kata syiah hanya dipakai dalam hal
yang berkaitan dengan kesetiaan atau
kepatuhan. (Hasyim Maruf al-Hasani:
1987; 16). Dengan kata lain, Syiah hanya
merujuk dalam arti khusus yaitu kelompok
yang setia pada Ali beserta keturunannya
dan mengakui kepemimpinan (imam) dari
golongannya. (Abd al-Munim an-Namr:
1988; 35) Kaum Syiah berpandangan bahwa periwayatan hadis telah terjaga kemurnian sebagaimana telah dicatat oleh keluarga nabi (ahlulbait) yang disampaikan
secara berantai dari generasi ke generasi.
Sedangkan, kaum sunni adalah golongan yang mempertahankan tradisi kenabian (sunnah) yang muncul pada masa generasi terdahulu (mutaqddimin) dikalangan
ahli sunnah sebelum dan akhir abad III H
(Abu al-Hasanat Abdul Hay al-Laknawi,
1987 M: 64). Golongan ini berpandangan
bahwa sistem periwayatan hadis terjadi
secara alamiah dalam bentuk lisan dan
cenderung tidak ditulis dari guru kepada
murid secara berantai dan baru dibukukan
sekitar 100 tahun pasca Nabi.
Salah seorang cendikiawan Muslim
masa kini melakukan pembahasan tentang

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


mazhab syiah dan ahlisunnah yaitu Nasar
bin Abdullah dalam bukunya berjudul
Ushul al-Mazhab ash-Shiah al-Imamiyah
al-Isnaashariyah; ardh wa-Naqd. Buku
ini membahas tentang beberapa pokok ajaran Islam tentang Alquran, hadis, hukum
Islam dan akidah sehingga penulis buku
ini berkesimpulan bahwa terdapat banyak
perbedaan pandangan antara golongan syiah dan Ahlusunnah yang menurut penulis
bahwa ajaran syiah cenderung menyimpang dari koridor Islam. (Nashir Abdullah
al-Qifari, Ushul Mazhab asy-Syiah alImamiyah atsnashariyah, 1998).
Mengingat, dua golongan ini merupakan mayoritas yang dianut umat Islam
masa kini, terutama sekte syiah imamiyah
atau Jafariyah yang merupakan sekte syiah yang terbesar dan masih eksis sampai
kini, bahkan membentuk sebuah pemerintahan berdasarkan wilayatul fakih. Akibat
yang ditimbulkan dari masing-masing
doktrin tersebut menimbulkan benturan
doktrin ketauhidan maupun pemahaman,
terlebih lagi dua golongan ini memiliki
gerakan dakwah yang aktif. Hal inilah bagi
penulis tertarik untuk melakukan kajian
syiah (khususnya syiah imamah) dan ahlus
sunnah, khususnya tentang sistem periwayatan dan metode masing-masing sekte
dalam melakukan pembuktian keaslian
teks (hadis). Hal ini perlu dilakukan sebab
setiap sekte saling mengklaim lebih asli,
bahkan tidak saling mengakui ke-hadis-an
masing-masing. Dalam hal ini penulis
berkeyakinan perlu perspektif yang lebih
dalam memandang dua sekte besar ini.
Untuk itu, perlu dilakukan analisa data
secara benar dan tepat agar riwayat hadis
baik dalam versi syiah maupun ahlussunah
sehingga dipandang perlu menggunakan
teori pemahaman dan teori penafsiran agar
mendapatkan informasi yang tepat terhadap berbagai teks yang dikaji, terutama
terkait dengan kemunculan teks sampai
proses penafsirannya terhadap analisis
teks.
Berangkat dari problem di atas, tulisan
ini dimaksudkan dengan tujuan untuk

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 1-

IAIS Sambas
melakukan pembacaan terhadap sistem periwayatan dan metode yang digunakan setiap golongan dalam menentukan keaslian
teks hadis yang penulis anggap sebagai
bagian dari sumber ajaran kedua mazhab
yang di dalamnya membuat berbagai doktrin dan pemahaman ketauhidan sehingga
manfaat dari penulisan ini diharapkan pada
pembaca dalam melihat secara objektif
akar persoalan perbedaan periwayatan tersebut sehingga dapat membuka diri atas
perbedaan pandangan tersebut.
Sistem Periwayatan Hadis
Dalam Perspektif SyiAh.
Tradisi penulisan hadis bagi kaum
syiah imamiyah diyakini telah berkembang
sejak masa Rasulullah dan terus berlanjut
ke generasi syiah berikutnya sehingga
dikenal berbagai pembukuan kitab hadis
versi syiah imamiyah kembali berbagai
hadis yang diriwayatkan secara langsung
dari guru ke murid sehingga jalur periwayatannya sampai kepada Rasulullah atau
kepada imam 12 (dua belas) sebagaimana
hadis-hadis yang dibukukan oleh Abu
Rafi dalam kitab as-Sunan, al-Ahkam dan
al-Qadaya. Generasi berikutnya, dibukukan lagi kitab hadis versi syiah imamiyah
yang dikenal dengan empat kitab utama
(al-kutub al-Arbaah), terdiri dari: (1) alKafi karya Abu Jafar Muhammad bin
Yaqub bin Ishaq al-Kulani ar-Razi, wafat
329 H/ 940 M; (2) Man la Yahduruh alFakih karya Abu Jafar Muhammad bin
Ali bin Babawih al- Qummi, wafat 305;
(3) Tahzib al-Ahkam, Karya Abu Jafar
Muhammad bin Hasan bin Ali atTusi, lahir
385 H dan wafat; (4) Al-Ibtisar fi ma
Ukhtilafa min Akhbar.
Bagi golongan syiah imamiyah berpandangan bahwa sabda nabi telah terjaga
kemurniannya oleh ahlulbait (Ali,
Fatimah, Hasan dan Husein), sebagaimana
sabda nabi, yaitu:

...

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016




... dari Ummu Salamah bahwa Nabi SAW
telah menyelimuti Hasan, Husain, Ali dan
Fatimah dengan kain. Kemudian beliau
bersabda, ya Allah mereka ini adalah
ahlulbait (keluarga nabi) dan orang-orang
terdekat-ku, maka jauhkanlah mereka dari
segala kotoran dan bersihkanlah mereka
sebersih-bersihnya. Kemudian, Ummu
Salamah berkata apakah aku termasuk dari
golongan mereka ya, Rasulullah?, beliau
menjawab engkau dalam kebaikan (Abu
Isya: t.t; juz 12; 372)
Indikasi penulisan hadis ini diperkuat
dengan berbagai rangkaian peristiwa bahwa Nabi pernah meminta Ali mengambil
kulit domba untuk menuliskan berbagai
sabda beliau sehingga lembaran kulit domba tersebut hampir tidak muat (Mu`asalah
al-Balaghah: 1413 H/ 1992 M; 85).
Selanjutnya, setiap sabda nabi yang ditulis
Ali dikenal dengan shahifah Ali
(lembaran Ali) berisi tentang hukum diyat,
bahkan sabda nabi yang dicatat Ali yang
lebih luas lagi dikenal dengan istilah aljamiah (I.K.A Howard, terj. Arif Budarso:
2001; vol 2, No. 2; 2001). Berangkat dari
sini, kaum syiah berkeyakinan bahwa
setiap hadis yang diriwayatkan para imam
adalah sebagai generasi penerus periwayatan sabda Nabi sehingga setiap hadis yang
diriwayatkan imam syiah selalu bersambung, menjadikan mata rantai yang selalu
bersambung di kalangan ahli syiah sampai
masa Nabi.
Ciri khas, pemahaman hadis perspektif Syiah imamiyah lebih cenderung
dengan konsep kepemimpinan exclusive
dan hanya menerima periwayatan hadis
dari imam yang mashum saja. Di
dalamnya terdapat doktrin yang bersumber
dari hadis-hadis tsalaqayn bahwa para
imam tidak dapat dipisahkan dari Alquran
sehingga memiliki otoritas kepemimpinan

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 2-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

yang sah (Sayyid Muhammad Ridha


Husain: 1413 H; 119).
Beberapa contoh hadis tsalaqayn, di
antarannya:

:

.
Rasulullah bersabda: wahai manusia
sesungguhnya aku meninggalkan untuk
kalian (dua perkara) jika kalian berpegang
teguh pada keduanya maka tidak akan
tersesat, yaitu kitabullah dan ahlulbait-ku
(M. al-Baqir: cet. I, 1991; 36).

(Muhammad Husain ath-Thabathaba`i, juz


II, 1391 H; 144), sebagaimana dinyatakan:


.
Perintah dalam jiwa manusia yang bebas
dari sifat dosanya dan terhindar dari salah
dan maksiat.
Sifat-sifat inilah yang dimiliki oleh
para imam ahlul bait yang nilainya setara
dengan para Nabi. Hal ini berdasarkan
firman Allah, yaitu:



...

...sesungguhnya Allah bermaksud hendak


menghilangkan dosa di antara kalian,
wahai ahlulbait dan membersihkan kamu
sebersih-bersihnya.
Ayat inilah yang menjadi dasar
argumen mazhab syiah untuk menilai para
imam bebas dari segala dosa (masum).
Makna innama pada ayat di atas sebatas
pembatas kesucian untuk ahlul bait tapi
bukan pada kelompok lainnya. Sedangkan,
kata al-rijs secara spesifik di diarahkan
pada makna kotoran secara lahir dan batin,
tampil dalam bentuk pelanggaran dan
dosa.

(Ad-Darimi: juz 2, 1407 H; 524)


dari Zaid bin Arqam berkataL berdiri
Rasulullah SAW pada sutau hari saat berpidato dengan mengucapkan puji syukur
pada Allah kemudian mengatakan wahai
sekalian manusia sesungguhnya saya menyampaikan bahwa aku merasa utusan
Tuhan-ku (malaikat Izrail), akan segera
datang, aku pun segera menjawabnya.
Sesungguhnya telah aku tinggalkan untuk
kalian dua buah peninggalan agung
(tsaqalain) yang pertama kitabullah yang
di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya.
Kemudian, ahlibait-ku. Aku akan ingatkan
kalian pada kalaian ahlibait-ku disebutkan
sebanyak tiga kali.
Kemudian, konsep bebas dari dosa
(itsma) adalah suatu keadaan jiwa yang
terlepas dari sifat salah dan dosa

Konsep Ketersambungan Sanad


Umumnya, di kalangan ahli syiah imamiyah mengakui kriteria ketersambungan
sanad sebagaimana layaknya sanad tersambung dalam kaidah ilmu Hadis yang dibangun di kalangan ahli sunni, sebagai salah satu
prasyarat mutlak untuk memutuskan kualitas
suatu Hadis. Akan tetapi, makna ketersambungan sanad dalam perspektif Syiah dan
sunni berbeda. Dalam perspektif syiah,
makna ketersambungan sanad dapat dipahami sebagai diterimanya informasi (berita)
yang bersumber dari Nabi dan juga bersumber dari iman yang bersumber dari iman
yang mashum maupun tidak mashum.
(Jafar ash-Shubhani: 1418 H; 66-67). Dalam hal ini terdapat istilah musnad ditujukan
untuk para imam yang tersambung. Sebaik-

Hadis dalam
disebutkan:

versi

yang

lain

: ...


Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 3-

IAIS Sambas
nya, dalam perspektif ahli sunnah umumnya
dikenal dengan istilah marfu yaitu jalur
periwayatan yang tersambung dari rawi
murid ke guru sampai bersumber kepada
Nabi.
Argumentasi yang dibangun kaum syiah untuk membenarkan kesucian imam-nya
melalui beberapa premis, di antaranya: (a)
dilihat dari esensi dari makna kata imam
yang secara bahasa berarti yang mengikuti
yang didalamnya terkandung makna bebas
dari dosa (itsma). Maksudnya, jika para
imamnya melakukan kesalahan, maka boleh diikuti sebab sudah mendapat legitimasi
dari Tuhan, sebab para imam ini dianggap
pembawa syariat kenabian dari Tuhan
untuk disampaikan pada umat manusia, (b)
para pemimpin yang menjadi imam tidak
layak dianggap sebagai pemimpin ketika
sudah dicela pengikutnya dan ketidakpatuhan pengikutnya terhadap iman. Inilah yang
menjadi penyebab keharusan untuk tidak
mencela dan mengangap mashum para
imam menjadi sesuatu yang harus diterima
(Al-Huli, dalam Ahmad al-Waili, cet. II,
1981 M; 145).
Bagi kaum syiah para imam memiliki
otoritas khusus dari Allah melalui pesan
dari Nabi Muhammad sebagai penerus
maupun penyampaian pesan Allah yang
diperoleh melalui ilham atau melalui perjuangan dengan imam sebelumnya, sehingga segala sesuatu yang bersumber dari
para imam ini diklaim sebagai sunnah.
Kondisi ini tercermin dari wasiat imam
Ali.
Sebagaimana pernyataan imam Jafar
yang disampaikan Ali bin Abi talib (Abu
Jafar: 1411 H / 1990 M; 80), yaitu:

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Hadis-ku adalah hadis ayahku, hadis
ayahku adalah hadis kakekku, adalah
Hadis husain, adalah hadis hasan, adalah
hadis amirul mukminin Ali, hadis amirul
mukminan adalah hadis Rasulullah SAW
dan hadis Rasulullah SAW adalah firman
Allah SWT.
Selain itu, juga terdapat Hadis dalam
riwayat Tirmizi, yaitu:

...



dari Jabir bin Abdullah berkata saya


melihat Rasulullah melaksanakan Haji
pada hari Arafah dan dia berkhotbah maka didengarkan dengan mengatakan, wahai
manusia, sesungguhnya telah aku tinggalkan pada kalian suatu peninggalan yang tidak akan tersesat selama kalian berpegang
tegh padanya, yaitu Alquran dan ithrah
ahlulbait-ku.
Hadis ini menunjukkan adanya kesetaraan kedudukan Alquran dengan ahlul
bait yang memiliki makna yang sangat
dalam yaitu status Alquran yang mashum,
terjaga dari segala kesalahan dan pertentangan yang nilainya setara dengan ahlulbait dan Nabi SAW.
Keberadaan dalil yang mengantarkan
keyakinan kaum syiah untuk percaya bahwa Nabi bebas dari segala dosa dan
kesalahan, hal ini juga telah mengantarkan
dirinya (kaum syiah) percaya bahwa
keterpeliharanya para imam tanpa ada
pembedaan.

Konsep Adil Dan Dhabit


Bagi kaum syiah, makna ke-adil-an
didefinisikan oleh Ash-Shubhi (AshShubhi: 1418; 118), sebagai berikut:


.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 4-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

Karakter yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorong untuk selalu konsisten dengan ketakwaan dengan cara
meninggalkan segala dosa besar dan kecil,
serta menghindari dari segala perbuatan
yang merudak kewibawaanya.
Menurut al-Hakim an-Naisaburi. Indikasi keadilan rawi, terdiri dari: (a) Muslim;
(b) tidak melakukan sesutau yang bidah
[mengada-ada]; (c) tidak melakukan sutau
perbuatan yang menggugurkan keadilannya. Umum, bagi kaum syiah keadilan rawi hanya dapat diketahui berdasarkan hasil
rekomendasi dari seorang imam maupun
pakar hadis dari golongan yang memuji
kredibiltas, kualitas keilmuan, kejujuran
dan bertakwa-nya.
Secara khusus penilaian terhadap keadilan sahabat. Kaum syiah tidak menerima
semua sahabat adil, Hal ini merujuk pada
dalil yang diajukan kaum syiah untuk
mendukung premisnya (meskipun dalilnya
sama yang diajukan kaum sunni), diantaranya;
Pertama, firman Allah: (at-taubah: 9
ayat 101.









Di sekitar kalian ada orang-orang Arab
Badwi, ada orang-orang munafik dan (juga)
di antara penduduk Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu
(Muhammad) tidak mengetahui mereka,
(tetapi) Kamilah yang mengetahui mereka.
Nanti mereka akan Kami siksa dua kali
kemudian mereka akan dikembalikan
kepada azab yang besar.
Kemudian sabda Nabi, yaitu:

dari Abu Hurairah berkata dari Nabi


SAW bersabda: saat aku berdiri, muncullah segerombolan orang yang kukenal dan
seorang laki-laki muncul dihadapan kami.
Lai-laki itu berkata: ayo hendak ke mana,
ia menjawab ke neraka. Demi Allah, aku
bertanya, ada apa dengan mereka. Ia
menjawab, mereka telah berbalik setelah
engkau wafat. Dan aku tidak melihat keikhlasan diwajah mereka (mereka berjalan)
seperti gerombolan unta tan gembala.
Selain dalil di atas, konflik internal
sahabat dalam peristiwa perang siffin dan
jamal menjadi penyebab oleh kelompok
syiah untuk menolak sebagian sahabat dan
tidak menerima semua sahabat berstatus
adil, kecuali keluarga nabi tertentu yang
tergolong ahlul bait.
Kemudian, tentang kekuatan daya
hapal sahabat (dhabit). Bagi kaum kalangan syiah, terdapat perbedaan pandangan.
Menurut Husain bin Abdul Samad bahwa
kekuatan hafalan perawi merupakan salah
satu syarat mutlak ke-sahih-an hadis yang
secara rinci dapat digambarkan dengan
ketersambungan sanad, rawinya adil yang
bberasal dari golongan imamah, kuat daya
hafal sehingga jalur periwayatannya
sampai kepada imam yang mashum serta
tidak terdapat kejanggalan atau catat dalam
periwayatannya. Sedangkan, bagi sebagian
kalangan syiah lainnya, tidak menyebutkan
kriteria kuat hafalan dalam menentukan

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 5-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

kualitas hadis, sebab sudah masuk dalam


status keadilan perawi.
Periwayatan Hadis
Dalam Perspektif Sunni
Esensi Hadis melalui kajian teori sistem dari periwayatan (riwyat), dipahami
melalui unsur-unsurnya yang terdiri dari
unsur rawi, sanad dan matan. Rawi adalah
orang yang meriwayatkan Hadis, yaitu
orang yang menerima, memelihara dan
menyampaikan Hadis, mulai dari rawi sahabat, tabiin dan selanjutnya sampai rawi
terakhir, yaitu mudawin yang menghimpun
Hadis pada diwan. Sanad adalah sandaran
Hadis atau sumber pemberitaan Hadis,
yaitu keseluruhan rawi yang meriwayatkan
Hadis yang dilacak mulai dari mudawin,
gurunya begitu selanjutnya sampai pada
rawi pertama yang menerima Hadis dari
Nabi Muhammad Saw. Sedangkan matan
Hadis adalah redaksi (lafaz atau teks)
Hadis. Jadi, ketiga unsur tersebut yang
terdiri dari rawi, sanad dan matan disebut
arkan yang menunjukkan eksistensi Hadis
dan keseluruhan Hadis pada kitab Hadis.
Sistem periwayatan sangat menentukan
kualitas hadis. Ketika suatu hadis diklaim
shahih dengan kriteria yang rawinya dil
dan sempurna ingatannya, sanadnya bersambung, matannya marfu, tidak ada cacat
dan tidak janggal Burhanuddin al-Abnasi:
1998 M 1418 H, cet.I; 66). Sedangkan,
secara definisi Hadis Shahih adalah:







Hadis yang dinukil atau diriwayatkan
oleh rawi-rawi yang dil, sempurna ingatan, sanad, bersambung-sambung, marfu
tidak ber-`illat dan tidak janggal.
Indikator dari masing-masing kriteria
tersebut, terdiri dari: (a) rawinya bersifat
dil maksudnya dinilai baik, bertaqwa dan
berwibawa sehingga lepas dari tuduhan
yang tidak baik; (b) rawi tmm dhbith
yaitu sempurna ingatannya, terpelihara
catatan maupun kitabnya dan termasuk
diantaranya juga tidak pelupa, (c) sanad

bersambung, antara rawi guru dan rawi


murid bertemu disebabkan hidup sezaman
setempat, dan seprofesi, (d) matannya
marfu, yaitu disandarkan pada Nabi, (d)
tidak ada illat yaitu suatu penyakit yang
samar-samar yang bisa mempengaruhi
kua-litas hadis yang diriwayatkannya. Seperti meriwayatkan Hadis secara muttashil
terhadap Hadis mursal, munqathi atau
berupa sisipan matan Hadis, (e) tidak
sydz artinya tidak janggal. Indikator
kejanggalan Hadis terlihat dari perlawanan
dengan Hadis yang diriwayatkan oleh rawi
yang lebih kuat. Dan tidak bertentangan
dengan Alquran dan akal sehat.
Sedangkan, hadis hasan adalah:







Hadis yang dinukil atau diriwayatkan
oleh rawi-rawi yang dil, tidak begitu kuat
ingatannya, sanad bersambung-sambung,
tidak ber-`illat dan tidak janggal.
Hadis Hasan hampir sama dengan
Hadis Shahih. Perbedannya adalah pada
persoalan ke-dhbith-an rawi. Hadis Shahih rawinya tm dhbith, sedangkan Hadis
Hasan rawinya qall dhbith. Maksudnya
adalah agak dhbith, yang diukur dengan
kapasitas daya hapalannya.
Sedangkan, hadis dhaif, yaitu hadis
yang tertolak untuk dijadikan hujah, secara
istilah, adalah semua hadis yang tidak
termasuk dari sifat hadis shahih dan sifat
hadis hasan. Definisi hadis dhaif adalah:






Hadis yang kehilangan satu syarat atau
lebih dari syarat-syarat Hadis Shahih atau
Hadis Hasan.
Dalam hal ini, rawinya tidak dil atau
tidak dhbith meliputi rawi yang mendustakan Nabi Muhammad Saw (maudhu),
pendusta (matruk), fasik dan lemah hapalan (munkar), waham, syak dan ragu-ragu
(muallal), menukar rawi (mudhtharib),
mengubah syakal (muharraf), memutar-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 6-

IAIS Sambas
balik
(maqlub),
mengubah
titik
(mashahhaf), majhul tidak dikenal
(mubham), bidah (mardd), tidak baik
hapalannya karena sering berbeda-beda
(sydz), karena tua dan sakit (mukhtalif),
Hadis Dhaif karena sanadnya tidak
muttashil yaitu munfashil karena terputus
pada rawi pertama disebut mursal, terputus
pada guru mudawin disebut muallaq,
putus pada satu rawi disebut munqathi,
putus dua rawi berturut-turut disebut
mudhal. Sedangkan Hadis Dhaif karena
matannya tidak marfu adalah matannya
idhafah pada sahabat disebut mauquf, dan
matannya yang idhafat pada tabiin disebut
maqthu (Endang Soetari: 2008; 19-21).
Kaidah tashih tersebut merupakan kaidah dasar, sementara terdapat pula kaidah
kenaikan kualitas hadis. Hadis shahih
dengan syarat dan kriterianya dinamakan
Hadis shahih lidzatihi, begitu juga dengan
Hadis Hasan dengan kriterianya dinamai
hasan lidzatihi. Selain yang lidzatihi,
terdapat pula hadis shahih lighairihi dan
hasan lighairihi. Hadis shahih lighairihi
yaitu hasan lidzatihi yang dikuatkan oleh
muttabi dan atau syahid. Muttabi adalah
sanad lain atau sanad yang lebih dari satu
alur dalam periwayatan suatu hadis.
Syahid adalah matan lain atau matan yang
lebih dari satu untuk suatu hadis dalam
materi yang sama. Hadis hasan lighairihi
ialah hadis dhaif yang dikuatkan oleh
muttabi dan atau syahid, jika kualitas
dhaifnya tidak termasuk maudhu, matruk
dan munkar.
Berdasarkan kaidah tersebut dapat
dipahami, bahwa bisa terjadi kenaikan
kualitas hadis dari hadis hasan menjadi
hadis shahih lighairihi dan hadis dhaif
menjadi hadis hasan lighairihi.
Praktek menentukan kualitas Hadis
dengan tashih adalah menilai rawi dari
segi dil dhbith-nya dengan hasil kajian
ilmu jarh wa tadl yang sudah dikoleksi
dalam kitab seperti Tahdzb al-Tahzdb
karya Ibnu Hajar Al-Asqalani. Menilai
persambungan sanad menggunakan kitab
bidang Rijl, Tarkh al-Ruwt dan

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Thabaqat yang sudah dihimpun dengan
melihat lahir wafat dan thabaqat rawi.
Tentang idhafah matan Hadis bisa dilihat
dari pengantar matan, sedangkan tentang
`illat dan sydz dinilai dengan menggunakan kitab hasil kajian ilmu matan.
Analisis Sistem Periwayatan Hadis
Perspektif Syiah
Dan Ahlusunah
Faktor terpenting mengkaji teks hadis
adalah membuktikan keaslian sumber hadis dengan melihat aspek fisik dokumen
sebagaimana dinyatakan M.M. Azami
bahwa dalam beberapa kasus ditemukan
kekeliruan melalui data historis, pengecekan dokumen, jenis kertas, dan tinta yang
dipakai untuk menulis. Proses ini digunakan oleh ahli hadis tetapi tidak menjadi
sebagai sebuah metode yang umum sebab
seseorang tidak dapat mengungkap integritas moralitas ulama dengan cara ini
(M.M. Azami: 977; 59).
Konsep periwayatan hadis dalam perspektif ahlisunnah berbeda dengan syiah.
Dalam perspektif ahlisunnah tidak dikenal
dengan istilah imam tetapi setiap perawi
kedudukan dan penilaiannya sama berdasarkan kredibilitasnya sehingga dikenal
dengan beberapa istilah seperti mauquf
yaitu periwayatan hadis yang jalur rawinya
tidak sampai kepada nabi. marfu yaitu
periwayatan hadis yang jalur rawinya
sampai kepada nabi.
Bagi kaum sunni, pembagian hadis
terjadi pada abad ke III, sudah dikenal
kualitas hadis yang diterima berupa sahih,
hasan, daif. Hal ini dapat dipahami telah
muncul di era ulama ahli sunnah wal
jamaah era ulama generasi terdahulu.
Sedangkan, bagi kaum syiah pada masa
generasi terdahulu. Hadis dibagi menjadi
dua yaitu hadis mutabar dan ghair
mutabar. Pembagian ini didasarkan atas
kriteria internal seperti integritas perawi
dan kriteria eksternal seperti kemutabarah-an hadis yang dapat dijadikan
sandaran hukum. Sebaiknya, jika hadis

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 7-

IAIS Sambas
tidak dapat memenuhi kriteria di atas,
maka dianggap tidak bisa digunakan.
Sering perjalanan waktu ulama syiah
generasi terakhir membagi kualitas hadis
menjadi empat jenis yaitu shahih, mutawathaq (andal), hasan dan dhaif. Klasifikasi ini dimulai sejak abad ke VII yaitu
ada masa Ahmad bin Tawus al-Hilli (w.
673 H).
Adapun argumentasi yang dibangun
masing-masing golongan antara ahlulsunnah dan syiah sebagai syarat ke-shahih-an
hadis bahwa para sahabat yang diklaim
berkhianat (munafik) tidak diterima periwayatannya. Hal ini berdasarkan firman
Allah dalam QS. al-Hujurat ayat 6, yaitu:





Hai orang-orang yang beriman, jika daang kepadamu orang fisik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti
agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu men
yesal atas perbuatanmu itu.
Firman Allah dalam QS. Ath-Thalaq
ayat 2, yaitu:










Apabila mereka telah mendekati akhir
iddahnya, maka rujukilah mereka dengan
baik atau lepaskanlah mereka dengan baik
dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
yang adil di antara kamu dan hendaklah
kamu tegakkan kesaksian itu karena Allah.
Demikianlah diberi pengajaran dengan itu
orang yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat. Barangsiapa bertakwa kepada
Allah niscaya Dia akan mengadakan
baginya jalan keluar.
Pada surah al-Hujurat ayat 6 terdapat
kalimat yang berarti periksalah dengan

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


teliti agar kamu tidak menimpakan suatu
musibah. Sedangkan, pada surah AthThalaq ayat 2 terdapat kaliamat yang berarti persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil diantara kamu, Ayat ini
menegaskan bahwa para sahabat harus
teliti dan integritas ke-adilan-nya diakui.
Meskipun demikian, syarat ke-adil-an rawi
dalam periwayatan hadis antara golongan
syiah imamah dengan ahlussunah terdapat
kesamaan dan perbedaan dari kedua belah
pihak. Perbedaan yang signifikan, khususnya terkait dengan ke-adil-an sahabat selaku saksi dan pelaku sejarah yang berhadapan langsung dengan Nabi bagi
ahlisunnah bahwa semua sahabat adil dan
dhabit, tanpa terkecuali. Sedangkan, bagi
golongan syiah hanya sahabat tertentu yang
diterima periwayatannya. Hal ini berangkat dari dalil yang digunakan.
Firman Allah. QS. Ali Imran ayat 110,
yaitu:









Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang
munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka
adalah orang-orang yang fasik.
Menurut Qurthubi bahwa pad akalimat khairunnas dapat dipahami sebagai
bentuk perjuangan sahabat dalam menyebarkan ajaran dengan memikul beban, cobaan dan tantangan masa awal Islam yang
sangat sulit (Bassam bin Abdul Mubdi:
1980, juz 1: 267). Sedangkan imam
Suyuthi menyatakan bahwa kata kuntum
khaira ummatin adalah semua para
sahabat (As-Suyuthi: 1423/2002M; 214).
Kemudian firman Allah QS. AlBaqarah ayat 143, yaitu:

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 8-

IAIS Sambas











Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan
kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang)
melainkan agar Kami mengetahui (supaya
nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan
siapa yang membelot. Dan sungguh
(pemindahan kiblat) itu terasa amat berat,
kecuali bagi orang-orang yang telah diberi
petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan
menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang kepada manusia.
Ayat memberitakan bahwa umat Muslim adalah umat terbaik dengan predikat
wasathan berarti terbaik dan adilan yaitu
adil. Meskipun ayat ini bersifat umum,
namun maknanya bersifat khusus yaitu
para sahabat nabi.

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


disebabkan berbagai redaksi ayat dan hadis
menunjukkan adanya ketidaksetaraan antar
sahabat. Sebaliknya, ahlussunah menerima
keadilan sahabat secara umum; (4) konsep
imamah bagi golongan syiah adalah ciri
khas mazhab ini yang secara khusus
diarahkan pada Ali dan keluarga serta 12
imam generasi berikutnya.
Saran
Melalui tulisan ini dapat dipahami
bahwa sumber hukum sekte syiah dengan
ahlussunah sama-sama mengakui Alquran
dan hadis sebagai sumber otoritatif ajaran
Islam, meskipun dalam batasan tertentu
bagi kum syiah imamah hanya mengakui
riwayat-riwayat yang bersumber dari
imam yang dipandang mashum oleh golongan syiah sendiri sebagai hujjah.
Adanya perbedaan pandangan kedua
sekte ini idealnya tidak diklaim sebagai
pertentangan, namun sebagai keragaman
dan kekayaan intelektual dalam khasanah
Islam melalui semangat persatuan dan
persaudaraan.

KESIMPULAN
Berdasarkan berbagai uraian di atas
kesimpulan dari tulisan ini, di antaranya:
(1) terjadi perbedaan pemahaman terhadap
berbagai teks ayat antara syiah dengan
ahlussunah; (2) kaum syiah tidak sependapat generalisasi keadilan sahabat, hal ini

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 9-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

DAFTAR PUSTAKA
Abu Isya, sunan at-Tirmizi, Dar al-Ihyaat-Turasi, Bairut, t.t
As-Suyuthi, Tadrib ar-Rawi, Dar al-Hadits, Kairo, juz II, 1423 H/2002 M, 214).
Ad-Darimi, Sunan Darimi, Dar al-kitab, Bairut, juz 2, 1407 H.
Abu Jafar Muhammad bin Yaqub al-Kulani, Ushul al-Kafi, Dar at-Taaruf, Bairut,
1411 H / 1990 M.
Bassam bin Abdul Mubdi, Mukhtasah Tafsir al-Qurtubi, Dar at-Taaruf, Bairut, 1980
Burhanuddin al-Abnasi, Al-Sydz al-Fatayh min Ulm Ibn. al-Shalh, Maktabat alRusy, Riyadh, cet.I, 1998 M 1418 H.
Endang Soetari, 2008, Syarah dan Kritik Hadits dengan Metode Takhrij, Bandung:
Amal Bakti.
Husni, Hasyim Maruf, Ushul Tasyayyu: Ardun wa Dirsatun, Dar al-Qalam, Barut,
Lebanon, 1987.
Al-Huli, al-Alfain fi Imammah Amir al-Mu`mnin Ali, dalam Ahmad al-Waili, Huwiyat
at-Tasyayyu (Mu`assasah ahl al-Bait, Bairut, cet. II, 1981 M.
Ash-Shubhi, Ushul al-Hadits wa Ahkamuhu, Mu`assasah al-Nashr al-Islami, Qum,
1418.
I.K.A Howard, al-Kafi by al-Kulani, Man l Yahduruhu al-Faqih by ash-Shuduq,
Tahzib al-ahkam and al-Istibsar by Tusi, terj. Arif Budarso dalam al-Serat, vol
2. No. 2, 1967, Jurnal Ulumul Quran, Vol 2, No. 4, 2001
Jafar ash-Shubhani, Ushul al-Hadits wa Ahkamuhu fi Ilm ad-Dirayah, Mu`assasah anNashr al-Islami, Qum, 1418 H.
Laknawi, Abu al-Hasanat Abdul Hay, ar-Rafu wa at-Takmil fi al-Jarh wa at-Tadil,
Dar al-Aqsha, Bairut, 1407 H 1987 M.
Namr, Abd al-Munim, al-Mahdi Tarikh wa Watsiq, Dar al-Huriyah, Kairo, Mesir, cet.
II, 1988.
Nashir Abdullah al-Qifari, Ushul Mazhab asy-Syiah al-Imamiyah Atsnashariyah,
Dar ar-Ridha, Jizah, cet. III, 1998.
Mu`asalah al-Balaghah: Lajnah Tarif, Ahl al-Bait: Maqmuhum, Manhajuhum,
Masruhum: al-Majma al-Alami li ahl al-bait, Teheran, 1413 H/ 1992 M.
M.M. Azami, Studies in Hadits Methodogy, Islamic Theacing Center, Indianapolis,
1977.
Sayyid Muhammad Ridha Husain, Tadwin as-Sunnah ash-Sharifah, Dar al-Hadi,
Libanon, 1413 H
M. al-Baqir, Mutiara Nahjul Balaghah, Mizan, Bandung, cet. I, 1991.
Muhammad Husain ath-Thabathaba`i, al-Mizan fi Tafsir al-Quran, Mu`assah al-Alami,
Bairut, juz II, 1391 H.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 10-

MEDIA PEMBELAJARAN
DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR MENURUT HADIS
Firmansyah*

ABSTRAK
Mengajar merupakan profesi yang sangat mulia, amal jaariah yang tak akan terputus
pahalanya sampai akhir zaman. Agar proses belajar mengajar dapat berjalan dengan dinamis,
maka seorang guru dalam menyampaikan pesan perlu adanya media untuk mempermudah
bagi yang disampaikan sehingga tujuan dan maksud dari apa yang disampaikan terserap
dengan baik. Begitupun Nabi Saw. ketika menyampaikan ilmu (hadis) kepada sahabat juga
terkadangang menggunakan media baik manusia, benda ataupun peristiwa yang terjadi.

KATA KUNCI: Media, Pembelajaran, Hadis

Dosen Jurusan Tarbiyah STAIN Mempawah

IAI Sambas
PENDAHULUAN
Media merupakan alat bantu yang sangat penting dalam proses belajar mengajar, keberadaanya merupakan kenyataan
yang tidak dapat dipungkiri. Guru merupakan elemen terpenting dalam menyampaikan pesan-pesan dari bahan ajar kepada
anak didik, oleh karena itu untuk menunjang kesempurnaan guru dalam menyampaikan materi kepada anak didik tentu-nya
tidak sempurna tanpa adanya media.
Media pendidikan sebagai salah satu
sumber belajar ikut membantu memperkaya wawasan anak didik. Aneka macam
bentuk dan jenis media pendidikan yang
digunakan oleh guru menjadi sumber peng
etahuan bagi anak didik. Dalam menerang
kan suatu benda, guru dapat membawa
bendanya secara langsung kehadapan anak
didik dikelas. Dengan menghadirkan bendanya sering dengan penjelasan mengenai
benda itu, maka benda itu dijadikan
sebagai sumber belajar.
Sebagai alat bantu, media mempunyai
fungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran. Hal ini dilandasi
dengan keyakinan bahwa prosses belajar
mengajar dengan bantuan media mempertinggi kegiatan anak didik dalam tenggat
waktu yang cukup lama. Itu berarti kegiatan anak didik dengan bantuan media akan
menghasilkan proses dan hasil belajar
yang lebih baik dari pada bantuan media.
Setiap materi pelajaran tentu memiliki
tingkat kesukaran yang bervariasi, pada
satu sisi ada pelajaran yang tidak memerlukan alat bantu, namun disisi lain ada ada
pelajaran yang memang harus memerlukan
alat bantu agar anak didik lebih cepat
dalam memahami materi seperti globe,
peta, gambar, grafik dan lain-lain. Bahan
pelajaran dengan tingkat kesukaran yang
tinggi tentu sukar diproses oleh anak didik
yang kurang menyukai bahan pelajaran
yang disampaikan guru.
Pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam misal dalam beberapa materi
tersebut penggunaan media pembelajaran
sangat
diperlukan
sekali
untuk

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


memberikan pemahaman kepada anak
didik sehingga apa yang disampaikan oleh
guru dapat dipraktekkan seperti gerakkan
shalat, manasik haji, atau pengurusan
jenazah baik media visual atau audio
visual.
Dalam proses pembelajaran kepada
para sahabat, Rasulullah Saw. Menjadikan
pribadinya sebagai media, melalui ucapan,
sifat, dan prilaku beliau. Para sahabat
dapat memahami ajaran Islam dan mampu
pula mengamalkannya dengan baik. Dalam
konteks ini, Rasulullah mengajukan pertanyaan kepada para sahabat dan ketika di
perlukan beliau memerlukan organ tubuhnya sebagai media. Akhirnya dapat dipahami bahwa media adalah alat bantu dalam
proses belajar mengajar. Dan gurulah yang
mempergunakannya untuk membelajarkan
anak didik demi tercapainya tujuan pengajaran.
PENGERTIAN MEDIA
Kata media berasal dari bahasa latin
dan merupakan bentuk jamak dari kata me
dium yang secara harfiah berarti perantara
atau pengantar. Metode adalah perantara
atau pengantar pesan dari pengirim ke
penerima pesan (Arief S. Sadiman dkk,
2014: 6).
Gerlach dan Ely (dalam Bukhari
Umar, 2015: 150), mengatakan bahwa
media apabila dipahami secara garis besar
adalah manusia, materi atau kejadian yang
membangun kondisi yang membuat siswa
mampu memperoleh pengertahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini;
guru, buku teks, dan lingkungan sekolah
merupakan media. Dengan demikian, media pendidikan dan pengajaran itu terdiri
dari manusia, dan bukan manusia.
Menurut Arsyad, 2002; Sadiman, dkk,
1990 (dalam Gusdanela. Blogspot / com /
2014 / 02 / pengertian media menurut
beberapa-ahli. html? m=1), mengatakan
bahwa media (bentuk jamak dari kata
medium), merupakan kata yang berasal
dari kata latin medius, yang secara harfiah
berarti tengah, perantara, atau pengan-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 11-

IAI Sambas
tar. Oleh karena itu, media dapat diartikan
sebagai perantara atau pengantar pesan
dari pengirim kepenerima pesan. Media
dapat berupa suatu bahan (software) dan
atau alat (hardware).
Syaiful Bahri Djamrah dan Aswan
Zain (2013: 120), menyebutkan di dalam
bukunya Strategi Belajar Mengajar kata
media berasal dari kata latin dan merupakan
bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau Pengantar. Dengan demikian, media merupakan
wahana penyalur informasi belajar atau
penyalur pesan. Bila media adalah sumber
belajar, maka secara luas media dapat
diartikan dengan manusia, benda ataupun
peristiwa yang memungkinkan anak didik
memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Dari beberapa pendapat ahli di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa media ada
lah alat, sarana, perantara, dan penghubung
untuk menyebar, menyampaikan sesuatu
pesan (message) dan gagasan kepada penerima. Sedangkan media pendidikan adalah
segala sesuatu yang digunakan untuk menyalurkan pesan sehingga dapat meransang
pikiran, perasaan, perbuatan, minat serta
perhatian siswa sedemikian rupa sehingga
proses belajar mengajar terjadi pada diri
siswa (Gusdanela. Blogspot / com / 2014 /
02 / pengertianmediamenurutbeberapa
-ahli. html? m=1).
KLASIFIKASI MEDIA
Media yang kita kenal dewasa ini
tidak hanya terdiri dari dua jenis, tetapi
lebih dari itu. Klasifikasinya bisa dilihat
dari jenisnya, daya liputnya, dan dari bahan serta pembuatannya (ibid).
Saiful Bahri Djamrah dan Aswan Zain
(2013: 124-126) menjelaskan klasifikasi
media terbagi menjadi tiga macam:
1. Dilihat dari jenisnya
a. Media Auditif
Media auditif adalah media yang
mengandalkan kemampuan suara
saja, seperti radio, cassette recorder,
piringan hitam. Media ini tidak co-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


cok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendengaran.
b. Media Visual
Media visual adalah media yang
hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini hanya ada yang
menampilkan gambar diam seperti
strip (film rangkai) slides (film
bingkai) foto, gambar atau lukisan,
dan cetakan. Adapula media visual
yang menampilkan gambar atau
simbol yang bergerak seperti film
bisu, dan film kartun.
c. Media Audiovisual
Media audiovisual adalah media
yang mempunyai unsur suara dan
unsur gambar. Jenis media ini memiliki kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media
yang pertama dan kedua. Media ini
dibagi lagi kedalam:
1) Audiovisual diam, yaitu media
yang menampilkan suara dan
gambar diam seperti film bingkai
suara (sound slides), film rangkai
suara, dan cetak suara.
2) Audiovisual Gerak, yaitu media
yang menampilkan unsur suara
dan gambar yang bergerak seperti
suara dan video-cassette.
Pembagian lain dari media ini adalah:
1) Audiovisual Murni, yaitu baik unsur suara maupun unsur gambar
seperti film bingkai suara yang
unsur gambarnya bersumber dari
slides proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder.
2) Audiovisual Tidak murni, yaitu
yang unsur suara dan unsur gambarnya berasal dari sumber yang
berbeda, misalnya film bingkai
suara yang unsur gambarnya
bersumber dari slides proyektor
dan unsur suaranya yang bersumber dari tape recorder. Contoh
lainnya adalah film strip suara
dan cetak suara.
2. Dilihat dari daya liputnya

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 12-

IAI Sambas
a. Media dengan daya liput luas dan
serentak
Penggunaan media ini tidak terbatas
oleh tempat dan ruang serta dapat
menjangkau jumlah anak didik yang
banyak dalam waktu yang sama.
Contoh: radio dan televisi.
b. Media dengan daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempat media
ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat membutuhkan ruang dan tempat yang khusus
seperti film, sound slide, film rangkai, yang harus menggunakan tempat yang tertutup dan gelap.
c. Media untuk pengajaran individu
Media ini penggunaannya hanya
untuk seorang diri. Termasuk media
ini adalah modul berprogram dan
pengajaran melalui komputer.
3. Dilihat dari bahan pembuatannya
a. Media Sederhana
Media Seperti ini bahan dasarnya mu
dah diperoleh dan harganya murah,
cara pembuatannya mudah, dan peng
gunaannya tidak sulit.
b. Media Kompleks
Media ini adalah media yang bahan
dan alat pembuatannya sulit diperoleh serta harganya mahal, sulit mem
buatnya, dan penggunaannya memer
ulukan keterampilan yang memadai.
Berdasarkan sifat kebendaannya,
media pembelajaran atau pendidikan dibedakan menjadi dua, yakni:
1. Media yang bersifat benda
Menurut Zakiah Darajat, alat pendidikan yang berupa benda adalah:
a. Media tulis (Al-Quran, hadis, Tauhid, dll) jika kondisi belajar didalam
ruangan.
b. Benda-benda alam (hewan, manusia,
tumbuhan, dll), dilingkungan.
c. Gambar-gambar yang dirancang (gra
fik)
d. Gambar yang diproyeksikan (vidio,
dll)
e. Audio Recording (kaset, dll)

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


2. Media pendidikan yang bukan benda,
yakni:
a. Keteladanan
b. Perintah atau larangan
c. Ganjaran atau hukuman
MANFAAT MEDIA PEMBELAJARAN

Media pendidikan merupakan salah


satu sumber belajar ikut membantu guru
memperkaya wawasan anak didik. Aneka
macam bentuk dan jenis pembelajaran
yang digunakan oleh guru menjadi sumber
ilmu pengetahuan bagi anak didik. Dalam
menerangkan suatu benda, guru dapat
membawa bendanya secara langsung kehadapan anak didik dikelas. Dengan menghadirkan benda seiring dengan penjelasan
mengenai benda itu.
Arif S. Sadiman dkk (2014: 8-17), dalam bukunya media pendidikan mejelaskan manfaat media sebagai berikut:
1. Memperjelas penyajian pesan agar tidak
terlalu bersifat verbalistis (dalam
bentuk kata-kata tertulis atau lisan saja).
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu
dan daya indera, seperti misalnya:
a. Objek yang terlalu besar bisa
digantikan dengan realita, gambar,
film bingkai, film, atau model;
b. Objek yang kecil dibantu dengan
proyektor mikro, film bingkai, film,
atau gambar;
c. Gerak yang terlalu lambat atau cepat,
dapat dibantu dengan timelapse atau
high-speed photoghraphy;
d. Kejadian atau pristiwa yang terjadi
dimasa lalu bisa ditampilkan lagi
lewat rekaman film, video, film
bing-kai, foto maupun secara verbal;
e. Objek yang telalu kompleks (missalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model diagram, dan lain-lain,
dan
f. Konsep yang terlalu luas (gunung
berapi, gempa bumi, iklim, dan lainlain) dapat divisualkan dalam bentuk
film, film bingkai, gambar dan lainlain.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 13-

IAI Sambas
3. Penggunaan media pendidikan secara
tepat dan bervariasi dapat mengatasi
sikap pasif anak didik. Dalam hal ini
media pendidikan berguna untuk:
a. Menimbulkan kegairahn belajar;
b. Memungkinkan interaksi yang lebih
langsung antara anak didik, dengan
lingkungan dan kenyataan;
c. Memungkin anak didik belajar
sendiri-sendiri menurut kemampuan
dan minatnya.
4. Dengan sifat yang unik pada setiap
siswa ditambah lagi dengan lingkungan
dan pengalaman
yang berbeda,
sedangkan kurikulum dan materi
pendidikanditentukan sama untuk setiap
siswa, maka guru banyak mengalami
kesulitan bilamana semua itu harus
diatasi sendiri. Hal ini akan lebih
sulitbila latar belakang lingkungan guru
dengan siswa juga berbeda. Masalah ini
dapat diatasi dengan media pendidikan,
yaitu dengan kemampuannya dalam:
a. Memberikan perangsang yang sama;
b. Mempersamakan pengalaman;
c. Menimbulkan persepsi yang sama.
Secara khusus tentang manfaat
media, Kemp dan Dayton (dalam Arif S.
Sadiman
dkk,
2014:
73)
mengidentifikasikan:
1. Penyampaian materi pelajaran dapat
diseragamkan;
2. Proses pembelajaran menjadi lebih luas
dan menarik;
3. Proses pembelajaran menjadi lebih
interaktif;
4. Efesiensi dalam waktu dan tenaga;
5. Meningkatkan kualitas hasil belajar
siswa;
6. Memungkinkan proses belajar dapat
dilakukan dimana saja dan kapan saja.
7. Media dapat menumbuhkan sikap
positif terhadap materi dan proses
belajar;
8. Mengubah peran guru kearah yang
lebih positif produktif
Dari identifikasi yang dikemukakan
oleh Kemp dan Dayton tentang manfaat
media, bahwa media memberikan sikap

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


positif bukan hanya bagi siswa tapi juga
membantu guru dalam menyampaikan pesan yang lebih produktif, sehingga pada
akhirnya menjadikan suasana pembelajaran
yang lebih dinamis.
Media Pembelajaran Menurut Hadis
1. Media Organ Tubuh (Isyarat tubuh)



.

