Panduan Tatalaksana DUB

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 36

Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia


2007

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

Panduan Tata Laksana


Perdarahan Uterus Disfungsional
(PUD)

Editor :
dr. Andon Hestiantoro, SpOG(K)
dr. Budi Wiweko, SpOG

Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan Fertilitas Indonesia


Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia
2007

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

Kontributor:
Prof. dr. Djaswadi, MPH, PhD, SpOG(K)
dr. Andon Hestiantoro, SpOG(K)
dr. Hendy Hendarto, SpOG(K)
dr. Tono Djuwantono, SpOG(K)
dr. Muharam, SpOG(K)
dr. Kanadi Sumapraja, SpOG, MSc
dr. Budi Wiweko, SpOG

Daftar Isi

Daftar Isi
1.

Kata pengantar.......................................................................................................... i

2.

Kata pengantar ketua HIFERI.................................................................................. ii

3.

Daftar singkatan........................................................................................................ iii

4.

Definisi...................................................................................................................... 1

5.

Patofisiologi............................................................................................................... 1

6.

Pola PUD ................................................................................................................. 2

7.

Algoritma pola PUD ................................................................................................. 2

8.

Anamnesis................................................................................................................ 3

9.

Pemeriksaan ............................................................................................................ 3

10.

Gambar pemeriksaan fisik........................................................................................ 4

11.

Pemeriksaan penunjang........................................................................................... 5

12.

Langkah diagnostik PUD ......................................................................................... 5

13.

Algoritma langkah diagnostik PUD........................................................................... 7

14.

Manajemen............................................................................................................... 8

15.

Perdarahan akut dan banyak.................................................................................... 9

16.

Algoritma perdarahan akut dan banyak.................................................................... 9

17.

Perdarahan ireguler.................................................................................................. 10

18.

Algoritma perdarahan ireguler................................................................................... 12

19.

Menoragia................................................................................................................. 13

20.

Algoritma menoragia................................................................................................. 14

21.

Perdarahan karena efek samping PKK..................................................................... 15

22.

Algoritma perdarahan karena efek samping PKK..................................................... 16

23.

Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin......................................... 16

24.

Algoritma perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin.......................... 17

25.

Perdarahan karena efek samping AKDR.................................................................. 18

26.

Algoritma perdarahan karena efek samping AKDR.................................................. 18

27.

Manajemen medisinalis non hormonal PUD............................................................. 19

28.

Gambar manajemen medisinalis non hormonal PUD............................................... 19

29.

Manajemen medisinalis hormonal PUD.................................................................... 20

30.

Gambar manajemen medisinalis hormonal PUD...................................................... 22

31.

Daftar obat yang digunakan dalam terapi PUD........................................................ 23

32.

Daftar bacaan .......................................................................................................... 24

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

Kata Pengantar

Kata Pengantar

Perdarahan Uterus Disfungsional merupakan kelainan pada wanita


yang bisa dihadapi oleh tenaga medik dari bidan, dokter umum,
spesialis maupun spesialis konsultan. Penyakit ini bisa ringan sampai
berat yang memerlukan penanganan segera.
Perdarahan ini bisa rancu dengan penyakit yang disebabkan oleh
neoplasma, keganasan bahkan penyakit kelainan pembekuan darah.
Oleh sebab itu penanganan yang tepat perlu pedoman. Dengan
terbitnya buku ini kita sambut gembira supaya kasus, perdarahan
Uterus Disfungsional dapat ditangani dengan cepat dan tepat.

Terima kasih.

Wassalam,

Dr. dr. Soegiharto Soebijanto, SpOG(K)


Ketua Badan Koordinator
Program Pendidikan Konsultan Fertilitas Endokrinologi Reproduksi
Kolegium Obstetri dan Genikologi Indonesia

