Anda di halaman 1dari 22

REFARAT

PERDARAHAN SUBARACHNOID

Disusun oleh:
I Gusti Agung Ayu Gita Lavenia Shanty
1765050161

Pembimbing:
dr. Chyntia Monalisa Sahetapy, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 9 DESEMBER – 18 JANUARI 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
2019

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………….. 2
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi………………………………………………………...................................................... 4
2.2 Anatomi…………………………………………………………………………….............................. 4
2.3 Etiologi dan Faktor resiko.................................................................................. 8
2.4 Patofisiologi...................................................................................................... 10
2.5 Manifestasi Klinis ………………………………………………............................................ 10
2.6 Diagnosis ........................................................................................................... 14
2.7 Tatalaksana........................................................................................................ 17
2.8 Prognosis…….................................................................................................... 20
BAB III KESIMPULAN……………………………………………………………………………….………. 21
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………..………………………….. 22















2
BAB I
PENDAHULUAN

Perdarahan subarachnoid terjadi ketika pembuluh darah di permukaan otak pecah dan
berdarah ke dalam ruang antara otak dan selaput otak (ruang subarachnoid) diantara lapisan
piamater dan lapisan arachnoid. Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi
darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah
(arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak (meninges)
Perdarahan subarachnoid dibagi menjadi dua kategori; traumatic atau nontraumatic.
Pada traumatic subarachnoid hemmorhage perdarahan terjadi akibat trauma pada otak yang
memberikan kompresi atau tekanan pada pembuluh darah di daerah subarachnoid sehingga
menyebabkan robekan dan terjadinya ruptur pada pembuluh darah sedangkan pada
nontraumatic subharachnoid hemmorhage atau spontaneous subarachnoid hemorrrhage
mayoritas perdarahan terjadi akibat rupturnya aneurysm pada pembuluh darah otak hal ini
menyebabkan darah merembes di subarachnoid space otak5
Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah
menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke dalam
ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di basal otak
atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan sekitar
10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas

Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi : Nyeri
kepala yang hebat dan mendadak, Hilangnya kesadaran,Fotofobia, Meningismus, Mual.
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat Tanda-tanda diatas dapat
muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan yang
hebat. Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian hilang
dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan fotofobia (40-50%),
Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat menimbulkan tanda dan
gejala sebagai berikut : defek penglihatan, gangguan gerak bola mata, nyeri wajah, nyeri
orbital, atau nyeri kepala yang terlokalisasi

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi

Perdarahan subarachnoid terjadi ketika pembuluh darah di permukaan otak pecah dan
berdarah ke dalam ruang antara otak dan selaput otak (ruang subarachnoid) diantara lapisan
piamater dan lapisan arachnoid. Terjadi 2 mekanisme yaitu pendarahan yang bersifat
traumatik dan non traumatik. Untuk pendarahan yang bersifat traumatik, disebabkan oleh
trauma kepala yang hebat. Pada perdarahan non traumatik, biasanya terjadi pada pecahnya
aneurisma otak atau arteriovenous malformation (AVM). Perdarahan subaraknoid adalah
perdarahan tiba-tiba ke dalam rongga diantara otak dan selaput otak (rongga subaraknoid).
Perdarahan subaraknoid dimasukan ke dalam klasifikasi stroke hemoragik.1

Pendarahan subarakhnoid ialah suatu kejadian saat adanya darah pada rongga
subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis. Perdarahan subarakhnoid ditandai
dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan
dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid matter) yang merupakan bagian selaput
yang membungkus otak (meninges).2

2.2. Anatomi

Otak dan medulla spinalis merupakan suatu organ lunak, yang letaknya berada di
dalam rongga cranium yang dilindungi oleh selaput pembungkus otak (mengingen) dan
mengapung dalam cairan cerebrospinal fluid. Meningen terdiri dari 3 jaringan yang
mengelilingi otak dan sipnal cord: Dura mater, arakhnoid dan pia mater.

Gambar 1. Lapisan Meningen

4
1. Duramater

Dura kranialis atau pachymeninx adalah suatu struktur fibrosa yang kuat dengan
suatu lapisan dalam (meningeal) dan lapisan luar (periostal).