:






(




)

( )

Dari Abu Hurairah RA. Rasulullah Saw.
Bersabda janganlah kalian saling mendengki, saling menipu, saling membenci,
saling membelakangi, dan janganlah sebagian dari kalian membeli barang yang
sudah dibeli oleh orang lain. Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.
Seorang Muslim adalah saudara bagi
Muslim yang lain, tidak boleh menzaliminya, berbohong kepadanya, dan acuh
kepadanya. Takwa itu disini, (beliau
sambil menunjuk kedadanya hingga tiga
kali) cukuplah seseorang dikatakan jelek
jika ia menghina saudaranya sesama
Muslim. Darah, harta, dan kehormatan
setiap Muslim haram bagi Muslim yang
lain. ( HR. Muslim ) (dalam Abi Zakaria
Yahya bin Syaraf Al Nawawi, 1994: 60)
2. Media Bulan dan Bintang (Alam)








.






)


(

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 14-

IAI Sambas
Dari Ziad bin Ilaqah berkata, saya
mendengar Mughirah bin Syubah berkata,
telah terjadi gerhana matahari pada masa
Rasulullah pada hari wafatnya Ibrahim,
maka orang-orang berkata terjadi gerhana
matahari disebabkan wafatnya Ibrahim.
Maka Rasulullah Saw. bersabda sesungguh
nya matahari dan bulan dua tanda dari
tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana disebabkan wafat
atau dilahirkannya seseorang. Maka apabila kalian melihat keduanya mengalami
gerhana berdoalah kepada Allah dan
shalatlah hingga terang kembali. (H.R.
Bukhari) (dalam Al-Imam Abi Abdillah
Muhammadbin Ismail Al Bukhari, 1994:
228).
3. Media benda yang ada disekitar




).
(
Dari Ibnu Masud Ra. berkata Nabi Saw.
ingin buang air besar maka beliau memerintahkanku untuk mengambil tiga batu
krikil maka aku temukan dua batu saja dan
tidak menemukan batu yang ketiga maka
akupun memberikan kotoran yang kering
kepada beliau kemudian beliau mengatakan sesungguhnya ini adalah najis. (Hadis
dikeluarkan Imam Bukhari).
Penjelasan Hadis
Pesan yang terdapat pada hadis pertama, adalah (a) motivasi untuk berakhlak
mulia, (b) meninggalkan sifat-sifat tercela
dan perbuatan yang menyebabkan pertikaian, (c) petunjuk kepada keistimewaan
dalam menjaga hati, (d) keutamaan takwa,
(e) larangan memusuhi sesama Muslim,
dan (f) anjuran rendah diri (As Sayyid
Alwi Al Maliki Al Hasani, tt: 169). Hadis
pertama yang diriwayatkan Abu Hurairah
menjelaskan bahwa Rasulullah Saw.
melarang ummatnya untuk saling hasud,
saling menipu, saling membenci, saling
membelakangi, dan membeli barang yang

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


sudah dibeli oleh orang lain, karena semua
itu akan menimbulkan permusuhan. Pendidikan lain yang beliau sampaikan juga
adalah bahwa setiap Muslim itu bersaudara
tehadap Muslim yang lain maka tidak
boleh menelantarkannya, membohonginya,
dan merendahkannya. Dalam menyampaikan hadis kepada sahabat Rasulullah Saw.
menggunakan media bagian tubuh beliau
yaitu jari yang ditunjukkan kedada beliau
sebanyak tiga kali ketika beliau mengisyaratkan takwa itu disini. Rasulullah
mengatakan At-takwa ha huna sambil
memberikan isyarat dengan menunjukkan
jari kedada beliau artinya bahwa takwa itu
tempatnya dihati, beliau tampa berbicara
hanya cukup dengan memberikan isyarat
karena waktu berlalu dengan cepat. Jari
yang digunakan oleh Rasulullah kedada
beliau sebagai isyarat bahwa takwa itu ada
dihati dengan mengulang-ulang sebanyak
tika kali sebagai taukid (penguat) dan
taudhih (penjelas) serta sebagai pembelajaran dari beliau tentang pentingnya kita
menjaga hati. Lanjutan dari hadis tersebut
cukuplah seseorang dikatagorikan jelek
apabila seorang Muslim menghina sesama
Muslim yang lain maka haramlah baginya
darah, harta, dan kehormatannya.
Hadis kedua menjelaskan bahwa
matahari dan bulan adaah benda langit
yang dapat disaksikan oleh manusia dengan jelas karena keduanya menggunakan
keduanya sebagai media dalam pembelajaran.
Informasi yang terkandung dalam hadis di atas adalah (a) telah terjadi gerhana
matahari pada saat kematian Ibrahim,
putra Rasulullah Saw., (b) sahabat menduga bahwa gerhana itu terjadi sebab kematian Ibrahim. (c) Rasulullah Saw. menegaskan bahwa gerhana matahari dan bulan
merupakan tanda-tanda kebesaran Allah
SWT. dan (d) peristiwa gerhana itu tidak
ada hubungannya dengan kematian atau
kelahiran seseorang (Bukhari Umar, 2015:
162).
Ibnu Hajar Menjelaskan bahwa Rasulullah Saw. menegaskan bahwa peristiwa

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 15-

IAI Sambas
gerhana matahari dan bulan itu merupakan
tanda-tanda kebesaran Allah SWT. yang di
kirimkannya untuk menakuti manusia
(Ibnu Hajar Al-Asqalani, 1993: 66). Tepatnya pada waktu terjadinya peristiwa
gerhana matahari, beliau menjadikannya
sebagai media untuk menanamkan keimanan kepada para sahabat sekaligus membersihkan aqidah mereka dari unsur-unsur
khurafat.
Hadis ketiga penggunaan media yang
digunakan Rasulullah Saw. Adalah tiga
batu kerikil yang ada disekitar Ibn Masud
yang ketika itu diperintahkan oleh Rasullullah Saw. Untuk didijadikan alat beritisnya (bersuci) ketika Rasul buang air besar,
namun sahabat Ibn Masud hanya mendapatkan dua batu krikil dan mengambil satu
kotoran binatang yang sudah kering, tetapi
Rasul menolak kotoran itu untuk dijadikan
alat beristinja kemudian Rasul mengatakan
kepada Ibn Masud bahwa kotoran binatang yang kering itu adalah najis. Dapat di
simpulkan dari penjelasan beberapa hadis
diatas maka pesan yang disampaikan Nabi
kepada sahabat merupakan implementasi
penggunaan media. Karena secara luas me
dia juga dapat diartikan dengan manusia,
benda, ataupun peristiwa, dengan terjadinya peristiwa tersebut menambah wawasan dan ilmu para sahabat.
Media Dalam Proses Pembelajaran
Media pembelajaran merupakan media yang digunakan dalam pembelajaran,
yaitu meliputi alat bantu guru dalam meng
ajar serta sarana pembawa pesan dari
sumber belajar kepenerima pesan belajar
(siswa). Sebagai penyaji dan penyalur
pesan, media pembelajaran dalam hal-hal
tertentu bisa mewakili guru dalam menyajikan informasi belajar kepada siswa. Jika
media pembelajaran didesain dan dikembangkan secara baik, maka peran guru
dapat diperankan oleh media pembelajaran
meskipun tanpa kehadiran guru. Keberadaan media pembelajaran akan menjadi
materi pembelajaran yang bersifat abstrak
menjadi lebih kongkrit. Siswa menjadi

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


aktif dan memperoleh pengalaman langsung
melalui
media
pembelajaran
(Mufaesa. Blogspot. com /2013/05/mediapembelajaran-pendidikanagama.html?m=1).
Pada hakekatnya pembelajaran (belajar mengajar) merupakan proses komunikasi antara guru dan siswa yaitu proses
penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media dan penerima pesan
adalah komponen-komponen proses komunikasi. Komunikasi pada proses pembelajaran adalah siswa sedangkan komunikator
nya adalah guru dan siswa. Jika siswa
menjadi komunikator terhadap siswa lainnya dan guru sebagai fasiltator, akan terjadi proses interaksi dengan kadar pembelajaran yang tinggi.
Pesan yang akan dikomunikasikan ada
lah isi ajaran atau didikan yang ada dalam
kurikulum. Sumber pesannya bisa guru,
siswa, orang lain ataupun penulis buku dan
produser media. Salurannya adalah media
pendidikan dan penerima pesannya adalah
ssiswa atau juga guru (Mufaesa. Blogspot.
com /2013/05/ media-pembelajaran- pendidikan-agama.html? m=1).
Seorang guru harus menyadari bahwa
proses komunikasi tidak dapat berjalan dengan lancar, bahkan proses komunikasi
dapat menimbulkan kebingungan, salah pe
ngertian, bahkan salah konsep. Kesalahan
komunikasi bagi seorang sebagai penghambat pembelajaran (Hamdani, 2011:
72).
Media pengajaran adalah suatu alat
bantu yang tidak bernyawa, alat ini bersifat
netral. Perannya akan terlihat jika guru pandai memanfaatkannya dalam belajar mengajar. Media apa yang akan dimanfaatkan oleh
guru? Kapan pemanfaatannya? Dimana pemanfaatannya? Bagaimana cara pemanfaatannya? Adalah serentetan pernyataan yang
perlu diajukan dalam rangka pengembangan
dan pemanfaatan media pengajaran dalam
proses belajar mengajar (ibid: 133-134).
Media pembelajaran harus meningkatkan motivasi siswa. Selain itu, merangsang siswa mengingat apa yang sudah di-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 16-

IAI Sambas
pelajari, selain memberikan rangsangan be
lajar baru. Media yang baik akan mengaktifkan siswa dalam memberikan tanggapan
umpan balik, dan mendorong siswa untuk
melakukan praktik-praktik yang benar.
Omar Hamalik (dalam Hamdani,
2011: 165), mengemukakan bahwa pemakaian media dalam proses belajar mengajar
dapat membangkitkan keinginan, minat,
dan motivasi bahkan membawa pengaruhpengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pada tahap orientasi akan
sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan. Media
juga dapat membantu menyajikan data
yang menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, serta memadatkan informasi sehingga pemahaman siswa meningkat. Sejalan dengan uraian tersebut
Mahmud Yunus mengungkapkan, bahwa
media memiliki pengaruh yang paling besar terhadap indra dan lebih dapat menjamin pemahaman. Orang yang mendengarkan saja tidaklah sama tingkat pemahamannya dan lama bertahannya dibandingkan dengan mereka yang melihat, atau melihat dan mendengarkannya.
Dalam proses belajar mengajar mungkin saja terdapat ketidakjelasan materi dan
dengan adanya media sebagai perentara
dapat membantu dalam menyampaikan
materi. Jadi, dalam proses tersebut kehadiran media mempunyai arti yang cukup
penting. Kerumitan materi yang akan
disampaikan kepada peserta didik dapat
disederhanakan dengan bantuan media.
Media dapat mewakili apa yang kurang
mampu diucapkan gurumelalui kata-kata,
bahkan keabstrakan materi dapat dikongkretkan dengan kehadiran media. (ibid:
120). Dengan demikian, anak didik lebih
mudah mencerna materi dari pada tanpa
bantuan media.
Sementara Abdul Halim Ibrahim menjelaskan betapa pentingnya media pembelajaran. Menurutnya media pembelajaran
membawa dan membangkitkan rasa senang murid-murid. Semangat mereka pun
terbaharui sehingga membantu memantap-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


kan pengetahuan pada benar para mereka
serta menghidupkan pelajaran.
Jelas sekali bahwa media dalam proses pembelajaran merupakan bagian terpenting dalam menciptakan pembelajaran
yang efektif, kreatif bagi siswa maupun
guru, media juga membantu kekuatan
siswa mengingat pesan yang telah disampaikan oleh guru, sehingga proses pembelajaran tidak hanya didominasi ceramah
dari guru saja, dan tidak membuat belajar
mengajar menjadi bosan, tetapi siswa dapat mengamati, melakukan, dan mendemonstrasikan. Contoh sederhana, guru
akan mengajarkan kaifiyah memandikan
jenazah. Ia menggunakan media seperti
boneka, kain basahan, ember dan air.
Setelah itu guru menjelaskan tekhnis, ia
lalu menggunakan alat yang tersedia dan
siswa memperhatikan dengan sungguhsungguh. Hal ini akan jauh lebih menarik
daripada hanya mendengarkan ceramah
guru tentang kaifiyah tersebut.
Kesimpulan
Kata media berasal dari bahasa latin
dan merupakan bentuk jamak dari kata
medium yang secara harfiah berarti perentara atau pengantar. Medoe adalah perentara atau pengantar pesan dari pengirim ke
penerima pesan. Dalam proses belajar
mengajar kehadiran media mempunyai arti
yang cukup penting. Karena dalam kegiatan tersebut ketidakjelasan bahan yang disampaikan dapat dibantu dengan menghadirkan media sebagai perentara. Kerumitan
yang disampaikan kepada anak didik dapat
disederhanakan dengan bantuan media.
Media dapat mewakili apa yang kurang
mampu guru ucapkan melalui kata-kata
atau kalimat tertentu. Bahkan keabsahan
barang dapat dikonkretkan dengan kehadiran media.
Pada zaman Rasulullah Saw. Media
yang disampaikan kepada para sahabat
ketika menyampaikan hadis menggunakan
alat yang ada disekitar beliau, isyarat
tubuh, atau alam yang dijadikan media
sebagai penjelas pesan beliau kepada yang

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 17-

IAI Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

diajak bicara atau yang diajari. Seiring


berkembangnya zaman dan tekhnologi
tentu media yang digunakan oleh guru
dalam menyampaikan pesan kepada anak
didiknya berbeda dengan zaman dahulu,
alat yang digunakanpun tergolong canggih
dan moderen, seperti radio, foto, gambar,
film dll.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 18-

IAI Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

DAFTAR PUSTAKA

Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al Bukhari, Shahih Al Bukhari, Bairut, Dar Al
Fikr, 1414H/1994M.
Abi Al Husain Muslim bin Al Hajjaj Al Qusyairi Al Naisaburi, Shahih Muslim, Bairut,
Dar Al Fikr, 2005 M-1425H.
Arief S. Sadiman dkk, Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan
Pemanfaatannya, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2014.
As Sayyid Alwi Al Maliki Al Hasani, Fathu Al Qarib Al Mujib Ala Tahzib Al Targhib
Wa Al Tarhib, tt.
Bukhari Umar, Hadis Tarbawi Pendidikan dalam Perspektif Hadis, Jakarta, Sinar
Gafika Offset, 2015.
Hamdani, Strategi Belajar Mengajar, Bandung, Pustaka Setia, 2011.
Heri Jauhari, Pedoman Penulisan Karya Ilmiah, Bandung, Pustaka Setia, 2015.
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Fath Al-Bari Bi Syarh Shahih Bukhari, Beirut: Dar Al-Fikr,
1414/1993M, juz VI.
_____,Jurnal Al-Astar, Vol 1, Nomor 1, Maret 2015.
Muhammad bin Abdullah Al-Jardani Al-Dimyati, Al-Jawahir Al-Luluiyyah fi Al-Syarh
Al-Arbain Al Nawawiyyah, Bairut, Al Yamamah, 1998 M-1419 H.
Pius A. Partanto dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya, Arkola,
1994.
S. Nasution, Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar, Jakarta, Bumi
Aksara, 2015.
Syaiful Bahri Djamrah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, Rineka
Cipta, 2013.
Gusdanela. blogspot/com/2014/02/pengertian-media-menurut-beberapa-ahli.html?m=1.
Blogspot.com/2013/02/ media-pembelajaran-menurut-hadis.html?m=1
Mufaesa.blogspot.com/2013/05/media-pembelajaran-pendidikan-agama.html?m=1
http://www.google.co.id/imgres?imgurl

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 19-

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN DAKWAH DI SPANYOL


Henny Yusnita*

ABSTRAK
Spanyol berjaya sebagai sebuah wilayah yang makmur secara perekonomian serta menjadi
barometer kekuatan intelektual dan peradaban. Spanyol adalah sebuah negara yang pernah
mengalami masa kejayaan di bawah kekuasaan pemerintahan Islam. sPada waktu itu
namanya masih Andalusia. Ketika masih bernama Andalusia, posisi Spanyol adalah sebagian
salah satu provinsi yang menjadi bagian dari kekuasaan pemerintahan Islam, tepatnya berada
di bawah pemerintahan Bani Umayyah (756-1031 M), ibukotanya adalah Cordova. Ketika
kekuasaan Islam di Andalusia jatuh dan tampuk pemerintahan dikuasai oleh bangsa Romawi
yang beragama Kristen, nama Andalusia kemudian diganti menjadi Asbania.

KATA KUNCI: Sejarah, Perkembangan, Dakwah.

Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas

IAI Sambas
PENDAHULUAN
Pada abad ke VII M ketika Nabi
Muhammad SAW, memulai dakwahnya di
Jazirah Arab, wilayah Eropa, Asia, dan
Afrika Utara di sepanjang Laut Tengah,
merupakan daerah yang sebagian besar
sudah beragama Kristen, selebihnya beragama Yahudi dan Manichaesme (Samsul
Munir Amin, 2014: 121). Islam berkembang dengan begitu pesat sampai ke tanah
Eropa khususnya Spanyol, hal ini terjadi
pada tahun 711 M. Bangsa Arab yang
berdakwah ke Spanyol, ternyata membawa
keberuntungan bagi Bangsa Spanyol,
karena Bangsa Spanyol mengemasi masa
kegemilangan di abad pertengahan. Pengaruh Islam menembus daratan Eropa dan
sekitarnya melalui Provence, yang melahirkan kesusastraan dan kebudayaan baru.
Akhirnya para cendekiawan Eropa menerima warisan filsafat dan ilmu pengetahuan
Yunani yang kemudian mendorong terjadinya masa Renaissance (Thomas W.
Arnold, 1981: 118).
Pertama kali kaum Muslim membawa
agama Islam ke Spanyol, kaum Muslim
melihat bahwa agama Kristen Khatolik
sangat kuat setelah dapat menaklukkan
faham Arianisme. Agama Khatolik menjadi agama yang sangat berpengaruh di
Spanyol, bahkan masuk dalam ranah berpolitikan dan pemerintahan. Semua raja
bersumpah tidak akan menganut agama selain agama Khatolik, apabila tidak mematuhi dan mempersoalkan gereja dan keuskupan Khatolik, lembaga Evangelic,
defenisi tentang Pater, dekrit-dekrit gereja
dan perjamuan Suci, maka akan dipenjarakan dan penyitaan harta bagi orang yang
ti-dak menyetujuinya. Bahkan para penguasa gereja dengan kekuasaan yang dimiliki
menekan kaum Yahudi, dan menyiksa
secara brutal orang yang menolak dibabtis.
Permasalah di atas, merupakan salah
satu alasan Islam datang ke daerah Spanyol. Perlakuan yang sangat baik diperlihatkan oleh kaum Muslim membawa jalan
terang bagi masyarakat Spanyol. Melihat
hal tersebut, masyarakat Spanyol meman-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


dang bangsa Arab sebagai kaum pembebas
yang akan membawa kesejahteraan bagi
masyarakat Spanyol. Masyarakat yang
menyambut baik kehadiran kaum Arab ini
didominasi oleh kaum budak. Kaum Muslim juga menerima sambutan kelompok bu
dak yang selama ini sangat menyedihkan
nasibnya di bawah kekuasaan Gothik.
Kaum budak inilah merupakan orang yang
pertama kali masuk Islam, kemudian
disusul oleh penduduk yang menyembah
berhala, bangsawan Kristen, rakyat jelata
dan golongan menengah.
Pada waktu kaum Muslim menaklukkan Spanyol, kebudayaan Gothik telah
mengalami kemunduran, bergelimang dengan maksiat dan penyelewengan. Sehingga, dengan datangnya Islam dianggap
sebagai balasan dari Tuhan buat orang
yang Spanyol yang sesat dan durhaka.
Dalam perkembangan selanjutnya Spanyol
yang dipimpin oleh pendeta yang tidak
bermoral dan pendeta yang korup berusaha
untuk mencari nilai-nilai moral dan aspritual yang lebih serasi didalam ajaran
Islam.
Perkembangan Islam di Spanyol selanjutnya sangat berkembang dengan pesat. ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu terjadi, salah satunya adalah sikap toleransi agama Islam terhadap
Kristen. Sikap toleransi pemerintah Islam
terhadap penduduk Kristen di Spanyol,
dan kebebasan pergaulan antara penganut
kedua agama ini. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya asimilasi. Beberapa bentuk yang terjadi di Spanyol ialah perkawinan, seperti yang terjadi pada perkawinan
antara Abdul Aziz bin Musa dengan Raja
Roderic, banyak orang Kristen yang menggunakan nama-nama Arab, meniru cara
hidup kaum Muslimin seperti: khitanan,
dan menu makanan dan minuman meniru
orang-orang pagan yang tidak dibaptis
(Thomas W. Arnold, 1981: 122).
Perkembangan Spanyol setelah hadirnya Islam memberikan dampak positif
yang sangat besar dan bahkan meningkatkan peradaban Eropa pada umumnya teru-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 20-

IAI Sambas
tama Spanyol pada khususnya. Eropa bang
kit dari keterbelakangan, dan mampu
menguasai berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan ini tentu
saja tidak dapat dipisahkan dari pemerintahan Islam di Spanyol, yang memberikan
pengaruh pada peradaban Eropa khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan yang
bisa disejajarkan dengan peradaban di
Baghdad.
Spanyol berjaya sebagai sebuah wilayah yang makmur secara perekonomian
serta
menjadi
barometer
kekuatan
intelektual dan peradaban. Ketika masih
bernama Andalusia, posisi Spanyol adalah
sebagian salah satu provinsi yang menjadi
bagian dari kekuasaan pemerintahan Islam,
tepatnya berada di bawah pemerintahan
Bani Umayyah (756-1031 M). Ibu kotanya
adalah Cordova. Luas wilayahnya adalah
13,727 kilometer persegi. Sementara jumlah penduduknya kurang lebih sebanyak
782.999 jiwa (Adiba A. Soebachman, 20
14: 37-38). Tetapi ketiak kekuasaan Islam
di Andalusia jatuh dan tampuk pemerintahan dikuasai oleh bangsa Romawi yang
beragama Kristen, nama Andalusia kemudian diganti menjadi Asbania.
PEMBAHASAN
1. Sejarah Singkat Penguasaan Islam
atas Spanyol
Sebelummenaklukkan Spanyol, umat
Islam terlebih dahulu menguasai Afrika
Utara dan menjadikannya sebagai salah
satu provinsi dari Dinasti Bani Umayah.
Penguasaan sepenuhnya atas Afrika Utara
terjadi pada zaman Khalifah Abdul Malik
(685-705 M). Afrika Utara dipimpin oleh
seorang gubernur, yaitu Husna Ibn
Numan, kemudian diganti oleh Musa bin
Nusyair. Ternyata tujuan umat Islam
menguasai Afrika Utara adalah membuka
jalan untuk mengadakan ekspedisi lebih
besar ke Spanyol. Akhirnya melalui Afrika
Utara ekspedisi ke Spanyol lebih mudah
dilakukan.
Ekspansi umat Islam ke Spanyol terjadi pada masa pemerintahan khalifah Al-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Walid (705-715 M). Al-Walid mengizinkan Gubernurnya untuk mengirimkan pasukan militer ke Spanyol. Pada awalnya,
Musa bin Nusyair mengutus Tharif bin
Malik untuk memimpin pasukan ekspedisi
yang bertujuan menjajaki daerah-daerah
sasaran. Musa bin Nusyair menugaskan
Thariq bin Ziyad untuk memimpin
pasukan tentara sebanyak 7.000 orang.
Tentara tersebut sebagian besar terdiri atas
orang Barbar. Pada tahun 711 M, Thariq
berlayar melalui Laut Tengah menuju
daratan Spanyol dan berhasil mendarat di
sebuah bukit yang kemudian diberi nama
Gibraltar (Jabal Thariq).
Ketika Roderick mengetahui bahwa
Thariq dengan pasukannya telah memasuki negeri Spanyol, Roderick mengumpul
kan pasukan penangkal sejumlah 25.000
tentara. Menyadari jumlah musuh yang
jauh berbeda, Thariq meminta bantuan
kepada Musa bin Nusyair, akhirnya Thariq
mendapat tambahan pasukan sebanyak
12.000 tentara.
Pada tanggal 19 Juli 711 M, kedua
pasukan bertemu di mulut sungai Barbate
di pesisir Laguna Janda.Tentara Thariq
dalam pertempuran itu mendapat bantuan
dari pasukan Roderick yang membelot,
Thariq kemudian meneruskan penaklukan
ke Ecija, Toledo. Kemudian Arkidona,
Elvira dekat, kemudian Granada dapat
ditundukkan, dan satu detasemen yang dipimpin oleh Mughtir Ar-Rumi dapat menaklukan kota Cordova yang kemudian
dijadikan ibukota pemerintahan Islam
(Philip K. Hitti, 2005: 629-630).
Kedatangan Islam membawa kultur
baru yang memperkaya Spanyol pada
umumnya. Oleh karena itu, akhirnya
Spanyol (Andalusia) menjadi salah satu
pusat peradaban dunia, mengimbangi kejayaan Dinasti Umayah di Damsyik
(Damaskus) dan Dinasti Abbasiyah di
Baghdad.Tidak salah apabila dikatakan
Andalusia turut berperan merintis jalan
menuju zaman Renaisans di Eropa.
Setelah Spanyol dengan kota-kota
pentingnya jatuh ke tangan umat Islam,

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 21-

IAI Sambas
sejak saat itu secara politik Spanyol berada
di bawah kekuasaan khalifah Bani Ummayah. Dan untuk memimpin wilayah baru
tersebut, pemerintah pusat yang berpusat
di Damaskus mengangkat seorang wali
(gubernur).Dalam melakukan ekspansi di
Spanyol, umat Islam dengan mudah dapat
meraih berbagai kemenangan sehingga
dalam waktu yang relatif singkat, umat
Islam dapat menguasai Spanyol.Menurut
Dedi Supriyadi (2008: 117-119) ada beberapa faktor yang mendukung proses penguasaan umat Islam atas Spanyol yaitu:
1. Sikap penguasa Ghotic atau yang biasa
disebut sebagai kerajaan Visighotie
yang tidak toleran terhadap aliran
agama yang berkembang saat itu.
2. Perselisihan antara Raja Roderick
dengan Witiza (Walikota Toledo) di
satu pihak dan Ratu Julian di pihak lain.
3. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya
adalah bahwa tentara Roderick tidak
mempunyai semangat perang.
2.

Masuknya Islam di Spanyol


Spanyol diduduki umat Islam pada
zaman khalifah Al Walid (705-715 M),
yang merupakan khalifah dari Bani
Umayyah yang berpusat di Damaskus. Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam
telah menguasai Afrika Utara dan menjadi
kan salah satu provinsi dari Dinasti Bani
Ummayah. Penguasaan Khalifah Abdul
Malik (685-705M). Khalifah Abdul Malik
mengangkat Hasan Bin Numan. AlGhassani menjadi Gubernur di daerah itu.
Pada masa khalifah Al-Walid, Hasan bin
Numan digantikan oleh Musa bin Nushair. Musa memperluas wilayah kekuasaannya dengan menduduki Aljazair dan
Maroko serta menyempurnakan penaklukan ke daerah-daerah bekas kekuasaan
bangsa Bar-bar di pergunungan, dengan
menyatakan setia dan berjanji tidak membuat kekacauan.
Pada proses penaklukan Spanyol
terdapat tiga pahlawan Islam yang dapat
dikatakan paling berjasa memimpin
pasukan ke wilayah Spanyol seperti Tharif

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


bin Malik, thariq bin Ziyad dan Musa bin
Nushair. Dengan dikuasainya daerah tersebut, maka terbukalah pintu secara luas
untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu tempat yang bernama
Bakah Raja Roderick dapat dikalahkan.
Gelombang perluasan wilayah berikutnya
muncul pada masa pemerintahan khalifah
Umar bin Abd Al-Aziz tahun 99H/717 M.
Kali ini sasaran ditujukan untuk menguasai
daerah disekitar pegunungan Pyrenia dan
Prancis Selatan. Pimpinan pasukan dipercayakan kepada As-Samah, tetapi usahanya itu gagal dan As-Samah sendiri terbunuh pada tahun 102 H. Selanjutnya pim
pinan pasukan diserahkan kepada Abdurrahman bin Abdullah Al-Ghafiqi. Dengan
pasukannya Abdurrahman menyerang kota
Bordesu, Poiter, dan dari sini Abdurahman
mencoba menyerang kota Tourus. Akan
tetapi, di antara kota Poiter dan Tours itu
Abdurrahman ditahanoleh Charles Martel,
sehingga penyerahan ke Prancis gagal dan
tentara yang dipimpinannya mundur
kembali ke Spanyol.
Selama Islam berkuasa di Spanyol,
banyak terdapat penguasa negeri yang
memerintah, diantaranya adalah:
1. Amir Bani Umayyah.
2. Khalifah Bani Umayyah.
3. Daulah Ziriyah di Granda.
4. Daulah Bani Hamud di Malaga.
5. Daulah Bani Daniyah.
6. Daulah Bani Najib dan Bani Hud di
Saragosa
7. Daulah Aniriyah di Valesia
8. Daulah Bani Ubbad di Silivia
9. Daulah Juhuriah di Cardova
10. Daulah Bani Zin-Nun di Toledo
11. Daulah Bani Ahmar di Spanyol
Dunia Islam di Spanyol mengalami
kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan
kebudayaan, semenjak diperintah oleh para
Amir Keturunan Bani Umayyah yang
berdiri sendiri terpisah dari pemerintahan
Bani Abbasiyah di Baghdad, dimulai dari
Abdurrahman Ad-Dakhil. Pada tahun 758
M, kekayaan pengetahuan dan intelektual
Islam di Spanyol sangat besar pengaruh-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 22-

IAI Sambas
nya di Eropa, baik filsafat, sains, fiqih,
musik, kesenian, bahasa, sastra maupun
pembangunan fisik (Samsul Munir Amir,
2010: 161-166).
Penaklukan Islam atas Andalusia mem
beri dampak positif yang luar biasa, Andalusia dijadikan tempat ideal dan pusat perkembangan budaya. Ketika peradaban dan
kehancuran, obor Islam menyinari seluruh
Eropa melalui Andalusia, kepada bangsa
Vandal, Goth, dan Berber, dan Islam
menegakkan keadilan yang belum dikenal
sebelumnya. Rakyat jelata tertindas dan
hidup dalam kegelapan mendapat sinar
keadilan, memiliki kemerdekaan hidup dan
menentukan nasibnya sendiri (Abdul
Karim, 2009: 233-234).
3. Faktor-faktor yang Menyebabkan
Dakwah Mudah Diterima
Kemenangan yang dicapai umat Islam
tampak begitu mudah. Hal itu tidak dapat
dipisahkan dari adanya faktor eksternal
dan internal yang menguntungkan. Faktor
eksternal berasal dari kondisi negeri
Spanyol sendiri, sedangkan faktor internal
adalah kondisi kaum Muslimin. Faktor
eksternal dan internal ini dapat diuraikan
berikut ini:
a. Faktor Eksernal
Pada masa penaklukan Spanyol,
kondisi sosial, politik dan ekonomi negeri
ini sangat buruk. Spanyol terbagi ke dalam
beberapa wilayah kecil. Bersamaan dengan
itu kerajaan Gothia tidak menoleransi
agama Monofisit dan Yahudi, rakyatnya
dipaksa memeluk agama Khatolik, jika
menolak maka akan dibunuh. Perekonomian juga lumpuh dan tingkat kesejahteraan masyarakat sangat rendah. Kondisi
buruk yang dialami Spanyol disebabkan ke
kacauan politik dan keadaan itu memburuk
pada masa pemerintahan Raja Roderik.
b. Faktor Internal
Faktor internal di sini terikat dengan
keadaan kaum Muslimin yang terlibat
dalam upaya penaklukan Spanyol baik itu
pimpinan maupun pasukan. Kaum Muslim
semua adalah orang yang berani dan sabar

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


dalam menghadapi berbagai cobaan. Di
samping itu kaum Muslim menunjukkan
sikap yang sangat baik terhadap penduduk
setempat dan hal itulah yang menyebabkan
kedatangan Islam begitu disambut (Samsul
Munir Amin, 2014: 125).
4. Perkembangan Islam di Andalusia
(Spanyol)
Wilayah Andalusia, yang sekarang
disebut Spanyol di ujung Selatan benua
Eropa, masuk ke dalam kekuasaan dinasti
Bani Umayyah semenjak Tharif bin Ziad,
bawahan Musa ibn Nushair guburnur
Qairwan, mengalahkan pasukan Spanyol
pimpinan Roderik raja bangsa Gothia
tahun 92 H/711 M. Kemenangan ini menjadi awal bagi Thariq untuk menaklukan
kota-kota lain di semenanjung Iberia
(Andalusia) tanpa banyak kesulitan (Musyripah Sunanto, 2003: 120).
Penguasaan umat Islam terhadap
Andalusia dapat dibagi menjadi beberapa
periode yaitu:
a. Periode Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol berada dibawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang
berpusat di Damaskus. Pada periode ini
stabilitas politik negeri Spanyol belum
tercapai sempurna, berbagai gangguan
masih terjadi baik yang datang dari luar
maupun dari dalam.
b. Periode Kedua (755-912 M)
Pada periode ini Spanyol berada di
bawah pemerintahan khalifah Abbasiyah
di Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I yang memasuki Spanyol, tahun
138 H/755 M dan diberi gelar Abdurrahman Ad-Dakhil. Abdurrahman Ad-Dakhil
adalah keturunan Bani Umayyah yang
berhasil lolos dari kejaran Bani Abbasiyah
ketika Bani Abbasiyah berhasil menaklukkan Bani Umayyah di Damaskus. Selanjutnya Ad-Dakhil berhasil mendirikan
Dinasti Umayyah di Spanyol. Saat periode
ini, umat Islam Spanyol mulai memperoleh kemajuan baik dalam bidang politik
maupun peradaban.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 23-

IAI Sambas
c.

Periode Ketiga (912-1013 M)


Pada periode ini berlangsung mulai
dari pemerintahan Abdurrahman III yang
bergelar An-Nasir sampai munculnya rajaraja kelompok. Pada periode ini Spanyol
diperintah oleh penguasa dengan gelar
khalifah. Pada periode ini umat Islam di
Spanyol mencapai puncak kemajuan dan
kejayaan menyaingi Daulah Abbasiyah di
Baghdad. Abdurrahman An-Nashir mendirikan Universitas Cordova. Perpustakaannya memiliki ratusan ribu buku. Pada masa
ini, masyarakat dapat menikmati kesejahteraan dan kemakmuran yang tinggi.
d.

Periode Keempat (1013-1086 M)


Pada masa ini Spanyol sudah terpecah
pecah menjadi beberapa negara kecil yang
berpusat di kota-kota tertentu. Bahkan
pada periode ini Spanyol terpecah menjadi
lebih dari 30 negara kecil di bawah
pemerintahan raja-raja golongan atau AlMulukuth Thawaif yang berpusat di suatu
kota seperti Sicilia, Cordova, Toledo, dan
sebagainya. Pada periode ini umat Islam di
Spanyol kembali memasuki pertikaian
intern. Namun demikian, kehidupan intepektual terus berkembang pada periode ini.
e.

Periode Kelima (1086-1248 M)


Pada periode ini Islam di Spanyol
masih terpecah dalam beberapa negara tetapi terdapat satu kekuatan yang dominan
yakni kekuasaan Dinasti Murabitun dan
Dinasti Muwahhidun. Dinasti Murabitun
pada mulanya adalah sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf bin Tasyifin
di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M Yusuf
berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang
berpusat di Marakesy. Dan akhirnya dapat
memasuki Spanyol dan menguasainya. Dalam perkembangan selanjutnya pada periode ini kekuasaan Islam Spanyol dipimpin
oleh penguasa-penguasa yang lemah, sehingga mengakibatkan beberapa wilayah
Islam dapat dikuasai oleh kaum Kristen
dan Sicilia jatuh pada tahun 1248 M.
Hampir seluruh wilayah Islam di Spanyol
lepas dari tangan penguasa.

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


f.

Periode Keenam (1248-1492)


Pada periode ini Islam hanya berkuasa
di Granda di bawah Dinasti Ahmar.
Paradaban kembali mengalami kemajuan
seperti di zaman Abdurrahman An-Nasir.
Akan tetapi secara politik dinastiini hanya
berkuasa di wilayah kecil.
5. Kemajuan Dakwah di Spanyol
Kemajuan dakwah di Spanyol sangat
menonjol dalam berbagai bidang, baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan arsitektur. Puncak kemajuan Islam dapat dilihat
di Spanyol yang berdampak bagi kemajuan
Eropa.Kemajuan tersebut tidak lain karena
keberhasilan dakwah yang dilakukan oleh
para dai dalam menyebarkan agama Islam. Kemajuan-kemajuan itu diantaranya;
a. Kemajuan di Bidang Pengetahuan
Perkembangan filsafat di Andalusia
terjadi pada abad 8 hingga 10 M. Manuskrip-manuskrip Yunani diteliti dan diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Pada masa
khalifah Abbasiyah yaitu Al-Mansur (754755 M), telah di mulai aktivitas penterjemahan. Aktivitas ini berlanjut hingga masa
khalifah Al-Makmun (813-833 M). Pada
masa itu banyak filsafat karya Aristoteles
yang diterjemahkan.Filsuf Arab Spanyol
yang utama adalah Abu Bakar Muhammad
bin As-Sayigh yang dikenal dengan Ibn
Bajjah. Masa yang dikemukakannya bersifat etis dan ektologis. Maknum opusnya
adalah Tadbir Al-Mutawahhid. Filsuf
selanjutnya adalah Abu Bakar bin Tupail
dengan karyanya yang berjudul Hayy bin
Yaqzhan. Filsuf lainnya adalah Ibnu Rusyd
dari Cardova yang merupakan pengikut
aliran Aristoteles. Di samping sebagai
filsuf Ibnu Rusyd juga dikenal sebagai
ulama fiqih yang menulis Bidayah AlMujtahid. Selain itu, Ibnu Rusyd juga
menulis buku kedokteran yang berjudul
Al-Kulliyyah fi Ath-Thibb(Samsul Munir
Amin, 2014: 128). Ilmu pengetahuan ini
terbagi kedalam beberapa hal, yaitu:
1) Sains
Sains diantaranya terdiri atas ilmu
kedokteran, fisika, matematika, astronomi,

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 24-

IAI Sambas
kimia, biologi, geografi dan farmasi. Ilmu
ini berkembang dengan sangat baik. Berikut ini adalah para ilmuan di bidang sains.
1. Astronomi seperti Abbas bin Farnas,
Ibrahim bin Yaya An-Naqqasah, ibnu
Safar dan Al-Birtuji.
2. Farmasi seperti Ahmad bin Iyas, Ibnu
Juljul,
Ibnu
Hazm
dan
Ibnu
Abdurrahman bin Syuhaid.
3. Kedokteran seperti Ummu Al-Hasan
binti Abi Jafar (dokter wanita).
4. Georafi seperti Ibnu Jubar, Ibnu
Batutah dan Ibnu Khaldun.
2) Bahasa dan Sastra
Para ahli bahasa Arab di Spanyol diantaranya adalah Ibnu Syayidih, Muhammad bin Malik pengarang Alfiah (tata
bahasa Arab), Ibnu Khuruf, Ibnu Al-Hajj,
Abu Ali Al-Isybili, Abu Al-Hasan bin
Usfur dan Abu Hayyan Al-Gharnathi. Sementara dalam bidang sastara banyak
bermunculan karya seperti AlAqd AlFarid karya Ibnu Abdi Rabbiah, AdzDzakirih fi Mahasin Ahl Al-Jaziriah karya
Ibnu Bassam dan Kitab Al-Qalaid karya
Al-Fath bin Khaqan.
3) Kesenian
Kesenian banyak memperoleh apresiasi dari pada penguasa istana. Tokoh kesenian yang termasyhur diantaranya adalah
Al-Hassan bin Nafi yang mendapat gelar
Zaryab. Al-Hasan juga dikenal sebagai
pencipta lagu.
b. Kemajuan di Bidang Ilmu Pengetahuan agama.
1) Tafsir
Salah satu mufasir yang terkenal di
Spanyol adalah Al-Qurthubi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad
bin Ahmad bin Abu Bakar bin Farh AlAnshari Al-Khazraji Al-Andalusia. Karyanya adalah Al-Jamili Ahkam Al-Quran,
kitab tafsir yang terdiri atas 20 jilid dan
dikenal dengan nama Tafsir Al-Qurtubi.
2) Fiqih
Spanyol dikenal menganut mahzab
Maliki. Orang yang memperkenalkannya
adalah Ziyad bin Abdurrahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Ibnu

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Yahya yang menjadi qadhi pada masa
Hisman bin Abdurrahman. Fuqaha lainnya
adalah Abu Bakar bin Al-Quthyah, Muniz
bin Said Al-Baluthi, Ibnu Rusyd, AsySyatibi dan Ibnu Hazm.
c. Kemajuan di Bidang Aristektur
Menurut Samsul Munir Amin (2014:
130), bangunan di Spanyol memiliki nilai
arsitektur yang tinggi. Berikut ini adalah
kota-kota yang didalamnya terdapat bangunan dengan arsitektur yang memukau
seperti:
1) Cordova
Cordova adalah ibu kota Spanyol
sebelum dikuasai Bani Umayyah. Kota ini
kemudian dibangun dan diperindah. Jembatan besar dibangun di atas sungai yang
mengalir di tengah kota. Taman-taman
juga dibangun untuk menghiasi kota tersebut. Pohon-pohon didatangkan dari
Timur. Di sekeliling ibu kota berdiri istana
megah tersebt. Pohon-pohon didatangkan
dari Timur. Di sekeliling ibu kota berdiri
istana-istana megah yang diberi nama tersendiri, diantara kebanggaan kota Cordova
lainnya adalah mesjid Cordova. Kota ini
memiliki 491 mesjid.
2) Granada
Granada adalah tempat pertahanan
terakhir umat Islam di Spanyol. Keindahan
aristektur bangunannya sangat dikenal di
seluruh Eropa. Bangunan-bangunan yang
memiliki arsitektur yang megah, diantaranya adalah Istana Al-Hambra, instana AlZahra, Istana Al-Gazar dan menara Girilda.
3) Sicilia
Kota Sicilia dibangun pada masa
pemerintahan Dinasti Al-Muwahhidun dan
pernah menjadi ibu kota kerajaan. Semula
kota ini adalah rawa-rawa. Pada masa
Romawi, ini bernama Romula Agusta
kemudian diubah menjadi Asyibiliyah
(Sicilia). Sicilia berada dibawah kekuasaan
Islam selama sekitar lima ratus tahun.
Salah satu bangunan mesjid yang didirikan
pada tahun 1171 M pada pemerintahan
Sultan Yusuf Abu Yakub, kini telah

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 25-

IAI Sambas
menjadi gereja dengan nama Santa Maria
de la Sede. (Misbahuddin, 2015: 32-33).
4) Toledo
Toledo merupakan kota penting di
Spanyol sebelum dikuasai Islam. Ketika
Romawi menguasai kota Toledo, kota ini
jadikan ibu kota kerajaan. Sementara itu
ketika Tahriq dan Ziyad menguasai Toledo
pada 712 M kota ini dijadikan pusat
kegiatan umat Islam, terutama dalam bidang ilmu pengetahuan dan penerjemahan.
Setelah kekuasaan Islam melemah. Raja
Alfonso VI dari Castilia merebut Toledo
dan sejumlah bangunan mesjid dirubah
menjadi gereja (Samsul Munir Amin,
2014: 131).
Banyak faktor pendukung kemajuan
Islam di Spanyol. Diantaranya adalah karena adanya penguasa-penguasa yangkuat
dan berwibawa seperti Abdurrahman AdDakhil, Abdurrahman Al-Wasith, Abdurrahman An-Nashir. Ketiga penguasa tersebut mampu mempersatukan kekuatan umat
Islam. Keberhasilan penguasa tersebut
juga ditunjang oleh kegiatan-kegiatan ilmiah. Disamping penguasan menoleransi
agama Kristen dan Yahudi, para non Muslim ikut berpartisipasi mewujudkan peradaban Islam di Spanyol (Samsul Munir
Amin, 2014: 132).
6.

