Anda di halaman 1dari 7

Tahapan Folikulogenesis

Folikulogenesis merupakan proses perkembangan folikel di dalam ovari, yang melibatkan


beberapa proses yaitu rekrutmen, seleksi, pertumbuhan, pematangan, dan ovulasi. Proses
perkembangan dan maturasi folikel dikontrol oleh pars distalis pada kelenjar hipofisa,yaitu
dengan mensekresikan FSH, LH dan prolaktin pada beberapa spesies. Ada tiga tahap
perkembangan folikel :
1. Tahap Preovulasi
2. Tahap Ovulasi
3. Tahap Post-Ovulasi
Tahap Pre-ovulasi
Tahap preovulasi merupakan masa perkembangan folikel di dalam ovari:
1. Folikel Primordial
Sebelum lahir, bagian korteks pada ovari wanita berisi sejumlah besar folikel.
Folikel primordial ini berisi oosit imatur yang dikelilingi sel granulosa bertipe
pipih selapis yang tersegregasi dari sekitar oosit sampai ke membran basal. Sel-sel
ini diam, hanya memperlihatkan sedikit atau tidak memperlihatkan aktifitas sel
sama sekali. Folikel primordial dapat mengalami dormansi selama lebih dari lima
puluh tahun pada manusia, panjangnya siklus ovari tidak mencakup waktu ini.
Pada kehamilan tujuh bulan, folikel primordial telah terbentuk pada gonad
janin sebanyak tujuh juta folikel (Guerin 2008). Selama perkembangan masa
janin ovarium mengandung lebih dari tujuh juta folikel primordial. Namun
banyak yang mengalami atresia (involusi) sebelum lahir dan yang lain hilang
setelah lahir. Pada saat lahir terdapat dua juta ovum, tetapi 50% bersifat atretik.
Selama perkembangan terjadi atresia terus menerus, dan jumlah ovum di kedua
ovarium pada saat pubertas adalah kurang dari tiga ratus ribu yang masuk ke
tahap pre-ovulasi (Ganong 2003).

Penelitian telah menunjukan bahwa initial rekrutmen dimediasi oleh


keseimbangan hormon stimulator, inhibitor dan faktor pertumbuhan (growth
factor). Folikel primordial ini memiliki ukuran dengan diameter kira-kira 3050m. Oosit berinti eksentrik (agak kepinggir), banyak gelembung kecil, dan
mengandung nukleolus besar (Heffner dan Schust 2008), Pada manusia, tahap ini
aktifitas oosit mulai menghasilkan butir-butir yolk (Ownby 2007). Pengamatan
pada sayatan semi tipis ovari Opossum dengan metode TEM menunjukkan bahwa
mitokondria dan ribosom tersebar di seluruh sitoplasma (Cesario dan Matheus
2008).
2. Folikel Primer
Oosit membesar, sel folikel jadi kubus atau silindris, lalu bermitosis membentuk
sel-sel granulosa, yang terdiri dari beberapa lapis menandakan perubahan folikel
primordial menjadi folikel primer. Ada pigmen lipokrom dalam ooplasma, banyak
butir lemak, banyak ribosom bebas (Heffner dan Schust 2008), dan pada sayatan
semitipis ovari Opossum dapat diamati mitokondria mengelompok di bawah
plasmalemma dengan struktur memanjang (Cesario dan Matheus 2008). Oosit
membentuk mikrovili, sedangkan sel granulosa (sel folikel) yang menyelubunginya
membentuk filopodia (tonjolan-tonjolan halus yang panjang ke arah oosit) yang
berfungsi sebagai penyalur nutrisi dari jaringan induk (ovarium) ke oosit. Sel-sel
granulosa membentuk zona pelusida. Genom oosit diaktifasi dan gen ditranskripsi,
permulaan sinyal parakrin dibentuk yang mana ini penting untuk komunikasi antara
folikel dan oosit. Oosit dan folikel tumbuh secara cepat, meningkat diameternya
hingga hampir mencapai 0,1mm. Pada tahap folikel primer terbentuk reseptor FSH,
tetapi tidak tergantung pada gonadotropin sampai tahap antral. Oosit primer ini
hanya menempuh meiosis I sampai tahap leptoten profase (Heffner dan Schust
2008).
Kapsul polimer glikoprotein yang disebut zona pellusida terbentuk disekitar
oosit memisahkannya dari sel granulosa di sekelilingnya. Zona pellucida yang
masih mengikuti oosit sesudah ovulasi, mengandung enzim yang mengkatalis