HIFERI POGI

Kata Pengantar Ketua HIFERI-POGI

Terbitnya buku panduan PerdarahanUterus Disfungsional sangat bermafaat


baik bagi pengembangan ilmu maupun penerapannya. Manfaat utama
terbitnya buku panduan ini adalah adanya suatu arah dalam Pengelolan
Perdarahan Uterus Disfungsional, mengingat kelainan tersebut sampai saat
ini masih mengundang debat dalam setiap acara ilmiah khususnya pada
pembahasan kelainan sistem reproduksi. Sedangkan di sisi lain penderita
sindroma kelainan ini dapat terjadi pada hampir semua periode kehidupan
reproduksi perempuan dari sejak masa remaja sampai menopause.
Belum jelasnya, secara pasti etiopatologis menyebabkan sering kali
didapat berbagai variasi, modifikasi, penanganannya yang kadang kala
membingungkan dokter pengelolanya. Melalui buku panduan ini diharapkan
adanya sistematika dalam pengelolaan sindroma perdarahan uterus
disfungsinal tersebut sehingga dapat diperoleh hasil akhir yang maksimal,
meskipun hal tersebut umumnya bersifat individual.

Salah satu tujuan terbitnya buku ini yang disusun oleh para anggota HIFERIPOGI yang berdedikasi adalah sebagai suatu sumbangan ilmu, transfer
of knowledge bagi para dokter pada semua strata yang diharapkan dapat
memanfaatkannya.

Kami menyadari bahwa dengan berjalannya waktu akan terjadi pula


penemuan ilmu yang baru khususnya dalam masalah perdarahan uterus
disfungsional, sehingga buku yang terbit pada saat ini akan selalu dilakukan
revisi berkala agar dapat menyesuaikan dengan perkembangan ilmu
tersebut tetap up date bagi para dokter. Pengurus HIFERI menyampaikan
terima kasih dan penghargaan kepada para penulis yang telah menyusun
buku panduan ini.
Semoga bersemangat.

Bandung, 12 Juni 2007

Prof. Dr.dr.H.Achmad Biben,


SpOG, KFER


Ketua HIFERI

ii

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.

PUD:

PKK:

AKDR:

DMPA:

IMT:

SOPK:

USG:

TV:

TR:

BT-CT:

PT:

aPTT:

DHEAS:
SIS:

D&K:

IVA:

EEK:

LNG IUS:
GnRH:

AINS:

TSH:

PG:

Perdarahan uterus disfungsional


Pil kontrasepsi kombinasi
Alat kontrasepsi dalam rahim
Depo medroksi progesteron asetat
Indeks massa tubuh
Sindrom ovarium polikistik
Ultrasonografi
Transvaginal
Transrektal
Bleeding time clotting time
Prothrombin time
Activated partial tromboplastin time
Dehidroepiandrosteron sulfat
Saline infusion sonography
Dilatasi dan kuretase
Inspeksi visual asam asetat
Estrogen ekuin konyugasi
Levonorgestrel intra uterine system
Gonadotropin releasing hormone
Anti inflamasi non steroid
Thyroid stimulating hormone
Prostaglandin

iii

Daftar Singkatan

Daftar singkatan

Panduan Tata Laksana


Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD)
Definisi
Perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa kelainan pada saluran reproduksi,
penyakit medis tertentu atau kehamilan. Diagnosis perdarahan uterus disfungsional
(PUD) ditegakkan per ekslusionam. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahan akut
dan banyak, perdarahan ireguler, menoragia dan perdarahan akibat penggunaan
kontrasepsi

Patofisiologi
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus berovulasi maupun pada
siklus tidak berovulasi.

Siklus berovulasi

Perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari pertama siklus

haid. Penyebab perdarahan adalah terganggunya mekanisme hemostasis

lokal di endometrium.

Siklus tidak berovulasi

Perdarahan tidak teratur dan siklus haid memanjang disebabkan oleh gangguan

pada poros hipothalamus-hipofisis-ovarium. Adanya siklus tidak

berovulasi menyebabkan efek estrogen tidak terlawan (unopposed estrogen)

terhadap endometrium. Proliferasi endometrium terjadi secara berlebihan hingga

tidak mendapat aliran darah yang cukup kemudian mengalami iskemia dan

dilepaskan dari stratum basal.

Efek samping penggunaan kontrasepsi

Dosis estrogen yang rendah dalam kandungan pil kontrasepsi kombinasi

(PKK) menyebabkan integritas endometrium tidak mampu dipertahankan.

