Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
B. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan referat ini adalah:
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui anatomi organ terkait (meningens dan encephalon)
b. Untuk mengetahui definisi meningoencephalitis
c. Untuk mengetahui etiologi dari meningoencephalitis
d. Untuk mengetahui patofisiologi dari meningoencephalitis
e. Untuk mengetahui pendekatan diagnosis meningoencephalitis
f. Untuk mengetahui diagnosis banding meningoencephalitis
g. Untuk mengetahui penanganan meningoencephalitis
h. Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis meningoencephalitis
i. Untuk mengetahui pencegahan terjadinya meningoencephalitis
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulisan referat ini adalah sebagai syarat ujian stase ilmu kesehatan
anak program pendidikan profesi dokter umum periode 38 Fakultas Kedokteran UMY.

BAB II
MENINGOENCEPHALITIS

A. ANATOMI ORGAN TERKAIT (MENINGENS DAN ENCEPHALON)


Dalam pembahasan anatomi meningoencephalitis akan dibahas dua bagian anatomi
yaitu meningens dan encephalon. Meningens merupakan selaput atau membran yang
terdiri atas jaringan ikat yang melapisi dan melindungi otak. Selaput otak atau meningens
terdiri dari tiga bagian yaitu:
1

1. Durameter
Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional durameter ini
terdiri atas dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat
dengan rapat, kecuali sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan membentuk
sinus-sinus venosus. Lapisan endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum
yang menutupi permukaan dalam tulang cranium. Lapisan meningeal merupakan
lapisan durameter yang sebenarnya, sering disebut dengan cranial durameter. Lapisan
meningeal ini terdiri atas jaringan fibrous padat dan kuat yang membungkus otak dan
melanjutkan menjadi durameter spinalis setelah melewati foramen magnum yang
berakhit sampai segmen kedua dari os sacrum.
Lapisan meningeal membentuk septum ke dalam, membagi rongga cranium menjadi
ruang-ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian
otak. Fungsi septum ini adalah untuk menahan pergeseran otak. Adapun empat septum
itu antara lain:
Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak pada
garis tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior melekat pada
crista galli. Bagian posterior melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium
cerebelli.
Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang menutupi
fossa crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas cerebellum dan
menopang lobus occipitalis cerebri.
Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia occipitalis
interna.
Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi
sella turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan
pituitary gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah
terdapat lubang yang dilalui oleh tangkai hypophyse.
Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi
darah vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak
dan mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh
2

endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior,
sinus transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus
occipitalis, sinus sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang
berasal dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan
a.vertebralis. Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari
a.maxillaris) karena arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis.
Pada durameter terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa
rgangan sehingga jika terjadi stimulasi pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit
kepala yang hebat.
2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi
otak dan terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari
durameter oleh ruang potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum
subarachnoid yang berisi cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid
space) merupakan suatu rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar
dan piameter pada bagian dalam. Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh
mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu arachnoid menonjol ke dalam sinus
venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini berfungsi sebagai tempat
perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.
Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus
yang melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke
otak menuju cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.
3. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang,
mengikuti tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak
pembuluh darah dan terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui
pemmbuluh darah yang memberi nutrisi pada jaringan saraf.

Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end
feet dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk
mencegah masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan
menyatu dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis,
tertius dan quartus.

Gambar 1. Penampang melintang lapisan pembungkus jaringan otak


Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam
cranium; terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian dari otak yang
berkembang dari anterior tiga vesikel primer terdiri atas diensefalon dan telensefalon);
mesencephalon (disebut juga brainstem yaitu bagian dari otak yang berkembang dari
bagian tengah tiga vesikel primer, terdiri atas tektum dan pedunculus); dan
rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas metensefalon (serebelum dan pons)
dan mielensefalon (medulla oblongata).

Gambar 2. Skema pembagian jaringan otak (encephalon)

Gambar 3. jaringan otak (encephalon)

B. DEFINISI MENINGOENCEPHALITIS
Meningoencephalitis adalah peradangan yang terjadi pada encephalon dan meningens.
Nama lain dari meningoencephalitis adalah cerebromeningitis, encephalomeningitis, dan
meningocerebritis.
C. ETIOLOGI MENINGOENCEPHALITIS
Meningitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, atau beberapa kasus yang jarang
disebabkan oleh jamur. Istilah meningitis aseptic merujuk pada meningitis yang
disebabkan oleh virus tetapi terdapat kasus yang menunjukan gambaran yang sama yaitu
pada meningitis yang disebabkan organisme lain (lyme disease, sifilis dan tuberculosis);
5

infeksi parameningeal (abses otak, abses epidural, dan venous sinus empyema); pajanan
zat kimia (obat NSAID, immunoglobulin intravena); kelainan autoimn dan penyakit
lainnya.
Bakteri yang sering menyebabkan meningitis bacterial sebelum ditemukannya vaksin
Hib, S.pneumoniae, dan N. meningitidis. Bakteri yang menyebabkan meningitis neonatus
adalah bakteri yang sama yang menyebabkan sepsis neonatus.
Tabel 1. Bakteri penyebab meningitis
Golongan
usia
Neonatus