Pengaruh Peradaban Islam


di Eropa
Kemajuan Eropa yang terus berkembang hingga saat ini telah berhutang budi
kepada khazanah ilmu pengetahuan Islam
yang berkembang di periode klasik. Banyak saluran yang menyebabkan peradaban
Islam mempengaruhi Eropa, seperti Sicilia
dan Perang Salib, tetapi salah satu saluran
terpenting adalah Islam di Spanyol. Spanyol merupakan tempat yang utama bagi
Eropa untuk menyerap peradaban Islam,
baik dalam bentuk hubungan politik sosial,
maupun perekonomian, dan peradaban
antar negara.
Masyarakat Eropa menyaksikan menyaksikan

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


sebuah kenyataan bahwa Spanyol saat
berada di bawah kekuasaan Islam telah
berhasil berkembang pesat meninggalkan
negara-negara tetangganya di Eropa, terutama dalam bidang pemikiran dan sains disamping bangunan fisik. Salah satu pemikiran terpenting yang hingga kini masih
dianut dan dikagumi adalah pemikiran
Ibnu Rusyd (1120-1198 M). Ibnu Rusyd
telah berhasil melepaskan belenggu taklid
dan menganjurkan kebebasan berpikir.
Ibnu Rusyd mengulas pemikiran Aristoteles dengan cara yang memikat sehingga
banyak orang yang tertarik untuk berpikiran bebas. Ibnu Rusyd mengedepankan
sunnatullah menurut pengertian Islam dari pada ajaran pantheisme dan antropomorpheisme Kristen.
Besarnya pengaruh Islam di Eropa,
sehingga muncul gerakan Averroism (Ibnu
Rusydisme) yang menuntut kebebasan berpikir. Meskipun begitu, pihak gereja tetap
bersikeras menolak pemikiran rasional
yang dibawa gerakan Averroisme ini.
Gerakan Averroisme di Eropa telah
melahirkan gerakan reformasi pada abad
ke-16 M dan rasionalisme pada abad ke-17
M. Buku-buku Ibnu Rusyd dicetak di
Venisia tahun 1481, 1482, 1483, 1489, dan
1500 M. Karya-karyanya juga diterbitkan
pada abad ke-16 M di Napoli, Bologna,
Lyonms, dan Strasbourg, dan diawal abad
ke-17 M di Jenewa. Dengan begitu,
pikiran Ibnu Rusyd semakin populer dan
telah menjadi salah satu paham utama bagi
masyarakat Eropa. Setelah pulang ke negerinya, gerakan Averroisme mendirikan
sekolah dan universitas yang sama.
Universitas Paris didirikan pada tahun
1231 M, 30 tahun setelah wafatnya Ibnu
Rusyd.Di akhir zaman pertengahan Eropa,
baru berdiri 18 buah universitas.Ilmu yang
diperoleh dari universitas-universitas
Islam, seperti ilmu kedokteran, ilmu pasti,
dan filsafat, diajarkan diUniversitas Paris.
Pemikiran filsafat yang paling banyak
dipelajari adalah pemikiran al Farabi, Ibnu
Sina, dan Ibnu Rusyd. Pengaruh ilmu

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 26-

IAI Sambas
pengetahuan Islam di Eropa yang sudah
berlangsung sejak abad ke-12 M, menimbulkan gerakan kebangkitan kembali (renaissance) peninggalan pemikiran Yunani
di Eropa pada abad ke-14 M.
Berkembangnya pemikiran Yunani di
Eropa muncul melalui terjemahan-terjemahan Arab yang dipelajari dan kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Latin. Walaupun Islam akhirnya harus pergi
meninggalkan negeri Spanyol dengan cara
yang menyakitkan, Islam telah membidangi gerakan-gerakan penting di Eropa.
Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan
kembali kebudayaan Yunani Klasik
(renaissance) pada abad ke-14 M yang ber
mula di Italia, kemudian gerakan reformasi
pada abad ke-16 M dan rasionalisme pada
abad ke-17 M, serta disusul dengan
pencerahan (Aufklarung) pada abad ke-18
M (Badri Yatim, 1994: 108-110).Dengan
demikian, peran Islam tetap terasa meski
tidak lagi dalam bentuk sebuah agama
melainkan dalam bentuk peradaban yang
tinggi (Badri Yatim, 1994: 56-57).
7.
a.

Dakwah di Spanyol
Arti dan Definisi Dakwah
Sejarah dakwah berasal dari dua kata
yaitu sejarah dan dakwah. Sejarah berasal
dari bahasa Arab syajarah yang berarti
pohon, mengandung konotasi geneologi,
yaitu pohon keluarga, yang menunjuk
kepada asal usul suatu marga. Sedangkan
dakwah secara etimologis berasal dari kata
daa, yadu, dawatan. Kata daa
mengandung arti menyeru, memanggil,
dan mengajak. Dakwah artiya seruan,
panggilan dan ajakan. Dengan demikian,
sejarah dakwah berarti sebagai peristiwa
masa lampau umat manusia dalam upaya
menyeru, memanggil dan mengajak umat
manusia kepada Islam serta bagaimana
reaksi umat yang diseru dan perubahan apa
yang terjadi setelah dakwah digulirkan,
baik langsung, maupun tidak langsung
(Wahyu Illahi dan Harjani Hefni, 2015: 12).

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Dakwah dalam kamus ilmiah populer
berarti penerangan agama Islam (Pius A
Partanto dan M. Dahlan Al Barry, 2001:
99). Dakwah dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia berarti mengamalkan ajaran
agama Islam (Suharso dan Ana
Retnoningsih, 2011: 114). Dakwah dilihat
dari segi asal kata/etimologis, berasal dari
bahasa Arab, dawatan bentuk masdar dari
kata daaa-yaduu yang berarti memanggil, mengajak. Mengundang dan mempengaruhi. Orang yang berdakwah disebut
dai, dan orang yang menerima dakwah
atau orang yang didakwahi disebut dengan
madu (Wahidin Saputra, 2011: 1).
Selanjutnya ada beberapa pengertian
dakwah yang diutarakan oleh Masyhur
Amin dalam Munawar (2013: 7) yang
memberikan pengertian dakwah sebagai
berikut:
1. Dakwah berarti mengharapkan dan berdoa kepada Allah Swt.
2. Dakwah berarti memanggil dengan
suara lantang.
3. Dakwah berarti mendorong seseorang
untuk memeluk suatu keyakinan
tertentu.
Ketiga pengertian diatas, merupakan
sinonim kata dakwah yang berasal dari
bahasa Arab, dalam bahasa Indonesia yang
berarti mendorong, memanggil, mengundang, mengajak, berdoa, dan menyuruh seseorang agar senantiasa melaksakan perintah Allah Swt. demikian juga sebaliknya
dakwah senantiasa mampu menahan diri
untuk tidak melakukan perbuatan yang
dilarang dan diharamkan Allah SWT
(Munawar, 2013: 5-7).
b. Cara Dakwah di Spanyol
1) Kemajuan Intelektual
a) Filsafat
Perkembangan filsafat di Andalusia
dimulai sejak abad ke 8 hingga abad ke10. Manuskrip-manuskrip Yunani telah
diteliti dan diterjamahkan kedalam bahasa
Arab. Pada masa khalifah Abbasiyah AlMansur telah dimulai aktivitas penerjemahan hingga masa khalifah Al-Makmun.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 27-

IAI Sambas
Pada masanya banyak filsafat karya Aristoteles yang diterjemahkan.
b) Sains
Sains yang terdiri dari ilmu-ilmu
kedokteran, fisika, matematika, astronomi,
kimia biotani, zoologi, geologi, ilmu obatobatan juga berkembang dengan baik.
c) Bahasa dan Sastra
Pada masa Islam di Spanyol banyak
yang ahli dan mahir dalam bahasa Arab.
Dalam bidang sastra banyak bermunculan,
seperti Al-Aqd Al- Farid karya Ibn Abd
Rabbiah, Adz-Dzakirah fi Mahasin Ahl AlJazariah karya Ibn Bassam, Kitab AlQalaid karya Al-Fath bin Khaqan dan
lain-lain.
d) Musik dan Kesenian
Musik dan kesenian pada masa Islam
di Spanyol sangat manyur. Musik dan
kesenian banyak memperoleh apresiasi
dari para tokoh penguasa istana.
2) Kemajuan di Bidang Ilmu Agama
a) Tafsir
Salah satu mufasir yang terkenal dari
Andalusia adalah Al-Qurtubi. Adapun
karya dalam bidang tafsir adalah Al-Jamiu
li Ahkam Aquran, kitab tafsir yang terdiri
dari 20 jilid ini dikenal dengan nama tafsir
Al-Qurtubi.
Fiqih
Bidang fiqih Islam di Spanyol dikenal
sebagai pusat penganut mazhab Maliki.
Adapun yang memperkenalkan mazhab ini
di Spanyol adalah Ziyad bin Abd ArRahman. Perkembangan selanjutnya ditentukan oleh Yahya yang menjadi qadhi
pada masa Hisam bin Abdurrahman. Para
fiqih lainnya adalah Abu Bakr bin AlQuthiyah, Muniz bin Said Al-Baluthi,
Ibnu Rusyd, penulis kitab Bidayah AlMujtahid wa Nihayah Al-Muqtasid, AsySyatibi, penulis buku Al-Muwafaqah fi
Ushul Asy-Syariah dan Ibnu Hazam.
3) Kemajuan di Bidang Arsitektur
Kemegahan bangunan fisik Islam
Spanyol sangat maju dan mendapatkan
perhatian umat dan penguasa. Umumnya
bangunan-bangunan di Andalusia memiliki

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


nilai aristektur yang tinggi. Jalan-jalan sebagai alat transportasi dibangun pasar-pasar dibangun untuk membangun ekonomi.
Demikian pula dam-dam, kanal-kanal, seluruh air dan jembatan-jembatan (Samsul
Munir Amir, 2010: 173-174).
8.

Penyebab Kemunduran dan


Kehancuran Spanyol
Suatu kebudayaan tentu akan mengalami pasang surut sebagaimana berputarnya sebuah roda, kadang di atas dan kadang di bawah. Demikian juga dengan kekuasaan sebuah imperium, satu saat akan
muncul, berkembang pesat, lalu jatuh dan
hilang. Kekuasaan Islam di Spanyol telah
banyak memberikan sumbangan yang tidak ternilai harganya bagi peradaban dunia
saat ini. Tetapi imperium yang begitu besar akhirnya mengalami nasib yang sangat
memilukan. Menurut Dedi Supriyadi,
(2008: 123-124) ada beberapa faktor
penyebab kemunduran yang akhirnya mem
bawa kehancuran Islam di Spanyol, diantaranya adalah:
a. Konflik Islam dan Kristen
Para penguasa Islam tidak melakukan
asimilasi secara sempurna, karena para peng
uasa Islam sudah merasa puas dengan upeti
yang diberikan oleh kerajaan-kerajaan Kristen takluknya dan membiarkan kerajaan
Kristen mempertahankan hukum dan adat
kerajaan Kristen, termasuk posisi hirarki
tradisional, asalkan tidak ada perlawanan
bersenjata. Namun demikian, kehadiran
Arab Islam telah membuat rasa kebangsaan
orang-orang Spanyol Kristen terganggu. Hal
itu menyebabkan kehidupan negara Islam di
Spanyol tidak pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Pada abad
ke-11 M umat Kristen memperoleh kemajuan pesat, sementara umat Islamsedang
mengalami kemunduran.
b. Tidak Ada Ideologi Pemersatu
Kalau di tempat-tempat lain, para
mualaf diperlakukan sebagai orang Islam
yang sederajat, di Spanyol sebagaimana
politik yang dijalankan Bani Umayyah di
Damaskus, para mualaf diperlakukan

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 28-

IAI Sambas
berbeda.Hal ini terjadi sampai abad ke 10
M, para mualaf disebut dengan istilah ibad
dan muwalladun, ini adalah suatusebutan
yang dinilai merendahkan. Akhirnya kelompok-kelompok etis non-Arab yang ada
sering menggoroti dan merusak perdamaian. Hal itu mendatangkan dampak besar
terhadap sejarah sosio-ekonomi negara
tersebut. Hal ini menunjukan tidak adanya
ideologi yang dapat memberi makna persatuan, disamping kurangnya figur yang
dapat menjadi personifikasi ideologi itu.
c. Kesulitan Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para penguasa membangun kota dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat serius sehingga lalai membina
perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan
ekonomi yang amat memberatkan dan
mempengaruhi kondisi politik dan militer.
d. Tidak Jelasnya Sistem Peralihan Kekuasaan
Hal ini menyebabkan perebutan kekua
saan diantara ahli waris. Bahkan karena ini
lah kekuasaan Bani Umayyah runtuh dan
Dinasti Muluk Al-Thawif muncul. Granda
yang merupakan pusat kekuasaan Islam ter
akhir di Spanyol jatuh ke tangan Ferdinand
dan Isabella, hal ini disebabkan karena
tidak adanya kejelasan sistem peralihan
kekuasaan Islam di Spanyol.
e. Keterpencilan
Islam di Spanyol bagaikan terpencil
dari dunia Islam yang lain. Islam di Span
yol selalu berjuang sendiri tanpa mendapat
bantuan kecuali dari Afrika Utara. Dengan
demikian tidak ada kekuatan alternatif
yang mampu membendung kebangkitan
Kristen Katolik (Badri Yatim, 2010: 107108).

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

PENUTUP
Keberadaan Islam di Spanyol berangkat dari keberadaan Islam di Afrika Utara
yang semakin kuat, sehingga perlu melakukan perluasan ke Semenanjung Iberia.
Spanyol adalah daerah terdekat dari Afrika
Utara dan kerajaan Gothic merupakan penguasa daerah Spanyolyang sedang mengalami kemunduran. Tiga tokoh penting
Islam yakni Tharif Ibnu Malik, Thariq
Ibnu Ziyad, dan Musa Ibnu Nushair telah
melakukan ekspansi wilayah kekuasaan
Islam pada waktu yang tepat. Ekspansi yang dilakukan paling jauh hanya mencapai
Afrika Utara, yaitu saat Abdul Malik menjadi Khalifah dari Dinasti Umayyah.
Saat Islam menguasai Spanyol, Eropa
bangkit dari keterbelakangannya. Kebangkitan itu bukan saja terlihat dalam bidang
politik dengan keberhasilan Eropa mengalahkan kerajaan-kerajaan Islam dalam bagian dunia lainnya, seperti Dinasti Bani
Abbas dan Dinasti Fatimiyah, namun juga
dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kemajuan dalam bidang ilmu dan tek
nologi inilah yang mendukung keberhasilan politik di Eropa pada umumnya, dan
terkhususnya daerah Spanyol. Kemajuankemajuan Eropa tersebut tidak bisa
dipisahkan dari pemerintahan Islam di
Spanyol. Dari daerah Spanyol, masyarakat
Eropa banyak menimba ilmu. Kehadiran
Islam di Spanyol hampir tidak pernah
luput dari bidikan para sejarawan.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 29-

IAI Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2010.


------------------------, Sejarah Dakwah, Jakarta: Amzah, 2014.
Arnold Thomas W, Sejarah Dakwah Islam, terj. A. Nawawi Rambe, Cet. Kedua,
Jakarta: PT. Bumirestu, 1981.
Hitti, Philip K, History of the Arab, terj. R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet
Riyadi, Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2005.
Illahi,

Wahyu dan Harjani


Prenadamedia, 2015.

Hefni,

Pengantar

Sejarah

Dakwah,

Jakarta:

Karim, Abdul, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Book
Publisher, 2009.
Misbahuddin, Sicilia: Jembatan Transmisi Keilmuan Islam ke Eropa, dalam
Jurnal Khatulistiwa, Vol. 5 No. 1, Pontianak: Pengelola Jurnal
Khatulistiwa
IAIN Pontianak, 2015.
Partanto, Pius A dan M. Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya:
Arkola, 2001.
Saad, Munawar M., Dasar-dasar Ilmu Dakwah, Pontianak: STAIN Pontianak Press,
2013.
Saputra, Wahidin, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011.
Soebachman, Adiba A, Jejak-jejak Islam, Yogyakarta: Syura Media Utama, 2014.
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Semarang: CV
Widya Karya, 2011.
Sunanto, Musyripah, Sejarah Islam Klasik, Bogor: Kencana, 2003.
Supriyadi, Dedi, Sejarah Peradaban Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994.
---------------, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 30-

REKONSTRUKSI BUDAYA HUKUM BIROKRASI


PELAYANAN KESEHATAN BERBASIS HUKUM PROGRESIF
(Studi Tentang Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan
Kesehatan Ibu dan Bayi Pada Puskesmas dan RSUD
di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat)
Jamiat Akadol*

ABSTRAK
Budaya hukum birokrasi dalam pelayanan kesehatan sangat penting dan
menentukan. Budaya hukum birokrasi yang diharapkan adalah berkeadilan bagi
masyarakat, maka pelayanan kesehatan akan memuaskan dan diterima oleh
masyarakat. Begitu pentingnya budaya hukum birokrasi dalam pelayanan kesehatan
menjadi alasan penelitian ini dilakukan. Penelitian dengan fokus studi pada budaya
hukum birokrasi dalam pelayanan kesehatan Ibu dan bayi (anak). Penelitian ini
mengungkap bahwa birokrasi pelayanan kesehatan menerapkan model weberian dan
marxian yang mempengaruhi budaya hukum birokrasi yang berakibat pada pelayanan
kesehatan. Hak-hak masyarakat untuk mendapatkan keadilan dalam pelayanan
kesehatan terabaikan karena faktor ekonomi dan kekuasaan yang sinergi dengan
budaya paternalistik dan patron-klien, serta faktor hukum yang tidak berpihak pada
rakyat kurang mampu dan daerah perbatasan. Prinsip-prinsip hukum progresif telah
dilaksanakan dalam pelayanan kesehatan, tetapi belum dihayati dan dilaksanakan
secara konsisten untuk membentuk budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu perlu merekonstruksi budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan
dengan prinsip-prinsip hukum progresif.

KATA KUNCI: Budaya hukum birokrasi, pelayanan kesehatan dan hukum progresif

*Dosen

Fakultas Syariah Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas

IAIS Sambas
PENDAHULUAN
Pelayanan kesehatan adalah salah satu
dari jenis pelayanan publik yang mendapat
perhatian serius dari berbagai kalangan, ba
ik praktisi, akademisi, maupun para pemerhati pelayanan public dan masalah ketidakadilan karena pelayanan kesehatan di
Indonesia dinilai sangat rumit, prosedural,
berbelit-belit, lama, boros atau tidak efisien dan efektif serta menyebalkan. Faktanya terbukti dari masih rendahnya kualitas
pelayanan public yang dilaksanakan oleh
birokrasi tersebut mendapat predikat terburuk kedua di Asia setelah Indis dalam
hal efisiensi pelayanan publik dan investasi asing. Hal yang sama dibuktikan dari
hasil penelitian oleh Governance Assessment Survey menunjukkan bahwa akses
masyarakat di bidang kesehatan, pendidikan dan permodalan masih sangat rendah.
Meskipun pelayanan kesehatan sebagai salah satu pelayanan public yang diserahkan menjadi kewenangan wajib daerah,
yaitu jenis pelayanan publik yang menjadi
tanggung jawab pemerintah dan pemerintah
daerah, tetapi ternyata pelayanan kesehatan
yang ada saat ini belum memuaskan masyarakat. Diskriminasi pelayanan kesehatan sangat dirasakan, oleh masyarakat terlebih
lagi bagi masyarakat miskin yang tidak ada
pilihan lain, selain memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehatan dari pemerintah dan
pemerintah daerah melalui Puskesmas dan
RSUD/RSUP. Seiring dengan desentralisasi
pelayanan kesehatan berbagai kebijakan
pemerintah untuk meningkatkan pelayanan
keseha-tan telah dibuat, namun ternyata
target MDGs terutama upaya meningkatkan
kesehatan ibu dan bayi tidak tercapai yang
sangat berpengaruh pada upaya peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Berbagai penelitian telah dilakukan
mencari penyebab dari rendah atau buruknya mutu pelayanan kesehatan di Indonesia diantaranya adalah pada aspek budaya
birokrasi dan terkait dengan tidak dilaksanakannya berbagai ketentuan peraturan
perundang-undangan atau hukum diduga

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


penyebabnya adalah budaya hukum. Sehubungan dengan hal tersebut di atas aspek budaya hukum birokrasi pelayanan
kesehatan dianggap sebagai faktor yang
sangat berpengaruh terhadap pelayanan
kesehatan yang perlu diteliti lebih lanjut.
Fokus Studi Dan Permasalahan
Penelitian ini difokuskan pada rekonstruksi budaya hukum birokrasi pelayanan keseeehaaatan ibu dan bayi dalam
upaya mengurangi kematian ibu dan bayi
berbasis hukum progresif. Fokus penelitian
(studi) ini dilakukan dengan beberapa pertimbangan, yaitu: (a) bahwa birokrasi pemerintah adalah unsur utama dan penting
dalam pelayanan kesehatan, (b)budaya
hukum birokrasi sangat urgen untuk diteliti
selain belum dijumpai oleh penulis suatu
penelitian tentang hal ini, juga penting dikaitkan dengan upaya mempercepat terlaksananya sasaran birokrasi di Indonesia,
dan dan (c). Fokus pelayanan kesehatan
ibu dan anak terkait erat dengan upaya
mengatasi kegagalan Indonesia dalam men
capai target MDGs 2015, dan AKI dan
AKB di Kabupaten Sambas cenderung
meningkat yang ber-pengaruh pada penilaian IPM Kabupaten Sambas serta (d).
Hukum progresif dianggap dapat dijadikan
sarana untuk merekonsturksi budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan karena
pada prinsipnya antara lain bahwa proresif
pro rakyat dan pro keadilan.
Beranjak dari latar belakang dan fokus penelitian di atas, masalah penelitian
ini adalah: (a). Bagaimana konstruksi budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan
saat ini ? dan (b). Mengapa budaya hukum
birokrasi pelayanan kesehatan belum
mencerminkan rasa keadilan bagi masyarakat? Serta (c). Bagaimana konstruksi
ideal budaya hukum birokrasi pelayanan
kesehatan berbasis hukum progresif, sehingga mencerminkan rasa keadilan masyarakat?
Proses Dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif terhadap budaya hukum birok-rasi

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 31-

IAIS Sambas
pelayanan kesehatan berbasis hu-kum
progresif. Karena penelitian ini mengkaji
aspek hukum dengan memanfaatkan ilmu
sosial, maka pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan sosial-legal dengan
paradigma konstruk-tivisme dan paradigm
kritis.
Penelitian ini dilaksanakan pada Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah
(RSUD) di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Pilihan lokasi penelitian
didasarkan pada beberapa pertimbangan.
Pertama, Kabupaten Sambas adalah suatu
daerah di Kalimantan Barat yang unik atau
spesifik karena sebagai salah satu daerah
yang berbatasan langsung dengan negara
tetangga, Malaysia (Sarawak). Fokus pada
pembangunan perbatasan terkait erat dengan kebijakan NAWACITA ketiga yaitu
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan. Disamping itu, kawasan pertabatasan menjadi se
makin penting dibangun terkait pelaksanaan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
yang telah dimulai pada tanggal 31
Desember 2015 karena ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan satu kesatuan basis
produksi yang akan menjadi aliran bebas
barang, jasa, investasi, modal dan tenaga
kerja terampil antar negara ASEAN. Hal
ini adalah peluang sekaligus tantangan
yang perlu disikapi oleh bangsa Indonesia.
Kabupaten Sambas adalah salah satu
daerah pilot project reformasi birokrasi di
Indonesia yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 96
Tahun 2013 tentang Pene-tapan Pilot Project Reformasi Birokrasi pada Pemerintah
Daerah. Sebagai pilot project tentunya
diharapkan sasaran dan tujuan reformasi
birokrasi, terutama pelayanan publik (termasuk pelayanan kesehatan) memuaskan
masyarakat.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kabupaten Sambas terendah di Kalimantan Barat, padahal terdapat Rumah Sakit
Umum Daerah (RSUD) sebanyak 2 (dua)

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


buah, yaitu daerah di Kalimantan Barat yang paling banyak memiliki RSUD. Angka
Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB) sebagai salah satu kriteria
penilaian Angka Harapan Hidup (AHH)
dan indi-kator penilaian IPM ternyata di
Kabu-paten Sambas cenderung meningkat,
yaitu AKI dari 15 kasus (2011), menjadi
17 kasus (2012), 15 kasus (2013) dan 13
kasus (2014) serta 21 kasus (2015).
Sementara itu AKB dari 98 kasus (2012)
menjadi 108 kasus (2013) dan 111 kasus
(2014) serta 114 kasus (2015).
Kemudian tercatat cakupan persalinan yang ditolong oleh dukun bayi
ternyatan cukup tinggi, yaitu 27,25 persen
(2011), 34,28 persen (2012) dan 20,08
persen (2013). Selain itu, tercatat hanya
55,98 persen desa di Kabupaten Sambas
yang memiliki akses kemudahan terhadap
rumah sakit dan 87,77 persen desa yang
memiliki kemudahan akses terhadap
Puskesmas, serta hanya 77,17 persen desa
yang memiliki kemudahan akses terhadap
praktik dokter.
Konstruksi Budaya Hukum
Birokrasi Pelayanan
Kesehatan
1. Derajat Kesehatan dan Pelayanan
Kesehatan
Kasus kematian ibu semula terjadi
penurunan yang cukup baik yaitu sekitar
11,7 % dari 17 kasus pada tahun 2012
menjadi 15 kasus pada tahun 2013 dan
pada tahun 2014 terjadi penurunan kasus
sebesar 15,4% menjadi 13 kasus. Kemudian meningkat drastis pada tahun 2015
menjadi 21 kasus atau hampir 100% dari
tahun 2014. Mengacu pada kriteria WHO,
maka 13 kasus kematian ibu pada tahun
2014 dari 10.463 kelahiran hidup, atau
sekitar 120 AKI per 100.000 kelahiran
hidup berarti rendah dari AKI Kalimantan
Barat pada tahun yang sama sebesar 240
per 100.000 kelahiran hidup dan lebih
rendah dari AKI nasional sebanyak 259
per 100.000 kelahiran hidup. Sementara
itu, kasus kematian bayi (AKB) di Kabu-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 32-

IAIS Sambas
paten Sambas meningkat dari 88 kasus
(2012), menjadi 108 kasus (2013) dan 111
kasus (2014) serta 135 kasus pada tahun
2015 (sekitar 12 AKB dari 1000 kelahiran
hidup). AKB di Kabupaten Sambas meskipun cenderung meningkat setiap tahunnya,
tetapi dibandingkan dengan AKB Kaliman
tan Barat sebanyak 31 per 1000 kelahiran
hidup dan AKB nasional pada tahun 2012
sekitar 32 per 1000 kelahiran hidup, maka
AKB Kabupaten Sambas tergolong rendah
menurut kriteria WHO, yaitu dibawah atau
kurang dari 20 per 1000 kelahiran hidup.
Berdasarkan analisis data sekunder, da
pat dipahami bahwa telah terjadi penurunan capaian SPM kesehatan karena dari 22
indikator SPM kesehatan, hanya 10 indikator yang dapat dicapai pada tahun 2013,
memang lebih baik dari capaian SPM pada
tahun 2012 yaitu sebanyak 8 indikator.
Pada tahun 2014 hanya 5 indikator yang
tercapai. Caku-pan kunjungan ibuhamil K4
yang ditar-getkan dalam SPM sebesar 95%
ternyata hanya dicapai 41% (2012),
95,97% (2013) dan 90,98 (2014). Cakupan
kom-plikasi kebidanan yang ditangai yang
di-targetkan 100% dalam SPM, ternyata
hanya 70% (2012), 76,02% (2013) dan
76,11% (2014). Sementara itu cakupan pelayanan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang ditargetkan 90%, semula dapat dicapai yaitu sebesar 92,20% (2012), menurun menjadi 91,46% (2013) dan 86,33%
(2014). Persentase persalinan yang dittolong tenaga media di daerah perkotaan sebanyak 90,5% (2012) dan 92,8% (2014),
se-mentara di wilayah pedesaan (hampir
90% wilayah Kabupaten Sambas), pertolongan tenaga medis hanya 59,1% (2012)
dan 67,8% (2014). Selanjutnya pelayanan
nifas yang ditargetkan dalam SPM kesehatan 90% tidak pernah terea-lisir, yakni
86% (2012), 86,88% (2013) dan 83,12%
(2014). Demikian pula cakupan neonatus
dengan komplikasi yang ditangani yang
ditargetkan sebesar 85% ternyata tidak
pernah terealisir, bahkan sangat jauh dari
target, yaitu 58% (2012), 56,01% (2013)
dan 51,55% (2014). Cakupan kunjungan

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


bayi ke fasilitas pelayanan kesehatan yang
ditargetkan 94% juga tidak pernah tercapai, yaitu 63% (2012), 82,52% (2013), dan
84,41% (2014). Pelayanan balita masih
sangat jauh dari target 95%, yaitu hanya
mampu dicapai sebesar 32% (2012),
44,68% (2013) dan 43,38% (2014). Lebih
parah lagi adalah cakupan pemberian
makanan pendamping ASI pada anak usia
6-24 bulan keluarga miskin tidak tercapai,
yaitu 0% (2012), 81,22% (2013), dan 0%
(2014). Hanya cakupan balita gizi buruk
yang mencapai target 100% dalam tiga
tahun terakhir. Mencermati data di atas
dapat disarikan bahwa pelayanan kesehatan ibu dan bayi/anak di Kabupaten Sambas dalam tiga tahun terakhir sangat tidak
memuas kan, padahal sudah ditetapkan
kebijakan penerapan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah
(PPK-BLUD) pada RSUD Pemangkat dan
RSUD Sambas sejak tahun 2012 dan seluruh Puskesmas (27 buah) dari 28 Puskesmas yang ada di Kabupaten Sambas sejak
tahun 2013. Selain kebijakan penerapan
PPK-BLUD pada fasilitas kesehatan, juga
telah ditetapkan kebijakan:
1) Percepatan Peningkatan IPM
Kabupaten Sambas sejak tahun 2012
hingga saat ini.
Penetapan Roadmap Reformasi Birokrasi dengan Peraturan Bupati Sambas
Nomor 35 Tahun 2013 yang telah diubah dengan Peraturan Bupati Nomor
43 Tahun 2014 tentang Roadmap
Reformasi Birokrasi Tahun 20152019, Keputusan Menteri Pendayagunaan.
2) Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Nomor 96 Tahun 2013 ten
tang Penetapan Kabupaten Sambas
sebagai Pilot Project Reformasi
Birokrasi di Daerah.
3) Penetapan Peraturan Bupati Sambas
Nomor 44 Tahun 2012 tentang Persalinan Aman, Inisasi Menyusui Dini
dan Pemberian ASI Ekslusif

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 33-

IAIS Sambas
4) Pencanangan pemasangan bendera
berwarna pink pada rumah tangga
yang istrinya hamil.
5) Melakukan lokakarya mini (lokmin)
di tingkat kecamatan dan kabupaten
secara berkala dengan melibatkan
berbagai komponen masyarakat
6) Kemitraan bidan desa dengan dukun
bayi dalam upaya mengurangi Kematian ibu melahirkan dan mera-wat
bayi.
7) Merekrut Sarjana Pendamping Percepatan Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (SP3 IPM) untuk
ditempatkan di setiap desa di Kabupaten Sambas guna mendata, meng
analisis dan menyusun program prio
ritas tiap-tiap desa sebagai upaya percepatan peningaktan IPM di desa tersebut.
8) Menetapkan beberapa Puskesmas
PONED (Pelayanan Obsetri Neonatal
Emergensi Dasar) dan RSUD PONEK
(Pelayanan Obsetri Neonatal EmerGensi Komprehensif) untuk meningkatkan pelayanan melahirkan dalam
kondisi gawat darurat
9) Membentuk Multi Stakeholder
Forum (MSF) bidang kesehatan, yaitu
kelompok masyarakat yang diinisiasi
untuk mewakili masyarakat dalam
mendata, membahas dan menye pakati
kebijakan pelayanan kesehatan.
10) Menetapkan janji layanan kesehatan
yang dibahas dan disepakati antara
penyelenggara pelayanan kesehatan dan
MSF di masing-masing wilayah kerja
Puskesmas dan RSUD sebagai bukti
komitmen tentang pelayanan kesehatan
yang akan diberikan kepada masyarakat.
Meskipun berbagai kebijakan baik di
tingkat nasional maupun daerah tentang
upaya peningkatan pelayanan kesehatan
ternyata budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan dilokasi penelitian belum
banyak berubah. Budaya hukum birokrasi
pelayanan kesehatan masih berorientasi
pada kekuasaan bukan pada pelayanan

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


kepada masyarakat. Fakta ini menggambarkan bahwa birokrasi pelayanan kesehatan masih cenderung melaksanakan birok
rasi weberian dan mar xian, padahal
undang-undang pelayanan publik, yaitu
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
telah mengadopsi prinsip good governance
dan New Public Service.
Budaya Hukum Birokrasi Pelayanan
Kesehatan Yang Tidak Mencerminkan
Rasa Keadilan Bagi Masyarakat
1. Budaya Hukum Birokrasi dan
Kepentingan Ekonomi
Pertimbangan ekonomi dalam pelayanan kesehaan oleh tenaga kesehatan di
daerah perbatasan pada dasarnya adalah
rasional karena tenaga kesehatan terutama
dokter yang tugas di daerah perbatasan
lebih kecil peluang insentif ekonominya
dibandingkan jika tingkat di wilayah perkotaan. Undang-Undang No. 36 Tahun
2014 tentang Tenaga Keseha-tan hanya
memberikan atau menjanjikan kenaikan
pangkat istimewa bagi tenaga kesehatan
yang bertugas di daerah perbatasan, tertinggal dan terluar. Tidak ada isentif ekonomi dan non ekonomi lainnya. Sehubungan dengan itu, maka pilihan yang rasional
tenaga kesehatan apabila insentif ekonomi
paling dominan yang mereka pilih. Pilihan
tersebut oleh Posner disebut sebagai
opportunity cost, yaitu suatu pilihan dari
alternative, umumnya dua alternative,
umumnya dua alternatif yang sama-sama
menarik dengan biaya (cost) yang harus
dikeluar-kan sama besarnya. Hanya satu
dari beberapa alternatif yang harus dipilih
karena tidak mungkin memilih semua
alternatif yang disediakan karena kesempatan untuk mendapatkan pilihan itu hanya pada saat itu. Hal yang sama juga
berlaku pilihan itu oleh masyarakat terhadap pelayanan kesehatan (melahirkan).
Rendahnya pertolongan pelayanan
melahirkan oleh tenaga kesehatan diwilayah pedesaan karena alasan eko-nomi.
Karena alasan ekonomi, antara lain: biaya
persalinan lebih besar dengan bidan desa

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 34-

IAIS Sambas
dari pada dengan dukun bayi. Masyarakat
lebih memilih dibantu persalinannya oleh
dukun bayi karena biaya kecil dan sisa
biaya persalinan dapat digunakan untuk
biaya selamatan bayinya dari pada seluruh
biaya untuk persalinan dengan bidan desa,
sementara untuk sematan tidak ada. Selamatan untuk selamatan tidak ada. Selamatan bayi yang baru lahir bernilai tinggi
dan sakral bagi masyarakat desa dan apabila tidak dilakukan diyakini akan mendapat sanksi sosial dan pertanda tidak baik
bagi kelangsungan hidup bayi tersebut.
2.

Budaya Hukum Birokrasi


dan Kekuasaan
Faktor kekuasaan dalam birokrasi pelayanan kesehatan sangat terasa dalam pro
ses penyusunan Anggaran pen-dapatan dan
Belanja Daerah (APBD). Hal ini berawal
dari kebijakan pemerintah daerah dan
DPRD sepakat untuk mempercepat peningkatan IPM Kabupaten Sambas dengan
prioritas membangun sarana dan prasarana
pelayanan kesehatan.
Ditindaklanjuti dengan penyusunan an
garan dan ternyata anggota DPRD bersang
kutan bahwa fungsi anggaran sebagai kewenangan DPRD sebagaimana tertuang da
lam Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2010 (sekarang Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2014 tentang MD3) yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah
Nomor 16 Tahun 2010 dan diatur lebih lan
jut dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 54 Tahun 2010 sebagai tindak
lanjut dari Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pemban-unan Nasional dan Peraturan
Peme-rintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengeendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah adalah DPRD
berwenang mengajukan anggaran sebagai
pokok-pokok pikiran DPRD. Akibatnya,
dana yang sudah dialokasikan ke SKPD
terkait pelayanan kesehatan dan diakui
sebagai dana aspirasi DPRD yang pelaksanannya harus dibicarakan secara pribadi

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


dengan anggota DPRD tersebut, maka
timbul permasa-lahan yang mana SKPD
bidang keseha-tan merasa adanya tekanan
yang sangat berpengaruh pada pelayanan
kesehatan. Tindakan oleh oknum anggota
DPRD tersebut di atas adalah berpotensi
sebagai suatu perbuatan penyalahgunaan
wewenang.
Menurut Agus Dwiyanto jabatan dalam birokrasi paternalistik dilihat sebagai
fungsi dari kepercayaan atasan, sedangkan
dalam birokrasi rasional, jabatan adalah
fungsi dari prestasi kerja. Lebih lanjut
dijelaskan bahwa dalam dijelaskan bahwa
dalam birokrasi paternalistik, loyalitas dan
se-nioritas menjadi kriteria yang dianggap
lebih penting dari prestasi kerja. Sebaliknya bagi birokrasi rasional, prestasi
kerja yang lebih penting daripada loyalitas. Faktanya memang terjadi dalam
birokrasi bahwa apapun tindakan staf
selalu minta pertimbangan dan persetujuan pimpinan, misalnya dalam benuk
disposisi mohon arahan.
Seharusnya staf memberikan saran,
pertimbangan dan alternatif untuk di-ambil
sebagai putusan pimpinan. Sering kali
terjadi dan masih terjadi adalah pimpinan
sudah memutuskan terlebih dahulu, tugas
staf hanya menyiapkan administrasi yang
sejalan dengan kepu-tusan pimpinan.
Apabila staf yang ber-buat seperti ini,
maka dikatakan bahwa staf tersebut
loyal dan berdedikasi tinggi karena di
sana tidak ada kesan dan bukti bahwa
pimpinan yang memerintah kan berbuat
sesuatu kepada staf. Jika terjadi masalah
hukum, maka yang pasti bersalah adalah
staf bukan pimpinan. Tipe birokrasi seperti
ini menurut Nonet dan Selznick sebagai
tipe pra birokratik atau tipe campuran
weberian dan marxian.
3. Hukum Yang Tidak Berpihak
Kepada Kepentingan Khusus
Wilayah Perbatasan.
Terdapat beberapa peraturan hukum
yang tidak berpihak pada rakyat terutama
rakyat perbatasan, yakni:

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 35-

IAIS Sambas
1. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
741/Menkes/Per/VII/2008 tentang standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten atau Kota.
2. Ketentuan agar pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan 90% pada tahun
2015. Ketentuan ini ditafsirkan bahwa
suatu waktu, nanti tidak ada lagi pertolongan persalinan oleh selain tenaga kesehatan. Kiranya betul seperti ini keiinginan pembuat peraturan, maka peraturan ini dapat dianggap tidak bermoral
karena mengabaikan kearifan lokal dan
nilai-nilai gotong-royong di pedesaan.
Dukun bayi adalah simbol kearifan
lokal, budaya patron klien yang masih
ada dan dijunjung tinggi oleh masyarakat pedesaan dan perbatasan. Sementara bidan desa adalah symbol modern
dan kapitalis karena jasa mereka dihargai dengan uang. Benturan kepentingan
ini meresahkan masyarakat. Langkah
positif pemerintah Kabupaten Sambas
menganaisis kemitraan antara bidan
desa dan dukun bayi dalam upaya menyelamatkan ibu melahirkan dan bayi
dengan cara berbagi peran dan kerja
sama (bekerja dalam sebuah tim).
3. Ketentuan Pasal 37 ayat (2) UndangUndang Nomor 29 Tahun 2004ten-tang
Praktik Kedokteran yang mem-berikan
kebebasan praktik dokter maksimum 3
lokasi diniai tidak adil oleh masyarakat,
meskipun ketentuan ini dinyatakan
tidak bertentangan dengan konstitusi
oleh Mahkamah Konstitusi.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75
Tahun 2014 tentang Puskesmas dinilai
tidak memperhatikan perkembangan
masyarakat di daerah perbatasan karena
tidak sejalan dengan kebijakan pembangunan perbatasan yang sudah ditetapkan dalam RPJMN tahun 2004-2009
dengan Peraturan Presiden Nomor 7
Tahun 2005, dan RPJMN 2010-2014
yang ditetapkan dengan Perpres Nomor
5 Tahun 2010 dan RPJMN tahun 20152019 yang ditetapkan dengan Perpres

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Nomor 2 Tahun 2015. Dalam RPJMN
tersebut bahwa daerah perbatasan di
Kabupaten Sambas telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Strategi Nasional
(PKSN). Hendaknya Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tersebut sejalan dengan kebajikan nasional dengan membuat kriteria Puskesmas perkotaan yang
kualitas sarana prasarana dan sumber
daya tenaga kesehatan setingkat Rumah
Sakit tipe C.
5. Peraturan BPJS Kesehatan terkait kepesertaan sebagai anggota mandiri
BPJS dinilai tidak adil oleh masyarakat
karena peraturan pemberlakuannya yang berubah-udah dalamwaktu singkat
dan tidak disosialisasikan secara intensif. Sementara itu, Peraturan BPJS No.
2 Tahun 2015 tentang Norma Penetapan Besaran Kapasitas dan Pembayaran
Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama berbenturan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang
Puskesmas. Benturan dimaksud antara
lain terkait dengan jumlah dokter minimum sebagai dasar pembayaran kapitalis sebesar Rp. 6.000,- (enam ribu
rupiah) apabila memiliki dokter paling
sedikit 3 (tiga) orang dengan perbandingan1 (satu) orang dokter berbanding
dengan paling banyak 5000 (lima ribu)
peserta. Ketentuan Permenkes Nomor
75 Tahun 2014 mensyaratkan dokter
pada Puskesmas di daerah terpencil
tidak rawat inap paling sedikit 2 (dua)
orang dan rawat inap paling sedikit 3
(tiga) orang. Kenyataannya, tenaga dok
ter yang mau bertugas di perbatasan sangat kurang meskipun sudah diberikan
intensif oleh pemerintah daerah.
Kemudian, rasio dokter di Kabupaten
Sambas adalah 1 (satu) dokter berbanding 11.000 (sebelas ribu) penduduk
dan 1 (satu) dokter spesialis berbanding
lebih dari 100.000 (seratus ribu)
penduduk.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 36-

IAIS Sambas
6. Ketentuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam jabatan jabatan struktural yang hingga saat ini masih berlaku, bertentangan dengan Pasal 34 ayat (1) UndangUndang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit. Menurut PP Nomor 100
Tahun 2000 bahwa seorang pejabat
fungsional yang diangkat dalam jabatan
struktural, maka jabatan fungsionalnya
dicabut. Ketentuan ini dapat diartikan
bahwa seorang dokter (tenaga fungsional) yang diangkat sebagai pejabat stu
ktural, maka yang bersangkutan tidak
dapat diberikan izin praktik dokter.
Sementara itu, untuk dapat diangkat
sebagai direktur RSUD berdasarkan
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit harus tenaga medis (dokter). Kalau dipersyaratkan harus
dokter untuk direktur RSUD, padahal
jabatan struktural pada dasarnya
berkualifikasi manajemen, maka bagi
Kabu-paten Sambas yang kekurangan
te-naga dokter yang apabila diangkat
sebagai pejabat struktural, maka jabatan
fungsionalnya dicabut, tidak boleh
praktik dokter, tentu saja dinilai tidak
adil bagi masyarakat dan bagi petugas
pelayanan kesehatan.
Konstruksi Baru Budaya Hukum
Birokrasi Pelayanan
Kesehatan Berbasis Hukum
Progresif
1. Praktik Budaya Hukum Birokrasi
Pelayanan Kesehatan Yang
Progresif
Penerapan PPK-BLUD pada fasilitas
kesehatan merupakan tindak lanjut dari
ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
dan Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum yang diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2012 serta Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pe-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


doman Teknis Pola Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum Daerah. Penerapan
PPK-BLUD merupakan suatu kebijakan
pengelolaan keuangan sebagai pengecualian yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dan dalam me
lakukan kegiatannya didasarkan pada prin
sip efisiensi dan pola bisnis. PPK-BLUD
adalah pola pengelolaan keuangan yang
memberikan fleksi-belitas berupa keleluasaan untuk menetapkan praktik-praktik
bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
memajukan kesejahteraan umumdan mencerdaskan kehidupan bangsa. PPK-BLUD
dilaksa-nakan sebagai koreksi atas pola
penge-lolaan keuangan daerah yang ada
dan ternyata menghambat pelayanan
publik. Menurut Mediya Lukman, bahwa
ke-datangan BLUD sebagai sebuah bentuk
penyelenggaraan layanan publik yang baru
telah mendobrak dan menentang bentuk
sistem birokrasi weberian dan administrasi
publik tradisional.
Kebijakan penerapan PPK-BLUD dalam pelayanan kesehatan adalah kebijakan mematahkan peraturan yang ada
bersifat umum (rule-breaking) yang dinilai sudah sangat tidak memuaskan masyarakat, sekaligus membentuk peraturan
yang baru (rule-making) yang ber sifat
khusus atau pengecualian apabila telah
ditetapkan untuk penerapan PPK-BLUD
dan diatur sendiri tata cara pengelolaan
keuangan BLUD yang beda dengan ketentuan pengelolaan keuangan yang bersifat
umum. Akibatnya langsung yang dirasakan baik oleh masyarakat maupun petugas
pelayanan kesehatan dengan merubah
birokrasi pelayanan kesehatan tersebut,
antara lain:
(1). Masyarakat puas dengan pelayanan kesehatan sejak penerapan PPKBLUD pada Puskesmas dan RSUD yang
dibuktikan dari hasil survei Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM) oleh peme-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 37-

IAIS Sambas
rintah kabupaten Sambas pada tahun 2013
dan 2015.
(2). Masyarakat terlibat aktif dalam
berbagai kebijakan pelayanan kesehatan
meskipun harus diakui bahwa peran serta
masyarakat dalam meningkatkan derajat
kesehatan masih rendah. Keterlibatan mas
yarakat dalam pembangunan kesehatan di
Kabupaten Sambas antara lain: (a). Terben
tuknya Multi Stakehol-ders Forum (MSF)
bidang kesehatan di seluruh kecamatan
dan tingkat Kabupaten Sambas, (b). Masyarakat terlibat dalam menyusun dan mene
tapkan janji layanan kesehatan di seluruh
Puskes-man dan RSUD Sambas dan
RSUD Pemangkat (c). Masyarakat terlibat
aktif dalam lokakarya mini (lokmin) bidang kesehatan terutama pada upaya meng
urangi AKI dan AKB serta gizi buruk ,
(d). Masyarakat terlibat aktif dalam pemasangan bendera bewarna pink pada keluarga yang terdapat ibu hamil (e).
Masyarakat mulai aktif dalam menim-bang
bayi setiap bulan di posyandu.
Kemitraan bidan desa dengan dukun
bayi diinisiasi oleh pemerintah daerah
bersama masyarakat dan difasilitasi oleh
USAID-Kinerja dan PKBI Kabupaten
Sambas dan Kalbar, contoh lain penetapan hukum progresif dalam pelayanan ke
sehatan di Kabupaten Sambas. Kemudian
dilanjutkan oleh pemerintah daerah yang
difasilitasi oleh PKBI Kabupaten Sambas
sejak tahun 2012 sampai sekarang. Tujuan
utama kemitraan ini adalah ingin mengurangi AKI dan AKB yang masih cukup
tinggi di Indonesia dan di Kabupaten
Sambas.
Berdasarkan laporan BPS Kabupa-ten
Sambas bahwa hasil Survei Susenas tahun
2012, cakupan persalinan di Indonesia
oleh dukun bayi sebesar 34,28%, bidan
56,94%, dokter 4,84% dan tenaga medis
lainnya sebanyak 3,94%.
Demikian pula cakupan persalinan
oleh dukun bayi di Kabupaten Sambas
masih cukup tinggi yaitu 27,25% (2011),
34,38% (2012), 20,08% (2013), dan
13,67% (2014) padahal jumlah bidan de-sa

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


di Kabupaten Sambas terus diupayakan
ditambah sehingga rasio bidan terus meningkat, yaitu 43,04 (2012), menjadi 59,36
(2013) dan 127,02 (2014).
Kebijakan kemitraan bidan desa dengan dukun bayi sebagai kebijakan yang
menerapkan prinsip-prinsip hukum proresif, yaitu suatu kebijakan yang merubah
pola pikir positivistik tenaga kesehatan.
Pola pikir positivistik dimaksud bahwa
mereka selalu mempersalahkan adanya
praktik dukun bayi dan beranggapan bahwa merekalah (bidan desa) yang boleh
praktik karena dibenarkan oleh aturan
yang berlaku. Faktanya masyarakat masih
menggunakan jasa dukun bayi dalam persalinan. Kemitraan bidan dan dukun bayi
adalah wujud nyata praktik New Public
Service (NPS) dalam pelayanan kesehatan,
terutama terkait dengan adanya kolaborasi
antara petugas pelayanan kesehatan dan
masya rakat dalam menyusun dan membuat ke bijakan meningkatkan derajat kese
hatan masyarakat, khususnya kesehatan
ibu dan bayi.
2.