Duramater lapisan luar melekat pada permukaan dalam cranium dan juga
membentuk periosteum, dan mengirimkan perluasan pembuluh dan fibrosa ke dalam
tulang itu sendiri; lapisan dalam berlanjut menjadi dura spinalis.Septa kuat yang
berasal darinya membentang jauh ke dalam cavum cranii. Di anatara kedua
hemispherium terdapat invaginasi yang disebut falx cerebri. Ia melekat pada crista
galli dan meluas ke crista frontalis ke belakang sampai ke protuberantia occipitalis
interna, tempat dimana duramater bersatu dengan tentorium cerebelli yang meluas
ke dua sisi. Falx cerebri membagi pars superior cavum cranii sedemikian rupa
sehingga masing-masing hemispherium aman pada ruangnya sendiri. Tentorium
cerebelli terbentang seperti tenda yang menutupi cerebellum dan letaknya di fossa
craniii posterior. Tentorium melekat di sepanjang sulcus transversus os occipitalis
dan pinggir atas os petrosus dan processus clinoideus.

Pada duramater terdapat banyak ujung-ujung saraf sensorik yang peka terhadap
regangan, sehingga juga terdapat stimulus pada ujung saraf ini dapat menimbulkan
sakit kepala hebat.

2. Arachnoidea

Membrana arachnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya
terpisah dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural. Ia menutupi
spatium subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum
subarachnoidalis dan dihubungkan ke piamater oleh trabekulae dan septa-septa yang
membentuk suatu anyaman padat yang menjadi system rongga-rongga yang saling
berhubungan.

Cavum subaracnoidea adalah rongga di antara arachnoid dan piamater yang


secara relative sempit dan terletak di atas permukaan hemisfer cerebrum, namun

5
rongga tersebut menjadi jauh bertambah lebar di daerah-daerah pada dasar otak.
Pelebaran rongga ini disebut cisterna arachnoidea, seringkali diberi nama menurut
struktur otak yang berdekatan. Cisterna ini berhubungan secara bebas dengan
cisterna yang berbatasan dengan rongga sub arachnoid umum.

3. Piamater
Piamater merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi
permukaan otak dan membentang ke dalam sulcus,fissure dan sekitar pembuluh darah
di seluruh otak. Piamater juga membentang ke dalam fissure transversalis di bawah
corpus callosum.

Otak terletak dalam rongga krarium, terdiri atas semua bagian system saraf pusat
diatas korda spinalis. Secara anatomis terdiri dari cerebrum, cerebellum, brainstem dan
limbic system. Cerebrum merupakan bagian terbesar dan teratas dari otak yang terdiri dari
dua bagian yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. kedua hemisfer kiri dan kanan
dihubungkan oleh serabut padat yang disebut dengan corpus calosum. Setiap hemisfer
dibagi atas 4 lobus, yaitu lobus frontalis, lobus oksipitalis, lobus parietalis dan temporalis.
Otak besar terdiri atas corteks, ganglia basalis, dan sistem limbik. Cerebellum berada pada
bagian bawah dan belakang tengkorak dan melekat pada otak tengah. Hipotalamus
mempunyai beberapa pusat nuclei dan thalamus suatu struktur kompleks tempat integrase
sinyal sensori dan memancarkannya ke struktur otak diatasnya terutama ke korteks serebri.
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal
sebagai sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Otak harus menerima lebih
kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah total yang dipompa oleh
jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari arteri. Yang pertama
adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri), yang
menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri serebrum anterior.
Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut
sebagai sirkulasi arteri serebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri serebrum anterior
bertemu dengan sirkulasi arteri serebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari
otak adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai
area broca atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris,
sebagai area visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta

6
batang otak yang merupakan tempat jalan serabutserabut saraf ke target organ. Jika terjadi
kerusakan gangguan otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak,
gangguan bicara, serta gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas
biasanya terjadi karena adanya serangan stroke.3

Peredaran darah serebral berasal dari arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Arteri
karotis interna pada kedua sisi menghantarkan darah ke otak melalui percabangan
utamanya, yaitu arteri serebri media, arteri serebri anterior, dan arteri khoroidalis anterior.
Ketiga cabang arteri tersebut selanjutnya akan menyuplai sirkulasi anterior serebri.
Sepasang arteri vertebralis akan bergabung di garis tengah pada batas kaudal pins untuk
membentuk arteri basilaris, yang menghantarkan darah ke batang otak dan serebelum, serta
sebagian hemisfer serebri melalui cabang terminalnya, yaitu arteri serebri posterior
(sirkulasi posterior)