Bakteri yang paling sering


menyebabkan meningitis
Group B streptococcus
Escherichia coli
Klebsiella
Enterobacter

>1 bulan

Streptococcus pneumonia
Neisseria meningitides

Bakteri yang jarang menyebabkan


meningitis
Staphylococcus aureus
Coagulase-negative staphylococci
Enterococcus faecalis
Citrobacter diversus
Salmonella
Listeria monocytogenes
Pseudomonas aeruginosa
Haemophilus influenzae types a, b, c, d, e,
f, dan nontypable
H. influenzae type b
Group A streptococci
Gram-negatif bacilli
L. monocytogenes

Virus yang menyebabkan meningitis pada prinsipnya adalah virus golongan


enterovirus dimana termasuk didalamnya adalah coxsackieviruses, echovirus dan pada
pasien yang tidak vaksinasi (poliovirus). Virus golongan enterovirus dan arbovirus (St.
Louis, LaCrosse, California vencephalitis viruses) adalah golongan virus yang paling
sering menyebabkan meningoencephalitis. Selain itu virus yang dapat menyebabkan
meningitis yaitu HSV, EBV, CMV lymphocytic choriomeningitis virus, dan HIV. Virus
mumps adalah virus yang paling sering menjadi penyebab pada pasien yang tidak
tervaksinasi sebelumnya. Sedangkan virus yang jarang menyebabkan meningitis yaitu
Borrelia burgdorferi (lyme disease), B. hensalae (cat-scratch virus), M. tuberculosis,
Toxoplasma, Jamus (cryptococcus, histoplasma, dan coccidioides), dan parasit
(Angiostrongylus cantonensis, Naegleria fowleri, Acanthamoeba).
6

Encephalitis adalah suatu proses inflamasi pada parenkim otak yang biasanya
merupakan suatu proses akut, namun dapat juga terjadi postinfeksi encephalomyelitis,
penyakit degeneratif kronik, atau slow viral infection. Encephalitis merupakan hasil dari
inflamasi parenkim otak yang dapat menyebabkan disfungsi serebral. Encephalitis sendiri
dapat bersifat difus atau terlokalisasi. Organisme tertentu dapat menyebabkan encephalitis
dengan satu dari dua mekanisme yaitu (1). Infeksi secara langsung pada parenkim otak
atau (2) sebuah respon yang diduga berasal dari sistem imun (an apparent immunemediated response) pada sistem saraf pusat yang biasanya bermula pada beberapa hari
setelah munculnya manifestasi ekstraneural.
Tabel 2. Virus penyebab meningitis
Akut
Adenoviruses
1. Amerika utara
Eastern equine encephalitis
Western equine encephalitis
St. Louis encephalitis
California encephalitis
West Nile encephalitis
Colorado tick fever
2. Di luar amerika utara
Venezuelan equine
encephalitis
Japanese encephalitis
Tick-borne encephalitis
Murray Valley encephalitis
Enteroviruses
Herpesviruses
Herpes simplex viruses
Epstein-Barr virus
Varicella-zoster virus
Human herpesvirus-6
Human herpesvirus-7
HIV
Influenza viruses
Lymphocytic choriomeningitis virus
Measles virus (native atau vaccine)
Mumps virus (native atau vaccine)
Virus rabies
7

Subakut
HIV
JC virus
Prion-associated encephalopathies
(Creutzfeldt-Jakob disease, kuru)

Virus rubella
Virus adalah penyebab utama pada infeksi encephalitis akut. Encephalitis juga dapat
merupakan hasil dari jenis lain seperti infeksi dan metabolik, toksik dan gangguan
neoplastik. Penyebab yang paling sering menyebabkan encephalitis di U.S adalah
golongan arbovirus (St. Louis, LaCrosse, California, West nile encephalitis viruses),
enterovirus, dan herpesvirus. HIV adalah penyebab penting encephalitis pada anak dan
dewasa dan dapat berupa acute febrile illness.