Konstruksi Baru Budaya Hukum


Birokrasi Pelayanan Kesehatan
Berbasis Hukum Progresif
Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan bahwa praktik birokrasi pelayanan
kesehatan masih menggunakan cara
pandang lama. Konstruksi budaya hukum
birokrasi cara pandang lama:
a. Nilai-nilai dimiliki oleh birokrasi pelayanan kesehatan saat ini adalah:
1) Nilai kekuasaan, yaitu birokrasi
adalah sebagai penguasa, yaitu yang
serba tahu, orang yang paling
diperlukan. Masyarakat adalah orang
yang lemah yang tidak meng-erti apa
yang harus dilakukannya. Nilai ini
tertanam dalam birokrasi pelayanan
kesehatan, sehingga menjadi budaya
birokrasi dan terkait dengan pembua
tan dan penegakan hukum, sudah ter
tanam dalam pikiran dan resepsi biokrasi bahwa hukum dapat dilaksanakan bahwa hukum dapat dilak-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 38-

IAIS Sambas
sanakan atau tidak tergantung penafsiran dan kepentingan birokrasi.
Apapun yang dilaksanakan oleh
birokrasi untuk pelayanan public,
masyarakat harus mengikutinya karena birokrasi adalah agen pembangunan. Paham ini ada lah paham
birokrasi pra birokratis atau dapat
juga disebut sebagai paham birokrasi
administrasi lama (old public
administration).
2) Nilai ketaatan pada hukum yang
berlaku. Hukum diberlakukan jika
menguntungkan baik secara ekonomi maupun kelangsungan jaba-tan
atau posisi dalam status sosial.
Ketaatan pada pimpinan lebih tinggi
nilainya dari pada ketaatan pada
hukum.
3) Nilai kepedulian pada masyarakat
miskin dan tidak berkemampuan.
Orientasi ekonomi dan kekuasaan
menyebabkan kepedulian pada warga masyarakat miskin dan tidak
mampu dikesampingkan. Akibatnya,
masyarakat miskin dan kuran mampu hanya dianggap sebagai beban,
sementara sebagian masyarakat yang
berkecukupan dianggap sebagai sum
ber penghasilan yang perlu diberikan penghasilan yang perlu diberikan perhatian maksimal agar puas
dan menjadi pelanggan. Terhadap teman sejawat, diperlukan dengan bila
mana diperlukan dengan orientasi
saling menguntungkan.
b. Sikap birokrasi pelayanan kesehatan
selama ini dapat digambarkan sebagai
berikut:
1) Sikap menunggu perintah pemerintah baru mau bekerja. Sikap menunggu pemerintah atau menunggu
arahan adalah sebagai konsekuensi
masuknya budaya paternalistik dan
atau patronklien dalam birokrasi selain budaya birokrasi weberian yang
hierarkis dan birokrasi marxian yang
menegaskan bahwa birokrasi adalah
bagian dari kekuasaan. Staf pelak-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


sana pelayanan public tidak berani
mengambil inisiatf sendiri melakukan tindakan, kecuali atas perintah
atau arahan pimpinan. Kewenangan
me mutuskan hanya ada pada pimpinan. Akibatnya pelayanan menjadi
lambat dan berbelit-belit, padahal
staf di bawah berhadapan langsung
dengan masalah yang dihadapi
masyarakat.
2) Sikap melayani hanya pada pimpinan bukan pada masyarakat. Sikap
ini tertanam dalam perilaku birokrasi
yang dapat dilihat dari penghormatan
nya pada pejabat yang menghampirinya. Sikap yang berbeda jika birok
rasi berhadapan dengan masyarakat.
Sering kali dikeluhkan bahwa birok
rasi atau petugas pelayanan kesehatan tidak ramah, bahkan seringkali
pula pasien/keluarga pasien di-marah
apabila pasien minta segera dilayani.
Sebaliknya, petugas kesehatan akan
begitu ramah dengan pasien yang
berpengaruh karena jabatannya atau
karena kekayaan-nya.
3) Sikap superior atau senioritas atas
yang lainnya. Dokter adalah seseorang yang ahli, oleh karena itu diposisikan pada tempat terhormat dan
jasa layanannya harus lebih banyak
dari pada tenaga kesehatan lainnya,
termasuk manajemen. Sikap merasa
paling penting dan paling diperlukan
ini, menyebabkan seringkali dokter
datang terlambat dan pulang lebih
awal, padahal mungkin saat ini pasien masih ada dan sangat memerlukan pertolongan dokter.
c. Harapan dari birokrasi pelayanan
kesehatan saat ini, terutama dari pihak
petugas pelayanan kesehatan di daerah
perbatasan adalah:
1) Bahwa ada pengecualian dalam
peraturan perundang-undangan bidang pelayanan kesehatan dan
pegawai negeri sipil yang bertugas
di daerah perbatasan. Missalnya
bidan dan perawat dapat diizinkan

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 39-

IAIS Sambas
praktik melayani masyarakat yang
sakit
2) Diharapkan adanya kebijakan pemerintah pusat dan daerah untuk
memberikan insensif bagi tenaga
kesehatan yang tugas di daerah perbatasan. Isentif tersebut antara lain
berupa tambahan penghasilan, dan
insentif mendapatkan prioritas untuk mendapatkan pelatihan teknis
secara berkala dan pendidikan kejenjang profesi lainnya. Juga diharapkan dibangunnya sarana dan
prasarana pelayanan kesehatan yang berkualitas Internasional.
Konstruksi baru budaya hukum pelayanan kesehaan berbasis hukum progresif
adalah nilai-nilai, sikap dan harapan birokrasi pelayanan kesehatan yang berkeadilan
adalah sebagai berikut:
a. Nilai-nilai yang harus dimiliki oleh
birokrasi pelayanan kesehatan adalah :
1) Nilai tanggung jawab menyelamatkan manusia lebih utama dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya,
seperti orientasi ekonomi yang meng
anggap pasien sebagai sumber peng
hasilan. Tanggung jawab menyelamatkan manusia di atas peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Artinya, meskipun dilarang oleh
peraturan, tetapi demi menyelamatkan manusia, maka laksana saja sesuatu yang diyakini dapat dilakukan.
Hal ini terkait dengan nilai dalam
hukum progresif bahwa hukum itu
pro rak yat dan pro keadilan dan
hukum untuk kebahagiaan. Apalagi
di wilayah perbatasan yang sarana
dan prasarana serta infrastruktur dan
sumber daya manusia terbatas, maka
masyarakat sangat berharap pertolongan petugas pelayanan kesehatan
jika mereka sakit, terlebih kalau
dalam kondisi gawat darurat.
2) Nilai kebersamaan dengan semangat gotong royong harus dibang-un
dan dikembangkan karena pelayanan kesehatan bukan tugasnya

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


tenaga kesehatan semata, tetapi perlu
bantuan orang lain, SKPD lain dan
terlebih lagi bantuan
masyarakat.
b. Sikap yang harus dibangun dan dikembangakn untuk meningaktkan budaya
hukum birokrasi pelayanan kesehatan
yang melayani adalah, sikap yang :
1) Memandang pasien dan keluarganya sebagai manusia yang sempurna
sama dengan tenaga kesehatan, mereka adalah mitra yang dapat diajak
untuk berdiskusi dalam mencari solusi mengobati penyakitnya. Tenaga
kesehatan, mereka adalah mitra yang
dapat diajak untuk berdiskusi dalam
mencari solusi mengobati penyakitnya. Tenaga kesehatan dengan ilmu yang dimilikinya hanyalah orang
biasa yang juga tidak luput dari kekeliruan dalam mendiaknosis dan me
mutuskan mengobati pasien.
2) Sikap lain yang dianggap penting
ada dalam budaya baru birokrasi pelayanan kesehatan adalah sikap melayani dengan tulus ikhlas, sebagai
amal yang baik yang jika dilaksanakan akan dapat pahala dari Allah
SWT.
3) Sikap tidak sombong karena keahlian yang dimiliki yang menganggap orang lain rendah dan bodoh.
Sikap tidak sombong akan diikuti
dengan sikap merendah diri, sikap
menghormati orang lain dan sikap
toleransi dengan orang lain sehingga mudah untuk berkolaborasi
dan bekerja sama dengan orang lain.
4) Harapan yang dianggap perlu dimiliki oleh birokrasi pelayanan kesehatan adalah bahwa ke depan apabila
pelayanan kesehatan semakin baik
dan memuaskan masyarakat, maka
masyarakat akan semakin sehat karena pelayanan kesehatan preventif
dan telah didukung sepenuhnya oleh
masyarakat.
Menurut hemat penulis, terdapat dua
jenis rekonstruksi yang perlu diusulkan

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 40-

IAIS Sambas
dalam perbaikan budaya hukum birokrasi
pelayanan kesehatan, yakni: a. Rekonstruksi cara berpikir irokrasi pelayanan kesehatan yang progresif, b. rekonstruksi cara
kerja birokrasi pelayanan kesehatan yang
progresif.
Agar konstruksi baru budaya hukum
birokrasi pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan dengan baik, maka perlu dilakukan perubahan cara berpikir (mind sets)
pelayanan kesehatan yang progresif dan
cara kerja (culture sets) pelayanan kesehatan yang progresif.
1. Rekonstruksi Cara Berpikir (Mind
Sets) Progresif
Rekonstruksi pandangan dasar atau
cara berpikir (mind sets) birokrasi pelayanan kesehatan sudah saatnya dilakukan
mengingat cara berpikir lama sudah tidak
sesuai lagi dengan keadaan saat ini. Birokrasi pelayanan kesehatan yang ada saat ini
mengikuti cara berpikir positivistik. Cara
berpikir positivistik, hukum diidentikkan
dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, proses hukum berjalan sesuai prosedur yang ditetapkan, tidak boleh
diubah, kecuali diubah oleh peraturan yang
sama oleh pejabat berwenang. Apapun
yang tertera dan tertulis dalam peraturan
tidak boleh diubah, harus dilaksanakan.
Jadi, hukum adalah sebuah perintah dari
negara (pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah) yang diberlakukan bagi mas
yarakat, dan masyarakat wajib mengikutinya. Penyimpangan atau penolakan dalam
melaksanakan hukum bearti perbuatan
melanggar hukum dan harus dihukum.
Hukum progresif menolak cara-cara
berhukum positivistik yang kaku, yaitu
cara berpikir bahwa hukum yang tertulis
yang dibuat oleh penguasa dalam bentuk
peraturan perundang-undangan adalah paling benar. Hukum progresif tidak berarti
menolak hukum positif, jika hukumnya
adil, dapat diterima, tetapi jika hukumnya
tidak membawa rasa keadilan bagi masyarakat maka hukum tersebut diabaikan.
Hukum progresif bu kan sekedar menetap
kan aturan dan hanya untuk memenuhi

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


prosedur, me-lainkan hukum yang harus
dilihat sebagai persoalan manusia secara
utuh. Hukum progresif adalah hukum yang
dipergunakan untuk manusia, baik dalam
berinteraksi sesama manusia maupun antara manusia dengan alam semesta.
Hukum progresif dengan demikian, ke
tika menilai apakah hukum dilaksanakan
atau tidak, dasar pertimbangannya atau
adalah apakah hukum itu memiliki rasa
keadilan substantif atau tidak dan bukan
menurut pertimbangan pribadi. Untuk
mengetahui apakah hukum itu berkeadilan
atau tidak adalah melalui pandangan atau
pendapat dan harapan masyarakat tentang
hukum tersebut. Pendapat dan harapan
tersebut merupakan hasil dialog yang inten
sif dengan masyarakat (berkolaborasi).
Selanjutnya cara berpikir non-positivistik para birokrasi pelayanan kesehatan
adalah bahwa hukum yang ada dilaksanakan jika menguntungkan baik secara ekonomi, maupun menguntungkan secara sosial. Tidak dilaksanakan jika sebaliknya.
Cara pandang atau cara berpikir terhadap
hukum yang demikian itu adalah keliru
dan dapat dianggap melawan hukum.
Contoh nyata, masih banyak RSUD dan
Puskesmas di daerah yang tidak menetap
kan PPK-BLUD, padahal kebijakan tersebut adalah kebijakan yang berorientasi
pada peningkatan pelayanan publik, pro
rakyat dan pro keadilan. Kebijakan BLUD
adalah rule-breaking terhadap peraturan
pengelolaan keuangan dan aset yang
selama ini dianggap sebagai penghambat
pelayanan publik. Kebijakan BLUD adalah kebijakan progresif, yaitu kebijakan
mematahkan birokrasi terhadap hukum
yang ada, selanjutnya ditetapkan hukum
bar u dengan aturan yang sama yaitu
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah
dan Peraturan Menteri.
Contoh lainnya hasil penelitian dari
cara berpikir non-positivistik birokrasi
pelayanan kesehatan yang dapat digolongkan sebagai praktik budaya hukum
adalah bahwa petugas tidak segera melayani pasien yang kondisi kesehatan nya

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 41-

IAIS Sambas
sangat lemah yang perlu pertolo-longan
dengan alasan belum mendaftar pada loket
pendaftaran. Juga ditemukan adanya dokter tidak mau melayani pasien yang gawat
darurat dengan alasan tidak bertugas saat
itu, padahal dia melihat kejadian itu
dengan alasan melang gar kode etik. Dilain
pihak, banyak kasus di pedesaan, seorang
perawat dan bidan, melakukan praktik
(menolong pasien) terhadap penyakit yang
seharusnya ditangani dokter umum atau
dokter spesialis. Praktik tersebut dilakukan
dengan alasan menolong warga yang butuh
pertolongan.
Cara berpikir birokrasi yang selama
ini bahwa hanya negara yang berwenang
membuat hukum. Kenyataannya, masyarakat pun bisa membuat hukum yang
berlaku bagi masyarakat tersebut.
Contoh nyata hasil penelitian, yaitu
adanya kesepakatan perikatan atau perjanjian antara petugas pelayanan kesehatan dengan MSF dalam bentuk janji
layanan. Janji layanan tersebut dibuat tertulis dan disepakati untuk dilaksana-kan.
Janji layanan adalah hukum bagi para
pihak yang mengikatkan perjanjian tersebut karena kalau dilanggar akan mendapat
sanksi. Sanksinya adalah sanksi berupa teguran, bahkan sampai dimutasi dari jabatan dan atau diberitahukan tidak dengan
hormat sebagai pegawai negeri. Contoh
lain yang dapat dijadikan bahan untuk
merekonstruksi cara berpikir birokrasi
adalah kemitraan bidan desa dengan dukun
bayi dalam hal mengurangi AKB dan AKI
di lokasi penelitian. Cara berpikir kreatif
dengan mengadopsi prinsip-prinsip hukum
pro gresif yang dilakukan melalui kemitraan tersebut adalah suatu sikap yang lebih
mengutamakan kepentingan manusia atau
keselamatan manusia dari pada kepentingan peraturan. Bidan dan dukun bayi
bermitra atas dasar mengedepan kan
keselamatan manusia (ibu dan anak) dari
pada kepentingan pribadi mereka (kepentingan ekonomi, sosial, harga diri dan
sebagainya). Mereka yang bermitra merasa
setara dan saling mendukung dalam se-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


buah tim yang bekerja sama untuk kebaikan menyelamatkan nyawa manusia.
Cara berpikir positivistik dalam praktik birokrasi pelayanan kesehatan sangat
dominan. Cara berpikir positivistik dalam
berhukum, maka hukum diidentikan dengan peraturan perundang-undangan yang
ha-rus dilaksanakan menurut prinsip-prinsip prosedural dan rasional, dan undangundang yang dianggap mampu dan dasar
untuk menertibkan masyarakat. Hukum dianggap telah ditegakan apabila prosedur
yang dilaksanakan menurut substansi
hukum yang berlaku. Tidak dipermasalahan, apakah hukum yang dilaksanakan
secara logika dan prosedural yang dibuat
oleh lembaga yang berwenang tersebut
berkeadilan atau tidak.
Paham hukum positivistik tidak meandung nilai kemausian karena hukum
bukan untuk manusia, tetapi untuk hukum
itu sendiri. Hukum positivistik yang prosedural tersebut memang dirancang sebagai
upaya yang logis yang diterima oleh
masyarakat umum (universal), sebagai upa
ya untuk mewujudkan adanya kepastian
hukum. Hukum dinilai telah memenuhi
unsur keadilan (keadilan formil) apabila
telah dilaksanakan sesuai substansi hukum
dan prosedur melaksanakan hukum telah
dipenuhi. Hal itu, berarti pula telah memenuhi unsur kepastian hukum. Sementara
hukum progresif beranjak dari cara berpikir yang lain, yaitu hukum adalah untuk
manusia, bukan sebaliknya manusia untuk
hukum. Hukum dengan demikian harus
bermanfaat dan berkeadilan bagi manusia
karena hukum dibuat untuk mengatur
manusia supaya tertib dan sejahtera. Hukum yang berorientasi pada kepentingan
manusia adalah hukum yang bertujuan
untuk mewujudkan keadilan substantif
bukan keadilan formal.
Dominannya cara berpikir positivistik
pada birokrasi pelayanan kesehatan, selain
karena tipe birokrasi Indonesia yang dinilai masih prabirokratik menuju birokratik
juga praktik penegak hukum yang positistik ikut mempengaruhi cara berpikir birok-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 42-

IAIS Sambas
rasi. Unsur kekuasaan juga masih sangat
dominan mempengaruhi praktik birokrasi
dalam pelayanan publik, termasuk dalam
pela-yanan kesehatan. Disamping itu, telah
di buatberbagai peraturan dan prosedur
pelayanan publik, termasuk pelayanan
kesehatan sebagai ciri bahwa pelayanan
kesehatan mengarah pada tipe birokratik.
Begitu banyaknya peraturan terkait
pelayanan kesehatan, menyebabkan birokrasi pelayanan kesehatan semakin kaku,
tidak fleksibel dalam praktisi mem berikan
pelayanan kesehatan. Petugas pelayanan
kesehatan tidak berani bertindak menyimpang dari aturan yang ada, padahal sering
kali mereka diha-dapkan untuk bersikap
toleran terhadap peraturan karena mereka
sering kali berhadapan dengan pasien
miskin dan tidak berkemampuan yang
dalam pan-dangan mereka patut dilayani
dengan baik.
Ketika petugas pelayanan kesehatan
mengambil sikap menyimpang dari ketentuan yang berlaku, padahal dengan niat me
nolong warga yang tidak mampu, misalnya
menggratiskan atau tidak memungut biaya
dari pasien miskin, dipastikan tindakan
tersebut akan ditegur pimpinan dan disalahkan atau dinyatakan bersalah oleh pemeriksa. Sering kali diminta pertanggung
jawaban materi (dibayar sendiri oleh petugas dari uang sen diri) oleh aparat pengawas dan penyidik. Hal ini berarti, cara ber
piker yang positivistik adalah cara paling
aman dari aspek hukum, meskipun bertentangan dengan hati nurani petugas itu
sendiri untuk menolong nyawa manusia.
Jadi, birokrasi pelayanan kesehatan yang
positivistik yang diatur oleh negara dalam
berbagai produk perundang-undangan
telah membuat birokrasi pelayanan kesehatan tidak manusiawi atau tidak berhati
nurani. Sebenarnya, UUD 1945 telah mengamankan bahwa pelayanan kesehatan
adalah salah satu bentuk hak asasi manusia
yang harus diwujudkan oleh birokrasi
(negara).
Implikasi cara berpikir progresif yang
menolak cara berpikir positivistik adalah

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


akan adanya perubahan cara berpikir baik
secara filosofis, maupun secara hukum
dalam pelayanan kesehatan. Secara filosofis artinya akan terjadi pergeseran cara
berpikir petugas pelayanan kesehatan dari
semula budaya menunggu perintah undang
undang (hukum) baru bertindak menjadi
kreatif dan inovatif. Artinya, para penyelenggaraan pelayanan kesehatan hendaknya mampu memenuhi fakta bahwa pelayanan hendaknya mampu meme-nuhi fakta
bahwa pelayanan kesehatan ibu dan anak
adalah bagian dari tindakan mewujudkan
hak-hak asasi manusia yang harus dilaksanakan (aspek ontologi) dan pelaksanaannya harus dengan cara-cara yang mahasiswa dan konstitusional (aspek epistemologi dan aspek dan aspek aksiologi).
Kreativitas akan timbul karena dalam
pikiran petugas yang selalu ingin memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat. Mereka selalu berusaha mencari informasi dengan masyarakat, apa yang terbaik bagi masyarakat. Hal itu tidak akan
pernah berhenti, selalu ingin memberikan
yang terbaik bagi masyarakat. Implikasi
lebih lanjutnya adalah birokrasi pelayanan
kesehatan akan selalu diubah dan diperbaiki, disesuaikan dengan kepentingan atau
keinginan masyarakat yang dituangkan dalam produk peraturan perundang-undangan
tentang pela-yanan kesehatan.
2. Rekonstruksi Cara Kerja
(Culture Sets) Progresif
Rekonstruksi cara kerja dimaksudkan
sebagai dasar menentukan sikap atau tindakan bekerja. Cara kerja berangkat dari
nilai yang dimiliki oleh petugas yang bera
sal dari sikap petugas terhadap pelayanan
yang akan dilakukannya. Seseorang yang
sebelum bekerja orientasi kerjanya adalah
untuk mendapatkan uang sebanyakbanyaknya, tidak peduli dengan kesulitan
orang lain, maka cara kerjanya kaan berbeda di antara suatu unit kerja yang tidak
berpotensi mendapat uang banyak dengan
tempat tertentu yang berpotensi dapat uang
banyak.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 43-

IAIS Sambas
Orientasi kerja mendapatkan uang
bukan dilarang, tetapi kalau orientasi kerja
hanya atau semata-mata untuk mendapakan uang adalah tidak adil bagi masyarakat uang adalah tidak adil bagi masyarakat
jika kita bekerja sebagai petugas pelayanan
kesehatan. Pelayanan kesehatan adalah pekerjaan unik yaitu pekerjaan yang penuh
dengan nilai-nilai kemanusiaan karena mereka yang ingin mendapatkan layanan
adalah orang sakit dan kebanyakan orang
miskin. Hasil penelitian, ditemukan beberapa ibu melahirkan meninggal dunia
karena tidak ditolong oleh tenaga kesehatan atau kalaupun ditolong tidak dilakukan
secara maksimal karena orang (pasien) yang ditolong adalah pasien miskin yang apa
bila ditolong tidak banyak dapat jasa
layanannya (jasa medis) atau mungkin setleah ditolong dia minta digratiskan dengan alasan tidak punya uang. Tidak ditolong
oleh petugas pelayanan kesehatan (ditolong dukun bayi) karena alasan tidak ada
biaya bila ditolong persalinannya oleh bidan yaitu dengan biaya sekitar Rp. 600.000 (enam ratus ribu rupiah). Persalinan
dengan pertolongan dukun bayi tidak dipu
ngut biaya seperti halnya ditolong oleh
bidan. Orientasi kerja yang demikian itu
adalah orientasi ekonomi, yaitu orientasi
yang hanya ingin mendapatkan uang
dalam memberikan pelayanan.
Selanjutnya, seseorang berorientasi pa
da ekonomi dalam bekerja, maka apabila
tidak menguntungkan secara ekonomi, katakanlah pasien yang dilayani adalah orang
miskin pemegang kartu BPJS kelas III, ma
ka cara kerjanya akan berbeda apabila pasien adalah orang kaya dan pasien umum,
menginap di VIP. Perilaku yang demikian
itu harus diubah (rekonstruksi) melalui
cara bahwa tugas utama pelayanan kesehatan adalah menyelamatkan manusia, bukan
yang lainnya. Hukum progresif mengajarkan bahwa hukum harus dijalankan berdasarkan cara-cara yang bermoral, yaitu berhati nurani yang berlandaskan nilai spritual, yaitu nilai-nilai yang sudah berakar
kuat dalam budaya bangsa, yaitu nilai kea-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


dian substantif. Keadilan substantif dalam
birokrasi pelayanan pelayanan dapat diwujudkan apabila orientasi beramal. Orientasi beramal menurut hemat penulis adalah
contoh konkret atau praktik nyata pelaksanaan prinsip berhukum yang berhati nurani
dalam hukum progresif.
Konstruksi baru cara kerja dalam
birokrasi pelayanan kesehatan yang ber
basis hukum progresif akan berpeng-rauh
pada tindakan nyata budaya kerja (culture
sets) sebagaimana diamanatkan dalam
sasaran reformasi birokrasi. Jadi secara
filosofis konstruksi baru cara kerja dalam
praktik birokrasi progresif akan memacu
pejabat dan petugas pelayanan kesehatan
untuk bekerja dengan baik melalui peningkatan disiplin kerja, berperilaku baik dalam bekerja (ramah, sopan dan beretika)
dan melayani dengan hati (atas dasar ketulusan, ikhlas membantu orang lain dalam
kesulitan). Selanjutnya, mereka akan berupa menyusun dan membentuk hukum pe
layanan kesehatan yang kontekstual jika
hu-kum yang ada dinilai tidak adil bagi
masyarakat. Hal ini dilakukan sejalan
dengan prinsip otonomi daerah yaitu melayani masyarakat dan mensejahterakan
masyarakat.
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulka dari penelitian sebagai berikut:
Pertama, budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan saat ini masih cenderung berciri birokrasi weberian dan marxian dalam praktisi penyelenggaraan
pelayanan kesehatan karena: (1). praktik
birokrasi pelayanan kesehatan yang masih
menggunakan cara-cara lama, yang menganggap dirinya sebagai penguasa bukan sebagai pelayan masya-rakat, (2). praktik
birokrasi yang masih menggunakan cara
lama adalah praktik yang sengaja menutupi kekurangannya dengan berbagai cara
antara lain bahwa prosedur (SOP) tentang
pelayanan yang lama dan berbelit-belit
adalah sudah sesuai aturan, padahal SOP

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 44-

IAIS Sambas
dibuat atas dasar rekayasa pribadi tidak
tertulis dan tidak berlandaskan hukum
yang dapat dipertanggung jawabkan, (3).
praktik birokrasi yang tidak disiplin dalam
melaksanakan tugasnya yang datang ke
kantor sesuka hatinya, (4). Praktisi birorasi yang lebih mengutamakan pada hirearki kewenangan, sehingga petugas pelayanan yang langsung berhadapan dengan
masyarakat tidak mempunyai kekuasaan
untuk memutuskan sendiri jika berhadapan
dengan masalah yang dihadapi secara
konkret, (5). Praktik birokrasi yang menganggap bahwa pasien adalah orang lemah
yang tidak mengerti apa yang harus dilakukan dan hanya bantuan tenaga kesehatan
yang diharapkan, (6). praktik birokrasi yang berorientasi ekonomi untuk kepentingan diri sendiri, (7). praktik birokrasi ya
ng bekerja sendiri-sendiri tanpa perlu bantuan profesi atau orang lain, (8). Praktisi bi
rokrasi bahwa hukum dapat dilaksanakan
juga dapat tidak dilaksana kan (plastis) tergantung pada pendapat pribadi dan arahan
pimpinan. Hukum dilaksanakan jika meng
utamakan secara ekonomi dan kepentingan
jabatan, (9). praktik birokrasi pelayanan
kesehatan yang meskipun disusun secara
rasional, hierarkis dan diatur secara tertulis dapat dikalahkan oleh penguasa pembina ASN dengan perintah lisan karena ala
san loyalitas dan serba salah yang dipengaruhi oleh masih kuatnya budaya paternalistik dan patron-klien dalam birokrasi
pemerintahan.
Kedua, hak-hak masyarakat mencari
keadilan dalam pelayanan kesehatan
terabaikan oleh: (1). Kepentingan ekonomi petugas pelayanan kesehatan yang
sangat dominan dari pada kepentingan
melayani dan menyelamatkan pasien, (2).
kepentingan politik atau kekuasaan para
pimpinan pemerintahan dan para anggota
DPRD, memaksa birokrasi harus mempertanggung jawabkan kepentingan mereka.
Pejabat birokrasi, tidak bisa keluar dari ika
tan patron-klien dalam birokrasi pemerintah. Pimpinan sebagai patron, dan pejabat
dan petugas pelayanan kesehatan sebagai

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


klien, (3). faktor hukum yang tidak berpihak kepada rakyat juga berpengaruh pada
budaya hukum birokrasi dalam pelayanan
kesehatan. Faktor hukum dimaksud adalah
hukum pelayanan kesehatan yang tidak
memberikan insentif bagi petugas pelayanan kesehaan yang berada di daerah perbatasan, kecuai hanya isentif kenaikan pangkat istimewa.
Ketiga, adalah konstruksi baru budaya hukum birokrasi pelayanan kesehatan
yang berdasarkan nilai-nilai tanggung jawab dan nilai kebersamaan didukung dengan sikap menghormati orang lain sebagai mitra dan manusia yang mempunyai
kemampuan untuk bekerja sama serta sikap tidak sombong ata keahlian yang dimiliki, sehingga akan diikuti dengan sikap
toleransi, sikap tolong menolong yang
berakibat pada dukungan yang baik dari
berbagai pihak untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang semakin baik bagi masyarakat.
REKOMENDASI
Agar hasil penelitian ini bermanfaat bagi
peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, terutama masyarakat perbatasan, disaran
kan:
1. Kepada pemerintah daerah di wilayah
perbatasan dengan negara tetangga untuk
memanfaatkan hasil penelitian ini dengan
melakukan langkah kebijakan antara lain:
1) Menyusun dan menetapkan kebijakan
perbaikan budaya hukum birokrasi pelayanan public, khususnya pelayanan
kesehatan sebagai bagian dari kebijakan reformasi birokrasi di daerah.
2) Mensosialisasikan kebijakan tersebut di
atas kepada seluruh ASN, khususnya
penyelenggara pelayanan kesehatan
dengan tujuan agar seluruh pegawai
ASN memahami hukum pelayanan
kesehatan, melaksanakan dan menegegakan agar masyarakat puas.
3) Menindaklanjuti kajian, analisis dan
saran yang dimuat dalam tulisan ini,
didukung dengan tersedianya dana dan
sumber daya manusia yang memadai

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 45-

IAIS Sambas
2. Kepada pemerintah pusat, disarankan untuk:
1) Membuat kebijakan pelayanan kesehatan di wilayah perbatasan yang bersifat khusus yang tidak sama dengan kebijakan di daerah lain.
2) Jika jumlah dokter tetap dipertahankan
tersedia di Puskesmas sebagaimana
tercantum dalam Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesman, maka pemerintah pusat harus membuat kebijakan insentif
bagi dokter dan tenaga kesehatan
lainnya tidak hanya insentif kenaikan
pangkat istimewa sebagaimana tertuang dalam Undang-undang Nomor 36
Tahun 2014 tentang tenaga Kesehatan,
insentif dimaksud terkait dengan: (a).
Diprioritaskan untuk mendapatkan
pendidikan pada jenjang lebih tinggi
dan dibiayai oleh pemerintah pusat, (b).
diberikan sarana pelayanan kesehatan
yang lengkap, dan (c). Diberikan
kesempatan untuk mengikuti berbagai
pelatihan teknis.

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


3) Sejalan dengan kebijakan Nawacita,
yaitu pembangunan dari pinggir dan
daerah tertinggal, terluar dan terisolir,
maka disarankan untuk membuat kebijakan pembangunan kesehatan di daerah perbatasan antar negara yang diren
canakan dan dikelola langsung oleh pemerintah pusat. Kebijakan pembanungan kesehatan di wilayah perbatasan tersebut didukung oleh seluruh
sektor terkait di tingkat pusat, provinsi
dan kabupaten perbatasan.
4) Melaksanakan kebijakan pembangunan
kesehatan di wilayah perbatasan yang
didukung oleh dana APBN, yaitu
berupa (a). Pembangunan Rumah Sakit
Umum Pemerintah Pusat dan (b).
Pembangunan Perguruan Tinggi Negeri yang mendukung pembangunan ke
sehatan.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 46-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

DAFTAR PUSTAKA

Achmad
Ainur
Rohman,dik,
Press.Malang, 2010.

Reformasi

Pelayanan

Publik.Averoes

Agus Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.


Gajahmada University Press.Yogyakarta, 2008.
Reformasi
Yogyakarta, 2015.
Agus

Kontekstual.

Gajahmada

University

Press.

Pramusinto dan Wahyudi Kumorotomo, Governance Reform di


Indonesia: Mencari Arah Kelembagaan Politik Yang Demokratis dan
Birokrasi Yang Profesional.Gava Media.Yogyakarta, 2009.

Aminuddin Ilmar.2014. Hukum Tata Pemerintahan. Prenada Media. Jakarta,


2014.
Azhari, Mereformasi Birokrasi Publik Indonesia (Studi Banding Intervensi
Pejabat Politik terhadap Pejabat Birokrasi di Indonesia dan
Malaysia).Pustaka Pelajar.Yogyakarta, 2011.
Denhardt, Janet V. and Denhardt, Robert B. The New Public Service : Serving,
not Steering.M.E.Sharpe. New York, 2003.
Dinas Kesehatan Kabupaten Sambas.2015.Profil Kesehatan Kabupaten Sambas
Tahun 2014.
Esmi Warassih, Pranata Hukum : Sebuah Telaah Sosiologis. UNDIP.
Semarang, 2011.
,dkk (editor), Refleksi dan Rekonstruksi Ilmu Hukum di
Indonesia, 2012.
Friedman,Lawrence M. The Legal system : A Social Science Perspective.Russell
Sage Foundation. New York, 1975.
. , American Law.W.W.Norton and Company.Inc.New York.
Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat.2009.Hukum Administrasi Negara
dan Kebijakan Pelayanan Publik. Nuansa.Bandung, 1984.
Kausar, Sistem Birokrasi Pemerintah Daerah dalam Bayang-Bayang Budaya
Patron-Klien.Alumni.Bandung, 2009.
M. Masud Said, Birokrasi di Negara Birokrasi : Makna, Masalah dan
Dekonstruksi Birokrasi Indonesia.UMM Press.Malang, 2007.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 47-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

Mahfud, MD, dik, Dekonstruksi dan Gerakan Pemikiran Hukum Progresif.


Thafa Media dan Konsorsium Hukum Progresif UNDIP. Yogyakarta,
2013.
Mediya Lukman, Badan Layanan Umum
Korporasi.PT.Bumi Aksara.Jakarta, 2013.

Dari

Birokrasi

Menuju

Miftah Thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi.Kencana


Prenada Media Group. Jakarta, 2009.
,Birokrasi dan
Persada.Jakarta, 2010.

Politik

Moleong,
Lexi
J,
Metodologi
Rosdakarya.Bandung, 2012.

di

Indonesia.PT.

Penelitian

Rajagrafindo

Kualitatif.PT.

Remaja

Mustopadidjaya,dkk. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance. LAN-BPKP.


Jakarta.
Nonet, Philippe dan Philip Selznick, Hukum Responsif, terjemahan oleh Raisul
Muttaqin. Nusa Media. Bandung, 2013.
Posner, Richard A.1998.Economic
Company.New York.

Analysis

of

Law.A

Wolter

Kluwer

Ratminto dan Atik Septi


Winarsih.2010.Manajemen Pelayanan :
Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizens Charter dan
Standar Pelayanan Minimal.Pustaka Pelajar.Yogyakarta.
Romli Atmasasminta.2010.Globalisasi dan Kejahatan Bisnis.Kencana Prenada
Media Group.Jakarta.
Satjipto
Rahardjo.2009.Hukum
Progresif:
Indonesia.Genta Publishing.Yogyakarta.

Sebuah

Sintesa

Hukum

.2006.Membedah Hukum Progresif.Kompas.Jakarta.


.2010.Penegakan Hukum Progresif.Kompas.Jakarta.
Suteki.2015.Masa Depan Hukum Progresif.Thafa Media.Yogyakarta.
Syamsudin.2012.Konstruksi Baru Budaya Hukum Hakim Berbasis Hukum
Progresif. Kencana Prenada Media Group.Jakarta.
Thabrany Hasbullah, dkk. 2009. Sakit, Pemiskinan dan MDGS. Kompas.
Jakarta.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 48-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

Titon Slamet Kurnia.2015.Interpretasi Hak-Hak Asasi Manusia oleh Mahkamah


Konstitusi Republik Indonesia, the Jimly Court 2003-2008.CV.Mandar
Maju.Bandung.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 49-

SKETSA PENDIDIKAN HUMANIS RELIGIUS


Kamil*

ABSTRAK
The principle of education humanistic make from progressivism, namely child centered
education. The teacher has a democratic and cooperative role, participation in student
activity. Learning process and activity based student, it is a problem solving. Education is not
only with target to humanistic but need transcendental target. Morality become is very
important in this educational model, how created someone can meaningfulness it self and
another. Education can build morality and capacity to realization living goal is it a style
education humanism religious. Finally all person in this live can taste comfortable to
ibtighaa mardlatillah and radliyatan mardliyyah.

KATA KUNCI: Education, Humanism, and Religious.