Gambar 2 pembuluh darah arteri pada otak


Duramataer dan tulang tengkorak divaskularisasi oleh cabang-cabang dari arteri
karotis eksterna. Arteri menigea media yang berasal dari cabang arteri maksilaris adalah
pembuluh darah terbesar yang cabangnya tersebar di selruh koveksitas tengkorak. Arteri ini
memasuki tengkorak melalui foramen spinosum . arteri meningea anterior, cabang dari
arteri etmoidalis anterior yang berasal dari arteri oftalmika cabang dari arteri karotis interna,
relative kecil dan mendarahi bagian tengah duramater frontalis dan bagian anterior falks
serebri. Arteri ini masuk ke dalam tengkorak melalui bagian anterior lamina kribrosa. Arteri

7
meninga posterior memasuki rongga tengkorak melalui foramen jugulare untuk mendarahi
duramater di fosa kranii posterior.

2.3. Etiologi dan Faktor resiko


Perdarahan subarachnoid dibagi menjadi dua kategori; traumatic atau nontraumatic.
Pada traumatic subarachnoid hemmorhage perdarahan terjadi akibat trauma pada otak yang
memberikan kompresi atau tekanan pada pembuluh darah di daerah subarachnoid sehingga
menyebabkan robekan dan terjadinya ruptur pada pembuluh darah sedangkan pada
nontraumatic subharachnoid hemmorhage atau spontaneous subarachnoid hemorrrhage
mayoritas perdarahan terjadi akibat rupturnya aneurysm pada pembuluh darah otak hal ini
menyebabkan darah merembes di subarachnoid space otak5
Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma
(85%), kerusakan dinding arteri pada otak Etiologi yang paling sering menyebabkan
perdarahan subarakhnoid adalah ruptur aneurisma salah satu arteri di dasar otak dan adanya
malformasi arteriovenosa (MAV). Ada beberapa jenis Aneurism 4:

1. Aneurisma sakuler (berry)


Aneurisma ini terjadi pada titik bifurkasio arteri intrakranial. Lokasi tersering
aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri
media di fisura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat
berasalnya arteri oftalmika atau arteri komunikans posterior 30%), dan basilar tip
(10%). Aneurisma dapat menimbulkan deficit neurologis dengan menekan struktur
disekitarnya bahkan sebelum rupture.
2. Aneurisma fusiformis
Pembesaran pada pembuluh darah yang berbentuk memanjang disebut
aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya terjadi pada segmen intracranial
arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebri media, dan arteri basilaris. Aneurisma
fusiformis dapat disebabkan oleh aterosklerosis dan/atau hipertensi. Aneurisma
fusiformis yang besar pada arteri basilaris dapat menekan batang otak. Aliran yang
lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat pembentukan bekuan
intraaneurismal terutama pada sisi-sisinya. Aneurisma ini biasanya tidak dapat
ditangani secara pebedahan saraf, karena merupakan pembesaran pembuluh darah
normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti aneurisma sakular)
yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.
8
Gambar 3. Macam macam aneurisma

3. Aneurisma Mikotik
Dilatasi aneurisma pembuluh darah intrakranial kadang-kadang disebabkan
oleh sepsis dengan kerusakan yang dimiliki oleh bakteri pada dinding pembuluh darah.
Tidak seperti aneurisma sakular dan fusiformis, aneurisma mikotik umumnya
ditemukan pada arteri kecil otak. Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang
mendasarinya. Aneurisma mikotik kadang- kadang mengalami regresi spontan,
struktural ini jarang menyebabkan perdarahan subarakhnoid; struktur ini jarang
menyebabkan perdarahan subarakhnoid.