D. PATOFISIOLOGI DARI MENINGOENCEPHALITIS


Dalam proses perjalanan penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri, invasi
organisme harus mencapai ruangan subarachnoid. Proses ini berlangsung secara
hematogen dari saluran pernafasan atas dimana di dalam lokasi tersebut sering terjadi
kolonisasi bakteri. Walaupun jarang, penyebaran dapat terjadi secara langsung yaitu dari
fokus yang terinfeksi seperti (sinusitis, mastoiditism, dan otitis media) maupun fraktur
tulang kepala.
Penyebab paling sering pada meningitis yang mengenai pasien < 1 bulan adalah
Escherichia colli dan streptococcus group B. Infeksi Listeria monocytogenes juga dapat
terjadi pada usia < 1 bulan dengan frekuensi 5-10% kasus. Infeksi Neisseria meningitides
juga dapat menyerang pada golongan usia ini. Pada golongan usia 1-2 bulan, infeksi
golongan streptococcus grup B lebih sering terjadi sedangkan infeksi enterik karena
bakteri golongan gram negatif frekuensinya mulai menurun. Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenzae, dan N. Meningitidis akhir-akhir ini menyebabkan kebanyakan
kasus meningitis bakterial. H. influenzae dapat menginfeksi khususnya pada anak-anak
yang tidak divaksinasi Hib.
Organisme

yang

umum

menyebabkan

meningitis

(seperti

N.Meningitidis,

S.pneumoniae, H. influenzae) terdiri atas kapsul polisakarida yang memudahkannya


berkolonisasi pada nasofaring anak yang sehat tanpa reaksi sistemik atau lokal. Infeksi
virus dapat muncul secara sekunder akibat penetrasi epitel nasofaring oleh bakteri ini.
8

Selain itu melalui pembuluh darah, kapsul polisakarida menyebabkan bakteri tidak
mengalami proses opsonisasi oleh pathway komplemen klasik sehingga bakteri tidak
terfagosit.
Terdapat bakteri yang jarang menyebabkan meningitis yaitu pasteurella multocida,
yaitu bakteri yang diinfeksikan melalui gigitan anjing dan kucing. Walaupun kasus jarang
terjadi namun kasus yang sudah terjadi menunjukan morbiditas dan mortalitaas yang
tinggi. Salmonella meningitis dapat dicurigai menyebabkan meningitis pada bayi berumur
< 6 bulan. Infeksi bermula saat ibu sedang hamil.
Pada perjalanan patogenesis meningitis bakterial terdapat fase bakterial dimana pada
fase ini bakteri mulai berpenetrasi ke dalam cairan serebropsinal melalui pleksus choroid.
Cairan serebrospinal kurang baik dalam menanggapi infeksi karena kadar komplomen
yang rendah dan hanya antibody tertentu saja yang dapat menembus barier darah otak.
Dinding bakteri gram positif dan negatif terdiri atas zat patogen yang dapat memacu
timbulnya respon inflamasi. Asam teichoic merupakan zat patogen bakteri gram positif dan
lipopolisakarida atau endotoksin pada gram negatif. Saat terjadinya lisis dinding sel
bakteri, zat-zat pathogen tersebut dibebaskan pada cairan serebrospinal.
Terapi antibiotik menyebabkan pelepasan yang signifikan dari mediator dari respon
inflamasi. Adapun mediator inflamasi antara lain sitokin (tumor necrosis factor,
interleukin 1, 6, 8 dan 10), platelet activating factor, nitric oxide, prostaglandin, dan
leukotrien. Mediator inflamasi ini menyebabkan terganggunya keseimbangan sawar darah
otak, vasodilatasi, neuronal toxicity, peradangan meningeal, agregasi platelet, dan aktifasi
leukosit. Sel endotel kapiler pada daerah lokal terjadinya infeksi meningitis bacterial
mengalami peradangan (vaskulitis), yang menyebabkan rusaknya agregasi vaskuler.
Konsekuensi pokok dari proses ini adalah rusaknya mekanisme sawar darah otak, edema
otak, hipoperfusi aliran darah otak, dan neuronal injury.
Akibat kerusakan yang disebabkan oleh respons tubuh terhadap infeksi, agen antiinflamasi berbagai telah digunakan dalam upaya untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas meningitis bakteri. Hanya deksametason yang telah terbukti efektif.
Meningitis viral atau meningitis aseptik adalah infeksi umum pada sebagian besar
infeksi sistem saraf pusat khususnya pada anak-anak < 1 tahun. Enterovirus adalah agen
penyebab paling umum dan merupakan penyebab penyakit demam tersering pada anak.
9