Dosen Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas

IAI Sambas
PENDAHULUAN
Di negara kita, pendidikan diharapkan
bersifat humanis-religius dimana pengembangan kehidupan (ilmu pengetahuan)
tidak terlepas dari nilai-nilai keagamaan
dan kebudayaan.Masyarakat di negara ini
menghargai nilai-nilai keagamaan dan
kebudayaan sebagai sumber membangun
kehidupan yang harmonis di antara
bermacam-macam etnik, kelompok, sosial,
agama, dan daerah.Nilai keagamaan dan
kebudayaan merupakan nilai inti bagi
masyarakat yang dipandang sebagai dasar
untuk mewujudkan cita-cita kehidupan
yang bersatu, bertoleransi, berkeadilan,
dan sejahtera.Hal ini menjadikan nilai takwa haruslah dipahami sebuah inklusifisme
dalam kehidupan yang sarat keberagaman
seperti di Indonesia sehingga tercipta
sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat
yang berdampingan dengan penuh damai
(peaceful coexistence) (Abdurrahman
Masud, 2003: 156).
Nilai keagamaan bukan dipandang
sebagai nilai ritual yang sekadar digunakan
untuk menjalankanupacara keagamaan dan
tradisi, tetapi diharapkan menjadi bagian
yang tidak terpisahkan dan kegiatan kehidupan untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan material, sosial, harga diri, intelektual, dan aktualisasi diri. Masyarakat
mengharapkan kehidupan material dan
sosial tidak dipisahkan dari nilai keagamaan sehingga kemakmuran material yang
ingin diwujudkan tidak menjadi wujud pemenuhan keserakahan material yang dapat
dihancurkan kemanusiaan.
Kehidupan yang didominasi oleh pemenuhan kebutuhan material akan mendorong kehidupan yang penuh dengan
konflik ketidakadilan, kesenjangan sosial
yang menghancurkan dan menjauhkan hubungan persaudaraan yang harmonis dan
persamaan. Manusia dihinggapi dengan ka
rakter persaudaraan yang harmonis dan per
samaan.
Manusia dihinggapi dengan karakter
pemilikan (having character) yang membahayakan bagi orang lain dan juga bagi

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


diri sendiri. Etika sosial menjadi penting
untuk dijaga sebagai tanggung jawab
sosial serta tugas menjaga kemaslahatan di
atas bumi.Berbicara mengenai etika sosial
haruslah didahului dengan landasan etika
perorangan.Atau dalam halini ajaran Islam
tentang manusia yang dianggap versus
anggapan (ajaran) al-akhlaq al-karimah
dalam masyarakat Islam (A. Qodri Azizy,
2003: 88-89).
Kehidupan yang penuh persaingan
dan konflik antarumat manusia lebih dipicu oleh karakter dan sikap pemilikan material yang berlebihan. Perebutan sumbersumber alam melampaui batas-batas wilayah sehingga mendorong untuk terjadi pro
ses ekspansi kekuasaan politik dan ekonomi untuk sekadar memperoleh keuntungan material yang lebih banyak. Konflik dan peperangan antar manusia, masyarakat bahkan antarbangsa masih selalu terjadi karena karakter keserakahan material
yang melekat pada diri manusai. Pendidikan yang selama ini berkembang lebih
menekankan pada penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang disertai dasar kuat pegembangan karakter
manusia yang memiliki hati nurani mulia.
Penguasaan technical know lebih menonjol
daripada pengembangan nilai- nilai dan
sikap untuk membangun manusia yang arif
dan bijak.
Kondisi realistis seperti diuraikan di
atas menjadi alasan yang kuat untuk membangun pendidikan yang lebih baik dengan
di arahkan pada tujuan pembangunan manusia seutuhnya. Pendidikan dituntut untuk menjadi bagian dari pengembangan kehidupan keberagamaan, dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah (sekuler) dari
kehidupan keberagaman masyarakatnnya.
Penetapan dan perumusan Pancasila
sebagai dasar untuk menyelenggarakan kehiduap bernegara dan bermasyarakat, maka lima sila yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan atau musyawarah dan keadilan sosial
merupakan nilai-nilai dasar yang seharusnya menjadi nilai inti bagi pengembangan

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 50-

IAI Sambas
kehidupan masyarakat, dan juga pengembangan kehidupan dan budaya sekolah.
Nilai keutuhan dan kemanusian mengisyaratkan bahwa aktivitas kehidupan dan pen
didikan harus bersifat humanis dan religius
dimana kegiatan pendidikan harus bertujuan pada pengambangan nilai-nilai kema
nusian dan religiusitas (keberagaman) peserta didiknya.
Sedangkan sila ketiga mengisyaratkan
pada pengembangan nilai-nilai kebangsaan
(persatuan) dibangun di atas pondasi nilai
keberagamaan dan kemanusiaan. Sila keempat mengisyaratkan pengambangan nilai demokrasi yang dibangun berdasarkan
pada nilai keberagamaan, kemanusiaan,
dan kesatuan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera. Sila kelim mengisyaratkan bahwa
pengembangan masyarakat yang berkeadilan dan sejahtera menjadi wujud masyarakat yang dicita-citakan, masyarakat yang
humanis-religius, bersatu secara nasional
dan demokratis.
Tuntutan dari kondisi realistis yang
masih berkembang dan bangunan filosofis
(pandangan hidup) bermasyarakat dengan
Pancasila sebagai dasar pendidikan di
negara kita lebih dituntut untuk membangun pendidikan yang humanis religius. Citacita membangun pendidikan yang humanis
dan religius sudah tersurat dalam nilainilai perumusan Pancasila sebagai dasar
bagi penyelenggaraan kehidupan ber-bang
sa dan bernegara.
Pendidikan Humanis-Religius
Istilah pendidikan humanis-religius mengandung dua konsep pendidikan yang ingin
diintegrasikan, yaitu pendidikan humanis
dan pendidikan religius. Pengintegrasian dua
kosep pendidikan ini dengan tujuan untuk
dapat membangun sistem pendidikan yang
dapat mengintegrasikan keduanya. Pendidikan humanis yang menekankan aspek kemerdekaan individu diintegrasikan dengan
pendidikan religius agar dapat membangun
kehidupan individu (sosial) yang memiliki
kemerdekaan, tetapi dengan tidak mening-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


galkan (sekuler) nilai-nilai keagamaan yang diikuti masyarakat atau menolak nilai
ketuhanan (ateisme)
PEMBAHASAN
Pendidikan Humanis
Pendidikan humanis sebagai pemikiran pendidikan telah berkembang dengan
mengadopsi prinsip-prinsip pendidikan dari dua aliran, yaitu progresivisme dan
eksistensialisme.Tetapi pendidikan humanis juga memperoleh dukungan dari ahli
psikologi humanistic dan ahli pendidikan
kritis. (George R. Knight, 1982: 21).
Prinsip- prinsip pendidik humanis yang
diambil dari prinsip progresivisme adalah
prinsip pendidikan yang berpusat pada
anak (child centered), (Imam Berdib,
1996: 29) peran guru yang tidak otoriter,
fokus pada keterlibatan dan aktivitas siswa
dan aspek pendidikan yang demokratis dan
kooperatif. Prinsip-prinsip pendidikan ini
adalah sebagai reaksi terhadap pendidikan
tradisional yang menekankan pada metode
pengajaran formal yang kurang memberi
kebebasan pada siswa sehingga siswa men
jadi tidak kreatif yang sekedar mengikuti
program pendidikan yang ditetapkan oleh
orang dewasa.
Prinsip-prinsip pendidikan tradisional
yang ditolak humanis adalah (1) guru yang
otoriter, (2) metode pengajaran yang menekankan pada buku teks semata, (3)
belajar pasif yang menekankan mengingat
data atau informasi yang diberikan guru,
(4) pendidikan yang membatasi pada ruang
kelas sehingga terasing dari realita kehidu
pan sosial, (5) penggunaan hukuman fisik
atau rasa takut sebagai bentuk pembangun
disiplin.
Sebagaimana sejalan dengan prinsipprinsip pendidikan yang telah disebutkan
di atas maka para pendidik humanis
(George R. Knight, 2007: 148-153) memiliki pandangan tentang pendidikan sebagai berikut:

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 51-

IAI Sambas
1. Tujuan pendidikan dan proses pendidikan berasal dari anak (siswa). Oleh
karenanya kurikulum dan tujuan pendidikan menyesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan prakarsa anak.
2. Siswa adalah aktif bukan pasif. Anak
memiliki keinginan belajar dan akan me
lakukan aktivitas belajar apabila mereka
tidak difrustaskan belajarnya, oleh orang dewasa atau penguasa yang memaksakan keinginannya.
3. Peran guru adalah sebagai penasihat,
pembimbing, teman belajar bukan peng
uasa kelas. Tugas guru ialah membantu
siswa belajar sehingga siswa memiliki
kemandirian dalam belajar. Guru berperan sebagai pembimbing dan yang melaukan kegiatan mencari dan menemukan pengetahuan bersama siswa. Tidak
boleh ada pengajaran yang bersifat
otoriter, di mana guru sebagai penguasa
dan murid menyesuaikan.
4. Sekolah sebagai bentuk kecil dari masyarakat luas. Pendidikan seharusnya tidak sekadar dibatasi sebagai kegiatan di
dalam kelas dengan dibatasi empat dinding sehingga terpisah dari masyarakat
luas. Karena pendidikan yang bermakna
adalah apabila pendidikn itu dapat dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat.
5. Aktivitas belajar harus berfokus pada
pemecahan masalah, bukan sekadar mengajarkan matapelajaran. Pemecahan
masalah adalah bagian dari kegiatan kehidupan.oleh karenanya, pendidikan harus membangun kemajuan siswa untuk
memecahkan masalah. Kegiatan pendidikan bukan sebagai pemberian informasi atau data dari guru kepada siswa,
yang terbatas sebagai aktivitas mengumpulkan dan mengingat kembali peng
etahuan statis.
6. lklim sekolah harus demokratis dan koo
peratif karena kehidupan di masyarakat
selalu hidupbersama orang lain, maka
setiap orang harus mampu membangun
kooperasi dengan orang lain. Namun,

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


dalam realita pendidikan tradisional sering siswa dilarang untuk berbicara,
berpindah tempat atau kerja sama dengan siswa lain. Iklim demokratis dalam kelas dibutuhkan agar siswa dapat
hidup secara demokratis di masyarakat.
Prinsip-prinsip pendidikan humanis
yang diambil dari pandangan progresivisme (Imam Bernadib dan Sutari Imam
bernadib, 1996: 62) di atas lebih menekan
kan individu sebagai satuan sosial (anggota masyarakat). Sedangkan prinsip pendidikan humanis yang diambil dari pandangan eksistensialisme adalah menekankan pada keunikan siswa sebagai individu.
Setiap siswa dipandang sebagai individu
yang memiliki keunikan yang berbeda dengan siswa lain. Perbedaan keunikan individu siswa dalam kegiatan pendidikan dan
belajar harus dapat tampak dan dihargai
oleh pendidik atau guru. Pandangan eksis
tensialis yang diambil oleh pendidik
humanis adalah adanya kemerdekaan atau
kebebasan dalam diri individu untuk memilih apa yang dianggap benar bagi dirinya untuk dapat membangun dirinya menjadi (to become) seperti apa yang diinginkan. Kelahiran sebagai wujud keberadaan
atau eksistensi individu di dunia adalah
titik awal bagi bagi individu untuk mengembangakn esensi dirinya. Esensi diri manusia dibangun melalui proses kehidupan
dimana individu memiliki kebebasan untuk memilih dan dia harus bertanggung
jawab terhadap apa yang telah dipilih.
Individu akan terbentuk menjadi apa adalah sesuai dengan pilihan bebas yang diambil, yang selanjutnya terbentuk menjadi
siapa dirinya, sebagai dokter, insinyur,
atau guru adalah sebagai akibat dan pilihan
bebas yang dia lakukan.
Nilai-nilai keagamaan berada dalam
diri individu yang memperoleh pemaknaan
oleh individu masing-masing, tidak ada
otoritas di luar diri individu yang dapat
memberikan makna. Apabila individu melakukan perubahan makna akan pengetahuan, nilai-nilai atau keagamaan maka hal
itu dilakukan oleh dirinya dengan rasa

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 52-

IAI Sambas
sukarela dan bukan karena paksaan dan
otoritas di luar dirinya. Oleh karenanya,
komunikasi atau dialog menjadi instrumen
penting bagi perubahan pemaknaan akan
pengetahuan, nilai-nilai, maupun keagamaan.
Dalam model pendidikan tradisional,
komunikasi atau dialog yang bersifat interaksi dua arah dari guru pada siswa, dan
siswa pada guru, telah diubah menjadi
bentuk perintah atau penyampaian informasi yang satu arah. Dalam hal ini, hakhak siswa sebagai individu yang memiliki
kebebasan atau otoritas atas dirinya telah
dirampas oleh guru. Pengetahuan dan nilai
yang ditangkap siswa menjadi tidak orsinil atau tidak memiliki makna bagi individu dan kehidupannyan.
Hanya dengan metode dialog maka
pengetahuan dan nilai-nilai yang dijadikan
materi (isi) dialog tersebut dapat membantu mengubah pengetahuan subjektif
menjadi pengetahuan objektif. Dalam metode dialog terjadi proses komunikasi yang
setara antara individu satu dengan individu
lain, tidak ada unsur pemaksaan sehingga
memberi kebebasan bagi setiap individu
untuk mengambil atau tidak mengambil
pengetahuan dan nilai-nilai. Hal ini juga
sesuai dengan prinsip belajar yang disampaikan Rogers, yaitu situasi belajar yang
paling efektif meningkatkan belajar yang
bermakna adalah apabila (1) situasi yang
mengancam diri siswa dikurangi seminimal mungkin, (2) perbedaan persepsi
terhadap objek pemahaman diizinkan atau
difasilitasi.
Paulo Freire (1972: 35), menjelaskan
dialog adalah sebagai cara yang menusiawi
untuk memaknai dunia, dalam arti juga untuk memahami dan memaknai pengetahuan dan nilai-nilai. Dia mengatakan dialog adalah pertemuan antar orang (manusia), diperantarai oleh dunia, agar manusia
memaknai dunia. Apabila ini diterapkan
pada situasi belajar maka dialog adalah per
jumpaan antara guru dan siswa, diperantarai oleh materi (isi) pelajaran, agar dapat
memahami (memaknai) materi pelajaran.

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Dialog tidak akan terjadi di antara mereka,
di mana yang satu merampas hak orang la
in (penindas) dan yang lain dirampas
haknya (tertindas). Atau dengan bahasa
lain bahwa dialog tidak akan terjadi antara
guru yang telah merampas hak kebebasan
siswa dengan siswa yang telah dirampas
hak kebebasannya oleh guru.
Terakhir, Friere mengatakan dialog ti
dak mungkin terjadi apabila tidak melibat
kan berfikir kritis. Manusia dan dunianya
sebagai unsur yang tidak terpisahkan, sebagaimana guru dan murid dengan materi
pelajaran sebagai unsur yang tidak terpisah
kan. Pemahaman atau pemaknaan terhadap
dunia atau materi pelajaran dengan tujuan
untuk melakukan perubahan kehidupan tidak dapat dilakukan tanpa berpikir kritis.
Dalam proses pendidikan atau belajar dengan tujuan untuk perubahan kehidupan
maka guru dan sisiwa harus melakukan
pemahaman atau pemaknaan dengan meng
gunakan pemikiran kritis.
Pendidikan Religius
Pendidikan atau belajar pada awalnya
cenderung merupakan bagian dari kegiatan
kehidupan keberagaman dan kebudayaan.
Manusia dalam kehidupan bermasyarakat
di samping menciptakan organisasi untuk
mengatur kerja sama sebagai alat untuk
mencapai tujuan bersama, juga mengembangkan aturan-aturan untuk mengatur perilaku diantara warga masyarakat. Keyakinan dan nilai-nilai keagamaan adalah inti
yang menjadi dasar bagi pengembangan
aturan masyarakat. Selama ini kebanyakan
umat Islam disibukkan oleh aktivitasaktivitas keilmuan yang tidak untuk membuktikan bahwa Islam itu dinamis, kreatif,
akomodatif, pluralistik, berwawasan ke
depan (prospektif), berorientasi kepada
kualitas dan kemajuan, melainkan sebalik
nya umat Islam sibuk mengkaji Islam yang
yang berwawasan kerdil, kuno, mundur,
terbelakang, dan kurang maju (Imam
Suprayogo, 2007: 63-64).
Walaupun dalam kehidupan modern
sumber nilai bergeser lebih ke arah penggu-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 53-

IAI Sambas
naan nilai keilmuan yang lebih objektif
seperti kemanusiaan dan demokrasi, tetapi
nilai keagamaan tetap tidak dapat dipisahkan
dari perilaku nyata kehidupan individu dan
masyarakat. Nilai-nilai keagamaan sering
secaratidak sadar tetap menjadi kekuatan
yang laten bagi pilihan tindakan atau perilaku manusia dan masyarakat. Karenanya,
pandangan keagamaan memancarkan tatanan kehidupan sosial seperti keadilan, keterbukaan, dan demokrasi. Sebagaimana fenomena yang bisa kita baca dalam referensi
klasik maka kita akan menemukan keadaan
Islam yang mendekati ideal. Oleh karena itu,
memahami masa klasik adalah cara terbaik
(Nurcholish Madjid, 2000: 113).
Pendidikan keagamaan secara klasik
cenderung memiliki tujuan untuk

membangun dalam diri manusia suatu


kondisi moralitas yang baik atau karakter
yang mulia. Ungkapan-ungkapan dalam
ajaran agama memberikan gambaran akan
hal tersebut, seperti ungkapan: Tidak kami
utus kamu Muhammad, kecuali untuk
memperbaiki akhlak. Secara umum, para
nabi dilahirkan dalam kondisi masyarakat
jahiliyah, yaitu masyarakat yang warganya
mengalami kerusakan karakter sehingga
kehidupan penuh dengan perilaku buruk,
penghancuran hak-hak manusia, penindasan
atau perampasan secara semena- mena,
pengkhianatan dan kedengkian dalam
hubungan, arogansi yang berkuasa (kaya)
dan keter- tindasan yang lemah dan miskin.
Tujuan diangkatnya kenabian secara umum
adalah memperbaiki moralitas atau akhlak
manusia yang terjadi pada zamannya.
Dalam kehidupan modern, tujuan
pendidikan lebih dirumuskan menggunakan
nilai-nilai keilmuan yang bersifat ilmiah.
Seperti
gambaran
rumusan
tujuan
pendidikan yang disampaikan oleh
Maslow (tokoh psikologi humanistik) yang
merumuskan tujuan pendidikan sebagai
pencapaian aktualisasi diri,10 yaitu suatu
kondisi di mana individu dapat
menggunakan potensi-potensi (bakat,

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


talenta, kapasitas) dirinya secara penuh
sehingga
dapat
mengembangkan
kehidupannya yang lebih produktif.
Ibaratnya sebatang pohon yang tumbuh
dan berkembang, mulai dari biji yang
tumbuh dari dalam tanah, kemudian
tumbuh batang dan daun yang subur,
selanjutnya pohon berbunga indah dan
menarik, dan pada akhirnya menghasilkan
buah-buah yang sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia maupun binatang.
Mungkin dapat dikatakan pohon itu telah
beraktualisasi diri pada waktu pohon itu
berbuah.Rumusan
tujuan
pendidikan
Maslow tersebut apakah bertentangan atau
berbeda
dengan
rumusan
tujuan
pendidikan keagamaan yang klasik seperti
di atas telah disampaikan?
Teori pendidikan Maslow, memang
tidak lepas dan teori kebutuhan hidup
manusia yang dibangunsecara ilmiah atau
berdasarkan nilai-nilai dan pengetahuan
(value of science).Berdasarkan nilai-nilai
pengetahuan dia merumuskan kebutuhan
manusia bersifat hirarkis atau berbentuk
piramida, berangkat dari kebutuhan dasar
yang bersifat umum bagi semua menusia
dan juga binatang, yaitu kebutuhan akan
kehidupan fisik (material). Setiap manusia
atau juga binatang secara alamiah
membutuhkan kebutuhan hidup seperti
makan, minum, udara segar, istirahat,
tempat tinggal, bahkan juga seksual.
Pemenuhan kebutuhan dasar ini yang
menjadi dorongan dasar bagi manusia
untuk dapat menjaga eksistensinya atau
memenuhi kelangsungan hidupnya.Karena
begitu pentingnya kebutuhan fisik
(material) untuk memenuhi kelangsungan
hidup manusia, maka kebutuhan ini
dipandang sebagai kebutuhan melebihi
segala-galanya. Menurut Maslow manusia
juga memiliki kebutuhan lain, yaitu
kebutuhan rasa aman dan juga kasih
sayang (sosial), tetapi kebutuhan ini
dikatakan baru dibutuhkan untuk dicapai
apabila kebutuhan dasar fisik (material)
sudah dapat dicukupi (dipenuhi).

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 54-

IAI Sambas
Sebaliknya apabila kebutuhan dasar fisik belum dapat terpenuhi maka kebutuhan
rasa aman dan kasih sayang tidak akan
dapat dipenuhi. Begitu juga kebutuhan
manusia yang lebih tinggi harga diri, berkembang dan pencapaiannya sangat tergantung pada kebutuhan dapat atau
tidaknya kebutuhan di bawahnya dipenuhi.
Aktualisasi diri sebagai kebutuhan
tertinggi bagi kehidupan manusia merupakan harapan atau cita-cita semua manusia
untuk dapat hidup produktif, tetapi belum
tentu semua manusia dapat mencapainya.
Rumusan tujuan pendidikan yang
ditarik dari nilai-nilai pengetahuan (seperti
Maslow) cenderung diwarnai oleh pengajaran kebutuhan material lebih dulu, walau
pun pada akhirnya bertujuan pencapaian
kebutuhan lebih tinggi, yaitu aktualisasi
diri.Aktualisasi diri apabila diartikan sekedar kemampuan menggunakan potensi, talenta atau kapasitas diri secara optimal
sehingga menjadi individu yang produktif
mungkin belum menyentuh nilai-nilai spri
tual yang bersifat transendental. Tetapi
apabila aktualisasi diri diartikan sebagai
pencapaian nilai kemanusiaan yang tertinggi ibarat sebatang pohon yang berbuah
dimana buahnya dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia atau binatang, diluar kebutuhan pohon itu sendiri, maka tujuan
aktualisasi diri bersifat tujuan moral, yaitu
berbuat kebaikan atau ikhsan terhadap
orang lain, yaitu perwujudan dan konsep
akhlakul karimah sebagaimana telah
menjadi tujuan pendidikan agama.
Banyak ahli yang tidak puas dengan
bangunan teori kebutuhan Maslow, seperti
Danah Zohar dan Ian Marshal (2005:134),
keduanya lebih tertarik dan percaya bahwa
kebutuhan spiritual harus menjadi dasar
bagi pengembangan hidup manusia yang
lebih adil dan sejahtera. Mereka menulis
buku yang berjudul Spiritual Capital
(SC) yang menjadi bestseller dan tulisan
itu memiliki visi yang mulia untuk
memperbaiki sistem kehidupan masyarakat
kapitalistik yang sering mendorong keselarasan material. Perjalanan kehidupan masy

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


arakat kapitalistik bersifat membahayakan
bagi terwujudnya kehidupan yang berkeadilan, harmoni, dan sejahtera. Zohar dan
Marshall menganjurkan sistem sosial, kemasyarakatan, ekonomi lebih didasarkan
pada modal spiritual (nilai-nilai spiritual
sebagai modal) sehingga masyarakat lebih
berkembang ke arah tujuan kebaikan atau
ikhsan seperti yang diajarkan dalam ajaran
agama.
Dari uraian di atas, pendidikan keagamaan dengan tujuan untuk membangun ma
nusia yang berakhlak mulia adalah tidak
bertentangan dengan rumusan tujuan pendidikan yang dirumuskan berdasar nilainilai dan ilmu pengetahuan. Bahkan, dalam kehidupan pascamodern manusia mera
sakan pentingnya nilai-nilai spiritual transedental manjadi dasar bai aktualisasi diri
mereka dan kehidupan sehari-hari mereka
sehingga kehidupan yang produktif memiliki makna kebaikan (ikhsan) bagi sesama
manusia yang lain.
Uraian di atas juga menggamarkan
bahwa tujuan pendidikan tidak cukup sekedar pencapaian tujuan humanis, tetapi
lebih jauh membutuhkan pencapaian tujuan kebutuhan spiritual transendental
(religius). Pencapaian tujuan kebutuhan
spiritual transendental secara umum menjadi tujuan pendidikan keagamaan (religius). Sebagaimana di depan telah disampaikan bahwa hampir semua agama meletakan tujuan pendidikan adalah untuk pengembangan moral manusia agar manusia
dapat berkemang menjadi berkarakter baik
sehingga hidupnya dapat berguna bagi
orang lain dan dirinya sendiri.
Dapat dikatakan pendidikan yang dapat membangun moral manuisa yang baik
dan membangun kapasitas (kemampuan)
untuk merealisasikan tujuan kehidupan
secara produktif adalah pendidikan yang
bersifat humanis religius. Sebagaimana
tujuan manusia hidup adalah untuk menggapai ridla Allah, ibtighaa mardlatillah.
Jika kita berusaha memperoleh ridla-Nya,
maka apapun yang diberikan Tuhan kepada kita, kita akan menerimanya dengan

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 55-

IAI Sambas
ridla (senang) pula, ridla dan diridlai,
radliyatan mardliyyah, (Ahmad Mubarok,
2005: 159).
Pengembangan Pendidikan HumanisReligius
Secara umum, realisasi praktik pendidikan masih dari pemikiran pendidikan
humanis-religius. Pendidikan tradisional
dalam realisasinya di sekolah masih cenderung berorientasi pada buku dan guru, dan
penyampaian informasi atau data tentang
kehidupan secara statis. Murid diposisikan
sekadar penerima pengetahuan dari nilainilai secara pasif sehingga pengetahuan
dan nilai-nilai tidak memiliki arti dinamis
bagi perubahan kehidupan murid atau mas
yarakat. Pengetahuan dan nilai-nilai sekedar menjadi objek pasif yang seolah-olah
dapat diberikan atau dipindahkan pada
orang lain, yang terlepas (terasing) dan
maknanya yang dinamis bagi perubahan
kehidupan manusia.
Pendidikan dalam realitanya masih
menderita dehumanisasi karena pengetahuan nilai-nilai masih diartikan sebagai
objek pemilikan (having) bukan menjadi
pengetahuan dan nilai yang membangun
perubahan diri (being). Ada keterpisahan
antara pengetahuan dan nilai-nilai dengan
diri manusianya, dan karena keterpisahan
itu manusia mengalami proses dehumanisasi, dan manusia mengalami penurunan
martabatnya menjadi serendah binatang
yang serakah.
Pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan dibangun manusia sebenarnya adalah
sebuah konstruksi, kreasi (ciptaan), atau
penciptaan kembali yang berada dan melekat dalam diri manusia (seseorang) dan
digunakan untuk memecahkan masalah kehidupan untuk mewujudkan tujuan kehisupan yang mulia.Namun, dalam realita
yang dilakukan di sekolah tradisional pengetahuan dan nilai berubah menjadi
sekadar kata-kata, ucapan-ucapan kosong
yang bersifat verbalistik.
Pengetahuan dan nilai-nilai kehilangan makna tindakan, yaitu pengetahuan dan

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


nilai-nilai yang diamalkan bagi perubahan
kehidupan. Pengetahuan dan nilai-nilai
yang secara benar mengandung keduanya,
yaitu ide kreasi dan tindakan untuk melakukan perubahan atau pengembangan diri.
Manakala pengetahuan dan nilai-nilai
kahilangan muatan keduanya (keduanya
dilupakan) atau mengalami keterpisahan
maka pengetahuan dan nilai akan berubah
menjadi atribut-atribut sosial, atau sekadar
menjadi bentuk ritual-ritual yang kurang
menyentuh pada perubahan kualitas diri.
Dalam hal ini pengetahuan dan nilai bukan
berfungsi untuk mendorong perubahan kehidupan, tetapi cenderung untuk melestarikan kondisi statis atau tidak mengalami
perubahan.
Pendidikan di sekolah tradisional dan
juga pendidikan keagamaan di lembaga
pendidikan agama masih banyak mengalami dehumanisasi. Pengetahuan dan nilainilai keagamaan yang bersifat ciptaan atau
ide-ide kreasi yang dinamis telah terpasang menjadi ucapan verbalistik yang tidak
memiliki artibagi perubahan kehidupan.
Seolah-olah dapat dikatakan pengetahuan
dan nilai keagamaan telah mengalami kematian. Bukankah ini merupakan kesalahan dan pengingkaran terhadap tujuan
pengetahuan dan nilai agama untuk mengangkat derajat kehidupan manusia? Bahkan, dalam ajaran agama banyak peringatan akan hal ini, seperti ayat-ayat yang
mengatakan: Sia-sialah shalatmu dan ibadahmu apabila melupakan untuk mengamalkan bagi perubahan kehidupan. Atau
sia-sialah shalatmu dan ibadahmu apabila
melupakan membantu kehidupan mereka
yang menderita (yatim, fakir, miskin).
PENUTUP
Pendidikan menuntut adanya perubahan, dan pendidikan yang otoriter yang
mematikan ide-ide kreasi siswa untuk diubah menjadi pendidikan yang demokratis,
di mana siswa memiliki kesempatan untuk
dapat menciptakan ide- ide kreatif.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 56-

IAI Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

Pendidikan yang berpusat pada guru


dituntut untuk diubah menjadi pendidikan
yang berpusat pada siswa, di mana siswa
secara aktif dapat berpartisipasi dalam
penciptaan pengetahuan dan nilai-nilai.
Pendidikan yang tidak mengijinkan kerja
sama dalam memahami pengetahuan dituntut untuk diubah menjadi pendidikan
yang kooperatif, di mana dalam proses
pemahaman pengetahuan dan nilai-nilai
siswa diberi kesempatan untuk bekerja
bersama.
Di samping tuntutan terhadap proses
pendidikan, pandangan terhadap pengetahuan dan nilai-nilai juga seharusnya dituntut untuk mengalami perubahan. Penge
tahuan dan nilai-nilai yang sering dijadikan sebagai materi statis yang sekedar diteriama dan diingat harus diubah pemahamannya sebagai suatu konsteks pemikiran,
ide-ide kehidupan yang dinamis untuk
dapat dilakukan dalam kehidupan dan bagi
tujuan perbaikan kehidupan. Guru dan
siswa harus menyadari dan memahami
hakikat pengetahuan dan nilai bagi peruba
han kehidupan kehidupan sehingga mereka

membangun kerja sama. Membangun Pengetahuan nilai, dan keterampilan bagi


tujuan perubahan atau perbaikan martabat
kehidupan manusia.
Namun, pendidikan yang memberi
kebebasan pada individu siswa untuk dapat
menggunakan seluruh potensinya secara
penuh sehingga menjadi manusia yang
produktif, tetapi tetap harus berpegang
pada sisi lain pengembangan karakter
manusia yang mulia (akhlakul kharimah)
sehingga kemuliaan karakter dapat mengarahkan kehidupannya yang produktif dan
membawa kebaikan (rahmah) bagi orang
lain dan diri sendiri. Dengan demikian,
akan tercipta kehidupan yang penuh dengan hubungan persaudaraan, keadilan dan
persamaan, keharmonisan, dan sejahtera
dalam kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mahmud, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta: Gama Media, 2007.


Azizy, A. Qodri, Pendidikan untuk Membangun Etika Sosial: Mendidik Anak Sukses
Masa Depan: Pandai dan Bermanfaat, Semarang: Aneka Ilmu, 2003.
Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 57-

IAI Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

Barnadib, Imam, Dasar-dasar Kependidikan: Memahami Makna dan Perspektif


Beberapa Teori Pendidikan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996.
Barnadib, Imam dan Sutari Imam Barnadib, Beberapa Aspek Substansial Ilmu
Pendidikan, Yogyakarta: Andi Offset, 1996.
Freire, Paulo, Pedagogy of the Oppressed. Auckland N.Z.: Penguin Books Ltd, 1972.
Knight, George R., Issues and Alternatives in Educational Philosophy, Michigan:
Andrew University Press, 1982.
Madjid, Nurcholish, Islam Doktrin dan Peradaban: Sebuah Telaah Kritis tentang
Masalah Keimanan,Kemanusiaan, dan Kemodernan.Jakarta: Paramadina, 2000.
Masud, Abdurrahaman, Menuju Paradigma Islam Humanis, Yogyakarta: Gama Media,
2003.
Mubarok, Ahmad, Psikologi Keluarga: dari Keluarga Sakinah Hingga Keluarga
Bangsa. Jakarta: BinaRena Pariwara, 2005.
Suprayogo, Imam, Quo Vadis Madrasah: Pengajaran Iman menuju Madrasah Impian.
Yogyakarta: Hikayat Publishing, 2007.
Zohar, Danah and lan Marshall, Spiritual Capital. Terj. Bandung: Mizan, 2005.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 58-

QAUL QADIM DAN QAUL JADID IMAM SYAFII


DALAM METODE PENERAPAN HUKUM ISLAM
Rabiatul Hidayah*

ABSTRAK
Mazhab Syafii dibangun oleh Imam Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin Idris bin alAbbas bin Syafii , dari suku Quraisy, bertemu nasabnya dengan Rasulullah Saw pada Abd
Manaf. Diantara perubahan produk ijtihad yang paling populer dikalangan ulama fiqih adalah
pembahasan fatwa hukum yang dikeluarkan oleh mazhab Syafii dengan qaul qadim ketika
berada di lingkungan Iraq, dan qaul jadid ketika beliau berdomisili di Mesir. Fatwa imam
syafii di Baghdad di sebut dengan qaul qadim dan fatwa imam syafii ketika berada di Mesir
di sebut qaul jadid. Latar belakang adanya qaul qadim dan qaul jadid Imam Syafii adalah
perbedaan lingkungan sosial-kultural Baghdad dan Mesir yang menjadikan penyebab
pembahasan fatwa Imam Syafii terdapat pada dua qaul yakni qadim dan jadid. Tidak semua
qaul jadid menghapus qaul qadim. Jika tidak ditegaskan penggantiannya dan terdapat kondisi
yang cocok, baik dengan ''qaul qadim'' ataupun dengan ''qaul jadid'', maka dapat digunakan
salah satunya. Dengan demikian dalam penerapannya terdapat beberapa keadaan yang
memungkinkan kedua qaul tersebut dapat digunakan, dan keduanya tetap dianggap berlaku
oleh para pemegang Mazhab Syafi'i. Ringkasnya qaul qadim dan qaul jadid dapat berlaku
sesuai dengan keadaan sosial kultural masyarakat itu sendiri.

KATA KUNCI: Qaul Qadim, Qaul Jadid, Metode Penerapan Hukum Islam

Dosen Jurusan Syariah STAIN Mempawah

IAI Sambas
PENDAHULUAN
Metode dapat difahami sebagai suatu
cara yang teratur dan terpikir dengan baik
untuk mencapai suatu tujuan atau maksud
tertentu. Kajian metode hukum islam
biasanya berkaitan dengan teori klasik
tentang sumber hukum islam, baik dari
kalangan dari hukum islam maupun para
pakar hukum barat. Oleh karena itu, suatu
metode tidak dapat dipisahkan, bahkan
dipengaruhi oleh sifat-sifat sumber hukum
sendiri.
Mazhab Syafii dibangun oleh Imam
Abu Abdillah Muhammad bin Idris bin
Idris bin al-Abbas bin Syafii, dari suku
Quraisy, bertemu nasabnya dengan Rasullullah Saw pada Abd Manaf. Imam Syafii
lahir di Gaza pada tahun 150 H dan wafat
di Mesir tahun 209 H. ibunya keturunan
Yaman dan kabilah Azdi dan memiliki
jasa yang besar dalam mendidik Imam
Syafii.
Ayahnya meninggal dunia ketika beliau masih dalam buaian, hidup dalam kemiskinan dan ketika ibunya takut nasabnya
anaknya hilang sehingga hilanglah betapa
hak yang dapat menjauhkannya dan sulitnya ujian hidup. Kemudian ibunya membawa beliau ke Mekah ketika berumur sepuluh tahun agar dapat hidup bersama
orang-orang Quraisy, bertemu dengan nasabnya yang tinggi (Lahmuddin Nasution,
200: 4-5).
Imam Syafii mendapatkan ilmunya
dari banyak guru yang tersebar di seluruh
negeri Islam dan para fuqaha yang tersebar
dinegeri itu. Di Madinah beliau belajar di
Muslim bin Khalid Az-Zanji seorang mufti
Mekkah, di Madinah Imam Syafii belajar
dengan Imam Malik. Beliau juga belajar
dengan Muhammad bin Al-Hasan AsySyaibani, sahabat Imam Abu Hanifah.
Dalam menetapkan fiqihnya, Imam
Syafii menggunakan lima sumber sebagai
berikut:
1. Nash-nash yakni Al-Quran dan Sunah
2. Ijma
3. Pendapat para sahabat

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Imam Syafii mengambil pendapat para
sahabat dalam dua mazhab jadid dan
Qadimnya.
4. Qiyas (Romli, 1999: 100)
Ada dua pokok bahasan penting yang
akan dibahas yakni pendapat Syafii sebelum tinggal di Mesir dan dikenal dengan
istilah mazhab lama atau mazhab Qadim
dan pendapat-pendapat setelah menetap di
Mesir yang populer dengan subutan mazhab baru atau mazhab jadid, yang dihubungkan dalam metode penerapan hukum
islam.
PEMBAHASAN
1. Qaul Qadim dan Qaul Jadid Imam
Syafii: Kajian Sejarah Sosial
Hukum Islam.
Perbedaan pola dan produk ijtihad itu
terjadi, bukan hanya antara satu pribadi
dengan pribadi lain, tetapi tidak jarang itu
terjadi dalam satu pribadi dalam kurun
waktu yang berlainan. Tidak kurang dari
Abu Bakar dalam soal jamu mushaf AlQuran, Ali bin Abi Thalib dalam soal
warisan minbariyyah, begitu juga yang
menimpa Umar bin Khattab dalam soal
Himariyyah qiyas kolektif sebagaimana
yang diusulkan Ali. Semua perubahan itu
terjadi dengan faktor-faktor yang beragam,
yang secara umum terjadi setelah frekuensi
tambahan dalam melakukan interaksi
dengan pihak lain (hasil diskusi, gugatan
dan lain-lain) (Dedi Supriyadi, 2007: 137).
Diantara perubahan produk ijtihad yang paling populer dikalangan ulama fiqih
adalah pembahasan fatwa hukum yang
dikeluarkan oleh mazhab Syafii dengan
qaul qadim ketika berada di lingkungan
Iraq, dan qaul jadid ketika beliau berdomisili di Mesir.
Ketika berada di Baghdad Imam
Syafii telah mengeluarkan fatwa hukum
tentang kasus-kasus yang dimintakan fatwa kepadanya, demikian juga ketika berada
di Mesir, beliau juga berfatwa. Dalam hal
inilah terjadi adanya fatwa yang berbeda
dalam satu kasus tertentu atau topik tertentu.
Beberapa ahli mengemukakan bahwa perbe-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 59-

IAI Sambas
daan lingkungan sosial-kultural baghdad dan
Mesir merupakan faktor yang menjadikan
penyebab pembahasan fatwa Imam Syafii.
Preseden ini dapat diartikan sebagai indikasi
adanya potensi perubahan dan sifat dinamis
hukum Islam dalam pemikiran Imam Syafii
(Jaih Mubarok, 2002: 9).
Dikatakan oleh Syaban Muhammad
Ismail bahwa Imam Syafii tinggal di Irak
pada masa pemerintahan al-Amin dan ia
sempat belajar dan banyak mengambil
pendapat ulama Irak yang termasuk Ahli
Rayi. Sedangkan ketika berada di Mesir ia
bertemu, berdiskusi, dan beragam pada para ulama Mesir sedangkan ulama tersebut
umumnya bermazhab Maliki yang tergolong ahli hadits. Dari interaksi inilah barangkali bermula sifat moderasi pendapat
dan mazhabnya (Jaih Mubarok, 2002: 223225).
Diantara pendapatnya yang merupakan
qaul qadim ketika berada di lingkungan
Irak, dan qaul jadid ketika berdomisili di
Mesir adalah:
1. Tentang meminang perempuan yang telah dipinang orang lain. Dalam hal pinangan itu berupa formal dan sarih (jelas), tidak ada masalah, tetapi ketika
pinangan itu berupa kinayah atau metaforis, ternyata ada perbedaan dalam dua
qaul Imam Syafii. Dalam qaul qadim,
meminang orang yang dipinang secara
metaforis pun dilarang dengan landasan
hadits riwayat Ibn Umar yang melarang
menawar barang yang sedang ditawar
orang lain dan meminang orang yang
dipinang orang lain. Tetapi dalam qaul
jadid, hal itu tidak dilarang karena
pinangan metaforis itu diqiyaskan dengan sikap sukut (diam), (Ibnu Masud
dan Zainal Abidin, 2007: 257).
2. Tentang talbiyah selain di Mekah, mina
dan Arafah. Pengucapan talbiyah dianjurkan dilaksanakan di Mesjid Mekah,
Mina dan Arafah. Apakah selain ditempat tersebut disunahkan? Dalam qaul dan qadim, Imam Syafii berpendapat bahwa pengucapan tarbiyah disunnahkan selain di masjid Mekkah, Mina

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


dan Arafah. Karena masjid adalah tempat melaksanakan shalat sebagaimana
tiga masjid tersebut. Imam Syafii, baik
dalam qaul qadim maupun qaul jadid
tentang talbiyah selain di masjid Mekkah, Mina dan Arafah tidak menjadikan
hadits sebagai argument, beliau hanya
menggunakan rayu sebagai argumen,
(Ahmad Hafidh, 2001: 170).
Serta masih banyak lagi contoh tentang qaul qadim dan qaul jadidnya Imam
Syafii.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan fatwa itu, seperti
perbedaan pilihan penggunaan nas, perbedan wajh, al-istidlal, perbedaan pandangan
tentang adanya ijma dikalangan sahabat
dan perbedaan dalam memandang batas asl
dan illat (Ahmad Abdul Majid, 1990: 72).
Semua faktor-faktor itu merupakan cerminan perkembangan intellectual capacity
pada seorang mujtahid.
Pendapat qadim, yang di Iraq tersebut
telah dibukukan dalam sebuah kitab yang
diberi nama dengan Al-Hujjah dan telah
diriwayatkan oleh sebagian besar imamimam Masykur diantaranya: Imam Ahmad
bin Hambal, Imam Zafarani, Imam AlKarabisyi, dan Imam Abu Tsaur. Dan
pendapatnya yang baru (jadid) yang telah
dikeluarkan di Mesir juga telah dibukukan
pada tahun 199 dalam sebuah kitab yang
masyhur diberi nama dengan Al-Umm,
pendapat baru (jadid) tersebut juga telah
diriwayatkan oleh imam-imam besar dari
pengikut beliau yang masyhur diantaranya:
Imam Abu Yakub, al-Buaithi, Imam
Ibrahim Al-Muzni, Rabi bin Silaiman,
Imam Harmalah, Imam Rabi al-Jaizi,
Imam Abdullah bin Zubair.
Pendapat Imam Syafii di mesir ini,
bukan saja hanya dibukukan dalam kitab
Al-Umm tetapi banyak tercermin dalam
karangan-karangan beliau dalam berbagai
cabang ilmu, seperti dalam kitab-kitab
ushul, yang dikenal dengan Ar-Risalah
sebuah kitab yang pertama ditulis tentang
kaidah Istimbath hukum, sehingga dengan
adanya ilmu tersebut maka cara-cara

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 60-

IAI Sambas
melakukan ijtihad dan pengambilan alasan
hukum Islam sudah ditentukan jalannya
untuk menghadiri adanya kekacauan dan
kesimpangsiuran (Ahmad Nahrowi dan
Abdus Salam, 2008: 383-384).
2. Fase Peluncuran
Dan Pengenalan Mazhab Qadim
Imam Syafii mulai menyebarkan pemikirannya sejak kunjungan ke Baghdad
yang kedua pada tahun 195 H, sampai dengan kedatangannya ke Mesir pada tahun
199 H. Imam Syafii mencitrakan diskursus islam dengan pemikiran-pemikiran
yang baru dan pendapat-pendapat Fiqhiyah
dalam gambaran yang sempurna. Ia mulai
menyebarkan pemikirannya di ibu kota
pemerintahan Islam dan pusat kekuasaan
fiqih rasional. Fiqih yang di sebarkan
adalah fiqih universal bukan parsial yang
didukung dengan kaidah-kaidah universalushul fiqih yang sistematis dan dasar-dasar
fiqih yang terstandarisasi dengan jelas.
Imam Syafii berhasil menempatkan
dirinya sebagai tokoh yang mengungguli
ulama-ulama Irak dalam setiap perdebatan
dan diskusi keagamaan. Namanya sering
disebut-sebut oleh berbagai pihak, bahkan
para ulama dan para ahli fiqih mengakui
keutamaannya. Karena itu, tidak heran
apabila ia mendapatkan posisi terhormat
dikalangan para penguasa dan masyarakat
umum. Banyak juga para ulama yang meninggalkan mazhab lamanya, lalu beralih
mengikuti mazhab fiqih dan metodologi
fiqihnya, seperti Ab Tsaur dan lainnya.
Banyak pula para penuntut ilmu agama
yang tidak lagi berguru kepada para
syaikhnya yang lama agar dapat menuntut
ilmu kepada imam SyafiI, karena mereka
melihat Imam Syafii menguasai ilmuilmuu yang tidak dikuasai oleh para ulama
lainnya (Ahmad Nahrowi dan Abdus
Salam, 2008: 385).
3. Fase Penyempurnaan Dan Pengukuhan
Mazhab Jadid
Fase ini berlangsung selama sisa hidup Imam Syafii, yaitu sejak datang di

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Mesir pada tahun 199 H sampai akhir
hayatnya pada tahun 204 H. fase ini terhitung sangat singkat, namun termasuk fase
yang teramat penting sepanjang sejarah
hidup dan perkembangan fiqihnya, bahkan
fase ini dianggap sebagai masa kesuksesan, kematangan, kegemilangan dan prosuk
tifitas yang tinggi, ditandai semakin berkembangnya ilmu produk hukum dan pengadilan hukum ala Syafii, juga diwarnai
dengan banyaknya karya tulis dan bukubuku Syafii yang mengusung nama besarnya menjadi lebih harum lagi.
Pada masa ini, Imam Syafii sukses
meluncurkan karya-karya intelektual yang
merekam pemikiran-pemikiran dan pendapat-pendapat fiqihnya, ia juga melakukan
revisi terhadap sebagian pendapatnya yang
dikemukakan di Irak. Karena adanya sebab-sebab tertentu yang mengharuskan
melakukan pembahasan ijtihad fiqih, pada
masa ini pula, fiqih Syafii telah terformu
lasikan sebagai suatu mazhab dalam bentuk yang sempurna. Mazhab fiqinya itu dianggap sebagai fiqih yang bersifat pragmatis dan dinamis, sehingga bisa dijadikan sebagai acuan dimasa sekarang dan
yang akan datang. Karena itu, para pengikut Imam Syafii hanya berkesempatan
untuk memantapkan dan mengukuhkan
mazhab baru dengan cara verifikasi dan
otentifikasi.
4. Keunggulan Mazhab Qadim Terhadap
Mazhab Jadid
Para ulama masih berbeda pendapat
mengenai jumlah masalah yang dimenang
kan mazhab qadim terhadap mazhab jadid.
Intinya, pendapat mazhab qadim lebih
unggul dari pada mazhab jadid. Sehingga
pendapat mazhab qadim lebih layak untuk
difatwakan. Menurut sebagian ulama, jum
lahnya tidak lebih dari 3 masalah. Ulama
lain berpendapat, jumlahnya 14 masalah.
Ada juga yang menyatakan bahwa jumlah
nya lebih dari 20 masalah.
Pada dasarnya, setiap masalah hampir
diperdebatkan antara mazhab qadim dan
mazhab jadid. Demikian pula dalam keung-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 61-