Tabel 1. Faktor resiko terbentuknya pendarahan subaracnoid

9
2.4. Patofisiologi
Patogenesis perdarahan subaraknoid yaitu darah keluar dari dinding pembuluh darah
menuju ke permukaan otak dan tersebar dengan cepat melalui aliran cairan otak ke dalam
ruangan di sekitar otak. Perdarahan sering kali berasal dari rupturnya aneurisma di basal
otak atau pada sirkulasi willisii. Perdarahan subaraknoid timbul spontan pada umumnya dan
sekitar 10 % disebabkan karena tekanan darah yang naik dan terjadi saat aktivitas.4
Aneurisma intrakranial khas terjadi pada titik-titik cabang arteri serebral utama.
Secara keseluruhan, tempat yang paling umum adalah arteri communicans anterior diikuti
oleh arteri communicans posterior dan arteri bifucartio cerebri. Dalam sirkulasi posterior,
situs yang paling lebih besar adalah di bagian atas bifurkasi arteri basilar ke arterie otak
posterior. 4
Pada umumnya aneurisma terjadi pada sekitar 5% dari populasi orang dewasa,
terutama pada wanita. Penyebab pembentukan aneurisma intrakranial dan rupture tidak
dipahami; Namun, diperkirakan bahwa aneurisma intrakranial terbentuk selama waktu yang
relatif singkat dan baik pecah atau mengalami perubahan sehingga aneurisma yang utuh
tetap stabil. Pemeriksaan patologis dari aneurisma ruptur diperoleh pada otopsi
menunjukkan disorganisasi bentuk vaskular normal dengan hilangnya lamina elastis
internal dan kandungan kolagen berkurang. Sebaliknya, aneurisma yang utuh memiliki
hampir dua kali kandungan kolagen dari dinding arteri normal, sehingga peningkatan
ketebalan aneurisma bertanggung jawab atas stabilitas relatif yang diamati dan untuk resiko
rupture menjadi rendah. 4
Hampir 50% dari pasien yang memiliki PSA, ketika dianamnesis pasti memiliki
riwayat sakit kepala yang sangat berat atau sekitar 2-3 minggu sebelum perdarahan besar.
Hampir setengah dari orang-orang ini meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Puncak
kejadian perdarahan berikutnya terjadi pada 24 jam pertama, tetapi tetap ada risiko hari-hari
berikutnya dapat mengalami perdarahan. Sekitar 20-25% kembali rupture dan mengalami
perdarahan dalam 2 minggu pertama setelah kejadian pertama. Kematian terjadi terkait
perdarahan kedua hampir 70%.

2.5. Manifestasi Klinis

Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi :

1. Nyeri kepala yang hebat dan mendadak,

10
2. Hilangnya kesadaran,
3. Fotofobia
4. Meningismus,
5. Mual dan muntah.
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat

Tanda-tanda diatas dapat muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi
sebelum terjadinya perdarahan yang hebat. 6

Tanda-tanda perigatan dapat berupa nyeri kepala yang mendadak dan kemudian
hilang dengan sendirinya (30-60%), nyeri kepala disertai mual, nyeri tengkuk dan
fotofobia (40-50%), Sementara itu, aneurisma yang membesar (sebelum pecah) dapat
menimbulkan tanda dan gejala sebagai berikut : defek penglihatan, gangguan gerak bola
mata, nyeri wajah, nyeri orbital, atau nyeri kepala yang terlokalisasi.6

Aneurisma berasal dari arteri komunikan anterior dapat menimbulkan defek medan
penglihatan, disfungsi endokrin, atau nyeri kepala di daerah frontal. Aneurisma pada
arteri karotis internus dapat menimbulkan paresis okulomotorius, defek medan
penglihatan, penurunan visus, dan nyeri wajah disuatu tempat. Aneurisma pada arteri
karotis internus didalam sinus kavernosus, bila tidak menimbulkan fistula karotiko-
kavernosus, dapat menimbbulkan sindrom sinus kavernosus.6

11
Aneurisma pada arteri serebri media dapat menimbulkan disfasia, kelemahan lengan
fokal, atau rasa baal. Aneurisma pada bifukarsio basiaris dapat menimbulkan paresis
okulomotorius.6