Patogen virus lainnya termasuk paramyxoviruses, herpes, influenza, rubella, dan


adenovirus. Meningitis dapat terjadi pada hampir setengah kejadian dari anak-anak < 3
bulan dengan infeksi enterovirus. infeksi enterovirus dapat terjadi setiap saat selama tahun
tetapi dikaitkan dengan epidemi di musim panas dan gugur. Infeksi virus menyebabkan
respon inflamasi tetapi untuk tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan infeksi
bakteri. Kerusakan dari meningitis viral mungkin karena adanya ensefalitis terkait dan
tekanan intrakranial meningkat.
Meningitis

karena

jamur

jarang

terjadi

tetapi

dapat

terjadi

pada

pasien

immunocompromised; anak-anak dengan kanker, riwayat bedah saraf sebelumnya, atau


trauma kranial, atau bayi prematur dengan tingkat kelahiran rendah. Sebagian besar kasus
pada anak-anak yang menerima terapi antibiotik dan memiliki riwayat rawat inap. Etiologi
meningitis aseptik yang disebabkan oleh obat belum dipahami dengan baik. Namun jenis
meningitis ini jarang terjadi pada populasi anak-anak.
Ensefalitis adalah penyakit yang sama dari sistem saraf pusat. Penyakit ini adalah suatu
peradangan dari parenkim otak. Seringkali, terdapat agen virus yang bertanggung jawab
sebagai promotor. Masuknya virus terjadi melalui jalur hematogen atau neuronal.
Ensefalitis yang sering terjadi adalah ensefalitis yang ditularkan oleh gigitan nyamuk dan
kutu yang terinfeksi virus. Virus berasal dari, Flavivirus, dan Bunyavirus keluarga
Togavirus. Jenis ensefalitis yang paling umum terjadi di Amerika Serikat adalah La Crosse
virus, ensefalitis virus kuda timur, dan St Louis virus. Seringkali, penyebab ensefalitis ini
menyebabkan tanda-tanda dan gejala yang sama. Konfirmasi dan diferensiasi berasal dari
pengujian

laboratorium.

Namun,

manfaatnya

terbatas

pada

sejumlah

patogen

diidentifikasi.
Virus West Nile adalah menjadi penyebab utama ensefalitis, disebabkan oleh arbovirus
dari keluarga Flaviviridae. Nyamuk dan migrasi burung merupakan peantara dalam
penyebaran infeksi virus ini. Nyamuk menggigit manusia dan manusia adalah dead-end
host bagi virus. Sebagian besar manusia tidak menularkan infeksi ini. Sekitar 1 infeksi
bergejala berkembang untuk setiap 120-160 orang tanpa gejala. Namun pada orang dewasa
beresiko terkena penyakit bergejala. Hal ini telah menjadi masalah kesehatan publik yang
lebih besar, mengingat bahwa penyebaran terjadi karena migrasi burung. Kasus pertama

10

diidentifikasi di New York City pada tahun 1999, dengan kasus tambahan yang
diidentifikasi dalam tahun-tahun berikutnya di seluruh Amerika Serikat.
Ensefalitis dapat ditularkan dengan cara lain. Ensefalitis Herpetic dan rabies adalah
dua contoh, di mana penularan masing-masing terjadi melalui kontak langsung dan gigitan
mamalia. Dalam kasus ensefalitis herpes, terdapat bukti reaktivasi virus dan transmisi
intraneuronal sehingga menyebabkan ensefalitis.
E. PENDEKATAN DIAGNOSIS MENINGOENCEPHALITIS
ANAMNESIS
1. Anamnesis pada meningitis bakterial
- Riwayat pada anak yang merupakan faktor resiko seperti: semakin muda anak semakin
kecil kemungkinan ia untuk menunjukan gejala klasik yaitu demam, sakit kepala, dan
meningeal; trauma kepala; splenektomi; penyakit kronis; dan anak dengan selulitis
wajah, selulitis periorbital, sinusitis, dan arthritis septic memiliki peningkatan risiko
-

meningitis.
Meningitis pada periode neonatal dikaitkan dengan infeksi ibu atau pireksia saat proses
persalinan sedangkan meningitis pada anak < 3 bulan mungkin memiliki gejala yang
sangat spesifik, termasuk hipertermia atau hipotermia, perubahan kebiasaan tidur atau

makan, iritable atau kelesuan, muntah, menangis bernada tinggi, atau kejang.
Setelah usia 3 bulan, anak dapat menampilkan gejala yang lebih sering dikaitkan
dengan meningitis bakteri, dengan demam, muntah , lekas marah, lesu, atau perubahan

perilaku
Setelah usia 2-3 tahun, anak-anak mungkin mengeluh sakit kepala, leher kaku, dan
fotofobia

2. Anamnesis untuk meningoencephalitis viral


- Anak yang tidak mendapatkan imunisasi untuk campak, gondok dan rubella beresiko
mengalami meningoencephalitis viral
3. Anamnesis untuk meningitis akibat infeksi jamur
- pasien immunocompromised beresiko mengalami meningoencephalitis akibat infeksi
jamur
4. Anamnesis untuk meningitis aseptik

11

Terdapat riwayat mengkonsumsi obat biasanya obat anti-inflammatory drugs (NSAID),


IVIG, dan antibiotik. Gejala mirip dengan meningitis virus. Gejala dapat terjadi dalam
beberapa menit menelan obat.