IAI Sambas
gulannya menurut para pemuka mazhab
Syafii. Sebagian ulama mengunggulkan
pendapat visi mazhab qadim dan sebagian
lainnya cenderung mengutamakan pendapat
versi mazhab qadim. Ada juga sebagian
ulama yang mengutip pendapat lain sebagai
pendapat versi mazhab jadid, yang sebenarnya pendapat itu sejalam dengan versi mazhab qadim. Sehingga pengalaman pendapat
itu disebut sebagai pengamalan terhadap pen
dapat mazhab jaded, bukan mazhab qadim.
Dengan demikian, permasalahannya bersifat
nisbi dan tidak begitu esensisal, dengan kata
lain mayoritas pemuka mazhab Syafii
mengemukakan satu pendapat, lalu pendapat
itu ditentang oleh minoritas ulama.
Imam Nawawi menjelaskan, sejumlah
pemuka mazhab Syafii mengecualikan 20
masalah dan mereka berfatwa dengan mazhab Qadim, mengenai jumlah tepatnya masih diperdebatkan. Dalam kitab Ab-Nihayah,
tepatnya pada bab al-Miyah (pembahasan
tentangair dan bab azan (pembahasan azan).
Imam Haramain menjelaskan bahwa dalam
dua pembahasan itu, ada 3 pendapat mazhab
jadid yang lebih unggul dibandingkan
dengan mazhab qadim yaitu: (1) masalah
tatswib pada azan shubuh, versi mazhab
qadim menyunahkan bacaan ini, (2) masalah
penghilangan najis pada air yang banyak,
versi mazhab qadim tidak disyariatkan.
Pada pemuka generasi mazhab Syafii
menyebutkan, ada 14 masalah yang difatwa
kan berdasarkan pendapat mazhab qadim,
yaitu masalah (1) dan (2) sebagaimana telah
disebutkan di atas. (3) bersuci dengan batu,
versi mazhab qadim memperbolehkannya,
(4) menyentuh wanita yang berstatus mahrom versi mazhab qadim tidak membatalkan
wudhu, (5) air yang mengalir versi mazhab
qadim, tidak akan menjadi najis.
Masalah-masalah di atas sebenarnya
masih diperdebatkan dikalangan pemuka
mazhab Syafii, bahkan ada sebagian ulama
yang menganggap bahwa versi mazhab jadid
lebih unggul, sementara itu ada juga sebagian ulama yang mengutip pendapat lain
sebagai versi mazhab jadid, yang sebenarnya
pendapat itu juga sejalan versi pendapat maz

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


hab qadim, sehingga pengalaman pendapat
itu disebut pengalaman terhadap mazhab jadid, bukan mazhab qadim (Ahmad Nahrowi
dan Abdus Salam, 2008: 531-533).
5. Sikap Imam Syafii dan Para
Pengikutnya terhadap Mazhab Qadim,
serta Hukum Mengamalkannya
Pendapat Imam Syafii dalam versi
mazhab jadid bukan berarti menganulir
(nasikh) terhadap pendapat mazhab qadim.
Pendapat-pendapat itu merupakan perpanjangan ide dan perkembangan pada pemikiran yang sesuai dengan hukum kausalitas dalam pembentukan suatu mazhab, karena pada saat Imam Syafii datang dan
tinggal di Mesir, ia baru menemukan dalildalil fiqih yang sebelumnya tidak dipikirkan olehnya. Ia juga banyak mendengar
hadist-hadits lain yang belum pernah di
dengar sebelumnya. Hal inilah yang mendorongnya melakukan revisi dan perbaikan
terhadap pendapat-pendapat fiqihnya yang
di bingkai dalam versi mazhab qadimnya.
Atas dasar ini, setiap pendapat mazhab qadim yang tidak disampaikan dalam
versi mazhab jadid atau tidak bertentangan
dengan pendapatnya yang baru, maka pendapat itu menjadi bagian dari mazhab
Syafii yang bisa diamalkan dan di fatwa
kan. Karena pendapat itu benar-benar telah
disampaikan oleh Imam Syafii dan ia telah melakukan revisi terhadap pendapat
lamanya. Sebaliknya, pendapat mazhab
qadim yang bertentangan dengan mazhab
jadid, maka tidak disebut sebagai bagian
dari mazhabnya, karena pendapat itu telah
direvisi dan dianulir. Pendapat itu tidak
boleh dikatakan sebagai mazhab qadim.
Misalnya, disebutkan adanya keterangan
bahwa Imam Syafii merujuk kembali
pada pendapat lamanya itu. Pendapat
mazhab qadim yang telah dianulir, tidak
boleh diamalkan dan difatkwakan atas
nama mazhab Syafii. Tetapi bukan berarti
tidak boleh mengamalkan, bagi ulama yang telah melakukan ijtihad dan ijtihadnya
itu sesuai dengan mazhab qadim, maka ia
boleh mengamalklannya, berdasarkan pen-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 62-

IAI Sambas
dapatnya sendiri, bukan berdasar pada maz
hab Syafii.
Dari paparan tentang kontroversi antara mazhab qadim dan mazhab jadid, serta
keunggulan mazhab qadim terhadap mazhab jaded dalam beberapa masalah, kita da
pat melihat para pemuka mazhab Syafii,
ada yang mengunggulkan pendapat mazhab qadim atas mazhab jadid, mereka juga
menfatwakan pendapat mazhab qadim itu.
Jika tarjih terhadap mazhab qadim han
ya didasarkan pada hasil ijtihad masingmasing ulama, maka tarjih itu tidak dianggap sebagai mazhab Syafii, karena Imam
SyafiI telah menarik kembali pendapat
lamanya, sehingga mazhab qadim itu bukan termasuk mazhabnya. Tetapi, lebih
tepat disebut sebagai pendapat dan ijtihad
para ulama yang sesuai dengan pendapatnya dalam versi mazhab qadim. Dengan
demikian, pendapat itu tidak boleh disampaikan dengan menyebutkan sebagai mazhab SyafiI, kecuali jika ada catatan bahwa
Imam Syafii kembali mengikuti pendapat
mazhab qadimnya itu.
Adapun jika proses tarjih terhadap
mazhab qadim dilakukan dengan cara meneliti kesahihan hadits, lebih-lebih peneliti terhadap hadits-hadits yang masih ditang
guhkan perilakunya oleh imam Syafii dan
mazhab jadidnya, maka pendapat itu disebut sebagai mazhab Syafii, boleh diamal
kan dan boleh difatwakan dengan mengatasnamakan mazhab Syafii. Karena hal ini
sesuai dengan prinsip imam Syafii bahwa
apabila hadits itu sahih, maka itulah maz-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


hab Syafii (Ahmad Nahrowi dan Abdus
Salam, 2008: 543-544).
KESIMPULAN
1. Fatwa imam syafii di Baghdad di sebut
dengan qaul qadim dan fatwa imam
Syafii ketika berada di mesir di sebut
qaul jadid.
2. Latar belakang adanya qaul qadim dan
qaul jadid Imam syafii adalah perbedaan lingkungan sosial-kultural Baghdad dan Mesir yang menjadikan menjadikan pembahasan fatwa Imam Syafii
terdapat pada dua qaul yakni qadim dan
jadid.
3. Tidak semua qaul jadid menghapus
qaul qadim. Jika tidak ditegaskan penggantinya dan terdapat kondisi yang cocok, baik dengan ''qaul qadim'' ataupun
dengan ''qaul jadid'', maka dapat digunakan salah satunya. Dengan demikian
terdapat beberapa keadaan yang memungkinkan kedua qaul tersebut dapat digunakan, dan keduanya tetap dianggap
berlaku oleh para pemenang Mazhab
Syafi'i.Ringkasnya qaul qadim dan qaul
jadid dapat berlaku sesuai dengan
keadaan sosial kultural masyarakat itu
sendiri.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 63-

IAI Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Abdul Majid, Fiqih Islam dari Masa Kemasa, cet 1, Pasuruan: Garoeda Buana
Indah, 1990.
Ahmad Hafidh, Meretas Nalar Syariah, cet. I. Yogyakarta: Teras, 2001.
Ahmad Nahrawi, Abdus Salam, Ensiklopedia Imam Syafii
Publika, 2008.

cet I. Jakarta: Mizan

Dedi Supriyadi, Sejarah Hukum Islam.Bandung: CV Pustaka Setia, 2007.


Ibnu Masud dan Zainal Abidin,Fiqih Mazhab Syafii, Bandung: CV Pustaka Setia,
2007.
Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Study tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadidi,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Lahmuddin Nasution, Pembaharuan Hukum Islam dalam Mazhab Syafii. Bandung:
Remaja Rosda Karya, 2001.
Romli. Muqaranah Mazhab Fil Ushul, Jakarta:Gaya Media Pratama,1999.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 64-

ISLAM DI AUSTRALIA MASA MODERN


Risa*

ABSTRAK
Australia merupakan benua imigran yang salah satunya menjadi tempat tujuan imigran
Muslim. Meskipun Muslim di Australia masih tergolong minoritas, namun mereka diberikan
ruang untuk membuktikan eksistensi mereka. Kualitas hubungan Muslim dan non Muslim
berubah setelah peristiwa pengoboman gedung WTC tanggal 11 September 2001. Umat
Muslim mulai mendapat perlakuan diskriminasi salah satunya dilakukannya sweeping
terhadap komunitas Islam. Meskipun demikian, sebenarnya kekuataan politik di Australia
juga melandasi pesamaan hak-hak komunitas Muslim dan jaminan hidup sesuai dengan
prinsip welfare state, misalnya pemerintah memberikan subsidi kepada lembaga-lembaga
pendidikan dan kemasyarakatan Islam. Tantangan kedepan umat Muslim agar tetap eksis di
Australia adalah berusaha membangun kepercayaan bahwa Islam adalah agama yang damai.
Selain itu, sesama umat Muslim yang beragam karakter diharapkan tidak menonjolkan
karakter Islam lokal negara asal mereka, tetapi lebih membaur menjadi Islam Australia.

KATA KUNCI: Islam, Australia, Modern

Dosen Fakultas Adab dan Ushuluddin Institut Agama Islam Sultan Muhammad Syafiuddin Sambas

IAI Sambas
PENDAHULUAN
Australia sering disebut sebagai benua
imigran, karena terdapat banyak sekali imigran termasuk imigran Muslim yang terdiversifikasi dalam banyaknya etnis minoritas yang berasal berbagai negara dan
hidup tersebar di negara bagian Australia.
Peningkatan jumlah imigran memunculkan
kekhawatiran bagi kelangsungan hidup
kulit putih yang didominasi oleh budaya
Anglo Saxon, sehingga muncullah kebijakan White Australia Policy, (David
Ewdward Lawson, 2010: 199).Tujuan
utama kebijakan tersebut adalah untuk
membatasi jumlah imigran yang semakin
besar.
Kebijakan yang berbau rasisme tersebut
kemudian dihapus karena dinilai tidak sesuai
dengan konteks masyarakat Australia yang
plural, terdapat lebih dari 140 suku bangsa
dari berbagai negara yang saling berinteraksi. Pemerintah Australia kemudian memberlakukan kebijakan yang disebut multiktuturalisme. Multikulturalisme merupakan kebijakan yang lebih menekankan pada keanekaragaman kebudayaan dalam kesederajatan
dan menjunjung tinggi perbedaan (Sandy
Tieas Rahmana Poetrie, 2013: 11). Meskipun sebenarnya pemerintah Australia tetap
menekankan asimilasi nilai budaya Barat
dalam kebudayaan Islam, namun minoritas
Muslim masih diberikan ruang untuk
mengekspresikan keberadaannya.
Kualitas hubungan Muslim dan non
Muslim mulai menurun sejak peristiwa
pengeboman gedung WTC tanggal 11 September 2001, terutama setelah dikeluarkan
doktrin global war on terrorism oleh
pemerintah Amerika Serikat yang merupakan sekutu Australia. Doktrin memerangi
ancaman terorisme international tersebut
membuat umat Islam di Amerika Serikat,
Eropa dan Australia tersudutkan (Azyumardi
Azra, 2007: 180). Kodisi itu semakin diperparah dengan peristiwa bom Bali tanggal
12 Oktober 2002 yang korbannya mayoritas turis asing asal Australia, (Chusnul
Mariyah, 2005: 51).

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Beberapa tahun berikutnya terjadi
beberapa peledakan bom seperti peledakan
bom JW Marriot tahun 2003, peledakan
bom di depan kedutaan besar Australia
tahun 2004 dan bom Bali II tahun 2005.
Serangkaian aksi teror tersebut dikaitkan
dengan sekolompok orang Islam sehingga
memunculkan stigma negatif atas kaum
Muslim tidak terkecuali Muslim di
Australia. Stigma yang dimaksud adalah
semacam islamphobia yang membuat kehidupan Muslim semakin sulit, karena
secara langsung maupun tidak langsung
Muslim tidak dianggap orang yang berada
dalam konstruksi sosial masyarakat
Australia, (Saleh Yucel, 2011: 104). Di sisi
lain, tantangan terhadap kaum Muslim di
Australia juga berasal dari kaum Muslim
itu sendiri. Kebanyakan mereka selama ini
masih bersifat komunal yang mengedepankan karakter etnis-agama, yaitu berkekompok sesuai etnis masing-masing.
Meskipun demikian, terdapat suatu
fakta menarik tentang Islam di Australia,
yang mana Islam menjadi agama paling
berkembang dilihat dari jumlah pemeluknya yang semakin bertambah dari 170.000
orang pada tahun 1982 menjadi 340.392
pada tahun 2006 atau 1,71 % dari jumlah
penduduk Australia, lebih dari sepertiganya lahir dan dibesarkan di Australia, (Peta
Stephenson, 2010: 10). Jumlah tersebut
sekaligus menunjukkan eksistensi Muslim
di Negara Australia. Oleh karena itu,
kajian ini berusaha mendeskripsikan
tentang dinamika Islam di Australia masa
modern. Adapun masa modern di sini
mengikuti rentang waktu yang digunakan
Harun Nasution yakni dari 1800-sekarang,
(2005: 86). Beberapa permasalahan yang
diuraikan mencakup: bagaimana imigrasi
Muslim dan kontribusinya terhadap Australia, bagaimana kebijakan pemerintah
Australia terhadap minoritas Muslim dan
apa saja tantangan masyarakat Muslim di
Australia masa modern.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 65-

IAI Sambas
PEMBAHASAN
Kondisi Geografis, Sosial Dan Ekonomi
Australia merupakan benua terkecil di
dunia, memiliki geografis strategis yakni
terletak diantara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik, serta diapit oleh kepulauan
Asia Tenggara dan daratan Kutub Selatan.
Samudra Hindia yang mengapit dua sisi
barat negeri tersebut yang merupakan jalur
transporasi penghubung Australia dengan
benua Afrika, anak samudra Hindia dan
kawasan Asia Tenggara. Bagian timurnya
dikelilingi oleh Samudra Pasifik yang
menghubungkan Negara itu dengan bagian
utara dan selatan benua Amerika. Australia
juga memiliki garis pantai sepanjang
36.735 km dan saling berbagi lautan dengan tetangga-tetangganya yang terdekat,
yakni Indonesia dan Papua Nugini,
(Hendra Jureza Kusuma, 2014: 25).
Benua Australia hanya memiliki satu
negara sehingga sering disebut negara
benua, dengan luas 7.682.300 km2 dan
merupakan negara terbesar keenam di dunia lebih kecil dibandingkan dengan
Negara Rusia, Kanada, Cina, Amerika
Serikat dan Brasil. Australia merupakan
benua terkering di dunia, dengan hampir
20% daratan Australia diklasifkasikan sebagai gurun. Rata-rata curah hujan tahunan
rendah, dengan intensitas curah hujan yang
tinggi di area tropis daratan Australia
(yakni North Territory dan Queensland)
dan beberapa daerah pesisir, (Tim Penulis,
2015: 7).
Negara Australia dihuni pertama kali
oleh orang Aborigin. Mereka berasal dari
ras Australoid, dengan ciri-ciri fisik: kulit
bewarna coklat, rambut ikal bergelombang
muka dan tubuh ditumbuhi oleh bulu-bulu
yang lebat, dahi sempit atau mundur,
rongga mata dalam, alis menonjol, mulut
besar, tulang tengkorak tebal, tinggi badan
rata-rata 5 kaki dan 5/6 inci. Mereka
diperkirakan datang 42.000 dan 48.000
tahun lalu, melalui jembatan-jembatan yang menghubungkan daratan atau lintasan
laut yang sekarang dikenal sebagai Asia
Tenggara,
(http://
file.
upi.

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJA
RAH). Setelah datangnya orang berkulit
putih, suku asli merasa terdesak, mereka
tidak mampu bertahan dan akhirnya musnah.
Pada perkembangannya Australia men
jadi tempat tujuan imigran dari berbagai
negara sebagaimana disebutkan sebelumnya, sehingga Australia dikenal sangat
plural salah satunya dalam hal keagamaan.
Agama penduduk Australia berdasarkan
sensus dari tahun 1996-2006 dapat dilihat
pada tabel di bawah ini, (David Ewdward
Lawson, 2010: 238).
Kristen
Budha
Islam
Hindu
Yahudi
Tidak
Beragama
Tidak
Melapor

1996
12.582.764
199.812
200.885
67.279
79.805

2001
12.764.342
357.813
281.578
95.473
83.993

2006
12.685.836
418.756
340.392
148.119
88.831

2.948.888

2.905.993

3.706.555

1.550.585

1.835.598

2.223.957

Berdasarkan sensus tersebut dapat


dilihat bahwa jumlah Muslim mengalami
peningkatan yang ditunjukkan dengan
penambahan 139.507 orang selama 10
tahun. Namun jumlah yang tidak beragam
atau yang tidak melapor lebih tinggi.
Selanjutnya dari segi pemerintahan, kepala
negara Australia dipimpin oleh Gubernur
Jenderal mewakili Ratu Inggris dan pemerintahnya berupa sistem parlementer
dipimpin seorang perdana menteri. Sistem
pemerintahannya hampir mirip dengan
yang ada Amerika yaitu dikuasai oleh 2
Partai besar yaitu Partai Buruh Australia
(ALP) dan Partai Liberal. Masalah keamanan dan keselamatan negara merupakan
kepentingan nasional yang paling utama
bagi setiap negara, masalah ini menjadi
landasan bagi setiap negara yang akan
membuat suatu kebijakan politik luar
negeri terhadap negara lain.
Australia menganut sistem ekonomi
kapitalis dan termasuk Negara maju dengan
kondisi perekonomian yang relatif kuat dan
stabil, DGP perkapita sekitar US$ 40,000.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 66-

IAI Sambas
Perekonomian Negara mengandalkan hasil
produksi perindustrian, pertambangan, per
dagangan, dan Jasa. Australia merupakan
negara yang kaya akan sumber daya alam,
terisolasi dan berpenduduk jarang, dan
sangat bergantung pada perdagangan dan
akses pasar-pasar internasional yang jauh.
Adapun pasar-pasar tujuan ekspornya
bervariasi dan jauh dari negerinya yaitu
Eropa Barat, Amerika Utara dan Asia
terutama Jepang, (Zulkifli Hamid, 1999:
387). Dibidang penguasaan sain dan
teknologi, Australia dapat disejajarkan
dengan negara-negara maju di Eropa,
Amerika Serikat dan Jepang. Kemajuan
sain teknologi telah menjadi kehidupan
keseharian warga Australia dengan kondisi
demikan membawa pengaruh yang sangat
besar dan terbuka bagi kaum Muslim di
Australia untuk belajar dan berkembang
dalam penguasaan sain teknlogi.
Migrasi Orang-Orang Islam
Ke Australia
Para pedagang Arab merupakan
Muslim pertama yang datang di pantai
Australia terutama setelah abad ke-10.
Kemudian setelah abad ke-16 para pelaut
atau nelayan Makasar secara teratur
berlayar ke perairan Australia bagian utara
dan berhubungan langsung dengan suku
asli, Aborigin. Kehadiran Muslim Bugis
yang berkelana dengan perahu layar untuk
mengumpulkan tripang yang menjadi
bahan campuran untuk sop di Cina, (David
Ewdward Lawson, 2010: 241) dari teluk
Carpentaria selama abad ke-17, secara
tidak langsung juga telah memperkenalkan
Islam ke wilayah yang mereka kunjungi.
Para pelaut Makasar memanfaatkan
angin muson barat laut yang membantu
pelayaran dari wilayah Indonesia ke
Australia. Ketika angin berubah arah,
yakni pada awal musim muson tenggara
memungkinkan mereka kembali berlayar
ke Indonesia. Meskipun kehadiran para
nelayan tidak untuk bermukim, namun
aktivitas nelayan tersebut terus berlanjut
dibuktikan oleh Mathew Flinders ketika ia

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


mengunjungi pantai barat-laut Australia
tahun 1802, menemukan nelayan Muslim
dari Pulau Timor dan Sulawesi, (M. Ali
Kettani, 2005: 309). Buktikehadiran mereka tampak pada lukisan di gua Aborigin
yang menggambarkan perahu khas orangorang Makasar dan artefak-artefak yang
ditemukan dipemukiman Aborigin bagian
utara, (Abdullah Saeed, 2004: 7).
Abad ke-19 Australia disebut dengan
surga kaum buruh, sehingga menjadi
sasaran para imigran dari Eropa, Cina,
Jepang dan India, (Tim Program SBS,
2011: 147). Imigrasi awal orang Muslim
ke Australia yakni Muslim Afghan yang
dibawa oleh Inggris ke Australia dalam
rangka mengurus unta pada tahun 1860 an,
(Saleh Yucel, 2011: 100). Pada puncaknya
ada sekitar 3000 pekerja Muslim Afghan
yang bekerja sebagai pengawal unta. Unta
masa itu digunakan sebagai pengangkut
barang-barang, air, dan makanan di daeahdaerah yang sulit. Mereka juga diberdayakan untuk membangun jalur telegraf yang
menghubungkan Australia dengan London
lewat India dan jalur kereta yang disebut
Ghan Train, (Indriana Kartini, 2006: 91).
Kehidupan komunitas Muslim Afghan
masa awal belum begitu baik bahkan dapat
dikatakan tidak mengalami pertumbuhan.
Kebanyakan mereka datang bukan atas
kemauan mereka sendiri. Mereka selalu
dicurigai dan termarginalkan baik secara
ekonomi, agama, maupun sosial. Mereka
diperlakukan seperti budak, dijadikan target bebas pemurtadan orang Kristen. Mereka juga tidak diizinkan membawa kaum
wanita, akibatnya mereka terpaksa menikah dengan wanita malang seperti suku
Aborigin atau istri yang ditinggal oleh
suaminya. Selain itu, mereka juga menghadapi masalah yang sulit dalam cara
pernikahan. Sebagian memilih tidak menikahi wanita non Muslim, sementara yang
lainnya berusaha mengislamkan wanita
putih atau Aborigin dan menikahi mereka
dengan secara islami. Namun ada juga
yang menikah tanpa memikirkan masa

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 67-

IAI Sambas
depan keturunan mereka dengan menikahi
sembarang wanita, (Munjin, 2009: 143).
Pada tahun 1870-an melalui perjanjian
dengan Belanda didatangkan pula Melayu
Muslim untuk dipekerjakan sebagai penyelam mutiara di Australia Barat dan wila
yah. Pada tahun 1875, ada 1.800 orang pen
yelam Melayu yang bekerja di Australia
Barat. Sejak 1860 Air dari Broome di
Australia Barat, melalui Darwin di daerah
Utara ke Thursday Island di Queensland
menghasilkan sampai 8% mutiara dunia.
Kehidupan penyelam mutiara tidak jauh
berbeda dengan kehidupan Muslim
Afghan. Meskipun mereka diizinkan membawa istri, namun keturunan mereka
berada dalam tahap pembauran yang parah
dan sedikit sekali dari mereka yang
mengidentifikasi dirinya sebagai Muslim,
(M. Ali Kettani, 2005: 314).
Selanjutnya dari tahun 1879, terjadi
gelombang migrasi orang Islam dari India
ke kepulauan Fiji dan ke Queensland
Australia. Besarnya arus imigran memunculkan kekhawatiran terhadap kelangsungan hidup kulit putih, maka dilakukan
pembatasan terhadap imigran yang masuk
ke Australia dengan diberlakukannya kebijakan Immigration Restriction Act atau
yang dikenal dengan sebutan White
Australia Policy pada tahun 1901. Pengetahuan imigran non kulit putih itu, menyebabkan penurunan imigran dari Timur
Tengah ke Autralia, (Saed Abdullah, 2003:
6).
Setelah Perang Dunia I dimulai 19201930, terjadi imigrasi orang-orang Albania
ke Australia sebagai pekerja perkebunan
tebu di North Queensland dan petani buah
di Victoria. Setelah Perang Dunia II,
dimulai tahun 1948-1960, bergabung pula
Muslim Yugoslavia dan Turki dari Siprus
dalam upaya mencari penghidupan baru.
Akhirnya Muslim dengan jumlah yang
besar menetap di Australia setelah tahun
1960, terutama Muslim yang berasal dari
Turki dan Lebanon yang diterima sebagai
pekerja pabrik tahun 1968. Sedangkan dari
Indonesia sebenarnya baru tahun 1960-an

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


banyak mahasiswa yang mendapat beasiswa ke Australia, (Munjin, 2009: 143).
Melihat fakta semakin banyak imigran
masuk maka pemerintah menganggap
kebijakan White Australia Policy tidak sesuai, sehingga tidak dihapus sama sekali
lagi sejak tahun 1972. Untuk mengakomodir masyarakat Australia yang plural maka
diperlukan kebijakan yang lebih toleran
terhadap segala perbedaan yang disebut
dengan kebijakan multikulturalisme.
Kebijakan Pemerintah Terhadap
Minoritas Islam Di Australia
Australia selain sebagai negara penganut
prinsip multikulturalisme juga menerapkan
sistem hukum sekuler serta sistem demokrasi
parlementer yang memberikan ruang bagi
Muslim mengekspesikan keberadaannya sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Hal
itu dikarenakan, Australia menjadikan kebebasan bagi setiap orang untuk berpikir dan
memiliki hak untuk menjadi beda sebagai
dasar demokrasinya. Kebijakan tersebut
sangat membantu sikap toleransi masyarakat
non Muslimter hadap masyarakat Muslim,
salah satunya pemahaman mereka akan
pemakaian jilbab dan menutup aurat adalah
bagian dari identitas Muslim. Setiap Muslim
juga bebas menjalankan ibadah seperti shalat,
puasa dan haji. Keharmonisan minoritas
Muslim dan non Muslim juga terbina yang
ditunjukkan dari keikutsertaan Muslim pada
pemilu (walaupun yang dipilih adalah non
Muslim), hidup berdampingan dengan non
Muslim, berbelanja di toko non Muslim,
bekerja di perusahaan non Muslim, memperkerjakan warga non Muslim pada usaha
yang dipunyai oleh warga Muslim, serta
menjalani kehidupan sebagaimana yang
lazim dilakukan oleh kaum mayoritas.
Berdasarkan realitas tersebut dapat dikatakan bahwa hubungan antara minoritas
Muslimdan non Muslim di Australia sesungguhnya terjalin dengan baik. Dengan
demikian pelaksanaan dakwah islamiyah
secara efektif sangat dimungkinkan, sebab
undang-undang Australia menjamin menjamin kebebasan beragama dan terdapat

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 68-

IAI Sambas
pula aturan yang jelas tentang perizinan
mendirikan tempat-tempat beribadah, sesuai dengan aturan-aturan yang ada pada
masing-masing agama.
Masjid pertama didirikan di Marree di
South Australia pada tahun 1861. Selanjutnya di Brisbone juga didirikan mesjid pada
tahun 1907 arsitek Sharif Abosi dan
Ismeth Abidin. Di Canberra terdapat satu
mesjid, yang dibangun bersama oleh
Kedutaan Besar Indonesia, Malaysia dan
Kedutaan Besar Pakistan, diresmikan pada
tahun 1961. Pada tahun 1976 telah berhasil
dibangun masjid Imam Ali di Lakemba ser
ta masjid al-Zahra di Arncliff pada tahun
1983, (Munjin, 2009: 143).Di Victoria
terdapat 7 masjid, yang terbesar adalah
masjid Umar bin Khattab, dilengkapi dengan kantor, perpustakaan, ruang pertenuan, ruang belajar dan ruang serba guna.
Masjid yang ada di kota Australia Barat
yaitu Masjid Afghanistan (Perth), Masjid
Turki dan Masjid Islamic Council.
Muslimdi Autralia juga mendirikan
beberapa organisasi sebagai upaya untuk
memenuhi kebutuhannya salah satunya
menyediakan pendidikan dasar bagi anakanak mereka. Beberapa organisasi yang
didirikan oleh pendatang baru diantaranya:
organisasi orang-orang Cyprus Turki di
Melbourne (1948) dan di Sydney (1952),
perkumpulan Muslim Albania di Mareeba,
Queenslan (1953), sheparton, Victoria
(1956) dan Melbourne, Victoria, (M. Ali
Kettani, 2005: 318-319). Muslim Indonesia datang ke Australia melanjutkan studinya dan membentuk organisasi Indonesian
Muslim Community pada tahun 1960-an.
Namun sampai awal 1960-an sebenarnya belum ada bentuk organisasi nasional
yang menyatukan komunitas Muslim,
mengkoordinir persoalan mereka dan menggabungkan mereka dalam satu komunitas Muslim Australia yang dinamis. Suatu
peristiwa mendorong bersatunya Muslim
yakni peristiwa yang dialami Imam
Ahmad Skaka yang mengalami penolakan
dari pemerintah Federal Australia untuk
menyelenggarakan perkawinan Muslim di

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Adelaide. Peristiwa itu merupakan penghinaan bagi komunitas Muslim yang membangkitkan semangat komunita-komunitas
Muslim di Australia melakukan pertemuan
yang diwakili oleh perwakilan organisasi
Muslim pada tahun 1963, kemudian terben
tuklah Australian Federation of Islamic
Society (AFIS) sebagai payung organisasi
nasional dengan presiden pertamanya, Dr.
Abdul Khaliq Kazi (M. Ali Kettani, 2005:
320-321).
Kemudian organisasi tersebut berubah
strukturnya untuk mengakomodasi kebutuhan berkembangnya komunitas Muslim di
masing-masing negara bagian dengan cara
membentuk perwakilan Islam di masingmasing negara bagian tersebut. Pada perkembangan selanjutnya, dibentuklah organisasi perwakilan Australia pada level
nasional maupun internasional yang disebut Australian Federation of Islamic
Councils (AFIC) pada tahun 1976, dengan
kantor pusatnya di Sydney. Salah satu hal
yang diinginkan AFIC adalah memberikan
identitas baru bagi Muslim dan menganggap Australia sebagai rumah mereka yakni
pengakuan oleh pemerintah Australia.
Selain itu mereka merencanakan untuk
mendaapatkan bantuan keuagan untuk men
jalankan lembaga-lembaga Islam, memperoleh imam-imam untuk semua kominitas Muslim yang terorganisasi dan mengorganisasikan kelompok-kelompok Muslim yang tidak terorganisasi, (M. Ali
Kettani, 2005: 323). AFIC merupakan
organisasi yang peduli dengan isu-isu
kehidupan beragama dan bertindak sebagai
kelompok lobbi yang mempengaruhi dinamika hubungan Muslim dengan penduduk
Australia.
Tugas AFIC adalah melaksanakan koordinasi dan kerjasama dakwah Islam di
Australia, mendapat bantuan dana dari
beberapa negara Arab, khususnya Arab
Saudi dalam rangka membayar gaji Imam
yang diangkat oleh AFIC dan kegiatankegiatan lainnya. Demikian halnya dibidang pendidikan sebagian besar pembangunan sekolah juga disponsori oleh dona-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 69-

IAI Sambas
tur dari luar negeri, tetapi untuk berkelanjutan disokong sepenuhnya oleh pemerintah Australia. Salah satu perguruan tinggi
Islam yang terkenal adalah King Khalid
Islamic College (KKIC) yang didirikan
tahun 1983 di Mellbourne, kemudian
disusul di Victoria, New South Wales,
Queensland, dan Australia Utara, (Munjin,
2009: 144).Sampai saat ini AFIC masih
mengusahakan diakuinya beberapa hukum
Islam dan hari libur untuk hari-hari besar
Islam.Di samping AFIC terdapat pula
organisasi mahasiswa Islam yang disebut
Australian Students Organisation, dengan
fokus kegiatan di daerah kampus.
Namun kehidupan Muslim Australia
mengalami perubahan pasca serangkaian
terorisme mulai 2001, diperparah pemberitaan media yang berlebihan dan sensasional serta kepanikan sendiri dari masyarakat Australia, telah menciptakan stigmatisasi dan generalisasi terhadap kaum
Muslim secara keseluruhan. Hal itu berdampak pada perlakuan diskriminatif terhadap minoritas Islam di Australia, seperti
dilakukannya sweeping terhadap komunitas Islam Australia pasca peledakan bom
tersebut. Orang-orang Islam dipandang sebagai ancaman dan dibenci bahkan muncul
ketidakpercayaan orang kulit putih Australia terhadap keturunan Arab dan Muslim
secara umum. Hal tersebut dimungkinkan
menjadi penyebab terjadinya penyerangan
terhadap orang-orang yang dianggap keturunan Arab di pantai Sidney pada tanggal 11 Desember 2005.
Sedangkan sikap masyarakat Australia
terhadap perempuan Muslim berjilbab di
Australia pasca bom Bali dan WTC agak
menaruh curiga. Namun pemerintah Australia curiga. Namun pemerintah Australia
juga sempat memperlihatkan itikad baik
dalam menjamin hak-hak keagamaan
maupun hak lain dari kaum Muslim
Australia. Hal tersebut ditunjukkan dengan
festival seni budaya Islam yang melibatkan
berbagai etnis agama Islam di tahun 2006,
(http://kelaspolpemaustralia
2010.blogspot.co.id). Selain itu, dibidang

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


pendidikan munculnya semangat anakanak muda Muslim dalam mempelajari aga
manya. Pengamat pendidikan menyebutnya peningkatan jumlah mahasiswa yang
mempelajari Islam dan Arab mencapai
lebih dari 200% sejak 2008. Di Institusi
pendidikan juga tersedia bagi mahasiswa
Muslim untuk melaksanakan ibadah shalat,
(Tim Penulis, 2015: 33).
Sebenarnya kebijakan pemerintah
terhadap moniritas Muslim berjalan dalam
ruang politik dikuasai oleh kekuatan
konservatif dan progresif, yang sama-sama
konsisten menjalankan prinsip sekulerisme
dan praktik pemerintahan Westminster.
Pada praktiknya kegiatan-kegiatan sosial
politik masyarakat harus dipisahkan dari
kegiatan-kegiatan keagamaan. Oleh karena
itu, komunitas Muslim tidak boleh menggunakan identitas keagamaan dalam pergaulan kemasyarakatan.
Kesepakatan lainnya antara kedua par
tai besar yang diwakili oleh partai liberal
dan partai buruh yakni semua undangundang harus bersumber pada aspirasi
rakyat dan tidak boleh mengambil rujukan
keagamaan. Sehingga mereka cenderung
melakukan liberalisasi komunitas Muslim
guna menanamkan nilai-nilai liberal dan
peradaban Barat. Hal itu, kemudian mendasari dilakukannya pengawasan secara ke
tat terhadap kelompok-kelompok sosial
Islam yang dituduh teroris. Sebagai contoh
sering dilakukan razia di tahun 2012 oleh
aparat polisi saat melewati jalur tententu di
wilayah Victoria terhadap komunitas Muslim asal Afrika, (Sandy Tieas Rahmana
Poetrie, 2013: 12-14). Meskipun demikian,
kekuataan politik juga melandasi persamaan hak-hak komunitas Muslim dan jaminan hidup sesuai dengan prinsip welfare
state, misalnya pemerintah memberikan
subsidi kepada lembaga-lembaga pendidikan dan kemasyarakatan Islam, (Indriana
Kartini, 2006: 93).

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 70-

IAI Sambas
Tantangan Kehidupan
Muslim Australia
Eskistensi Muslim di Australia ditujukan oleh terlaksananya pendidikan dan
organisasi Muslim. Pasca tragedy peradaban bom yang memicu perselisihan membuat umat Islam harus bekerja keras dalam
membangun kepercayaan terhadap kaum
mayoritas bahwa Islam adalah agama damai dan anti kekerasa, dan membuktikan
bahwa segala aksi terror tidak ada hubungannya dengan Islam (Peta Stephenson,
2010: 3). Peristiwa teror tersebut juga
menumbuhkan kesadaran umat Muslim ten
tang pentingnya dialog antar umat beragama guna membangun kerjasama.
Tantangan lain dalam menjaga eksistensi Islam juga bersumber dari dalam komunitas Islam itu sendiri. Dimana pluralitas keberagamaan dan kebudayaan imigran
menyebabkan karakter Islam yang kompleks, sehingga pembauran sedikit mengalami hambatan. Sebagaimana Humphrey
memandang bahwa komunitas Muslim di
Australia lebih banyak bicara dengan istilah-istilah etnis mereka ketimbang berbicara soal Islam yang lebih lokal. Artinya,
perujukan kepada akar etnis sebagai basis
lahirnya Islam, lebih banyak mereka
kedepankan,(http://www.wawasanpendidi
kan.com).
Oleh karena itu, penting lebih ditingkatkan sikap saling menghargai perbedaan agar terpelihara hubungan harmonis
antar sesame Muslim di Australia. Sikap
tersebut, akan berpengaruh pada pemahaman ajaran Islam yang semakin luwes.
Meskipun belum secara keseluruhan, sikap
saling menghargai mulai tampak pada
pemahaman Islam yang fleksibel, terutama
mencakup tiga bagian yaitu lapis pertama,
core value atau tanpa interpretasi meliputi
keimanan, nilai-nilai universal, dan
syariah. Contohnya setiap Muslim wajib
melaksanakan shalat, semua sepakat dan
tanpa reserve. Lapis kedua interpretation
area, misalnya bagaimana cara melaksanakan shalat, dimana sebagian orang sepakat
dengan satu cara tertentu, sedangkan

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


sebagian lainnya. Lapisan ketiga, cultural
manisfestation, bagian ini sangat dipengaruhi oleh kondisi sosiogeografi, misalnya
model pakaian yang dipakai untuk shalat.
Muslim Australia sepakat bulat pada ajaran lapis pertama dan bisa jadi sangat berbeda pada ajaran lapis ketiga, (Munjin,
2009: 143-144). Pemahaman yang luwes
itu, tidak terlepas dari upaya reinterpretasi
ajaran Islam. Sehingga umat Muslim tidak
lagi merasa terpisah atau terasing dari
Australia. Hal itu setidaknya tampak dari
generasi muda yang tidak memisah antara
menjadi Muslim dan menjadi Australia
yang baik karena mereka lebih senang
mengidentifikasikan diri mereka sebagai
Muslim Australia, (Peta Stephenson, 2010:
4). Dengan demikian harmonisasi antara
Muslim dan non Muslim serta antara
sesama Muslim akan selalu terjaga di
negara Australia.
PENUTUP
Islam di Australia diperkenalkan oleh
pedagang Arab setelah abad ke-10 dan
orang Makasar pencari tripang setelah
abad ke-16. Namun kedatangan Muslim
dalam rangka menetap baru terjadi pada
tahun 1860-an yaitu Muslim Afghan
bekerja sebagai pengurus unta. Sedangkan
Melayu Muslim penyelam mutiara pada
tahun 1870-an dan imigrasi Muslim India
mulai tahun 1879. Setelah Perang Dunia I
terjadi imigrasi Muslim Albania. Sedangkan setelah Peran Dunia II, bergabung pula
Muslim Yugoslavia dan Turki dari Siprus
di Australia. Akhirnya Muslim dengan
jumlah yang besar menetap di Australia
setelah tahun 1960, terutama Muslim yang
berasal dari Turki dan Lebanon tahun
1968. Sedangkan dari Indonesia baru
tahun 1960-an. Dengan demikian karakter
Muslim di Australia sangat beragam.
Sebelum aksi teror yang melibatkan
kelompok Islam, kehidupan umat Muslim
mulai membaik. Mereka memiliki kebebasan menunjukkan identitasnya seperti men
jalankan ibadah, mendirikan mesjid,
membangun organisasi yang tidak didapat

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 71-

IAI Sambas
oleh imigran awal. Namun setelah peristiwa teror 11 September 2001 dan serentetan aksi teror lainnya, terlebih seruan
memerangi terorisme internasional, membuat kehidupan umat Islam semakin tersudutkan.
Meskipun demikian, itikad baik pemerintah tampak pada jaminan hidup yang di
berikan pada kaum Muslim, misalnya pemerintah tampak pada jaminan hidup yang
diberikan pada kaum Muslim, misalnya
pemerintah memberikan subsidi kepada
lembaga-lembaga pendidikan dan kemasyaraktan Islam. Oleh karena itu, tantangan
kaum Muslim agar mereka tetap eksis dan
keberadaan mereka tidak lagi dianggap

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


ancaman di Australia adalah dengan membangun kepercayaan kepada masyarakat
mayoritas bahwa Islam adalah agama damai dan anti kekerasan. Selain itu, Islam
juga mampu menyesuaikan diri dengan budaya tempat mereka tinggal. Tidak menonjolkan Islam lokal, tetapi Islam yang melebur menjadi Islam khas Australia, sehingga keharmonisan hidup tetap terpelihara.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 72-

IAI Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

DAFTAR PUSTAKA

Anonim,
Problem
Pembauran
Muslim
Australia,
http://www.wawasanpendidikan.com, diakses tanggal 27 Maret 2016.

dalam

Azra, Azyumardi, Jejak-Jejak Jaringan Kaum Muslim: dari Australia hingga Timur
Tengah, Jakarta: Hikmah, 2007.
Hamid, Zulkifli, Sistem Politik Australia, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.
http://kelaspolpemaustralia2010.blogspot.co.id/2010/11, diakses tanggal 15
Maret 2016.
Kartini, Indriana, Minoritas Muslim di Australia dan Inggris, Jurnal Penelitian
Politik, Vol. 3 No. 1, 2006.
Kettani, M Ali, Mioritas Muslim di Dunia Dewasa Ini., terj. Zarkowi Soejoeti, Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005.
Kusuma, Hendri Jureza, Hubungan Perdagangan Indonesia dengan Australia Pasca
Bom Bali II Periode 2005-2007, Skripsi, Jakarta: Fak. Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UIN Syarif Hidayatullah, 2014.
Lawson, David Ewdward, Indegenous Australians and Islam: Spiritual, Cultural, and
Political Alliances,Thesis, Australia: School of Social Work and Human
Services, Faculty of Health, Quesnsland University of Technology, 2010.
Mariyah, Chusnul, Indonesia-Australia Tantangan dan Kesempatan dalam Hubungan
Politik Bilateral, Jakarta: Granit, 2005.
Munjin, Muslim Minoritas dan Wacana Gender di Australia, Yin Yang, Vol. 4 No 1,
2009.
Nasution, Harun, Islam: Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid I, Jakarta: UI-Press,
2005.
Poetrie, Sandy Tieas Rahmana, Diskriminasi Imigran Kulit Putih Berwarna dalam Masa
Kebijakan Multikulturalisme Pasca Penghapusan White Australia Policy, Lokon:
Jurnal Kajian Sastra dan Budaya, Vol.1, No. 2, 2013.
Saeed, Abdullah, Muslim Australians: Their Belief, Practices and Institutions A
Partnership Under the Australians Governments Living in Harmony Initiative,
Australia: Department of Immigration and Multicultural and Indigenous Affairs
and Australian Multicultural Foundation is Association with the University of
Melbourne, 2004.
Stephenson, Peta, Home-Growing Islam: The Role of Australian Muslim Youth in Intra
and inter-Cultural Change, NCEIS Research Paper, Vol. 3, No. 6, 2010.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 73-

IAI Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

Tim Penulis, Buku Pintar PPI Australia: Buku Petunujuk Praktis tentang Studi dan
Hidup di Australia, Australia: tt, 2015
Tim Program BSB, Sekilas Sejarah Dunia, Bali: Yayasan Gemah Ripah bekerjasama
dengan Penerbit Buku arti, 2011.
Yucel, Saleh, Is Islam Part of The Problem or Solution: An Australian Immigrant
Experience, TJP Turkish Journal of Politict, Vol.2, No. 1, 2011.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 74-

KHALIFAH (KHILAFAH) DALAM AL-QURAN


Sri Harjanti*

ABSTRAK
Manusia sebagai wakil Allah SWT di dunia ini, tidak menunjukan bahwa Allah SWT
tidak mampu dalam mengurus dunia ini secara sendirian, tetapi sebagai suatu
ketetapan khusus untuk kehidupan manusia bahwa mereka diciptakan dengan satu
tugas yang sangat spesifik, yaitu selain menyembah dan beribadah kepada-Nya,
manusia juga memiliki tugas sebagai khalifah sebagaimana yang Allah SWT jelaskan
dalam al-Quran. Manusia dalam kedudukannya sebagai khalifah pada dasarnya
mengemban tugas pokok, yaitu untuk mewujudkan kemakmuran di bumi agar
tercipta kondisi kehidupan yang sejahtera, aman, tenteram dan bahagia sebagi tugas
rangkap. Khalifah harus bekerja dan beraktivitas dalam kapasitas dirinya sebagai
penguasa di muka bumi berdasarkan mandat dan amanat dari Allah SWT. Se cara
khusus manusia juga dipertanggungjawabkan untuk memelihara dunia dan seluruh
isinya berdasarkan prinsip yang ditentukan oleh Allah SWT. Manusia dalam
melaksanakan amanat yang diberikan Allah SWT harus menggunakan akalnya bagi
kemaslahatan manusia itu sendiri serta makhluk Allah lainnya secara serasi dan
seimbang. Untuk itu manusia senantiasa dimotivasi untuk lebih banyak menyingkap
rahasia alam semesta dengan kekuatan akalnya untuk mendapatkan nilai kebaikan.