penetrasi sperma. Folikel primer ini memiliki ukuran dengan diameter 100m
(Ownby 2007).
3. Folikel Sekunder
Pada tahap ini aktifitas mitosis folikel tinggi dan menyebabkan bertambahnya
lapisan sel granulosa yang disebut membran granulosa. Membran granulosa ini
mulai mensekresikan cairan folikel. Sel teka yang menyerupai stroma dibentuk
dengan sinyal yang dilepaskan oleh oosit. Sel-sel ini mengelilingi sebagian besar
lapisan luar folikel, membran basal, membentuk teka internal dan teka eksternal.
Jaringan pembuluh kapiler yang komplek terbentuk antara kedua lapisan sel teka
ini dan mulai mensirkulasikan darah menuju dan dari folikel (Wikipedia 2009).
Sel-sel pada teka internal besar, bulat dan seperti epitel, sedangkan sel
pada teka eksternal lebih kecil dan dinamakan fibroblast. Dengan berkumpulnya
cairan folikel dari membran granulosa maka terbentuk kantung kecil yang berisi
cairan diantara sel-sel granulosa. Kantung-kantung kecil tersebut menyatu
sehingga membentuk kantung yang lebih besar, yang kemudian akan berkembang
menjadi antrum. Pada tahap ini folikel disebut juga dengan folikel sekunder
vesikuler. Biasanya pada wanita hanya satu folikel sekunder yang terus
berkembang (Ownby 2007).
Folikel sekunder akhir disebut juga folikel preantral. Proses perubahan sel
primodial sampai preantral dikenal dengan inisiasi rekrutmen yang berlangsung
selama 120 hari pada manusia (Gambar 5). Secara histologi folikel preantral
ditandai dengan oosit yang berkembang sempurna dikelilingi oleh zona pelusida,
kira-kira terdiri dari sembilan lapis sel granulosa, membran basal, teka internal,
kapiler, dan teka eksternal. Folikel pada tahap ini memiliki ukuran diameter
200m (Wikipedia 2009). Oosit mencapai besar maksimal dan letaknya
eksentrik dalam folikel. Meiosis I sampai pada tahap diploten profase. Pada
preparat sayatan semi tipis ovari Opossum terlihat adanya butir-butir lipid dalam

sitoplasma oosit (Cesario dan Matheus 2008). Sel granulosa terdiri dari 6-12 lapis
sel (Heffner dan Schust 2008).
4. Folikel Tersier
Folikel tersier juga dikenal sebagai folikel antral, ditandai dengan pembentukan
rongga berisi cairan yang berdampingan dengan oosit dan disebut antrum.
Struktur dasar dari folikel matang sudah terbentuk. Sel granulosa dan sel teka
melanjutkan proses mitosis dengan peningkatan volume antrum. Folikel tersier
dapat mencapai ukuran yang besar yang dihambat dengan tersedianya FSH.
Dengan perintah yang berasal dari gradien morfogenik yang dilepaskan oosit, sel
granulosa pada folikel tersier mulai berdiferensiasi menjadi empat sub bagian:
a.

Korona radiata yang mengelilingi zona pelusida

b. Membrana melapisi bagian dalam membran basal


c.

Periantral berdampingan dengan antrum

d. Cumulus oophorous yang menghubungkan membran, corona radiata dan sel


granulosa.
Masing-masing bagian ini memperlihatkan respon yang berbeda terhadap FSH
(Ownby 2007).
Sel teka mengekspresikan reseptor Luteinizing Hormone (LH). LH
menghambat produksi androgen oleh sel teka. Beberapa androstendion
diaromatisasi oleh sel granulosa untuk memproduksi estrogen, khususnya
estradiol sehingga kadar estrogen mulai meningkat.
Pada tahap ini juga terjadi proses kematian folikel yang dikenal dengan
atresia, dan ditandai dengan apoptosis radikal dari semua bagian sel dan oosit.
Faktor utama yang dapat menyebabkan atresia adalah hormon. Dalam mekanisme
terjadinya atresia, kadar Inhibin (FSH suppressing substance) tinggi sehingga