5. Anamnesis untuk ensefalitis


- Informasi seperti musim tahun, perjalanan, kegiatan, dan paparan dengan hewan
membantu diagnosis.
MANIFESTASI SECARA KLINIK
Temuan pada pemeriksaan fisik bervariasi berdasarkan pada usia dan organisme
penyebab infeksi. Penting untuk diingat bahwa anak muda, jarang menunjukan gejala
spesifik.
-

Pada bayi muda temuan yang pasti mengarah ke meningitis jarang spesifik:
a. Hipotermia atau mungkin bayi demam
b. Ubun-ubun membumbung, diastasis (pemisahan) pada sutura jahitan, dan kaku
kuduk tapi biasanya temuan ini muncul lambat.
Saat anak tumbuh lebih tua, pemeriksaan fisik menjadi lebih mudah dicari.
a. tanda-tanda meningeal lebih mudah di amati (misalnya, kaku kuduk, tanda kernig
positif dan Brudzinski juga positif)

Gambar 4. Gambar pemeriksaan brudzinski dan kernig


b. tanda fokal neurologis dapat ditemukan sampai dengan 15% dari pasien yang
berhubungan dengan prognosis yang buruk
c. Kejang terjadi pada 30% anak dengan meningitis bakteri
d. Kesadaran berkabut (obtundation) dan koma terjadi pada 15-20 % dari pasien dan
-

lebih sering dengan meningitis pneumokokus.


Dapat ditemukan tanda peningkatan tekanan intrakranial dan pasien akan mengeluhkan
sakit kepala, diplopia, dan muntah. Ubun-ubun menonjol, ptosis, saraf cerebral
12

keenam, anisocoria, bradikardia dengan hipertensi, dan apnea adalah tanda-tanda


tekanan intrakranial meningkat dengan herniasi otak. Papilledema jarang terjadi,
-

kecuali ada oklusi sinus vena, empiema subdural, atau abses otak.
Pada infeksi ensefalitis akut biasanya didahului oleh prodrome beberapa hari gejala
spesifik, seperti batuk, sakit tenggorokan, demam, sakit kepala, dan keluhan perut,
yang diikuti dengan gejala khas kelesuan progresif, perubahan perilaku, dan defisit
neurologis. Kejang yang umum pada presentasi. Anak-anak dengan ensefalitis juga
mungkin memiliki ruam makulopapular dan komplikasi parah, seperti fulminant coma,
transverse myelitis, anterior horn cell disease (polio-like illness), atau peripheral
neuropathy. Selain itu temuan fisik yang umum ditemukan pada ensefalitis adalah
demam, sakit kepala, dan penurunan fungsi neurologis. Penurunan fungsi saraf
termasuk berubah status mental, fungsi neurologis fokal, dan aktivitas kejang. Temuan
ini dapat membantu mengidentifikasi jenis virus dan prognosis. Misalnya akibat
infeksi virus West Nile, tanda-tanda dan gejala yang tidak spesifik dan termasuk
demam, malaise, nyeri periokular, limfadenopati, dan mialgia. Selain itu terdapat
beberapa temuan fisik yang unik termasuk makulopapular, ruam eritematous;
kelemahan otot proksimal, dan flaccid paralysis.

TEMUAN DALAM PEMERIKSAAN PENUNJANG


Jika dicurigai bakteri meningitis dan encephalitis, pungsi lumbal harus dilakukan.
Pungsi lumbal harus dihindari dengan adanya ketidakstabilan kardiovaskular atau tandatanda tekanan intrakranial meningkat. Pemeriksaan cairan serebrospinal rutin termasuk
hitung WBC, diferensial, kadar protein dan glukosa, dan gram stain. Bakteri meningitis
ditandai dengan pleositosis neutrophilic, cukup dengan protein tinggi nyata, dan glukosa
rendah. Viral meningitis ditandai dengan protein pleositosis limfositik ringan sampai
sedang, normal atau sedikit lebih tinggi, dan glukosa normal. Sedangkan pada encephalitis
menunjukkan pleositosis limfositik, ketinggian sedikit kadar protein, dan kadar glukosa
normal. Peningkatan eritrosit dan protein CSF dapat terjadi dengan HSV. Extreme
peningkatan protein dan rendahnya kadar glukosa menunjukan infeksi tuberkulosis, infeksi
kriptokokus, atau carcinomatosis meningeal. Cairan serebrospinal harus dikultur untuk
mengetahui bakteri, jamur, virus, dan mikobakteri yang menginfeksi. PCR digunakan