KATA KUNCI: Khalifah, Manusia, Al-Quran

*Dosen

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam Institut Agama Islam Sultan Muhammad
Syafiuddin Sambas

IAIS Sambas
PENDAHULUAN
Allah SWT menciptakan alam semesta dan menentukan fungsi-fungsi dari
setiap elemen alam ini. Mata hari hanya fu
ngsi, bumi punya fungsi, udara, dan seterusnya, bintang seterusnya hingga makhluk yang paling kecil masing-masing
memiliki fungsi dalam kehidupan. Begitu
juga dengan manusia yang Allah SWT
cipta-an dengan tugas dan fungsi tertentu.
Se-lain untuk beribadah manusia jugamemiliki tugas sebagai khalifah sebagai-mana
yang Allah SWT jelaskan dalam al-Quran.
Manusia dipilih sebagai khalifa-tulllah,
sebagaimana diuraikan di atas, karena kelebihan yang dianugerahkan Allah kepada
manusia berupa ilmu pengetahuan, yang
tidak diberikan kepada makhluk Allah
yang lain termasuk malaikat.
Manusia dikatakan pengganti Allah
adalah dimana manusia diberi tangung jawab pengelolaan alam semesta untuk kesejahteraan umat manusia itu sendiri, karena
alam semesta memang dicipta-kan Allah
untuk manusia. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan al-Quran terhadap lingkungan
bersumber dari fungsi ma-nusia sebagai
khalifah, yang sebagaimana Allah SWT
telah memberikan man dat kepada manusia
menjadi penguasa untuk mengatur bumi
dan segala isinya. Kesemua ini merupakan
kekuasaan dan wewenang yang bersifat
umum yang di-berikan Allah kepadanya
sebagai khali-fah untuk memakmurkan
kehidupan di bumi. Oleh karenanya, tanggung jawab moral manusia untuk mengelola dan memanfaatkan seluruh sumber
yang tersedia di alam ini guna memenuhi
keperluan hidupnya. Namun, kewenangan
manusia untuk memanfaatkan alam semesta harus didasarkan kepada garis yang
telah ditetapkan Allah SWT dan tidak
boleh menyalahinya.
Dengan mencermati secara mendalam tenang khalifatullahdalam al-Quran
yang dilihat dalam perspektif tafsir,
memberikan inspirasi penulis untuk lebih
jauh mengungkap tentangdalam al-Quran.

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


PEMBAHASAN
PENGERTIAN KHALIFAH
Kata khalifah dalam bahasa Arab
adalah kata jadian yang berimbang dengan
kata faiilah. Kata plural feminim dari kata
khalifah adalah khalaaif sebagaimana
kata karaaim dan shahaaif dalam gramatikal bahasa Arabnya. Kata berimbangan
dengan kata faailah tidak bisa dipluralkan
dengan kata fualaa. Namun kata khalifah
memiliki makna maskulin, hingga ia pun
bisa dipluralkan menjadi khulafa. Sesungguhnya kata khulafaa adalah bentuk kata
plural dari kata khalif/padanan kata maskulin dari kata khalifah. (Ahzami Samiun
Jazuli, 2006 : 35).
Abul Ala Maududi berpendapat, khalifah menurut kamus bahasa arab berarti
perwakilan. (Lihat Abdul Qadir Djaelani,
1995: 153). Sedangkan pengertian khalifah
menurut pandangan Qamarudin Khan, jika
dilihat dari akar kata yang berasal dari kata
khalafa, berarti menggantikan tempat seseorang sepeninggalnya. Karena itu, khalif
atau khalifah berarti seorangpengganti dengan inilah kata khulafa dan Khalidsebagai bentuk plural dari kata khalifah telah
digunakan dalam al-Quran. (Uci Sanusi
dan Rudi Ahmad Suryadi, 2015 : 125).
Khalifah juga diartikan sebagai sulthan
Allah fi Ardhihi (Kekuasaan Tuhan di
Bumi-Nya), yang berarti kon-sep khalifah
dipandang sebagai mandat dari Allah dan
bukan dari manusia atau sekedar pelanjut
Nabi Muhammad sebagaimana maknanya
pada masa Nabi Muhammad dan Khulafa
al-Rasyidin. (M. Nur Kholis Setiawan dan
Djaka Soetapa, 2010 : 119).
Menurut Ibnu Katsir (2000: 359),
khalifah yaitu suatu kaum yang sebagainya menggantikan sebagian yang lain silih
berganti, abad demi abad, dan generasi
demi generasi. Kata khalifah memiliki dua
makna. Pertama, adalah pengganti, yaitu
pengganti Allah SWT untuk melaksanakan
titah-Nya di muka bumi. Kedua, manusia
adalah pemimpin yang kepadanya diserahi
tugas untuk memimpin diri dan makhluk
lainnya serta memakmurkan dan mendaya

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 75-

IAIS Sambas
gunakan alam semesta bagi kepentingan
manusia secara keseluruhan. (Al-Rasyidin
dan Samsul Nizar, 2005 : 18).
Sehingga secara umum khalifah didefinisikan sebagai makhluk yang dicipakan oleh Allah sebagai pengganti Allah
yang diberikan amanat untuk menjaga dan
mengatur seisi alam dengan berbagai potensi yang dianugerahi Allah dengan sebaik mungkin, sehingga akan terciptanya
kemakmuran dan kesejahteraan di bumi
maupun di akhirat kelak.
Tugas Dan Fungsi Khalifah
Di Muka Bumi
Allah berkehendak untukmenciptakan
khalifah-Nya di muka bumi dengan tugas
memakmurkan alam dan mengembangkan
amanat risalah serta menegakan segala
amal yang mengandung kemaslahatan, kebaikan dan kebenaran. Pemberian tugas
khaliga ini disrtai bekal potensi yang diciptakan Allah. Seseorang khalifah yang
ditugaskan untuk senantiasa menjalankan
syariat Allah dan mengemban tanggungan
yang dibeban-kan, maka ia telah mengikuti
hawa napsu nya dan menjadi perusak di
muka bumi. (Sanusi, 2015: 128).
Manusia sebagai wakil Allah SWT di
dunia ini, tidak memperlihatkan bahwa
Allah SWT tidak mampu dalam mengurus
dunia ini secara sendirian, tetapi sesuatu
ketetapan khusus untuk khusus untuk kehi
dupan manusia bahwa mereka dicipakan
dengan satu tugas yang sangat spesifik, yaitu selain menyembah dan beribadah kepada-Nya, secara khusus manusia juga dipertanggung jawabkan untuk memelihara
dunia dan selu-ruh isinya berdasarkan pada
prinsip yang ditentukan oleh Allah SWT.
Untuk melaksanakan tanggungjawab dan
amanah yang cukup besar dan berat ini
Allah SWT telah memberikan ilmu pengetahuan yang secukupnya kepada manusia,
sehingga malaikat sujud kepada manusia
dengan kelebihan tersebut. Berjaya atau
gagalnya seseorang manusia itu disisi
Allah SWT adalah diukur berdasarkan sejauh mana mereka percaya kepada kese-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


satan-Nya dan menaati perinah-Nya serta
dapat melaksanakan tugas khalifah dengan
cemerlang ketika hidupnya di dunia, menurut prinsip dan peraturan yang telah ditentukan oleh Allah SWT sendiri. (Ahmad
Shukri Mohd. Nain dan Rosman Md.
Yusoff, 2003: 102).
Sehingga dapat disimpulkan manusia
dalam kedudukannya sebagai khalifah pada dasarnya mengemban tugas pokok, yaitu untuk mewujudkan kemakmuran di
bumi agar tercipta kondisi kehidupan yang
sejahtera, aman, tentram dan bahagia sebagai tugas pengabdian itu, maka manusia
diberikan status terhormat yakni sebagai
khalifah Allah di muka bumi lengkap dengan kerangka dan program kerjanya yang
secara simbolis digambarkan melalui proses penciptaan Adam As. Oleh karena itu,
ma-nusia menduduki peran yang penting
dan strategis di alam raya ini. Manusia
bukan hanya merupakan salah satu ba-gian
dari alam ataupun hanya sebagai makhluk
yang diberi kesempatan untuk menggunakan serta memanfaatkan alam melainkan
juga untuk memelihara dan mengayomi
seluruh makhluk guna mencapai tujuan
penciptaannya masing-masing. (Jalaludin,
2002 : 234-235)
Dari kutipan di atas, dapat dipahami
bahwa dalam melaksanakan amanat yang
diberikan Allah SWT manusia harus meng
gunakan akalnya bagi kemaslahatan manusia itu sendiri serta makhluk Allah lainnya
secara serasi dan seimbang. Untuk itu,
manusia senantiasa dimotivasi untuk lebih
banyak menyikap rahasia alam semseta
dengan kekuatan akalnya untuk mendapat
kan nilai-nilai kebaikan. Untuk merealisasikan tugas dan fungsinya itu, dapat ditem
puh manusia lewat pendidikan. Dengan me
dia ini diharapkan, manusia mampu mengemban akal yang diberikan Allah SWT
secara optimal, bagi kepentingan seluruh
alam semesta, baik untuk jangka pendek
yaitu untuk kehidupan manusia di dunia
maupun jangka panjang yaitu kehidupan di
akhirat.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 76-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

Khalifah Dalam Al-Quran


Manusia adalah makhluk yang dimuliakan Allah di dunia ini dibandingkan
dengan makhluk lain. Kemuliaan ini bukan saja dapat dilihat dari segi penciptaan-Nya saja, melainkan status dan tugas
manusia juga adalah lebih istimewa dan
mulia daripada makhluk Allah yang lain.
Salah satu pesan Allah dalam alQuran yang dianggap penting berhubungan dengan eksistensi manusia adalah
konsep khalifah. Doktrin kekhalifahan
dalama pandangan Nurchalish Majid, dapat dipandang sebagai landasan filosofis
dari konsep taskhir, yaitu doktrin memahami bahwa Allah menjadikan alam ini
lebih rendah daripada manusia. Doktrin ini
menurutnya, juga mengandung arti bahwa
alam tercipta untuk dimanfaatkan manusia
sekaligus objek kajiannya dalam rangka
menemukan transendensi Tuhan dalam
alam. Oleh karena itu, doktrin ini sebenarnya mengajarkan manusia untuk bersikap
proporsional terhadap alam, seperti tidak
eksploitatif terhadap alam, menghancurkan
ciptaan yang lain, atau bahkan menindas
sesama manusia. (Sanusi, 2015 : 133).
Kata khalifah, berdasarkan peneli-tian
Quraish Shihab, dalam bentuk tung-gal
terulang dua kali dalam al-Quran, yaitu
dalam al-Baqarah ayat 30 dan Shad ayat
26. Ada dua bentuk plural yang digunakan
oleh al-Quran, yaitu: (1) Khalaif yang
terulang sebanyak empat kali, yakni pada
surah al-Anam: 165, Yunus: 14, 73, dan
Fathir 39; (2) Khulafa terulang sebanyak
tiga kali pada surah al-Araf: 69, 74, dan
al-Naml: 62. (2015: 128).
Kata khalifah dalam al-Quran memiliki tiga dimensi makna yakni:

Artinya: Hai Daud, sesungguhnya Kami


menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
sesat dari jalan Allah akan mendapat azab
yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan, (Q.S. Shaad: 26).
2. Kekhalifahan Adam. Hal ini tampak
dalam firman Allah.

1. Kekhalifahan Nabi. Hal ini terlihat


dalam firman Allah SWT,

Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi". Mereka berkata:
"Mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi itu orang yang akan
membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan ber-firman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui"(Q.S. al-Baqarah: 30).
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat, Sesungguhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi, yakni Allah hendak men
jadikan Adam sebagai satu khalifah di
muka bumi guna menegakkan hukumhukum-Nya dan juga melaksanakan semua
perintah-Nya. Demikian pula dengan
kalimat Allah, Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka
bumi, bukan bermakna khalifah dijadikan
Allah di surga kemudian dile-takan di
bumi, tetapi bermakna bahwa Allah
menjadikan khalifah di bumi. (Agus Haryo
Sudarmojo, 2009: 120).

3. Khalifah yakni penduduk. Hal ini


tampak dalam firman Allah.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 77-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Artinya: Kaum Musa berkata: "Kami telah tertindas (oleh Firaun) sebelum sebelum datang kepada kami dan sesudah
kamu datang. Musa menjawab: "Mudahmudahan Allah membinasakan musuh-mu
dan menjadikan kamu khalifah di bumiNya, maka Allah akan melihat bagaimana
perbuatanmu. (Q.S. al-Araaf: 129).
.Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu
khalifah di bumi (Nya), maka Allah akan
melihat bagaimana perbuatanmu.
Menjadikan khalifah atau mem-bantu
menjadi penduduk di muka bumi. (Jazuli,
2006: 35).
Menurut M. Dawam Raharjo, istilah
khalifah dalam al-Quran mempunyai tiga
makna. Pertama, Adam yang merupakan
simbol manusia sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa manusia berfungsi
sebagai khalifah dalam kehidupan.
Kedua, khalifah berarti pula generasi
penerus atau generasi pengganti; fungsi
khalifah diemban secara kolektif oleh suatu generasi. Ketiga, khalifah adalah kepala
negara atau pemerintahan. Khalifah sebaga turunan dari kata khalifah, menurut Abu
al-Maududi, merupakan teori Islam tentang negara-negara dan pemerintahan. Ada
pun menurut Ibnu Khaldun dalam bukunya
Muqad-dima, khalifah adalah kepemimpinan. Istilah ini berubah menjadi pemerintahan berdasarkan kedaulatan. Khalifah
ini masih bersifat pribadi, sedangkan
pemerintahan adalah kepemimpinan yang
te-lah melembaga ke dalam suatu sistem
kedaulatan. (Sutisna, 2014: 5).
Penafsiran Ayat-Ayat Al-Quran
Tentang Khalifah
Kekuasaan dan kewenangan khalifah
terbatas dalam kerangka umum negara
Islam yaitu negara Islam adalah negara pemikiran dan prinsip memperbaiki kehidupan umat manusia. Khalifah harus bekerja

dan beraktivitas dalam kapasitas dirinya se


bagai penguasa di muka bumi berdasarkan
mandat dan amanat dari Allah SWT.
Menurut Quraish Shihab, (1996: 422423), masing-masing makna dari ka ta itu
mengiringi atau sesuai dengan konteksnya. Seperti misalnya ketika Allah menguraikan pengangkatan Nabi Adam sebagai
khalifah, digunakan kata tunggal (Q.S. AlBaqarah (2): 30), sedangkan ketika berbicara tentang pengangkatan Nabi Daud
digunakan bentuk jamak (Q.S. Shad (38):
26).
1. Q.S. al-Baqarah: 30
2.


Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: sesung-guhnya
Aku hendak menjadikan seorang khalifah
di muka bumi". Mereka berkata: mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan
memuji Engkau dan mensucikan Engkau?"
Tuhan berfirman: sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.
(Q.S. al-Baqarah: 30).
Konsepsi manusia dalam surah alBaqarah ayat 30 yang disebut khalifah.
Kata khalifah berasal dari kata (kha la fa)
artinya mengganti. Secara harfiah diterjemahkan wakil Tuhan di muka bumi, yang diberi mandat kekuasaan dan kemam
puan untuk melaksanakan rencana-Nya
yakni mengelola bumi dan langit dengan
segala isinya sebagai bentuk penghambaan kepada-Nya (ibadah). Pengelolaan ini
mencakup spektrum kegiatan yang sangat
luas, tapi bisa diringkas ke dalam pemeliha
raan, pemanfaatan, pengembangan, dan
perbaikan. Tidak dikenal disini, dan bahkan merupakan perbuatan yang sangat di
benci dan bertenta-ngan dengan pengertian
khalifah, apapun dari keputusan dan
tindakan manusia yang merusak bumi dan

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 78-

IAIS Sambas
isinya. Surah al-Baqarah ayat 30 menegaskan bahwa menjadi khalifah merupakan
panggilan kosmik (cosmic vocation) kepada manusia. Dengan peran itu, setiap
orang dengan keunikannya masing-masing
mewujudkan yang absolut di dalam ruang
dan waktu (sejaran), mengaktualisasi-kan
pola-pola ketuhanan dan perintah-Nya di
dalam dirinya, orang lain, dan lingkungannya. Makna dan arti menjadi manusia
hanya relevan sejauh peran ini dijalankan
dengan penuh tanggung jawab. (Sinerya
Hendrawan, 2009: 94).
Sesungguhnya setiap nabi adalah khalifah Allah yang mengemban amanat untuk
dapat menegakkan hukum syariat di muka
bumi dan melaksanakan kehendak-Nya
untuk dapat membangun dan mengelola
bumi ini. Merkalah para delegasi Allah
yang tidak mewakili kepen-tingan Allah,
namun lebih mewakili ke-pentingan para
generasi setelahnya mereka mendapatkan
perintah langsung dari Allah tanpa
perantara.
Dengan menginterpretasikan kata khalifah adalah Adam, maka hal itu sudah cukup mewakili keturunannya. Sebagaimana bila dikatakan kaum Nadhir, maka
keturunan kaum Nadhir masuk dalam cakupannya. Sesungguhnya kata khalifah yang Allah maksudkan tidak spesifik hanya
kepada Adam a.s. Namun yang dimaksud
dari firman-Nya adalah jenis manusia. Pen
dapat di atas menjadi titik penting dalam
pembahasan ini dan juga merupakan pendapat yang lebih unggul. Hal ini bisa dilihat dari teks al-Quran yang secara eksplisit
menggambarkan adanya regenerasi kepemimpinan. (Jazuli, 2006: 37).
Ketahuilah bahwa Allah menjaga
alam dengan kekhalifahan sebagaimana
dia menjaga manusia dengan seorang pimpinan yang pada setiap eranya hanya seorang saja. Kekhalifahan diawali oleh Nabi
Adam a.s. dan diakhiri oleh Muhammad
SAW. Hikmah kehalifahan ialah agar
Allah tidak terus menerus melimpahi manusia dengan rahmat-Nya tanpa perantara.
Perantara itu amatlah suci dan bersih,

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


sedangkan penerima, tenggelam dalam kaitan-kaita yang hina, seperti makan, dan
sebagainya, serta kaitan-kaitan yang bersifat watak, seperti sifat-sifat yang tercela.
Peristiwa pemberian dan penerimaan hanya berhasil melalui perantaraan dua pihak,
pihak yang tidak membutuhkan (pemberi)
dan pihak yang bergantung (penerima).
Itulah yang terjadi pada khalifah di mana
pun. Oleh karena itu Allah tidak pernah
meminta keteangan kepada malaikat, sebab Allah telah mengetahuinya. Manusia,
kecuali Nabi, tidak dapat menjadikan
malaikat sebagai perantara karena mereka
berbeda jenis. Tidakkah anda memikirkan
bahwa tat-kala tangan tidak mampu menjangkau makanan, kemudian Allah meletakan sendi-sendi diantara tulang-tulang
hingga manusia dapat menjangkau apa
saja. Dan juga seorang raja pasti mengangkat menteri untuk dijadikan perentara antara dirinya dengan rakyatnya, karena men
teri lebih dekat dan lebih dapat diterima
daripada raja. Dan juga bisa dilakukan menempatkan kayu bakar yang kering diantara api dan kayu bakar yang basah.
(Ismail Haqiqi al-Buruswi, 1995: 324).
Dalam menafsirkan Q.S. Al-Baqarah
ayat 30, Hamka (2005: 207), mengambil
kesimpulan bahwa dalam penciptaan ma
nusia sebagai khalifah Allah telah meleng
kapinya dengan potensi yang dapat digunakan untuk menunjang fungsi kekha
lifahnya itu. Adapun potensi yang dimaksud dalam ayat ini adalah potensi yang
berupa ilmu atau pengetahuan. Menurut
penjelasannya, manusia di samping diberi
potensi-potensi sebagaimana makhluk lain,
ia telah dianugerahi potensi yang tidak
dimiliki oleh makhluk lain, yaitu akal.
Akal inilah yang menjadi pembeda pembeda dari makhluk lain termasuk malaikat.
Dengan akalnya itu manusia bisa mengembangkan ilmunya dan menciptakan teknologi bahkan dengan akalnya itu manusia
bisa menguak rahasia-rahasia alam dengan
seizin Allah.
Sejak awal pembaiatan kepada Nabi
Adam a.s. yang mengemban tugas sebagai

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 79-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

khalifah pertama di muka bumi, langsung


diberikan beban mengemban tugas atas
kekhalifahannya untuk mengenali dan menghafal seluruh (kullaha) nama-nama
komponen alam sebagai ekosistemnya.
Kewajiban berikutnya ia harus mengajarkan kepada para malaikat tentagn apa yang
pernah diperolehkannya dari Allah.

ka bumi dan Kami jadikan kamu pelaksana hukum di antara rakyat. Kamu mempunyai kerajaan dan kekuasaan, sedang
mereka wajib mendengar dan taat tanpa
boleh menyalahi satu pun perintahmu dan
tidak boleh menegakan tongkat di depan
wajahmu.(Ahmad Musthafa al-Maraghi,
1993: 205).

3. Q.S. Shaad: 26

Asbab An-Nuzul Suarah Al-Baqarah


Ayat 30 Dan Surah Shaad Ayat 26


Artinya: Hai Daud, sesungguhnya Kami
menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan
Allah. Sesungguhnya orang-orang yang
sesat dari jalan Allah akan mendapat azab
yang berat, karena mereka melupakan hari
perhitungan, (Q.S. Shaad: 26).
Imam Syafii berkata, Dengan demikian Allah SWT mengajari Nabi-Nya bahwa wajib baginya, para nabi sebelumnya,
dan semua manusia, memutuskan per-kara
adil, yakni dengan mengikuti hu-kum yang
diwahyukan Allah SWT. (Syaikh Ahmad
Musthafa al-Farran, 2007: 339).
Setelah Allah SWT menceritakan ten
tang Daud dan dua orang yang bersengketa, maka dilanjutkanlah dengan menerangkan bahwa Allah SWT menyerahkan
kepada Daud kekhalifahan di muka bu-mi,
dan berwasiat kepadanya agar mem beri
hukum diantara manusia secara benar dan
jangan mengikuti hawa nafsu, sehingga
tidak tersesat dari jalan Allah, maka dia
akan mendapat azab yang pedih dan
tempat kembali yang buruk, karena berarti
dia melupakan hari hisab dan pembalasan.
Hai Daud, sesungguhnya Kami
menjadikan kamu khalifah (penguasa) di
muka bumi. Hai daud, sesungguhnya
Kami mengangkatmu jadi khalifah dimu

1.

Q.S al-Baqarah ayat 30;


Kisah, atau dialog yang terjadi an-tara
Allah SWT dengan para malaikat-Nya, ini
adalah semacam perumpamaan, dengan
menampilkan makna-makna abstrak atau
ringkasan dalam bentuk hal-hal yang kasat
mata agar lebih mudah dipahami akal
manusia. Dalam kisah ini dijelaska betapa
tingginya Allah memuliakan manusia,
yaitu dengan dipilihnya Adam sebagai
khalifah di muka bumi serta diajarinya
bahasa-bahasa yang tidak diketahui oleh
para malaikat. Hal ini mengharuskan
manusia beriman kepada sang Pencipta
yang Mahamulia ini. Siapa pun tidak patut
ingkar dan menentang. Kisah ini masih
merupakan lanjutan ayat-ayat sebelumnya
yang berisi celaan terhadap orang-orang
kafir dan mengingatkan mereka akan
karunia-karunia Allah kepada mereka.
Ayat ini turun dikarenakan keingin
tahuan kaum Muhammad SAW tentang
bagaimana penciptaan nenek moyang
mereka. Wahai Muhammad, tuturkan kepada kaummu tentang kisah penciptaan
kakek moyang mereka: Adam, Ingat
lahketika Tuhanmu berfirman kepada
Para Malaikat,Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi
yang akan menempati, mendiami dan
mengelolanya, melaksanakan hukumhukum-Ku terhadap umat manusia di sana,
dan generasi demi generasi setelahnya
akan akan bergantian melaksanakan semua
misinya hingga alam menjadi

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 80-

IAIS Sambas
berpenghuni. Mereka, para malaikat
bertanya-tanya dengan penuh rasa heran
dan ingin tahu, bukan sebagai protes dan
ungkapan rasa dengki, berkata, apakah eng
kau hendak menjadikan mengangkat khalifah ini, padahal di antara keturunannya
nanti ada orang yang merusak di bumi
dengan berbuat maksiatdan menumpahkan
darah (membunuh) secara lalim di sana?
Perbuatan mereka timbul atas dorongan
kehendak dan pilihan mereka sendiri,
mereka pun diciptakan dari tanah liat, dan
bahan ini menjadi bagian dari diri mereka;
dan siapa pun yang keadaannya demikian
maka dia lebih dekat kepada kesalahan.
Mereka kalangan pelaku maksiat dan
bukannya dari kalangan yang senantiasa
taat, padahal Engkaulah Tuhan Yang
Maha Bijaksana, Yang hanya melakukan
yang terbaik, dan Yang hanya menghendaki yang terbaik? Para malaikat mengetahuinya karena telah diberitahu Allah atau
atau mereka mengetahuinya dari catatan
Lauhul Mahfuzh, atau sudah tertanam
dalam pengetahuan mereka bahwa hanya
para malaikatlah makhluk yang maksum
sedangkan semua makh-luk selain mereka
tidak memiliki sifat seperti mereka, atau
mereka mengiaskan manusia pada jin yang
dulu mendiami lalu membuat kerusakan di
sana sebelum ditinggali para malaikat,
sedang kan kami bertasbih memuji-Mu
dan menyucikan nama-Mu dan menaatiMu?,
MakaDiaAllah Taala berfirman,
Sesungguhnya aku mengetahui apamas
lahat di balik pemilihan dirinya sebagai
khalifah meskipun maslahat itutersembunyi bagi kalian. Akumengetahui bagaimana bumi diperbaiki dan dihuni serta
siapa yang paling cocok menghuni-nya.
Dalam menciptakan makhluk Aku punya
hikmah yang tidak kamu ketahui. Persaingan yang muncul diantara sesame manusia untuk memperoleh keuntungan,
bertentangan mereka dalam mempertahan
kan kelangsungan hidup, serta egoisme
mereka merupakan faktor paling kuat yang
akan memajukan alam. Dengan adanya

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


kebaikan dan kejahatan dunia akan menjadi baik. Dengan ini akan tampak hikmah
pengutusan para rasul, pengujian manusia
dan jihad melawan nafsu. Agar ayat-ayatNya nampak jelas bagi makhluk-Nya serta
dapat dilakukan ibadah yang tidak bisa
dilakukan selain oleh kalangan manusia
seperti jihad dan lainnya, diuji-Nya mereka (manusia) akankah mereka mau taat
kepada-Nya dengan kecenderungan yang
ada dalam diri mereka ke arah kebaikan
dan keburukan, demikian juga agar semakin jelas mana wali-Nya dan mana musuhnya, siapa yang berhak menempati
surga-Nya dan siapa yang berhak menempati neraka-Nya, agar dan agar keihatan
jelas apa yang disembunyikan oleh Iblis
berupa keburukan serta hikmah-hikmah
lainnya. Firman ini mengimbau para
malaikat agar menyadari bahwa perbuatan
perbuatan Allah Taala sangat dalam
hikmahnya dan sangat sempurna. (Error!
Hyperlink reference not valid., diakses
pada 28 April 2016, jam 11:37).
2.

Q.S Shaad ayat 26;


ini merupakan perintah dari Allah
SWT kepada para penguasa agar mereka
memutuskan perkara di antara manusia
dengan kebenaran yang diturunkan dari
sisi-Nya, dan janganlah mereka menyim
pang darinya, yang berakibat mereka akan
sesat dari jalan Allah. Allah SWT telah me
ngancam orang-orang yang sesat dari jalan-Nya dan yang melupakan hari perhitungan, yaitu dengan ancaman yang tegas
dan azab yang keras.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah
menceritakan kepada kami ayahku, telah
menceritakan kepada kami Hisyam Ibnu
Khalid, Telah menceritakan kepada kami
Al-Walid, telah menceritakan kepada kami
Marwan Ibnu Janah, Telah menceri takan
kepadaku Ibrahim alias Abu Zarah yang
pandai membaca kitab-kitab terdahulu,
bahwa al-Walid Ibnu Abdul Malik pernah
bertanya kepadanya, Apakah khalifah
juga mendapat hisab? Kuajukan pertanyaan ini kepadamu karena kamu telah

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 81-

IAIS Sambas
membaca kitab-kitab terdahulu, juga telah
membaca al-Quran serta memahaminya.
Aku (Abu Zarah) menjawab, Wahai
Amirul Mu-minin, saya hanya berpesan
kepadamu, hen-daklah engkau berdoa semoga berada didalam keamanan dari
Allah. Ku katakan lagi, Hai Amirul Muminin, apakah engkau lebih mulia bagi
Allah ataukah daud a.s.? Sesungguhnya
Allah telah menghimpunkan baginya diantara kenabian dan kekhalifahan (kekuasaan), tetapi sekalipun demikian Allah
mengan-camnya melalui firman-Nya sebagaimana yang disebutkan didalam alQuran; Hai Daud, sesungguhnya Kami
Menjadikan Kamu khalifah (penguasa) di
muka Bumi, maka berilah keputusan
(perkara) diantara manusia dengan adil
dan janganlah kamu mengikuti hawa
nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari
jalan Allah. (Shad: 26) hingga akhir hayat.
(http://www.ibnukatsironline.com/2015/10
/tafsir-surat-shad-ayat-26.html,diakses
pada 28 April 2016. Jam 22:21).
Manusia Dalam Perspektif
Kekhalifahan
Awal mula penciptaan manusia merupakan pengetahuan pertama yang diperoleh Adam a.s. sehingga ia mendapatkan
keistimewaan dibanding dengan semua
Makhluk ciptaan Allah. (Abbas Mahmud
Al-Aqqad, 1993: 13). Keistimewaan ini
bisa dilihat dari sisi penciptaan fisik maupun personalitas karakternya. Karena keistimewaannya itu, manusia memiliki
tugas dan kewajiban yang berbeda dengan
makhluk yang lain.
Keistimewaan dan kelebihan manusia, diantaranya berbentuk daya dan ba-kat
sebagai potensi yang memiliki pe-luang
begitu besar untuk dikembangkan. Dalam
kaitannya dengan pertumbuhan fisiknya,
manusia dilengkapi dengan potensi berupa
kekuatan fisik, fungsi organ tubuh dan
panca indera. Kemudian dari aspek mental,
manusia dilengkapi dengan potensi akal,
bakat, fantasi maupun gagasan. Di luar itu
manusia juga dilengkapi unsur lain, yaitu

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


kalbu. Dengan kalbunya ini terbuka kemungkinan manusia untuk menjadi dirinya
sebagai makhluk bermoral, merasakan keindahan, kenikmatan beriman dan kehadiran Ilahi secara spiritual. (Jalaludin,
2002: 13-14).
Hal yang sama juga dikemukakan oleh
M. Qutb (1993: 127), bahwa dalam
perspektif Islam eksistensi manusia yang
merupakan perpaduan antara ketiga un-sur
tersebut merupakan satu kesatuan yang
terpadu dan saling berkaitan, badan yang
bersifat materi tidak bisa dipisahkan dengan akal dan ruh yang bersifat immateri.
Masing-masing dari ketiga unsur tersebut
memiliki daya atau potensi yang saling
mendukung dan melengkapi dalam perjalanan hidup manusia.
Menurut Harun Nasution (1995: 37),
unsur materi manusia mempunyai daya
fisik seperti mendengar, melihat, merasa,
meraba, mencium dan daya gerak.
Sementara itu unsur immateri mempunyai
dua daya, yaitu daya berfikir yang disebut
akal dan daya rasa yang berpusat di kalbu.
Untuk membangun daya fisik perlu dibina
melalui latihan-latihan keterampilan dan
panca indera. Sedang kan untuk melatih
daya akal dapat dipertajam melalui proses
penalaran dan berfikir. Sedangkan untuk
mengembang kan daya rasa dapat dipertajam melalui ibadah seperti shalat, puasa
dan lainlain, karena intisari ibadah dalam
Islam adalah taqarrub ilallah, mendekatkan diri kepada Allah. Yang Maha Suci
hanya dapat didekati melalui ruh yang suci
dan ibadah adalah sarana latihan strategis
untuk mensucikan ruh atau jiwa.
Uraian di atas memberi gambaran
bahwa Islam memiliki cara pandang yang
utuh terhadap diri atau eksistensi manusia,
yang mana dalam pandangan Islam
eksistensi manusia itu ada tiga unsur
penting, diantaranya yaitu ruh, akal dan
badan. Islam menolak pandang-an yang
parsial sebagaimana yang telah dilakukan
materialisme dan spritualis-me yang hanya
menonjolkan satu aspek unsur manusia.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 82-

IAIS Sambas
PENUTUP
Berdasarka paparan di atas dapat
disimpulkan bahwa manusia dalam kedudukannya sebagai khalifah pada dasar
nya mengemban tugas pokok yaitu untuk
mewujudkan kemakmuran di bumi agar
tercipta kondisi kehidupan yang sejahtera,
aman, tenteram dan bahagia sebagai tugas
rangkap. Sejalan dengan tugas pengabdian
itu maka manusia diberikan status terhormat aitu sebagai khalifah Allah di muka
bumi lengkap dengan kerangka dan program kerjanya yang secara simbolis digambarkan melalui proses penciptaan Adam
As. Oleh karena itu, manusia menduduki
peran yang penting dan strategis di alam
raya ini. Manusia bukan hanya merupakan salah satu bagian dari alam ataupun
hanya sebagai makhluk yang diberi
kesempatan untuk menggunakan serta
memanfaatkan alam, melainkan juga untuk memelihara dan mengayomi seluruh
makhluk guna mencapai tujuan penciptaannya masing-masing.
Manusia dalam melaksanakan amanat
yang diberikan Allah SWT harus menggunakan akalnya bagi kemaslahatan manusia
itu sendiri serta makhluk Allah lainnya
secara serasi dan seimbang. Untuk itu,
manusia senatiasa dimotivasi untuk lebih
banyak menyingkap rahasia alam semesta
dengan kekuatan akalnya untuk mendapatkan nilai kebaikan. Untuk merealisasikan

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


tugas dan fungsinya itu, dapat ditempuh
manusia lewat pendidikan. Dengan media
ini, diharapkan manusia mampu mengembangkan akal yang diberikan Allah SWT.
secara optimal, bagi kepen-tingan seluruh
alam semesta, baik untuk jangka pendek
yaitu untuk kehidupan manusia di dunia
maupun jangka panjang yaitu kehidupan di
akhirat.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 83-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

DAFTAR PUSTAKA
Abbas Mahmud Al-Aqqad, Manusia Diungkap Quran, Jakarta: Pustaka Firdaus,
1993. Cet. III.
Abdul Qadir Djaelani, Negara Ideal menurut Konsepsi Islam, Surabaya: Bina Ilmu,
1995.
Agus Haryo Sudarmojo, Perjalanan Akbar Ras Adam: Sebuah Interpretasi Baru alQuran dan Sain, Bandung: Mizan, 2009.
Ahmad Musthafa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, jilid 23, Penerjemah,
Bahrun Abubakar, Hery Noer Aly, dan K. Anshori Umar Sitanggal,
Semarang: PT. Karya Toha Putra Semarang, 1993.
Ahmad Shukri Mohd. Nain dan Rosman Md. Yusoff, Konsep, Teori, Dimensi dan
Isu Pembangunan, Johor Darul Tazim: Universiti Teknologi Malaysia,
2003.
Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan al-Quran, Penerjemah: Sari
Narulita, dkk. Jakarta: Gema Insani Press, 2006.
Al-Imam Ibnu Kasir ad-Dimasyqi, Tafsr Ibnu Kasir Juz I, Penerjemah: Bahrun Abu
Bakar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2000.
Al-Rasyidin, Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis,
Teoritis danPraktis, Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005, Cet. II.
Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, Bandung: Diponegoro, 2006, cet.
X.
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz. I, Jakarta: Pustaka Panji Mas, 2005.
Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1995.
http://www.ibnukatsironline.com/2015/10/tafsir-surat-shad-ayat-26.html,diakses
pada 28 April 2016. Jam 22:21.
https://pahamiquran.wordpress.com/2014/01/30/tafsir-al-baqarah-ayat-30-39/,
diakses pada 28 April 2016 , jam 11:37.
Ismail Haqiqi al-Buruswi, Terjemahan Tafsir Ruhul Bayan Juz I, Penerjemah:
Syihabudin dan Herry Noer, Bandung: Diponegoro, 1995.
Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002, Cet. II.
M. Nur Kholis Setiawan dan Djaka Soetapa, Meniti Kalam Kerukunan: Beberapa
Istilah Kunci dalam Islam dan Kristen, Jakarta: Gunung Mulia, 2010.
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran, Bandung: Mizan, 1996.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 84-

IAIS Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

M. Qutb, Sistem Pendidikan Islam, Penerjemah, Salman Harun, Bandung: AlMaarif, 1993.
Sinerya Hendrawan, Spiritual Management: From Personal Enlightenment Towards
God Corporate Governance, Bandung: Mizan, 2009.
Sutisna, Pemilihan Kepala Negara: Perspektif Hukum Islam dan Hukum Indonesia,
Yogyakarta: Deepublish, 2014.
Syaikh Ahmad Musthafa al-Farran, Tafsir Imam Syafii: Menyelami Kedalaman
Kandungan al-Quran, Jilid 3, Penerjemah: Imam Ghazali Masykur, Jakarta:
Almahira: 2007..
Uci Sanusi dan Rudi Ahmad Suryadi, Kenali Dirimu: Upaya Memahami Manusia
dalam al-Quran, Yogyakarta: Deepublish, 2015.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 85-

MIQDAR DAN NISHOB ZAKAT PROFESI DALAM HUKUM ISLAM


Sri Wahyuni *

ABSTRAK
Berdasarkan pembahasan yang dilakukan diperoleh bahwa: 1).Sebagian besar ulama fuqoha
dan lembaga-lembaga islam mewajibkan zakat profesi dengan alasan: a.prinsip keadilan, b.
Perintah untuk mengeluarkan infak dari kasab yang dikaruniakan oleh Allah kepada manusia
sebagaimana firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 267, c.Peringatan Allah terhadap
orang yang menumpuk emas dan perak dan tidak membelanjakan di jalan Allah, dalam surat
At Taubah ayat 342).Dalam pengeluaran zakat profesi tidak berlaku adanya nishob,tetapi
dikeluarkan kapan saja saat mendapatkan penghasilan yang melebihi kebutuhan sehari-hari
.Dengan kadar ukuran 2,5% dari penghasilan yang diperoleh seta tidakberlaku haul.

KATA KUNCI: Miqdar, Nishob, Zakat Profesi dalam Hukum Islam

Dosen Jurusan Syariah STAIN Mempawah

IAI Sambas
PENDAHULUAN
Dalam kitab-kitab fiqih klasik,
terdapat ketentuan bahwa harta yang wajib
dizakati (zakat mal) hanya lima macam
yaitu ternak, emas dan perak, tanaman
(hasil tanaman), buah-buahan dan barang
dagangan. Ketentuan tersebut apakah
merupakan ketentuan buku atau ketentuan
yang
dapat
dikembangkan
karena
memandang
bahwasannya
ketentuan
tersebut berlaku pada masa penyusunan
kitab fiqh tersebut. Dalam pekerjaan
dibidang pertanian, peternakan dan
perdagangan aturan zakat pun sudah ada
sejak dulu dalam kitab-kitab klasik, itu
karena pekerjaan-pekerjaan itu sudah ada
sejak dahulu (Arif Hidayat, 2002: 8).
Namun pada masa kini, penghasilan
bulanan para karyawan di perusahaanperusahaan besar atau para profesional
dibidang teknik, administrasi, kedokteran
dan lain sebagainya sering kali mencapai
jumlah amat besar, jauh melampaui nisab
harta-harta lainnya yang wajib dizakati
(M. Baghir al-Habsyi, 1999: 301). Karena
itulah orang-orang ini terlihat mendapat
penghasilan besar dari kerja profesinya,
sehingga kemudian lahirlah istilah zakat
profesi (Nourou Zaman Shiddiqi, 1997:
203).
Dalam judul Miqdar dan Nisob
Zakat Profesi dalam Hukum Islam
berusaha mengupas persoalan yang
sebenarnya.Bagaimana
hukum
zakat
profesi menurut hukum islam.Berapa
miqdar dan nishob zakat profesi dalam
hukum islam.
PEMBAHASAN
1. Pengertian Zakat Profesi
Zakat profesi adalah zakat yang
dikenakan pada tiap pekerjaan atau
keahlian profesional tertentu, baik yang
dilakukan sendiri maupun yang dilakukan
bersama dengan orang atau lembaga lain
yang mendatangkan penghasilan (uang)
yang memenuhi hisab (batas minimum
untuk
menyalurkan
zakat)
(Didin
Hafidhudin, 1998: 103). Pendapat atau

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


penghasilan semacam ini dalam istilah
fiqih disebut dengan al-mal al mustafad.
Adapun kegiatan profesi, menurut
fatwah ulama yang dihasilkan pada
mutamar Internasional pertama tentang
zakat di Kwait tanggal 30 April 1984
adalah
satu
satu
kegiatan
yang
menghasilkan kekuatan bagi manusia dan
menghasilkan amal yang bermanfaat baik
yang dilakukan sendiri seperti kegiatan
dokter, maupun secara bersama-sama
seperti karyawan atau pegawai yang semua
itu menghasilkan pendapatan atau gaji
(Didin Hafidhudin, 2001: 94).
2. Landasan Hukum, Miqdar dan
Nishob Zakat Profesi
Zakat penghasilan tersebut di atas
termasuk masalah pemikiran (ijtihad) yang
perlu dikaji dengan seksama menurut
pandangan hukum syariah dengan
memperhatikan hikmah zakat dan dalildalil syari
yang berkaitan dengan
masalah zakat. Semua macam penghasilan
tersebut wajib zakat. Allah SWT
berfirman:

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 86-

IAI Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

Hai
orang-orang
yang
beriman,
nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan
sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. dan janganlah
kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, Padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya
melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah
Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Dalam zakat profesi terdapat beberapa
kemungkinan dalam menentukan nishab,
kadar
dan
waktu
mengeluarkan,
diantaranya ada yang mengatakan 85 gram
emas yakni 20 misqal (Yusuf Qardhawi,
2002: 482), ada yang menetapkan nisab
zakat profesi sebesar 96 gram (Ensiklopedi
Islam, 1994: 4), 93,66 gram dan 94 gram.
Penetapan tersebut terdapat perbedaan
dalam mengkonversikan ukuran mitsqal,
dinar dan dirham. Disamping berdasarkan
penemuan dinar, perhitungan nisab zakat
profesi
dengan menggunakan standar
emas, juga berdasarkan pada ketentuan,
bahwa uang dikeluarkan secara bertahap
sebagai tanda terima yang menunjukkan
nilai emas atau logam lain yang disimpan
(yakni disimpan sebagai titipan agar aman
atau dimasukkan ke bank) (Gerardo P.
Sicat, 1991: 229). Tetapi lama-kelamaan
uang yang dikeluarkan tidak lagi
berdasarkan pada jumlah uang emas yang
disimpan di dalam bank tersebut (Sadono
Sukirno, 1999: 197).
Pertimbangan kemasyarakatan dan
tujuan- tujuan integral syariat itulah yang
membuat pertimbangan sebagian ulama
kontemporer seperti Syeikh Abdul
Wahhab Khallaf, Syeikh Abu Zahrah,
Yusuf Qaradhawi, Didin Hafidhuddin,
Quraisy
Syihab,
Majelis
Tarjih
Muhammadiyah, MUI (Majelis Ulama
Indonesia) mewajibkan adanya zakat
terhadap penghasilan profesi dengan
berlandaskan pada pemahaman terhadap
Al-quran surah Al- Baqarah ayat 267.