Gangguan fungsi luhur, yang bervariasi dari letargi sampai koma, biasa terjadi pada
PSA. Gangguan memori biasanya terjadi pada beberapa hari kemudian. Disfasia tidak
muncul pada PSA tanpa komplikasi, bila ada disfasia maka perlu dicurigai adanya
hematom intraserebral. Yang cukup terkenal adalah munculnya demensia dan labilitas
emosional, khususnya bila lobus frontalis bilateral terkena sebagai akibat dari pecahnya
aneurisma pada arteri komunikans anterior.6

Disfungsi nervi kraniales dapat terjadi sebagai akibat dari

a) kompresi langsung oleh aneurisma;

b) kompresi langsung oleh darah yang keluar dari pembuluh darah, atau

c) meningkatnya TIK

Beberapa parameter kuantitatif untuk memprediksi luaran (outcome) dapat dijadikan


panduan intervensi maupun untuk menjelaskan prognosis,misalnya skala Hunt dan Hess;
skala ini mudah dan paling banyak digunakan dalam praktik klinis. Nilai tinggi pada
skala Hunt dan Hess merupakan indikasi perburukan outcome. Skala ini juga mempunyai
beberapa keterbatasan, seperti beberapa gambaran klinis teridentifikasi samar, sehingga
sulit menentukan nilai gradasi, dan tidak mempertimbangkan kondisi komorbiditas
pasien.7,9

12
Gambar 4. Fisher Scale

Skala Fisher digunakan untuk mengklasifikasikan perdarahan subaraknoid berdasarkan


munculnya darah di kepala pada pemeriksaan CT scan; penilaian ini hanya berdasarkan
gambaran radiologic. Pasien dengan skor Skala Fisher 3 atau 4 mempunyai risiko luaran
klinis yang lebih buruk. Skala ini sangat dipengaruhi oleh variabilitas inter-rater, serta
kurang mempertimbangkan keseluruhan kondisi klinis pasien.8,9

Sistem Ogilvy dan Carter (tabel 6) meng- gabungkan data klinis, demografi dan
radiologik, serta mudah digunakan dan komprehensif untuk menentukan prognosis pasien
yang mendapatkan intervensi bedah. Sistem evaluasi terkini adalah dengan menggabungkan
Skala Hunt dan Hess dengan skor Skala Fisher; penggabungan ini mempunyai rentang nilai
lebih luas sehingga bisa memengaruhi luaran klinis. Nilai 0 dan 1 mempunyai luaran baik
atau sangat baik pada kurang lebih 95% pasien. Sementara itu, jika nilainya lebih dari 1,
secara signifikan mempunyai luaran buruk; kematian kurang lebih 10% pada nilai 2, dan
30% pada nilai 3 serta 50% pada nilai 4. Pasien dengan nilai 5 tidak dapat dioperasi.8,9

13
Catatan: Besarnya nilai ditentukan oleh jumlah skor
Sistem Ogilvy dan Carter, yaitu skor 5 mempunyai
prognosis buruk, sedangkan skor 0 mempunyai
prognosis lebih baik.

2.6. Diagnosis
1. Anamnesis
Gambaran klasik adalah keluhan tiba-tiba nyeri kepala berat atau yang disebut
“thunderclap”. Sering disertai mual, muntah, fotofobia, dan gejala neurologis akut
fokal maupun global, misalnya timbul bangkitan atau perubahan memori atau
perubahan kemampuan konsentrasi, dan meningismus. Pasien mungkin mengalami
penurunan kesadaran setelah kejadian, baik sesaat karena adanya peningkatan tekanan
intrakranial10
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, khususnya pemeriksaan neurologis, didapatkan kaku
kuduk positif, tanda paresis nervus III yaitu gerak bola mata terbatas, dilatasi pupil,
pupil anisokhor, dan/atau deviasi inferolateral jika aneurisma terjadi didaerah
persimpangan antara arteri komunikans posterior dan arteri karotis interna, paresis
nervus VI didapatkan jika aneurisma di sinus kavernosus11
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Funduskopi
Terdapat perdarahan retina atau edem papil

14
b. CT-Scan
Permeriksaan CT non kontras adalah pilihan utama karena
sensitivitasnya mendekati 100% jika dilakukan dalam 12 jam pertama setelah
serangan, tetapi akan menurun 50% pada 1 minggu setelah serangan. Dengan
demikian, pemeriksaan CT scan harus dilakukan sesegera mungkin.
Dibandingkan dengan magnetic resonance imaging (MRI), CT scan unggul
karena biayanya lebih murah, aksesnya lebih mudah, dan interpretasinya lebih
mudah.9

Gambar 5. CT scan normal dan CT scan dengan perdarahan subarachnoid


Daerah perdarahan tampak hiperdens. Darah di ruang subarachnoid
dapat mengisi sebagian atau seluruh sulkus, fisura, basal cistern dan ventrikel.
Perdarahan dapat mengikuti aliran dari cairan serebrospinal.

