Anda di halaman 1dari 5

Sistem da Pola Budidaya Perikanan

I. SISTEM BUDI DAYA


A. SISTEM BUDI DAYA INTENSIF
Menurut Reza (2011), Pola pengelolaan usaha budidaya perairan intensif banyak diterapkan
pada budidaya air tawar dan tambak. Teknologi budidaya intensif ditandai dengan:
Petak tambak/kolam untuk pemeliharaan yang lebih kecil. Luas petak tambak untuk budidaya
udang dan bandeng antara 0,2-0,5 ha, walaupun ada pada petak yang luasnya 1,0 ha yang
dikelola secara intensif
Persiapan lahan untuk pemeliharaan (pengelolaan tanah dan perbaikan wadah budidaya) dan
penggunaan sarana produksi (kapur, pupuk, dan bahan kimia) menjadi sangat mutlak dibutuhkan.
Biota budidaya bergantung sepenuhnya pada pakan buatan atau pakan yang diberikan secara
teratur.
Penggunaan sarana budidaya untuk mendukung usaha budidaya, seperti pompa dan aerator.
Produksi (hasil panen) sangat tinggi. Pada budidaya ikan bandeng dan udang windu di tambak
mencapai > 4 ton/ha/musim tanam.
Wadah budidaya untuk penerapan sistem budidaya intensif ialah kolam air mengalir,
kolam air deras, kolam bulat, tambak, keramba, sangkar,dan KJA. Teknologi budidaya intensif
adalah teknologi yang cukup maju dalam budidaya perairan. Namun, bukan berarti penerapan
budidaya intensif tanpa masalah. Pada budidaya udang (Panaeus sp.), teknologi ini telah
menimbulkan masalah lingkungan pesisir yang cukup serius, baik karena ketidaksesuaian lahan
maupun karena usaha petambak yang terus menggenjot produksi tanpa memikirkan daya dukung
lingkungan. Budidaya udang di negara-negara di Asia telah menimbulkan kerusakan ekosistem
mangrove dan pencemaran perairan pesisir yang parah karena penerapan teknologi budidaya
intensif tanpa pertimbangan dampak yang ditimbulkannya.
Umumnya tambak-tambak yang mengalami kehancuran adalah tambak yang dikelola secara
intensif, sedangkan tambak yang dikelola secara ekstensif dan semi-intensif masih dapat
berproduksi. Tambak intensif menghasilkan limbah yang luar biasa berasal dari pakan.
Kebutuhan pakan buatan yang bisa mencapai 60% alokasi biaya oprasional tambak intensif
adalah pemasok terbesar bahan organik di tambak. Pakan yang sebagian besar berupa bahan

organik (terutama organik C dan N) akan membanjiri tambak dengan bahan organik berupa
senyawa nitogen sebesar 93%. Selebihnya, sisa senyawa nitrogen yang 2% berasal dari pupuk
serta bahan lain yang terbawa air dan masuk petakan sebesar 5%. Begitu juga dengan fosfor (P),
masukan fosfor terbesar di tambak adalah pakan sekitar47%, sedangkan sisanya dari pupuk
sebesar 37%, air sekitar 2%, dan dari sumber lainnya tidak lebih dari 17%. Limbah dari sisa
pakan dan fese biota budidaya, baik yang terakumulasi di dasar perairan maupun larut dalam air,
dapat menimbulkan pencemaran serta berdampak buruk terhadap ekosistem tersebut. Pada
budidaya kerang/tiram yang menggunakan tonggak disuatu daerah telah mengakibatkan
akumulasi lumpur dan erosi pada dasar perairan.
B. SISTEM BUDI DAYA EKSTENSIF
Pengelolaan usaha budidaya perairan sistem ekstensif atau tradisional sangat sederhana,
dan padat penebaran yang rendah. Pada budidaya bandeng (Chanos chanos) di tambak misalnya,
nener (benih bandeng) ditebar dengan kepatan 3.000-5.000 ekor/ha atau 0,3-0,5 ekor/m. Dengan
padat penebran tersebut dipanen ikan bandeng 300-1000 kg/ha/musim. Padat penebaran yang
rendah juga diterapkan pada kolam air tawar. Di air tawar, petani ikan menangkap berbagai jenis
ikan di perairan umum (sungai, danau, waduk, atau rawa-rawa), kemudian dipelihara di berbagai
wadah pembesaran (kolam, keramba, sangkar, dan lain-lain). Biota yang ditebar terdiri atas
berbagai jenis dan padat penebaran yang rendah. Pertumbuhan ikan bergantung pada kesuburan
perairan. Sewaktu-waktu petani memberi makanan tambahan berupa sisa-sisa dapur pada ikan
peliharannya.
Table 1. padat penebaran system budidaya perikanan
Pola Pengelolaan