13

untuk mendiagnosis enterovirus dan HSV karena lebih sensitif dan lebih cepat dari biakan
virus. Leukositosis adalah umum ditemukan. Kultur darah positif pada 90% kasus.
Pemeriksaan

Electroencephalogram

(EEG)

dapat

mengkonfirmasi

komponen

ensefalitis. EEG adalah tes definitif dan menunjukkan aktivitas gelombang lambat,
walaupun perubahan fokal mungkin ada. Studi neuroimaging mungkin normal atau
mungkin menunjukkan pembengkakan otak difus parenkim atau kelainan fokal.
Serologi studi harus diperoleh untuk arbovirus, EBV, Mycoplasma pneumoniae, catscratch disease, dan penyakit Lyme. Sebuah uji IgM serum atau CSF untuk infeksi virus
West Nile tersedia, tetapi reaktivitas silang dengan flaviviruses lain (St Louis ensefalitis)
dapat terjadi. pengujian serologi tambahan untuk patogen kurang umum harus dilakukan
seperti yang ditunjukkan oleh perjalanan, sosial, atau sejarah medis. Selain pengujian
serologi, sampel CSF dan tinja dan usap nasofaring harus diperoleh untuk biakan virus.
Dalam kebanyakan kasus ensefalitis virus, virus ini sulit untuk mengisolasi dari CSF.
Bahkan dengan pengujian ekstensif dan penggunaan tes PCR, penyebab ensefalitis masih
belum ditentukan di satu pertiga dari kasus.
Biopsi otak mungkin diperlukan untuk diagnosis definitif dari penyebab ensefalitis,
terutama pada pasien dengan temuan neurologik fokal. Biopsi otak mungkin cocok untuk
pasien dengan ensefalopati berat yang tidak menunjukkan perbaikan klinis jika diagnosis
tetap tidak jelas. HSV, rabies ensefalitis, penyakit prion-terkait (Creutzfeldt-Jakob penyakit
dan kuru) dapat didiagnosis dengan pemeriksaan rutin kultur atau biopsi patologis jaringan
otak. Biopsi otak mungkin penting untuk mengidentifikasi arbovirus dan infeksi
Enterovirus, tuberkulosis, infeksi jamur, dan penyakit non-menular, terutama primer SSP
vasculopathies atau keganasan.
Tabel 3. Temuan pada pemeriksaan cairan serebrospinal
pada beberapa gangguan sistem saraf pusat
kondisi

Tekanan

Leukosit (/L)

Normal

50-180
mm H2O

<4; 60-70%
limfosit,
30-40%
monosit,
1-3% neutrofil
14

Protein
(mg/dL)
20-45

Glukosa
(mg/dL)
>50 atau 75%
glukosa darah

keterangan

Meningitis
bakterial akut

Biasanya
meningkat

100-60,000 +;
biasanya
beberapa ribu;
PMNs
mendominasi

100-500

Meningitis
bakterial yang
sedang
menjalani
pengobatan

Normal
atau
meningkat

>100

Tuberculous
meningitis

Biasanya
meningkat
: dapat
sedikit
meningkat
karena
bendunga
n cairan
serebrospi
nal pada
tahap
tertentu
Biasanya
meningkat

1-10,000;
didominasi
PMNs tetapi
mononuklear
sel biasa
mungkin
mendominasi
Apabila
pengobatan
sebelumnya
telah lama
dilakukan
10-500; PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun
kemudian
limfosit dan
monosit
mendominasi
pada akhirnya

25-500; PMNs
mendominasi
pada awalnya
namun
kemudian
monosit
mendominasi
pada akhirnya
PMNs
mendominasi

Fungal

Viral meningitis
atau

Normal
atau

15

Terdepresi
apabila
dibandingkan
dengan
glukosa
darah;
biasanya <40
Terdepresi
atau normal

Organisme
dapat dilihat
pada Gram
stain dan
kultur

100-500;
lebih
tinggi
khususnya
saat
terjadi
blok
cairan
serebrospi
nal

<50 usual;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat

Bakteri tahan
asam mungkin
dapat terlihat
pada
pemeriksaan
usap CSF;

20-500

<50;
menurun
khususnya
apabila
pengobatan
tidak adekuat

Budding yeast
dapat terlihat

20-100

Secara umum
normal; dapat

Organisme
normal dapat
dilihat;
pretreatment
dapat
menyebabkan
CSF steril

meningoencefali meningkat
tis
tajam

Abses (infeksi
parameningeal)

Normal
atau
meningkat

pada awalnya
namun
kemudian
monosit
mendominasi
pada akhirnya ;
jarang lebih dari
1000 sel kecuali
pada eastern
equine
0-100 PMNs
20-200
kecuali pecah
menjadi CSF

terdepresi
hingga 40
pada beberapa
infeksi virus
(15-20% dari
mumps)

Normal

F. DIAGNOSIS BANDING MENINGOENCEPHALITIS


Beberapa diagnosis banding untuk meningoencephalitis adalah
1.
2.
3.
4.
5.