15
Gambar 6. CT scan kepala di mana terdapat gambaran
hiperdens dalam cisterna suprasellar (anak panah besar)
dan dalam fissura Sylvian (anak panah kecil) yang
menunjukkan perdarahan Subarachnoid
Gambar 7. CT scan kepala di mana terdapat gambaran
hiperdens dalam fissura Sylvian (anak panah) yang
menunjukkan perdarahan Subarachnoid

c. Lumbal Pungsi
Jika pemeriksaan CT Scan kepala negatif, langkah diagnostik
selanjutnya adalah lumbal pungsi. Pemeriksaan lumbal pungsi sangat penting
untuk menyingkirkan diagnosis banding. Bila dilakukan pungsi lumbal maka
akan dijumpai cairan LCS yang mengandung darah, kadar protein meningkat
sekitar 10-20 mg%. Jumlah darah yang dijumpai pada LCS mempunyai nilai
prognostik. Prognosis biasanya buruk bila kadar hematokrit cairan spinal tinggi
misalnya 3-5 %, hal ini sebagai indikator besarnya perdarahan yang terjadi.
Beberapa temuan pungsi lumbal yang mendukung diagnosis perdarahan
subaraknoid adalah adanya eritrosit, peningkatan tekanan saat pembukaan, dan/
atau xantokromia.Jumlah eritrosit meningkat, bahkan perdarahan kecil kurang
dari 0,3 mL akan menyebabkan nilai sekitar 10.000 sel/ mL.16 Xantokromia
adalah warna kuning yang memperlihatkan adanya degradasi produk eritrosit,
terutama oksihemoglobin dan bilirubin di cairan serebrospinal

16
d. Angiografi
Digital-subtraction cerebral angiography merupakan baku emas untuk
mendeteksi aneurisma serebral, tetapi CT angiografi lebih sering digunakan
karena non invasif serta sensitivitas dan spesifisitasnya lebih tinggi. Jika
evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, MRI harus dilakukan untuk
melihat kemungkinan adanya malformasi vaskular di otak maupun batang otak

Gambar 8. Gambaran angiografi sirkulasi posterior


menunjukkan gambaran aneurisma (anak panah),
terletak di antara Arteri Basilaris dan Arteri Serebri
Posterior

2.7. Tatalaksana
1. Tatalaksana Umum
Tujuan manajemen umum yang pertama adalah identifikasi sumber pendarahan
dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan pembedahan atau tindakan intravaskuler
lain. Kedua adalah manajemen komplikasi.
Untuk mencegah peningkatan tekanan intrakranial, manipulasi pasien harus
dilakukan secara hati-hati dan pelan-pelan dapat diberikan analgesik dan pasien harus
istirahat total. Setelah itu, tujuan utama manajemen adalah pencegahan perdarahan
ulang, pencegahan dan pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis
dan neurologis lainnya. Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan, jika perlu,
diberi obat-obat antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin. Analgesik
sering kali diperlukan obat-obat narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi.

17
Dua faktor penting yang dihubungkan dengan luaran buruk adalah
hiperglikemia dan hipertermia. Oleh karena itu, keduanya harus segera dikoreksi.
Profilaksis terhadap trombosis vena dalam harus dilakukan segera dengan peralatan
kompresif sekuensial. Heparin subkutan dapat diberikan setelah dilakukan
penatalaksanaan terhadap aneurisma. Calcium channel blocker dapat mengurangi risiko
komplikasi iskemik, direkomendasikan nimodipin oral.