Padat

Padat Penebaran/ha

Produksi(kg/ha/musim)

Ekstensif
Semi Intensif
Intensif

Penebaran/m2
0,3-0,8
1-2
3-5

3.000-8000
10.000-20.000
20.000-50.000

300-2.000
2.000-3.000
4.000-5.000

Karena produktivitas yang rendah, maka dilakukanlah perbaikan pengelolaan. Perbaikan


kolam dan tambak pemeliharaan dilakukan sehingga sehingga memungkinkan pergantian air
yang lebih baik. Sebelum dilakukan penebaran benih, dilakukan pengolahan tanah, seperti
pembajakan, pengapuran, dan pemupukan untuk meningkatkan jumlah pakan alami. Pengelolaan

budidaya sistem ekstensif plus atau tradisional plus adalah perbaikan dari sistem ekstensif. Pada
sistem ekstensif, biota budidaya yang dipelihara dalam kolam, tambak, atau wadah lainnya
bergantung sepenuhnya pada pakan alami. Tidak ada kegiatan lain yang dilakukan oleh
pembudidaya setelah menebar atau memasukkan benih ke dalam wadah pemeliharaan. Pada
sistem ekstensif plus, sekalipun biota budidaya masih bergantung pada pakan alami,
pumbudidaya telah melakukan beberapa kegiatan untuk membantu penyedian pakan alami
sehingga memungkinkan ditingkatkan padat penebaran (Omtimo,2011).
C. SISTEM BUDI DAYA SEMI INTENSIF
Menurut Zeni (2011), Pola pengelolaan usaha budi daya perairan semi-intensif merupakan
perbaikan dari pola eksensif plus sehingga sering disebut pola ekstensif yang diperbaiki.
Penerapan pola semi -intensif dicirikan dari beberapa faktor:
1. Petak (pada tambak) pemeliharaan biota lebih kecil dibandingkan pada pengelolaan ekstensif
dan ekstensif plus
2. Padat penebaran lebih tinggi. Pada ikan bandeng antara 1-2 ekor/m2, sedangkan pada udang
windu antara 5-20 ekor/m2
3. Kegiatan pengelolaan wadah pemeliharaan semakin banyak. Pada tambak, kegiatan dimulai dari
pengelolaan tanah, pengapuran,dan pemupukan. Selama pemeliharaan, biota budi daya juga
diberikan pakan buatan dan tambahan secara teratur, 1-2 kali/hari.
4. Pengantian air dilakukan 5-20% setiap hari (tabel dibawah)
Table 2. Perbandingan Pola Pengelolaan Pada Budidaya Udang di Tambak
Variable
Luas petakan (ha), padat

Ekstensif
>1<5

Semi-Intensif
0,5-20

Intensif
0,2>20

tebar (ekor/m2)
Pakan
Volume ganti air (%/hari)

Alami+tambahan
Bergantung/dikondisikan

Buatan+tambahan
5-20

Buatan
5-30

Sistem pengelolaan semi-intensif merupakan teknologi budi daya yang dianggap cocok
untuk budi daya udang di tambak di Indonesia karena dampaknya terhadap lingkungan relatif
lebih kecil. Selain kebutuhan sarana dan prasarana produksi yang jauh lebih murah dibandingkan
tambak intensif, yang lebih pokok dari sistem semi-intensif ini, yaitu memberikan kelangsungan
produksi dan usaha dalam jangka waktu yang lebih lama. Manajemen pengelolaan tambak semiintensif tidak serumit tambak intensif. Itu karena padat penebaran benur/benih yang tidak terlalu