Kejang demam
Meningitis
Encephalitis
Intracranial abscess
Sekuele dari edema otak

6. Infark cerebral
7. Perdarahan cerebral
8. Vaskulitis
9. Measles
10. Mumps

16

Profil
mungkin
normal

11.

G. PENANGANAN MENINGOENCEPHALITIS
12.

13. Table 100-3. Initial Antimicrobial Therapy by Age for Presumed Bacterial Meningitis
15. Age
16. Recommended Treatment
17. Alternative
Treatments
18. Newborns (0-28
19. Cefotaxime or ceftriaxone
20. Gentamicin plus
days)
plus ampicillin with or
ampicillin
without gentamicin
21.
22.
23. Ceftazidime plus
ampicillin
24. Infants and
25. Ceftriaxone or cefotaxime
26. Cefotaxime or
toddlers (1 mo-4
plus vancomycin
ceftriaxone plus
yr)
rifampin
27. Children and
28. Ceftriaxone or cefotaxime
29. Ampicillin plus
adolescents (5plus vancomycin
chloramphenicol
13 yr) and adults
30.

31.

Treatment of bacterial meningitis focuses on sterilization of the CSF


by antibiotics (Table 100-3) and maintenance of adequate cerebral and
systemic perfusion. Because of increasing resistance of S. pneumoniae,
many of which are relatively resistant to penicillin or cephalosporins,
cefotaxime (or ceftriaxone) plus vancomycin should be administered until
antibiotic susceptibility testing is available. Cefotaxime or ceftriaxone also
is adequate to cover N. meningitidis and H. influenzae types a through f.
For infants younger than 2 months of age, ampicillin is added to cover the
possibility of Listeria monocytogenes. Duration of treatment is 10 to 14
days for S. pneumoniae, 5 to 7 days for N. meningitidis, and 7 to 10 days
for H. influenzae.

33.

Supportive therapy involves treatment of dehydration with


replacement fluids and treatment of shock, disseminated intravascular
coagulation, inappropriate antidiuretic hormone secretion, seizures,
increased intracranial pressure, apnea, arrhythmias, and coma. Supportive
therapy also involves the maintenance of adequate cerebral perfusion in
the presence of cerebral edema.

34. With the exception of HSV and HIV, there is no specific therapy for viral encephalitis.
Management is supportive and frequently requires ICU admission, which allows
aggressive therapy for seizures, timely detection of electrolyte abnormalities, and,
when necessary, airway monitoring and protection and reduction of increased
intracranial pressure.
36. IV acyclovir is the treatment of choice for HSV infections. HIV infections may be
treated with a combination of antiretroviral agents. M. pneumoniae infections may be

treated with doxycycline, erythromycin, azithromycin, or clarithromycin, although the


value of treating CNS mycoplasmal disease with these agents is disputed. Supportive
care is crucial to decrease elevated intracranial pressure and to maintain adequate
cerebral perfusion pressure and oxygenation.
38. ADEM has been treated with high-dose IV corticosteroids. It is unclear whether the
improved outcome with corticosteroids reflects milder cases recognized by MRI, fewer
cases of ADEM caused by measles (which causes severe ADEM), or improved
supportive care.
39.

H. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS MENINGOENCEPHALITIS


- Sindrom hormon antidiuretik dapat mempersulit meningitis dan memerlukan
monitoring output urin dan administrasi cairan yang bijaksana, menyeimbangkan
-

kebutuhan pemberian cairan untuk hipotensi dan hipoperfusi.


Demam persisten umum terjadi selama pengobatan meningitis, tetapi juga mungkin
terkait dengan infeksi atau kekebalan efusi perikardial atau immune complex-mediated,
tromboflebitis, demam obat, atau infeksi nosokomial.

Di antara korban, gejala biasanya menyelesaikan selama beberapa hari


untuk 2 sampai 3 minggu. Meskipun kebanyakan pasien dengan bentuk
epidemi ensefalitis menular (St Louis, California, dan infeksi Enterovirus) di
AS sembuh tanpa gejala sisa, kasus yang parah menyebabkan kematian
atau gejala sisa neurologis yang substansial dapat terjadi dengan hampir
semua virus ini Neurotropik. Angka kematian keseluruhan untuk ensefalitis
menular adalah sekitar 5%. Sekitar dua pertiga dari pasien sembuh
sebelum dibuang dari rumah sakit. Sisanya menunjukkan residua klinis
yang signifikan, termasuk kelumpuhan atau spastisitas, gangguan kognitif,
kelemahan, ataksia, dan kejang berulang. Kebanyakan pasien dengan
gejala sisa neurologis ensefalitis menular pada saat dikeluarkan dari rumah
sakit secara bertahap memulihkan beberapa atau semua fungsi mereka.