kadar hormon FSH menjadi rendah. Sebagai feedback dari rendahnya kadar FSH,
maka hormon LH dan estradiol meningkat kadarnya (Anonim 2009).
5. Folikel de Graaf (Matang)
Folikel yang tidak dominan berdiameter antara 200m sampai dengan 2mm, folikel
ini dapat mengalami atresia. Folikel yang dominan berdiameter 5mm sampai
dengan 10mm dan akan terus berlanjut ke tahap berikutnya (Wikipedia 2009).
Perkembangan oosit pada tahap ini berlangsung sampai dengan metafase pada
meiosis II, dan setelah itu berhenti (Heffner dan Schust 2008).
Oosit yang diselaputi beberapa lapis sel granulosa berada dalam suatu
tonjolan ke dalam antrum, disebut cumulus oophorus. Kalau terjadi ovulasi
tonjolan inilah yang lepas ke luar ovarium, dan sel granulosa sekeliling oosit
disebut corona radiata. Oosit kini disebut ovum, meski meiosis II belum
diselesaikan. Polosit I (polar bodi) yang terbentuk akhir meiosis I berada di luar
oosit, sebelah dalam zona pelusida. Meiosis II diselesaikan kalau ovum dibuahi
(Heffner dan Schust 2008).
Sel folikel melepas hormon estrogen, di mana estradiol merupakan unsur
yang dominan sebelum ovulasi berlangsung. Tahap ini mempunyai seluruh
komponen folikel sekunder vesikuler namun berukuran jauh lebih besar dan
terdiri dari satu antrum yang besar. Folikel ini sangat besar dan biasanya
merupakan perluasan dari bagian terdalam korteks dan menonjol di permukaan
ovari. Folikel de graaf berdiameter 10mm sampai dengan 20mm. Pada beberapa
spesies, sesaat sebelum ovulasi oosit primer pada folikel yang matang
menyelesaikan meiosis I sehingga menghasilkan oosit sekunder dan polar bodi
(Ownby

2007).

Pengamatan

pada

sayatan

semitipis

ovari

Opossum

memperlihatkan bahwa ooplasma penuh dengan badan vesikuler yang berkilau


dan mitokondria memanjang berkelompok di daerah korteks (Cesario dan
Matheus

2008).

Tahap Ovulasi
Pada hari ketiga belas siklus menstruasi, folikel akan membentuk sebuah bukaan yang
disebut stigma dan melepaskan oosit bersama sel kumulus dalam proses yang disebut
ovulasi. Oosit sekarang memiliki kemampuan untuk melakukan fertilisasi dan akan
bergerak turun menuju tuba falopi dan pada akhirnya diimplantasikan di uterus. Oosit
yang sudah berkembang sempurna (gamet) memasuki siklus menstruasi (Ownby 2007).

Tahap Post Ovulasi


Corpus Hemorrhagicum
Setelah ovulasi, peluruhan dari folikel yang tersisa biasanya menghasilkan
struktur yang disebut corpus hemorrhagicum, folikel yang pecah segera terisi darah.
Perdarahan ringan dari folikel ke dalam rongga abdomen dapat menimbulkan iritasi
peritoneum dan nyeri abdomen bawah singkat (mittelschmerz). Sel-sel granulosa dan
teka yang melapisi folikel mulai berproliferasi, dan bekuan darah dengan cepat diganti
oleh sel luteal (Ganong 2003).

Corpus Luteum
Pada sebagian besar spesies, LH dari kelenjar pituitari mengarahkan luteinisasi
dan menstimulasi sel granulosa untuk menghasilkan progesteron. Sel granulosa
berproliferasi membesar dan berubah menjadi sel granulosa lutein. Pada beberapa spesies
termasuk manusia, kumpulan lipid berpigmen kuning (lutein) dan lipid-lipid lainnya
menandai perubahan menjadi sel granulosa lutein. Sel-sel pada teka internal juga
bertransformasi menjadi lipid pembentuk sel yang disebut sel teka lutein. Jika terjadi
fertilisasi, corpus luteum dipertahankan dan mensekresikan progesteron (Ownby 2007).

Sel luteal yang kaya lemak dan berwarna kekuningan, membentuk korpus luteum.
Hal ini mencetuskan fase luteal siklus menstruasi, saat sel-sel luteum mensekresikan
estrogen dan progesteron. Pertumbuhan korpus luteum bergantung pada kemampuannya
membentuk vaskularisasi untuk memperoleh darah. Bila terjadi kehamilan, korpus
luteum menetap dan biasanya tidak terjadi lagi periode menstruasi sampai setelah
melahirkan (Ganong 2003).

Corpus Albicans
Bila tidak terjadi kehamilan, korpus luteum mulai mengalami degenerasi sekitar 4
hari sebelum menstruasi berikutnya (hari ke-24 siklus menstruasi) dan akhirnya
digantikan dengan jaringan ikat membentuk korpus albikans (Ganong 2003).

Read more: http://tingdenting.blogspot.com/2010/12/tahapanfolikulogenesis.html#ixzz4NuA5mwXj

Anda mungkin juga menyukai