tinggi dan kebutuhan pakan yang tidak sepenuhnya mengandalkan pakan buatan. Penurunan
kualitas air juga tidak sedrastis tambak intensif. Itu terjadi karena akibat dari penumpukan
limbah organik yang berasal dari sisa-sisa pakan dan kotoran udang. Sisa-sisa dan kotoran
semakin menumpuk sejalan dengan aktifitas budi daya. namun, pada tambak semi-intensif,
kualitas air masih bisa dipertahankan dalam kondisi yang cukup baik hingga menjelang panen.
D. SISTEM BUDI DAYA PADAT PENEBARAN
Padat penebaran merupakan faktor penting karena terkait dengan sistem pengelolaan.
Semakin tinggi padat penebaran, semakin banyak pula kegiatan yang dilakukan oleh
pengelolaannya. Peningkatan padat penebaran dimaksudkan untuk meningkatkan produksi dan
pemanfaatan lahan secara optimal. Namun, peningkatan padat penebaran tidak serta-merta bisa
dilakukan begitu saja tanpa memperhitungkan daya dukung (carrying capacity) lahan. Daya
dukung lahan bisa ditingkatkan dengan input teknologi, tetapi harus selalu mempertimbangkan
dampak-dampak yang ditumbulkannya. Hal ini penting, karena usaha budi daya perairan juga
harus mampu mengendalikan dampak yang ditimbulkannya. Dalam budi daya perairan, dikenal
pengelolaan ektensif (tradisional), ekstensif plus (tradisional plus), semi-intensif, intensif, dan
superintensif ( Omtimo,2011).

II. SISTEM MANAJEMEN BUDI DAYA PERAIRAN


Menurut Zeni (2011), beberapa kegiatan untuk mengelola budidaya dengan metode
ramah lingkungan dapat dilakukan melalui:
1. Sistem resirkulasi tertutup yang bertujuan agar metabolit dan bahan toksik tidak mencemari
lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan sistem filter sebagai berikut:
a. Sistem filter biologi dapat dilakukan dengan menggunakan bakteri nitrifikasi, alga, atau tanaman
air untuk memanfaatkan amonia atau senyawa organik lainnya.
b. Sistem penyaringan non-biologi, dapat dilakukan dengan cara fisika dan kimia terhadap polutan
yang sama.
2. Pemanfaatan mangrove untuk menurunkan kadar limbah budidaya udang, merupakan suatu cara
bioremediasi dalam budidaya udang sistem tertutup .
3. Penggunaan bakteri biokontrol atau probiotik untuk mengurangi penggunaan antibiotik sehingga
pencemaran di perairan dapat dikurangi .
4. Dengan cara transgenik, yaitu menggunakan gene cecropin yang diisolasi dari ulat sutera
Bombyx mori. Udang transgenik yang mengandung rekombinan cecropin akan mempunyai
aktivitas litik tinggi terhadap bakteri patogen pada udang .

III. PENGELOLAAN SISTEM BUDI DAYA PERAIRAN


Menurut Zeni (2011), manajemen / pengelolaan sistem budidaya perikanan pada dasarnya
pengelolaan sistem budidaya perikanan dibagi kedalam beberapa bagian garis besar, yaitu :
1. Pengelolaan kolam
Pengelolaan kolam termasuk didalamnya yaitu persiapan kolam, jenis / tipe konstruksi
kolam, keadaan topografi, iklim, sarana dan prasarana penunjung kolam lainnya
2. Pengelolaan kualitas air
Pengelolaan kualitas air termasuk didalamnya yaitu kandungan bahan-bahan yang terlarut
dalam air, oksigen, karbondioksida, amoniak, suhu, lumpur, dll.
3. Pengelolaan ikan (Pengelolaan Induk, pengelolaan benih)
4. pengelolaan pakan (jenis pakan, cara pemberian pakan)
5. pengelolaan penyakit (jenis penyakit, pencegahan, pengobatan)

IV. KESIMPULAN

Sistem Budi Daya terdiri diri Sistem Budi Daya Intensif, Sistem Budi Daya Ekstensif, Sistem
Budi Daya Semi Intensif, Sistem Budi Daya Padat penebaran.
Pada dasarnya sistem budi daya menitik beratkan pada pengelolaan kolam, pengelolaan kualitas
air, pengelolaan ikan, pengelolaan pakan, pengelolaan penyakit.

DAFTAR PUSTAKA
Omtimo. 20011. Padat Penebaran dan Pengelolaan Budidaya Perikanan.
www.omtimo.org/archives/padat-penebaran-dan-pengelolaan-budidaya-perikanan diakses 4 April
2011 pukul 05.00 WIB
Reza. 2011. Menejemen Pengelolaan Sistem Budidaya.
www.rezza.blogspot.com/2009/03/manajemen-pengelolaan-sistem-budidaya.html diakses 4 April
2011 pukul 05.10 WIB
Zeni. 2011. Sistem Menejemen Budidaya Perairan.
www.zenyfapussy.blogspot.com/2010/12/sistem-manajemen-budidaya-perairan.html diakses 4
April 2011 pukul 05.25 WIB

Anda mungkin juga menyukai