2. Tatalaksana Khusus Aneurisma


Terdapat dua pilihan terapi utama untuk mengamankan aneurisma yang ruptur,
yaitu microsurgical clipping dan endovascular coiling. Microsurgical clipping lebih
disukai. Bukti klinis mendukung bahwa pada pasien yang menjalani pembedahan
segera, risiko kembalinya perdarahan lebih rendah, dan cenderung jauh lebih baik
daripada pasien yang dioperasi lebih lambat. Pengamanan aneurisma yang ruptur juga
akan memfasilitasi manajemen komplikasi selama vasospasme serebral. Meskipun
banyak ahli bedah neurovaskular menggunakan hipotermia ringan selama
microsurgical clipping terhadap aneurisma, cara tersebut belum terbukti bermanfaat
pada pasien perdarahan subaraknoid derajat rendah
3. Tatalaksana Komplikasi
a. Vasospasme
Tanda dan gejala vasospasme dapat berupa perubahan status mental, defisit
neorologis fokal. Vasospasme jarang terjadi sebelum hari 3, puncaknya pada hari
ke 6-8, dan jarang setelah hari ke-17. Sebelum terjadi vasospasme, pasien dapat
diberi profilaksis nimodipin dalam 12 jam setelah diagnosis ditegakkan, dengan
dosis 60 mg setiap 4 jam per oral atau melalui tabung nasogastrik selama 21 hari.
Nimodipin adalah suatu calcium channel blocker yang harus diberikan secepatnya
dalam waktu 4 hari setelah diagnosis ditegakkan. Pemberian secara intravena
dengan dosis awal 5 mL/ jam (ekuivalen dengan 1 mg mimodipin/ jam) selama 2
jam pertama atau kira-kira 15 mg/kg BB/jam. Bila tekanan darah tidak turun dosis
dapat dinaikkan menjadi 10 mL/ jam intravena, diteruskan hingga 7-10 hari.
Dianjurkan menggunakan syringe pump agar dosis lebih akurat dan sebaiknya
dibarengi dengan pemberian cairan penyerta secara three way stopcock dengan
perbandingan volume 1: 4 untuk mencegah pengkristalan. Karena nimodipin
merupakan produk yang sensitif terhadap cahaya, selang infus harus diganti setiap

18
24 jam. Pemberian secara infus dapat dilanjutkan dengan pemberian nimodipin
tablet per oral
Penambahan simvastatin sebelum atau setelah perdarahan subaraknoid juga
terbukti potensial mengurangi vasospasme serebral. Terapi antiplatelet dapat
berperan mengurangi iskemia serebral tertunda, meskipun perlu penelitian
prospektif lebih lanjut untuk menlai keselamatan dan efek samping
b. Perdarahan Ulang
Tekanan darah sistolik harus dipertahankan di atas 100 mmHg untuk semua
pasien selama kurang lebih 21 hari. Sebelum ada perbaikan, tekanan darah sistolik
harus dipertahankan di bawah 160 mmHg, dan selama ada gejala vasospasme,
tekanan darah sistolik akan meningkat sampai 200 hingga 220 mmHg
c. Hidrosefalus
Jika pasien perdarahan subaraknoid menderita deteriorasi mental akut, harus
dilakukan pemeriksaan ulang CT scan kepala untuk mencari penyebabnya, dan
penyebab yang paling sering adalah hidrosefalus.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan risiko shunt-dependent hydrocephalus
adalah usia lanjut, perempuan, skor Hunt dan Hess rendah, volume perdarahan
subaraknoid cukup banyak berdasarkan CT scan saat pasien masuk, adanya
perdarahan intraventrikuler, pemeriksaan radiologik mendapatkan hidrosefalus
saat pasien masuk, lokasi pecahnya aneurisma di sirkulasi posterior distal,
vasospasme klinis, dan terapi endovaskuler.
d. Hiponatremia
Hal ini berhubungan dengan terbuangnya garam di otak dan tindakan pemberian
cairan pengganti serta sering didapatkan pada vasospasme serebral. Terutama
disebabkan oleh syndrome of inappropriate antidiuretic hormone (SIADH)
e. Hiperglikemia
Insulin diberikan untuk mempertahankan kadar glukosa darah tetap aman dalam
kisaran 90-126 mg/dL. Terapi insulin intensif dapat mengurangi morbiditas dan
mortalitas. Pemantauan kadar glukosa darah intensif pada pasien dengan terapi
insulin juga harus dilakukan (Morro, Katayama, Kojima, Mori, & Kawamata,
2003).
f. Epilepsi