40. Among survivors, symptoms usually resolve over several days to 2 to 3 weeks.
Although most patients with epidemic forms of infectious encephalitis (St. Louis,
California, and enterovirus infections) in the U.S. recover without sequelae, severe
cases leading to death or substantial neurologic sequelae can occur with virtually any
of these neurotropic viruses. The overall mortality for infectious encephalitis is
approximately 5%. About two thirds of patients recover fully before being discharged
from the hospital. The remainder show clinically significant residua, including paresis
or spasticity, cognitive impairment, weakness, ataxia, and recurrent seizures. Most
patients with neurologic sequelae of infectious encephalitis at the time of hospital
discharge gradually recover some or all of their function.
42. Disease caused by HSV, eastern equine encephalitis, or M. pneumoniae is associated
with a poorer prognosis. The prognosis may be poorer for encephalitis in children

younger than 1 year old or with coma. Rabies is universally fatal.


44. Relapses of ADEM have occurred in 14%, usually within 1 year with the same or new
clinical signs. Recurrences of ADEM may represent childhood multiple sclerosis.
45.
46. Mortality/Morbidity
47. Morbidity and mortality rates depend on the infectious agent, age of the child, general health, and prompt
diagnosis and treatment. Despite improvement in antibiotic and supportive therapy, a significant mortality
and morbidity rate remains.

The overall mortality for bacterial meningitis is 5-10% and varies with causative organism and age.
Neonatal meningitis has a mortality rate of 15-20%. In older children, the mortality rate is 3-10%.
Meningitis from S pneumoniae has the highest mortality rate (26.3-30%); H influenzae type B has a 7.710.3% mortality rate; N meningitidis has the lowest mortality rate of the most common organisms, at 3.510.3%.
o Up to 30% of children have neurological sequelae. This varies by organism, with S
pneumoniae having the highest rate of complications.
o One study indicates that the complication rate from S pneumoniae meningitis did not vary if the
infection was from a penicillin sensitive or resistant strain. This study showed that
dexamethasone did not improve outcomes.[6 ]
o Some studies have shown the incidence of profound bilateral hearing loss, up to 4% in all
bacterial meningitis cases.[7 ]Sensorineural hearing loss is one of the most frequent problems.
Children at greatest risk for hearing loss include those with evidence of increased intracranial
pressure, abnormal findings on CT scan, male sex, low glucose levels in CSF, infection by S
pneumoniae, and nuchal rigidity.
o As many of the children affected are very young and cognitive and motor skills are immature,
some of the sequelae may not be recognized for years. A recent study followed children who
recovered from meningitis for 5-10 years. They found 1 in 4 school-aged meningitis survivors
had either serious and disabling sequelae or a functionally important behavior disorder or
neuropsychiatric or auditory dysfunction that impaired their performance in school.
Viral meningoencephalitis: Enteroviral infection usually has few complications. Herpes simplex and
arbovirus infections, in addition to viral infections in AIDS patients, can result in severe neurological
disease.
Tuberculous meningitis: Morbidity and mortality rates are related to the stage of the disease. Stage I has
a 30% significant morbidity, stage II 56%, and stage III 94%.

48.

1. PENCEGAHAN MENINGOENCEPHALITIS
49. Meningitis
50.Routine immunizations against Hib and S. pneumoniae are recommended
for children beginning at 2 months of age. Vaccines against N. meningitidis
are recommended for young adolescents and college freshmen as well as
military personnel and travelers to highly endemic areas.
Chemoprophylaxis is recommended for close contacts of N. meningitidis
infections and the index case and for close contacts of Hib and the index

case; rifampin, ciprofloxacin, or ceftriaxone is recommended (see Chapter


94).
51.Encephalitis
52. The best prevention for arboviral encephalitis is to avoid mosquito-borne or
tick-borne infections and to remove ticks carefully (see Chapter 122). There
are no vaccines in use in the U.S. for prevention of arboviral infection or for
enteroviruses except for poliomyelitis. There are no specific preventive
measures for HSV encephalitis except for cesarean section for mothers with
active genital lesions (see Chapter 65). Rabies can be prevented by preexposure or postexposure vaccination. Influenza encephalitis can be
prevented by use of influenza vaccination. Reye syndrome can be
prevented by avoiding use of aspirin or aspirin-containing compounds for
children with fever, and use of varicella and influenza vaccines.
53.
54.
55.
56.
57.
58.

59. BAB III


60. KESIMPULAN
61.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.

71. DAFTAR PUSTAKA


72.
73.

Anda mungkin juga menyukai