Bahwa kata maa kasabtum yang


terdapat pada ayat 267 dalam surah AlBaqarah tersebut merupakan kata umum
yang mencakup segala macam usaha yaitu
perdagangan, pekerjaan dan profesi. Oleh
karena itu, tidak perlu diragukan
pemakaian ayatnya sebagai landasan
hukum wajibnya zakat profesi. Bila Allah
menyatukan penghasilan yang diterima
seorang muslim dengan hasil yang
dikeluarkan Allah dari tanah dalam satu
ayat, yaitu Hai orang-orang yang
beriman,
keluarkanlah
sebagian
penghasilan kalian dan sebagian yang
Kami keluarkan untuk alian dari tanah.
Mengapa harus dibeda-bedakan dua
masalah yang diatur dalam satu aturan,
sedangkan kedua-duanya adalah rizqi dan
nikmat dari Allah. Memang benar nikmat
Allah berupa hasil tanaman dan buahbuahan dalam ayat di atas lebih kentara,
namun demikian tidak berarti bahwa salah
satu dari penghasilan tersebut secara tegas
dikatakan wajib zakat, sedangkan yang
satunya lagi tidak.
Banyak jenis harta yang pada zaman
Nabi saw. sudah ada dan hingga kini tetap
ada. Tetapi, tidak ditemukan ketentuan
zakat tentangnya. Misalnya, mutiara,
marjan (permata), yang baik dulu maupun
sekarang nilai atau harganya sudah lebih
mahal daripada emas dan perak yang ada
ketentuan zakatnya; binatang seperti kuda,
keledai, dan ayam, sudah ada dan
dipelihara, semuanya berbeda dengan unta,
sapi dan kambing yang ada ketentuan
zakatnya; serta ujrah (upah) dari pekerjaan
atau profesi juga sudah ada, bahkan dalam
hal penyerahan upah Nabi saw bersabda:
Berikanlah kepada pekerja upahnya
sebelum keringatnya kering (HR Ibnu
Majah). Tetapi, tidak ada ditemukan
ketentuan zakat dari Nabi bagi mereka
yang mendapat ujrah tersebut.
Sebagaimana uraian tentang hukum
zakat
profesi
pada
pembahasan
sebelunnya penulis lebih cendrung bahwa
penghasilan dari profesi adalah terkena
wajib zakat dengan alasan jika profesi

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 87-

IAI Sambas
dimasa lalu memang telah ada, namun
kondisi sosialnya berbeda dengan hari ini.
yang menjadi acuan dasarnya adalah
kekayaan seseorang. orang-orang yang
kaya dan memiliki harta saat itu masih
terbatas seputar para pedagang, petani dan
peternak.
Tentang miqdar dan nishobnya yang
wajib dikeluarkan menjadi bagian dari
ijtihad ulama kontemporer. Mengingat
Islam tidak mewajibkan atas seluruh harta
benda sedikit atau banyak, tetapi
mewajibkan atas harta benda yang
mencapai nishab, bersih dari hutang, serta
lebih dari kebutuhan pokok.
Sebagaimana yang telah penulis
paparkan tentang seputar Miqdar dan
nishob zakat profesi menurut sebagian
ulama
kontemporer,
mereka
mengungkapkan berbagai macam pendapat
tentang miqdar dan nisab zakat profesi
yang wajib untuk dikeluarkan, diantara
pendapat mereka adalah:
1. Al-Qardhawi menganalogikan zakat
penghasilan profesi ini dengan zakat
uang. Sehingga jumlah nishob yang
menjadi ukurannya adalah 85 gram
emas
serta besarnya prosentasi
zakatnya disamakan dengan zakat uang
yaitu 2,5% dari sisa pendapatan bersih
setahun, yaitu pendapat kotor dikurangi
jumlah pengeluaran untuk kebutuhan
pokok hidup layak, makan, pakaian,
serta cicilan rumah setahun jika ada.
2. Pendapat Syekh M. Al-Ghazali yang
menganalogikan dengan zakat hasil
pertanian, baik dalam nishob maupun
prosentase
zakat
yang
wajib
dikeluarkan, yaitu 10% dari sisa
pendapatan bersih, atau pendapatan
kotor dikurangi biaya yang diperlukan
untuk
kebutuhan
hidup
secara
layak.Dengan ukuran nishob yang telah
mencapai 815,758 kg gabah.
3. Pendapat mazhab imamiyah yang
menetapkan zakat profesi sebesar 20%
dari hasil pendapatan bersih, sama
seperti dalam laba perdagangan serta
setiap hasil pendapatan lainnya.

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Pendapat ini berdasarkan pemahaman
terhadap QS Al Anfal 841 tentang
ghonimah.Dengan ukuran nishob yang
telah mencapai 77,50 gram emas
(Syekh Ali Gomah, 2013: 91).
Dari pendapat-pendapat para ulama
kontemporer tentang miqdar dan nishob
zakat profesi, Penulis lebih cendrung
untuk tidak memasukkan nishob sebagai
syarat dalam pengeluaran harta zakat
profesi dan harta zakat lainnya. Sehingga,
semua harta wajib dikeluarkan zakatnya
meskipun belum mencapai nishob asalkan
harta tersebut melebihi dari kebutuhan
hidup. Penulis berlandaskan pada Alquran
surat al-baqarah 219 dan Alquran surat
Adz Dzariyat 19.
Dalam
kedua
ayat
tersebut
menyebutkan bahwa setiap harta ada
haknya orang yang miskin dan harta yang
dizakatkan adalah harta yang lebih. Oleh
karena itulah penulis cendrung bahwa
setiap harta wajib dizakatkan meskipun
tidak mencapai nishob. Secara logika pun,
jika zakat harus mencapai nishob,
sedangkan kita tau bahwa sifat manusia
pada dasarnya selalu merasa kurang puas
dan selalu merasa kekurangan, sehinggga
dengan hutang pun mereka akan lakukan
demi memenuhi kebutuhan sekunder
bukan primer yang itu tidak terlalu
penting. Maka menurut penulis ,adanya
hutang
pun
tidak
menggugurkan
kewajiban seseorang untuk melaksanakan
wajibnya zakat. Zakat profesi dikeluarkan
kapan
saja
ketika
memperoleh
penghasilan. Tidak menunggu setahun,
sehingga dalam zakat profesi tidak berlaku
adanya haul.
KESIMPULAN
1. Mengenai status hukum zakat profesi,
sebagian besar ulama fuqoha dan
lembaga-lembaga Islam mewajibkan
adanya zakat atas penghasilan profesi
dengan mengemukakan alasan-alasan:
a. Prinsip keadilan.
b. Perintah untuk mengeluarkan infak
dari kasab yang dikaruniakan oleh

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 88-

IAI Sambas
Allah kepada manusia sebagaimana
firman Allah dalam surat Al Baqarah
ayat 267.
c. Peringatan Allah terhadap orang
yang menumpuk emas dan perak dan
tidak membelanjakan di jalan Allah,
dalam surat At Taubah 34.
2. Mengenai nishob dan miqdar zakat
atas penghasilan profesi, maka dalam
pengeluaran zakat profesi tidak berlaku
nishob. Sehinggga dalam pengeluaraan
zakat atas penghasilan profesi dapat
dilakukan kapan saja saat memperoleh
penghasilan.
Asalkan
penghasilan

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


tersebut melebihi dari kebutuhan hidup.
Dengan kadar ukuran 2,5% yang harus
dikeluarkan atas penghasilan profesi.
Dan juga tidak berlaku haul.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 89-

IAI Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

DAFTAR PUSTAKA

Al-Habsyi, M. Baghir, Fiqih Praktis: Menurut al-Quran, Sunah dan


Ulama, Surabaya: Mizan, 1999.

Pendapat Para

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam (peny) Ensiklopedi Islam, jilid V, Jakarta: Ichtiar
Bam Van Houve, 1994.
Gomah, Syekh Ali, Kamus Istilah-istilah Takaran dan Timbangan Dalam Syariat Islam,
cet.1, Malang: Pustaka Azhar Syarif, 2013.
Hidayat, Arif, Zakat Profesi apa itu? Harian Bangsa, kolom 2, 2002.
Hafidhudin, Didin Panduan Praktis tentang Zakat, Infak, Sedekah Jakarta: Gema Insani
Press, 1998.
-------------, Zakat dalam Perekonomian Modern, cet. 1, Jakarta Gema Insani Press,
2001.
Shiddiqi, Nourouz Zaman Fiqih Indonesia: Pengagas dan Gagasannya, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1997.
Sicat, P. Gerardo. Economics, alih bahasa, Nirwono, Ilmu-ilmu Ekonom untuk kontes
Indonesia cet. 1. Jakarta: LP3ES, 1991.
Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Makro Ekonom, cet II, Edisi X
Grafindo, 1999.

Jakarta: Raja

Qardhawi, Yusuf, Hukum Zakat, Alih Bahasa Lama, Salman dkk., Jakarta: PT. Lentera
Nusantara, 2004.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 90-

MELAYU SEBAGAI AKAR TRADISI NUSANTARA


Studi Strategi Politik Kebudayaan dalam Menciptakan Melayu Palembang Emas 2018 *
Sunandar dan Husni Thamrin

ABSTRAK
Paper ini membahas tentang kehidupan Melayu dipandang dari segi kesejarahannya yang
dijadikan sebagai acuan guna memberikan strategi pengembangan kebudayaan Melayu dalam
lingkup masyarakat Kota Palembang. Bahasannya dibagi dalam empat bahasan utama,
dimulai dari memotret kehidupan orang Melayu dimasa lampau, Islam dalam sejarah dan
kebudayaan Melayu, tradisi politik orang Melayu dan bagian terakhir membahas tentang
strategi politik kebudayaan kota Palembang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
sejarah dan antropologi yang berguna melihat proses dan perubahan masyarakat yang terjadi
dari masa ke masa.

KATA KUNCI: Melayu, Islam, Politik, Kebudayaan dan Palembang.

Makalah ini dibacakan oleh Pemerintah Kota Palembang pada acara Seminar Internasional dengan tema
Budaya Melayu Sebagai Akar Tradisi Nusantara yang diselenggarakan oleh Yayasan Alam Melayu
Palembang bekerjasama dengan Lembaga Kajian Indonesia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas
Indonesia pada tanggal 8 Juni 2015 di Benteng Kuto Besak Palembang. Makalah ini telah disesuaikan tanpa
mengurangi substansinya.

Sunandar (Dosen Fakultas Adab dan Ushuluddin IAI Sambas) Husni Thamrin (Ketua Yayasan Alam Melayu
Sriwijaya Palembang)

IAI Sambas
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai Melayu tentu saja
akan terlihat di dalamnya Islam. Karena ke
duanya merupakan bagian yang tak dapat
dilepaskan. Ibarat dua sisi mata uang, Melayu tidak akan memiliki makna berarti
bahkan tidak bisa disebut Melayu sekiranya Islam jauh atau dijauhkan atau munkin dihilangkan darinya. Begitu juga dengan Islam (terutama dalam wilayah kepulauan Melayu) tidak akan dapat eksis dan
berkembang sekiranya tidak dapat melakukan kompromi dengan Melayu. Karena
dimasa awal kedatangan Islam di wilayah
Nusantara ternyata terlebih dahulu memasuki wilayah Melayu di Pulau memasuki
wilayah Melayu di pulau Sumatra, kemudian berkembang sepanjang pesisir di kepulauan Nusantara.
Makalah ini mencoba menghadirkan
tiga topik utama, yaitu mengenai konsep
kehidupan Melayu dalam kacamata budaya dan sejarah, Islam dalam sejarah dan
kebudayaan Melayu dan tradisi politik
Melayu. Penulis berupaya memposisikan
Melayu dalam kacamata sejarah, budaya
dan politik dengan harapan memberikan
sebuah formula ditengah kehidupan yang
semakin komplek akhir-akhir. Identitas sebagai Melayu menjadi sangat penting dalam pencaturan politik arah kebijakan pemerintah dalam membangun daerah.
Kebijakan politik melalui Undangundang otonomi daerah memberikan ruang
kepada setiap daerah untung mengembang
kan potensi daerah sesuai dengan karakter
yang dimilikinya. Daerah-daerah kepulauan Melayu termasuk Palembang sangat
penting memanfaatkan momen ini, walau
sebetulnya kebijakan politik yang berorien
tasi pada pengambangan budaya Melayu
sudah kita lakukan, peningkatan kuantitas
dan kualitas pengembangan daerah tentu
akan terus kita lakukan kedepan.
28 Oktober 1928 kita peringati sebagai hari Sumpah Pemuda, namun, jika kita
telaah ulang, hari tersebut bukan hanya
sekedar pernyataan terhadap tiga konsensus bertanah air berbahasa, dan berbangsa

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


yang satu, akan tetapi merupakan sebuah
langkah politik yang sangat berpihak pada
kebudayaan Melayu, yaitu dijadikannya
Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan
yang kemudian disebut sebagai Bahasa
Indonesia. Hal ini bukan sekadar kebetulan
semata, akan tetapi merupakan suatu bukti
bahwa, Melayu dengan peradabannya telah
mampu menjawab persoalan zaman, menjadi identitas pemersatu dan menjadi arah
kebijakan politik selanjutnya. Capaian tersebut tentu saja disebabkan oleh pengalaman panjang bangsa Melayu, sehingga ia
tidak hanya sebagai entitas etnis, bangsa,
atau budaya semata, melainkan suatu peradaban yang sangat luhur, sehingga dapat
mencerahkan bangsa ini.
PEMBAHASAN
Kehidupan Orang Melayu
Kehidupan orang Melayu sebagaimana diungkap oleh Valentijn (1712 M da
lam Isjoni, 2007: 29) bahwa sebenarnya
orang Melayu sangat cerdik, pintar, dan
manusia yang sangat sopan di seluruh
Asia. Juga sangat baik, lebih pembersih
dalam cara hidupnya dan pada umumnya
begitu rupawan sehingga tidak ada manusia lain yang bisa dibandingkan dengan
mereka.Dalam kontek seperti ini, Valentijn
melihat bahwa bangsa Melayu merupakan
bangsa yang istimewa jika dibandingkan
dengan bangsa-bangsa lain yang pernah ia
temui di sepanjang Asia. Tidak hanya
karena bentuk fisik yang sempurna, akan
tetapi lebih ditekankan pada aspek moral
dan kultur Melayu itu sendiri.
Pandangan yang diberikan oleh Valen
tijn tersebut, tentu saja sangat beralasan,
karena bangsa Melayu adalah bangsa yang
sangat lentur terhadap akomodasi budaya
luar yang lebih tinggi, sehingga Melayu
tidak hanya sebagai bagian entitas suku
beradasarkan bentuk fisik (warna kulit,
raut muka dan sebagainya), akan tetapi
memiliki makna sebagai bangsa dengan
karakter sikap bagaimana yang disampaikan oleh Valentijn tersebut. Melayu jika
ditinjau dari sudut pandang bahasa berasal

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 91-

IAI Sambas
dari kata laju yang bermakna cepat,
deras, dan tangkas. Makna orang Melayu
itu bersifat tangkas dan cerdas, segala tindak tanduk mereka cepat dan deras. Demikian, kecerdasan merupakan bagian penting sebagai ciri atau karakter Melayu itu
sendiri. (Sunandar, 2013: 27-28).
Akomodasi terhadap budaya yang lebih tinggi tersebut dikarenakan oleh orang
Melayu itu sendiri yang tanpa henti melakukan hubungan dengan bangsa-bangsa
yang terdapat di wilayah Nusantara bahkan
hingga ke daerah yang sangat jauh terutama daerah India, Arab, dan Persia.
Pertemuan mereka dengan bangsa lain dalam kacamata antropologi akan sangat
memungkinkan terjadinya difusi budaya,
yaitu penyebaran budaya dari kelompok
masyarakat tertentu ke kelompok lainnya.
Friedrich Ratzel umpamanya yang melihat
item budaya cenderung menyebar, sedangkan seluruh budaya yang kompleks (sifat
yang menonjol pada budaya yang terkait
dalam kelompok) disebarkan melalui migrasi (Aland Barnand, 2000: 50).Teori difusi kebudayaan dimaknai sebagai persebaran kebudayaan yang disebabkan adanya
migrasi manusia. Perpindahan dari satu
tempat ke tempat lain, akan menularkan
budaya tertentu. Hal ini akan semakin tam
pak dan jelas kalau perpindahan manusia
itu secara kelompok dan atau besar-besaran, di kemudian hari akan menimbulkan
difusi budaya yang luar biasa. Setiap ada
persebaran kebudayaan, di situlah terjadi
penggabungan dua kebudayaan atau lebih.
Difusi budaya tersebut tidak harus
melulu melalui proses migrasi suatu kelompok masyarakat tertentu ke daerah lain,
akan tetapi melalui proses perdagangan
yang pernah dilakukan oleh Bangsa
Melayu juga merupakan bagian yang patut
dipertimbangkan. Sejarah telah mencatat,
bahwa bangsa Melayu merupakan bangsa
penakluk dan orang yang berhasil meme
ritah suku-suku lainnya di Nusantara
(Isjoni, 2007: 28).Hal tersebut berlangsung
melalui proses yang sangat panjang, yaitu
peranan Bangsa Melayu dalam perdagang-

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


an Internasional dan antar pulau, setidaktidaknya mulai abad ke-5 (V.I. Braginsky:
1998: 2).
Dalam masyarakat Melayu Palembang, jika kita inventarisir, maka kita akan
menemukan banyak sekali varian budaya
yang telah mengalami difusi tersebut, misalnya Wayang Palembang yang berasal
dari pulau Jawa, bebaso atau sering
disebut bahasa Keraton, bahasa Bari, atau
bahasa KuloIki, juga dalam bentuk budaya
yang lain seperti makanan dan sebagainya.
Jika dilihat dinamika Kerajaan Melayu yang terdapat dalam sejarah tersebar di
seluruh wilayah pesisir dan maritime
based. Dua Kerajaan Melayu yang besar di
dalam sejarah, Funan dan Sriwijaya di awal-awal abad Masehi merupakan Kerajaan
maritim, bukan Kerajaan yang agraria based atau yang land-based (Isjoni, 2007:29).
Dalam dunia Melayu, yang sangat menyolok adalah perkembangan Kota Maritim
yang tumbuh menjadi kota-kota raksasa,
terutama yang terletak di tepi muara sungai besar (Sartono Kartodirdjo, tt: 2). Dengan sifatnya yang maritim based ini telah
mengantarkan kerajaan-kerajaan Melayu
sebagai kota metropolis di masanya. Kemerosotan yang diamami oleh kerajaan
Sriwijaya pada sekitar tahun 1325 membawa pengaruh dalam kemunculan daerahdaerah kecil yang sebelumnya tidak berperan daalam pencaturan perdagangan Internasional melalui laut. Kemunculan Malaka
menjadi pusat perniagaan baru menemukan momentumnya. Awalnya daerah tersebut merupakan sebuah tempat nelayan kecil yang tak berarti. Pada abad ke-14 sebagaimana dijelaskan Prajudi Atmosudirdjo
(1957: 41) bahwa tempat tersebut mulai
berarti buat perdagangan, dan dalam waktu
yang pendek saja menjadi pelabuhan yang
terpenting di pantai Selat malaka.
Kehidupan masyarakat Melayu sangat
erat kaitannya dengan pelayaran dan perdagangan, sehingga dari sini sangat dimungkinkan akan terjadinya difusi budaya
sebagaimana dimaksud, walau kemudian
pada akhirnya akan memberikan nuansa

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 92-

IAI Sambas
tersendiri bagi kita dalam mengkaji dan
mencari akar budaya melayu itu sendiri,
karena telah tercampur dan mengalami
perkembangan budaya berdasarkan daerah
yang pernah mereka datangi. Sisi lain menunjukan bahwa pertualangan dan pelayaran masyarakat Melayu inilah yang pada
akhirnya memperkaya budaya bangsa dan
bahkan menjadi jati diri Bangsa Indonesia.
Tidak hanya berhenti disitu saja,
Martin van Bruinessen (1995:41) mencatat bahwa di antara semua bangsa yang
berada di Makkah, orang Jawi (Asia
Tenggar) merupakan salah satu kelompok
terbesar sejak tahun 1860, bahasa Mela-yu
merupakan bahasa kedua di Makkah.
Mereka yang bermaksud untuk menuntut
ilmu, setelah melaksanakan ibadah haji
biasanya menetap diMakkah untuk beberapa tahun lamanya (Shaleh Putuhena,
2007: 343). Disinilah mereka menjadi tra
smitter utama tradisi intelektual-keagamaan tradisi Islam dari pusat-pusat keilmuan
Islam di Timur Tengah ke Nusantara
(Azyumardi Azra, 1998: 17) yang pada
akhirnya memberikan pengaruh luar biasa
dalam pengembangan dan pengamalan
nilai-nilai Islam dalam kehidupan sosial
keagamaan hingga kita rasakan saat ini,
walau pada masa itu wilayah nusantara
masih merupakan wilayah yang terkotakkotak oleh kekuasaan lokal atau kerajaan
(Sunandar, 2013: 41-42).
Pencapaian kehiduapan Melayu, tidak
hanya lekat dengan Islam saja, melainkan
sebuah pencapaian yang sangat komplek,
melalui perdagangan yang membentuk dan
menyebarkan budaya, hingga menjadi bangasa penakluk daerah-daerah lain. Pencapaian ini tentu saja tidak hanya kita maknai sebagai sebuah peristiwa sejarah yang
hanya untuk dikenang dalam memoir atau
seminar-seminar, melainkan kita posisikan
sebagai sejarah bangsa yang dapat mengin
spirasi masyarakat sekarang untuk membangun masa depan bangsa sebagaimana
ungkapan Hang Tuah yang terkenal:
Tuah sangki hamba negeri,
Esa hilang dua terbilang,

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Patah tumbuh hilang berganti,
Takkan Melayu hilang di bumi.
Penafsiran terhadap peristiwa sejarah
merupakan sebuah keharusan, sehingga
intisari dari peristiwa sejarah dapat kita
resapi dan maknai dalam kehidupan, dapat
membangun peradaban yang lebih agung
untuk kesejahteraan umat manusai. Dalam
sudut pandang agama, sikap mengambil pe
lajaran terhadap periwtiwa sejarah menjadi
salah satu bagian penting dalam berkehidupan, dalam sudut pandang Islam sesungguhnya Allah SWT memberikan sinyal hukum kesejarahan (historical law atau
sunnah tarikhiyah) yang berlaku di alam
atau dalam masyarakat. Dalam al-Quran
surah Ali Imran: 137-138:


Artinya: sungguh telah berlalu aturanaturan (hukum-hukum) Allah sebelum kamu. Maka mengembaralah di muka Bumi,
dan lihatlah bagaimana akhir orangorang yang mendustakan. Ini adalah
penjelasan bagi manusia, petunjuk dan
pelajaran bagi orang yang bertaqwa (Qs,
Ali Imran: 137-138).
Islam Dalam Sejarah Dan Kebudayaan
Melayu
Meminjam sub judul yang digunakan
oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas
(1990: 40) dalam sambutan pelantikan
gelar Profesornya pada tahun 1972 di
Universitas Kebangsaan Malaysia, ia dengan gambling memaparkan bagaimana
pencapaian yang telah di raih oleh Bangsa
Melayu dalam menggerakkan peradaban
umat Islam di wilayah nusantara, terutama
Indonesia. Dalam kontek ini, ia melihat
perkembangan sejarah Islam ke daerah
kepulauan ini memiliki hubungan yang
sangat penting dengan perkembangan serta
penyebaran bahasa Melayu, sehingga baginya kesimpulan terpentingnya ialah tentang keutamaan daerah-daerah Melayu
dalam proses peng-Islaman. Kerajaan-

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 93-

IAI Sambas
kerajaan Melayulah, seperti Sumatra yaitu
Pasai dan Aceh, dan Semenanjung Tanah
Melayu yaitu Malaka, bukan Jawa yang
mengambil peranan utama dalam penyebaran agama dan teologi serta filsafat Islam
ke seluruh bagian Kepulauan MelayuIndonesia.
Mungkin sebagian orang, bahkan diantara kita terjebak pada persoalan Islamisasi yang terjadi di tanah air ini bermuara
pada betapa pentingnya peran para Dai
yang berasal dari Pulau Jawa, karena mereka mempunyai Wali yang sangat bijaksana yaitu wali songo (sembilan wali)
yang begitu bijaksana dan gigih dalam
menjalankan peran kewaliannya dalam
mendakwahkan Islam kepada masyarakat
yang masih diliputi oleh kegelapanajaran nenek moyang mereka. Argumen itu
sangat memungkinkan kita untuk berupaya
melakukan penelaahan ulang dengan meng
hadirkan fakta sejarah mengenai betapa
pentingnya peranan kerajaan-kerajaan
Mealyu tersebut. Tidak hanya itu, pengaruh Bangsa Melayu masih tetap kita rasakan dalam membidani semangat nasionalisme melawan kelonialisme bangsa
asing di negara kita, Alfian umpanya
mengatakan salah satu akar kebudayaan
nasional ialah kebudayaan Melayu sesuai
dengan fungsi kebudayaan nasional, yaitu
sistem gagasan nasional dan perlambang
yang memberi identitas kepada warga
negara Indonesia serta alat komunikasi dan
memperkuat solidaritas (Suwardi MS,
2008: 124).
Suatu kesilapan besar dalam pemikiran sejarah telah terjadi apabila hasil
penyelidikan ilmiah Barat, yang cenderung
kepada penafsiran berdasarkan keagungan
nilai kesenian dalam kehidupan manusia,
telah meletakkan serta mengukuhkan kedaulatan kebudayaan dan Peradaban Jawa
sebagai tilik permulaan kesejarahan kepulauan Melayu-Indonesia, dan anggapan
seperti inilah hingga dewasa ini masih
merajalela tanpa gugatan dalam pemikiran
sejarah kita (Attas, 1990: 40-41). Hal yang
perlu di ingat dalam konteks sejarah

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


adalah bahwa sejarah selalu melukiskan
gambaran zaman/masanya. Demikian juga
kedatangan Islam di Kepulauan melayuIndonesia menurut Attas (1990: 38) harus
kita lihat sebagai mencirikan zaman baru
dalam sejarahnya.
Dengan demikian, maka ciri-ciri dan
pengaruh Islam dalam suatu bangsa harus
digali tidak hanya berdasarkan sesuatu
yang hanya nampak dipermukaan saja,
akan tetapi kajian yang harus dilakukan
adalah lebih koprehensif lagi hingga pada
setiap aspek yang tersembunyi, yang tidak
terlihat oleh mata telanjang. Konsepsi
mengenai kedalam berfikir ini sesungguhnya telah diajarkan oleh nenek moyang
kita Bangsa Melayu seperti Bahasa menunjukan Bangsa yang dapat kita artikan
sebagai pemikiran suatu bangsa dapat dilihat sebagai pemikiran suatu bangsa dapat
dilihat dari bahasa yang mereka gunakan.
Kedekatan Islam dan Melayu ibarat dua
mata uang yang tak dapat dipisahkan, satu
bagian tidak akan memiliki arti jika tidak
ada bagian yang lain. Seseorang dikatakan
sebagai Melayu jika ia beragama Islam.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Islam
merupakan pembeda antara Melayu dan
non-Melayu. Walaupun dalam kehidupan
sehari-hari mereka mungkin kurang memperhatiak ajaran-ajaran Islam atau bahkan
mengabaikannya, Islam tetap menjadi jati
diri mereka.
Kesultanan Palembang Darussalam
adalah kerajaan dengan Islam telah mengantarkan Melayu Palembang menjadi kesultanan yang sangat berpengaruh dalam
percaturan politik dan budaya tanah air
kemudian, dari daerah ini, terdapat ulama
yang menjadi guru bagi para penuntut ilmu
agama yang terdapat di Haramayn
(Makkah dan Madinah) dan di kepulauan
Melayu Nusantara hingga menyebarkan
semangat perlawanan terhadap kolonialisme Belanda yaitu Syeh Abdul Samad AlFalimbangi (1704 1789M), hingga dalam
perkembangan selanjutnya Palembang menjadi kota yang sangat religius, malah
disebut dalam Laporan Tahunan Residen

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 94-

IAI Sambas
Palembang, masyarakat Muslim Palembang dilaporkan bersifat fanatik terhadap
Islam. Laporan ini menggambarkan kehidupan sosial keagamaan dalam se-tahun
1880-dengan ungkapan untuk 60.000 pen
duduk kota fanatik yang mengaji Koran
(Quran) dengan suara keras (Jeroen
Peeters, 1997: 6).
Pertumbuhan Kota Palembang, dalam
masa keemasan tersebut tentu saja tidak
dicapai dengan sendirinya, masa-masa kemaharajaan Sriwijaya dalam abad-abad sebelumnya juga mengambil andil yang besar dalam pencapaiannya kemudian, kejayaan Palembang adalah suatu keniscayaan
yang telah dipahatkan oleh nenek moyang
kita, berlanjut di masa Kesultanan Palembang Darussalam (1550-1823), termasuk
kedatangan kelompok Alawiyin di Palembang semakin memperkaya budaya dan keIslaman daerah ini. Kejayaan yang pernah
diraih pada masa lalu harus menjadi semangat kita untuk membangun daerah ini,
barometernya adalah sebagai pusat perdagangan Internasional pada satu sisi dan ber
kembangnya Islam pada sisi lain, yang diikuti oleh harmonisasi antara budaya lokal
dan budaya-budaya luar termasuk, Arab,
Jawa, Cina dan sebagainya.
Sebuah catatan perjalanan yang dilakukan oleh Misionaris Belanda A. Korten
horst dalam Peeters (1997: 7) menggambar
kan kondisi kota Palembang dalam awal
abad ke-20 sebagai berikut:
Orang sebenarnya cenderung menyamakan sungai Musi dengan pasar terapung. Pasar sebenarnya ada di darat,
dan di sana siang hari pada saat tertentu sibuk dan ramai, sehingga orang,
bila melupakan bau aneh, dan perubahan lingkungan akan mengira berada
di pusat perdagangan di Eropa. Para
pejalan kaki, hampir tidak mungkin
melalui massa, terutama pada hari
Jumat, hari suci untuk orang Islam.
Kelompok besar haji berjubah panjang
dengan warna putih, hijau atau merah
dan memakai serban tradisional di
kepala dan tasbih ditangan, menuju ke

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Masjid untuk sembahyang dan menjelang tengah hari mendengarkan khotbah Penghulu. Bagaimana pun, orang
Palembang di ibu kota, dan orang
Arab yang banyak tinggal di sana,
patuh kepada hukum Islam, seperti
terbukti oleh Mesjid (Agung), salah
satu Masjid yang terindah di HindiaBelanda, dan jumlah jamaah yang besar, yang dari sana bertolak untuk menunaikan ibadah haji ke Mekah untuk
kemudian kembali sesudah memperoleh gelar haji. Apakah hati orang
Kristen tidak dalam keadaan murung,
jika dilihatnya jumlah pengikut nabi
yang palsu?
Gambaran aktifitas keagaam yang
terjadi di kota Palembang dalam awal abad
ke-20 tersebut memperlihatkan fungsi Mas
jid Jami sebagai pusat kegiatan keagamaan, sehingga menciutkan hati para misionaris Kristen. Sumber-sumber catatan sejarah sangat banyak tersedia yang berbicara mengenai kondisi kehidupan sosial ke
agamaan masyarakat Palembang hingga
masa kemerdekaan, akan tetapi minat kajian kearah tersebut masih sangat terbatas.
Melalui sumber tersebut, sangat berguna
dalam mengungkap dinamika kehidupan
sosial, politik, ekonomi dan budaya
Palembang.
Tradisi Politik Orang Melayu
Pada bagian ini, saya akan berangkat
dari catatan yang menunjukkan tempat
daerah Melayu, dengan maksud memperhatikan bagaimana tradisi politik orang
Melayu kemudian. Var der Worm
memberikan komentar terhadap kitab ini,
ia mengatakan bahwa Barang siapa yang
berminat dalam bahasa Melayu, hendaklah
belajar sebuah kitab yang berjudul Sullat
al Saltnatau penurunan segala raja-raja,
bukan saja karena bahasanya, juga karena
bahasanya, juga karena isinya yang
menceritakan asal-usul keturunan raja-raja
Melayu serta nasib kerajaan Melayu
hingga kedatangan orang Portugis (Liaw
Yock Fang, 2011: 440). Dalam kitab ini,

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 95-

IAI Sambas
kita akan menjumpai daerah asal Melayu,
dikisahkan bahwa asal usul Melayu berasal
dari Bukit Siguntung Mahameru Palembang sebagai berikut:
Alkisah maka tersebutlah perkataan
sebuah negeri di tanah Andalas, Palembang namanya; nama rajanya Demang Lebar Daun, asalnya daripada
anak cucu Raja Sulan juga. Adapun
negeri Palembang itu, Palembang yang ada sekarang inilah. Muara Tatang
nama sungainya, di hulunya itu ada se
buah sungai, Melayu namanya. Adalah dalam sungai itu ada satu bukit
bernama Bukit Si Guntang; di hulunya
Gunung Mahamiru, di daratnya ada
satu padang bernama Padang Penjaringan (A. Samad Ahmad, 2008: 19).
Kisah asal muasal Melayu sebagaimana tertuang dalam Sulalatus Salatin tersebut sesungguhnya telah mencampur
adukan antara fakta dan mitologi. Misalnya disebutkan bahwa kepemimpinan
Melayu berasal dari seorang raja besar
yang menguasai dunia, yaitu Iskandar
Zulkarnain atau Alexander the Great
(Suwardi MS, 2008: 17, Ahmad, 2008: 49). Seterusnya disebutkan pula Raja Sulan
sebagai penguasa yang memerintah di
wilayah Palembang tepatnya di Bukit
Siguntung. Cerita ini secara turun temurun
dipercayai sebagai dasar pijakan untuk
mengetahui asal usul Melayu, bahkan disebutkan pula bahwa ketika bangsa Eropa
memuat sumber-sumber asal usul Melayu
pada abad ke-17 dan 18 masih tetap
menyebutkan bahwa negeri asal Melayu
adalah Sumatera (pantai timur bagian
tengah atau bagian selatan) dan kemudian
menyebar ke Tanah Semenanjung. Tiga di
antara penulis itu adalah Petrus van der
Worm, Valentijn dan W. Marsden (Isjoni,
2007: 20, Fang, 2011: 440-442).
Jika kita lihat kebelakang, dalam bahasan saya di awal telah memperlihatkan
bagaimana peran Melayu dalam panggung
sejarah, hingga menjadi suatu kekuatan
politik di nusantara, posisi pelabuhanpelabuhan di kesultanan Melayu Nusantara

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


menjadi sentral dan utama dalam perwujudan kekuatan politik tersebut, mulai dari
penyebaran Islam hingga kompleksitas
masalah kehidupan sosial yang mengitarinya. Kerajaan-kerajaan Islam yang tumbuh
subur pada abad ke-13 tidak hanya sebagai
simbol kekuatan politik, akan tetapi satu
kekuatan intelektual keagamaan juga
muncul pada sisi lainnya.
Kini, budaya politik Melayu berada
dipersimpangan jalan. Seakan-akan kekuatan intelektual keagamaan yang telah
tumbuh dan berkembang dalam diri orang
Melayu kembali dipertanyakan. Persoalan
ini tentu saja akan ditanggapi dengan beragam dan reaksi yang bermacam-macam.
Slogan tak kan Melayu hilang di telan
Bumi perlu kita dudukkan sebagai persoalan bersama. Tentu saja buka didasarkan
pada sikap skeptis, pesimis dan sebagaimananya. Kejayaan yang pernah kita raih
sebagai bangsa Melayu sangat pantas kita
jadikan sebagai dasar pijakan dalam
aksidan reaksi intelektual terhadap persoalan umat saat ini, Percaturan politik di
tanah air, sebagaimana kita saksikan akhirakhir ini seolah-olah telah kehilangan ruh
dan semangat dalam mensejahterakan
rakyatnya, pertikaian politik yang diikuti
dengan tindak pidana korupsi oleh elit-elit
politik di negeri ini menjadi berita harian,
sehingga terkesan menjadi hal biasa dan
wajar. Padahal, tradisi politik orang
Melayu yang telah dipraktekkan oleh para
founding father negeri Melayu telah jelas
menempatkan kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utama, sebagaimana wasiat
Bendahara Paduka Raja Melaka dalam
kitab Sullat al Saltn:
Hendaklah kamu semua tuliskan kepada hatimu pada berbuat kebaktian
kepada Allah Taala dan Rasulullah
sallllah alayhi wasallam; dan janganlah kamu sekalian melupai daripada
berbuat kebaktian; karena pada segala
hukum, bahwa raja-raja yang adil itu
dengan Nabi sallllah alayhi
wasallam umpama dua buah permata
pada sebentuk cincin; lagi pula raja itu

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 96-

IAI Sambas
umpama ganti Allah dimuka bumi,
karena ia zillu llah filalam. Apabila
kamu berbuat kebaktian kepada raja,
serasa berbuat kebaktian akan Nabi,
apabila berbuat kebaktian akan Nabi
Allah, serasa berbuat kebaktian akan
Allah Taala...(Azyumardi Azra,
2006: 96).
Seorang penguasa sangat dituntut untuk
berbuat adil dalam kepemimpinannya, posisinya sangat sakral dalam tradisi politik
Melayu, diibaratkan dua permata pada sebentuk cincin, dekat dengan Nabi
Muhammad, sikap kepemimpinan Nabi
Muhammad menjadi model yang tidak boleh pudar, keadilan, kesejahteraan, perlindungan terhadap kaum yang lemah dan
sebagainya harus benar-benar terlaksana
dalam kepemimpinan penguasa. Model
kepemimpinan seperti ini, juga kita temui
dalam undang-undang kesultanan Melayu
di seluruh Nusantara. Penguasa atau Raja
dan hamba atau masyarakat harus berjalan
pada rel masing-masing, penguasa menjalankan kepemimpinannya sebagai amanah
yang dijalankan sesuai dengan ketentuan
Allah, begitu pula hamba harus patuh dan
taat kepada pemimpin. Ancaman yang
diberikan bagi mereka yang ingkar juga
dituliskan dalam kitab Sullat al Saltn
sebagai berikut:
dan tiada akan sentosa kerajaannya;
karena raja-raja itu umpama api,
segala menteri itu umpama kayu;
karena api tiada akan nyala, jikalau
tiada kayu; seperti kata Farsi, arayatu
juan bakhasta sultan khasad (sic),
yakni rakyat itu umpama akar dan raja
itu umpama pohon; jikalau tiada akar
niscaya pohon tiada akan berdiri.
Demikianlah raja itu dengan segala
rakyat. Hai anakku, hendaklah engkau
turut seperti amanatku ini; supaya
engkau beroleh berkat diberi Allah
Sbhanahu wa taala (Azra, 2006: 99).
Demikian pula janji politik yang
diberikan oleh penguasa, harus di tepati
sebagaimana yang tertuang dalam Sullat
al Saltn:

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Jikalau raja Melayu itu mengubahkan
perjanjian dengan Hamba Melayu,
dibinasakan Allah negerinya dan takta kerajaannya. Itulah dianugerahkan
Allah subhanahu wa taala pada segala
raja-raja Melayu, tiada pernah memberi aib kepada segala hamba Melayu,
jikalau sebagaimana sekalipun besar
dosanya, tiada diikat dan tiada digantung, difadihatkan dengan kata-kata
yang keji hingga sampai pada hukum
mati, dibunuhnya. Jikalau ada seorang
raja-raja Melayu itu memberi aib seseorang hamba Melayu, alamat
negerinya akan binasa. (Ahmad,
2008: 26).
Kesetiaan menepati janji dalam politik
Melayu menjadi salah satu syarat penting
dalam mensejahteraan dan membawa
warganya kepada kondisi yang lebih baik.
Pesan moral yang tertuang dalam kitab
Sullat al Saltn menjadi penting dalam
percaturan politik daerah kita. Kitab
Sullat al Saltn adalah salah satu contoh
pedoman yang telah dijalankan dalam perpolitikan kesultanan Melayu tempo dulu,
sehingga di daerah kesultanan Melayu kita
temukan masyarakatnya yang hidup dalam
kesejahteraan hingga kesultanan tersebut
memasuki masa keemasan.
Strategi Politik Kebudayaan Palembang
Dalam gerakan pembangunan yang
berlansung pada banyak negara, khususnya
dalam negara-negara maju, maka kita akan
menemukan suatu pemahaman dan kesepakatan yang mereka lakukan adalah menempatkan kebudayaan sebagai bingkai bagi
pembangunan yang mereka laksanakan.
Jepang adalah sebuah contoh, khususnya
setelah kehancuran ekonomi dan politik
pasca perang dunia II. Hingga kini meski
Jepang telah berdiri sebagai pilar ekonomi
dunia dan menjadi negara tehnologi terdepan, kebudayaan tetap inheren didalamnya.
Bangunan kebudayaan yang telah tertanam
dalam jati diri warga dan pemerintah
Jepang telah benar-benar menjadikannya
sebagai negara yang kuat. Kita bisa menyak

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 97-

IAI Sambas
sikannya lagi, pasca Tsunami yang memporakporandakan kotanya tahun 2011 lalu,
Jepang dengan cepat bangkit dari kondisi
terpuruk itu, hal itu terjadi karna memang
mereka tidak meninggalkan kebudayaan
mereka. Begitu pula dengan negara-negara
lain, tidak hanya di Asia seperti Korea
Selatan dan Cina, di Eropa misalnya kebudayaan Yunani dengan semangat Hellenisme merupakan sumber utama dalam pembingkai bagi pembangunan yang mereka
lakukan. Semangat-semangat kebudayaan
itulah pada abad pertengahan yang memicu
terjadinya pencerahan menjadi pelatuk
Renaisasnce dan Humanisme, atau Aufklarung di Jerman.
Masyarakat Kota Palembang jika kita
lihat dalam lintasan sejarah, sesungguhnya
merupakan masyarakat yang kaya akan
nilai-nilai budaya, sejak masa kemaharajaan Sriwijaya, Kesultanan Palembang
Darussalam, hingga kini. Dalam masa
Sriwijaya kita telah menyaksikan daerah
ini adalah salah satu pusat peradaban terpenting di Asia, catatan sejarah telah
memperlihatkan bahwa Sriwijaya adalah
kota pelabuhan dunia Melayu yang ramai
dikunjungi oleh para pedagang, bahkan sebelum Islam menjadi agama resmi kerajaan, daerah ini sudah menjadi kota pelabuhan yang banyak dikunjungi oleh pedagang yang banyak dikunjungi oleh pedagang asing, seperti I-Ching seorang Biksu
pengembara China dalam abad ke-7 telah
singgah di wilayah sumatra yang dikenal
dengan Sriwijaya yang berpusat di Palembang. Dalam kunjungannya ke Sriwijaya,
ia mencatat tentang adanya seribu orang
biarawan Budha di Sriwijaya, dan menasihati para musafir sebangsanya yang
hendak belajar di India agar singgah dan
belajar kepada para guru yang terdapat di
Sriwijaya (Braginsky, 1998: 31).
Dalam Misi Pemkot Palembang 20142019 dalam poin ke 6 sudah jelas bahwa
Pemerintah Kota bertekad Melanjutkan
pembangunan Kota Palembang sebagai
Kota metropolitan bertaraf internasional,

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016


Ber-adat dan Sejahtera. Kita bertekad melanjutkan misi ini hingga Palembang benar
benar menjadi kota Melayu yang berperadaban tinggi dengan nilai-nilai kemelayuannnya. Peraturan Daerah (Perda) yang me
ngarah pada penggalian nilai-nilai budaya
kita sudah ditetapkan sejak tahun 2009
yang lalu, yaitu Peraturan Daerah Kota
Palembang Nomor 9 Tahun 2009 tentang
Pemberdayaan, Pelestarian dan Pengambangan Adat istiadat serta Pembentukan
Lembaga Adat. Perda ini harus kita apresiasi dan kita laksanakan untuk terus meng
gali nilai-nilai budaya Melayu yang
terdapat di daeah Palembang.
PENUTUP
Kebudayaan Islam itu tercakup pula
dalam tradisi dan pengalaman sejarah kaum Muslimin. Jika seorang Muslim membuang tradisi dan pengalaman sejarahnya
serta hanya menyimpannya di bawah
sadarnya, maka kesempatan untuk membangun suatu masyarakat yang kukuh dimasa kini dan mendatang akan menjadi
sia-sia. Konsep hidup masyarakat Melayu
berakar pada nilai-nilai agama Islam yang
di dasarkan pada al-Quran dan Sunnah
Nabi, begitu juga dengan adat, dimana ia
harus berasaskan Islam.
Langkah awal yang dapat kita lakukan
dalam mewujudkan Palembang Emas 2019
tidak lain adalah dengan mengembalikan
kejayaan Melayu yang memiliki moral dan
semangat dalam menjalankan syariat Islam
dalam kehidupan kita. Langkah kedua,
adalah dengan mempersiapkan Sumber
Daya Manusianya, dan yang kemudian
adalah dengan melestarikan warisan nenek
moyang kita dalam membangun bangsa
Melayu.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 98-

IAI Sambas

Vol. II No. 2 Juli Desember 2016

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A. Samad Sulatus Salatin, Sejarah Melayu Edisi Pelajar, Kuala Lumpur:
Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia, 2008.
al-Attas, Syed Muhammad Naquib, Islam dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu, cet.
4, Bandung: Mizan, 1990.
Atmosudirdjo, Prajudi, Sejarah Ekonomi Indonesia dari Segi Ekonomi Sampai Akhir
Abad XIX, Jakarta: Pradnya Paramita, 1957.
Azra, Azyumardi, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII
dan XVIII, cet.4, Bandung: Mizan, 1998.
Azra, Azyumardi, Renaisans Islam Asia tenggara: Sejarah Wacana dan kekuasaan, cet.
Ke-3, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2006.
Barnand, Aland Historyand Teori in Antropology, United Kingdom: Cambridge
University Press, 2000.
Braginsky, V.I. Yang Indah, Berfaedah dan Kamal: Sejarah Sastra Melayu dalam Abad
7-9, terj. Hersri Setiawan, Jakarta: INIS, 1998.
Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning; Pesantren dan Tarekat, Bandung: Mizan 1995.
Fang, Liaw Yock Sejarah Kesusastraan Melayu Klasik, Jakarta: YOI, 2011.
Isjoni, Orang Melayu di Zaman yang Berubah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Kartodirjo, Sartono, (ed), Masyarakat Kuno dan Kelompok-kelompok Sosial, tk: tp, tt.
Peeters, Jeroen, Kaum Tuo Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 18211942, terj. Sutan Maimoen, Jakarta: INIS, 1997.
Putuhena, Shaleh, Historiografi Haji Indonesia, Yogyakarta: LKiS, 2007.
Sunandar, Peran Maharaja Imam Muhammad BasiuniImran Dalam Kehidupan Sosial
Keagamaan Masyarakat Kerajaan Al-Watzikhoebillah Sambas 1913-1976,
Tesis, Tidak diterbitkan, Program Pascasarjana: UIN SunanKalijaga Yogyakarta,
2013.
Suwardi MS, Dari Melayu ke Indonesia: Peranan Kebudayaan Melayu dalam
Memperkokoh Identitas dan Jati Diri Bangsa, Yogyakarta: Pustaka pelajar,
2008.

Jurnal Alwatzikhoebillah (Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, dan Humaniora)

- 99-

Anda mungkin juga menyukai