19
The American Heart Association merekomendasikan pemberian rutin profi
laksis bangkitan untuk semua pasien perdarahan subaraknoid. Namun, ada laporan
bahwa fenitoin profi laksis berhubungan dengan perburukan luaran neurologis dan
kognitif. Dengan demikian, pemberian obat antiepilepsi harus hati-hati dan lebih
tepat diberikan pada pasien yang mendapat serangan di rumah sakit atau pada
pasien yang mengalami serangan onset lambat epilepsi setelah pulang dari rumah
sakit

2.8. Prognosis

• Lebih dari 1/3 yang selamat dari PSA memiliki defisit neurologis mayor.
• Faktor yang mempengaruhi angka morbiditas dan mortalitas adalah sebagai
berikut:
o Beratnya perdarahan
o Derajat vasospasme serebral
o Muculnya perdarahan ulang
o Lokasi perdarahan
o Usia dan kesehatan keseluruhan pasien
o Kemunculan kondisi komorbid dan sumber dari rumah sakit (misal
infeksi, infark miokard)
o Angka ketahanan hidup dihubungkan dengan tingkatan PSA saat
munculnya. Laporan menggambarkan angka ketahanan hidup 70%
untuk grade I, 60% untuk grade II, 50% untuk grade III, 40% untuk
grade IV dan 10% untuk grade V

20
KESIMPULAN

Perdarahan subarakhnoid ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga


subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah (arakhnoid
matter) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak (meninges)
Tanda klasik PSA, sehubungan dengan pecahnya aneurisma yang besar, meliputi :
Nyeri kepala yang hebat dan mendadak, Hilangnya kesadaran,Fotofobia, Meningismus, Mual.
Sebenarnya, sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang hebat Tanda-tanda diatas dapat
muncul beberapa jam, hari, minggu, atau lebih lama lagi sebelum terjadinya perdarahan yang
hebat.
Tatalaksana pada PSA bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah
kerusakan yang permanen pada otak. Mencari sumber perdarahan dapat dilakukan dengan
pemeriksaan CT Scan ataupun dengan angiografi. Hipertensi juga merupakan salah satu faktor
tersering yang mengakibatkan ruptur aneurisma, maka perbaikan dengan obat-obatan
antihipertensi diperlukan. Selain itu obat-obatan simptomatis untuk meringankan gejala
diberikan antiemetic, antikonvulsan, agen osmotik diberikan untuk menurunkan tekanan
intrakranial.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono.1997, Buku Ajar Neurology Klinis, Perhimpunan Dokter Spesialis saraf


Indonesia. Gajah Mada University Press. Bandung.

2. Student Med. Stroke.2011.

3. Sitorus, Sari Mega. Sistem Ventrikel dan Liquor Cerebrospinal. Bagian Anatomi,
Fakultas Kedokteran, 2005 Universitas Sumatera Utara. Medan.

4. Jones R, Srinivasan J, Allam GJ, Baker RA. Subarachnoid Hemorrhage. Netter's


Neurology2014. p. 526-37.

5. Singh, H., & Bederson, J. B. (2012). Subarachnoid Hemorrhage. German: Thieme.

6. PERDOSSI. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gajah Mada University Pres;
2011.

7. Hoh BL, Cheung AC, Rabinov JD, Pryor JC, Carter BS, Ogilvy CS. Results of a
prospective protocol of computed tomographic angiography iplace of catheter
angiography as the only diagnostic and pretreatment planning study for cerebral
aneurysms by a combined neurovascular team. Neurosurgery. 2004;54:1329-42.

8. Tofteland ND, Salyers WJ. Subarachnoid hemorrhage. Hosp Phys. 2007;31-41.

9. Ismail, S. (2012). Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid. CDK-199, 39(11).

10. Suarez, J. I., Tarr, R. W., & Selman, W. R. (2006). Aneurysmal subarachnoid
hemorrhage. The new England journal for medicine , 354 (4), 387-396.

11. Edlow, J. A. (2003). Diagnosis of subarachnoid hemorrhage in the emergency


department. Emergency Medical Clinical North Amsterdam , 73-78.

22

Anda mungkin juga menyukai