Progestin menyebabkan endometrium mengalami atrofi. Kedua kondisi ini dapat

menyebabkan perdarahan bercak. Sedangkan pada pengguna alat kontrasepsi

dalam rahim (AKDR) kebanyakan perdarahan terjadi karena endometritis

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

Pola perdarahan uterus disfungsional


A. Perdarahan uterus abnormal yang terjadi tanpa kelainan pada saluran reproduksi,

penyakit medis tertentu atau kehamilan. Diagnosis PUD ditegakkan per

ekslusionam.

B. Perdarahan akut dan banyak merupakan perdarahan menstruasi dengan jumlah


darah haid > 1 tampon per jam dan atau disertai dengan gangguan hipovolemik.

C. Perdarahan ireguler meliputi metroragia, menometroragia, oligomenore,

perdarahan haid yang lama (> 12 hari), perdarahan antara 2 siklus haid dan pola

perdarahan lain yang ireguler. Pasien usia perimenars yang mengalami gangguan

haid tidak dimasukkan dalam kelompok ini karena kelainan ini terjadi akibat belum

matangnya poros hipothalamus hipofisis ovarium.

D. Menoragia merupakan perdarahan menstruasi dengan jumlah darah haid > 80 cc


atau lamanya > 7 hari pada siklus yang teratur. Bila perdarahannya terjadi > 12

hari harus dipertimbangkan termasuk dalam perdarahan ireguler.


A. Perdarahan uterus
disfungsional

C. Perdarahan akut
dan banyak

D. Perdarahan
ireguler

E. Menoragia

F. Perdarahan
karena efek samping
kontrasepsi

F. Pil kontrasepsi
kombinasi (PKK)

F. Suntikan DMPA

F. AKDR
2

E. Perdarahan karena efek samping kontrasepsi dapat terjadi pada pengguna PKK,

suntikan depo medroksi progesteron asetat (DMPA) atau AKDR. Perdarahan pada

pengguna PKK dan suntikan DMPA kebanyakan terjadi karena proses perdarahan

sela. Infeksi Chlamydia atau Neisseria juga dapat menyebabkan perdarahan pada

pengguna PKK. Sedangkan pada pengguna AKDR kebanyakan perdarahan

terjadi karena endometritis.

Anamnesis
Pada pasien yang mengalami PUD, anamnesis perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding.
Keluhan dan gejala

Masalah

Nyeri pelvik

Abortus, kehamilan

ektopik

Mual, peningkatan frekuensi berkemih

Hamil

Peningkatan berat badan, fatigue, gangguan toleransi

Hipotiroid

terhadap dingin
Penurunan berat badan, banyak keringat, palpitasi

Hipertiroid

Riwayat konsumsi obat antikoagulan

Koagulopati

Gangguan pembekuan darah


Riwayat hepatitis, ikterik

Penyakit hati

Hirsutisme, akne, akantosis nigricans, obesitas

Sindrom ovarium polikistik

(SOPK)

Perdarahan pasca koitus

Displasia serviks, polip

endoserviks

Galaktorea, sakit kepala, gangguan lapang pandang

Tumor hipofisis

Pemeriksaan
Pemeriksaan fisik pertama kali dilakukan untuk menilai stabilitas keadaan
hemodinamik, selanjutnya dilakukan pemeriksaan untuk:

Menilai:

Indeks massa tubuh (IMT > 27 termasuk obesitas)

Tanda-tanda hiperandrogen

Pembesaran kelenjar tiroid atau manifestasi hipo / hipertiroid

Galaktorea (kelainan hiperprolaktinemia)

Gangguan lapang pandang (karena adenoma hipofisis)


3

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

Faktor risiko keganasan endometrium (obesitas, nulligravida, hipertensi,

diabetes mellitus, riwayat keluarga, SOPK)

Menyingkirkan:

Kehamilan, kehamilan ektopik, abortus, penyakit trofoblas

Servisitis, endometritis

Polip dan mioma uteri

Keganasan serviks dan uterus

Hiperplasia endometrium

Gangguan pembekuan darah

Pemeriksaan ginekologi
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk pemeriksaan Pap
smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya mioma uteri, polip, hiperplasia
endometrium atau keganasan.

Pemeriksaan penunjang

Primer

Laboratorium

Pemeriksaan
Penunjang

Sekunder

Hb
Tes kehamilan
urin

USG

Penilaian
endometrium
Penilaian
serviks (bila ada
patologi)

Darah lengkap
Hemostasis (BTCT, lainnya sesuai
fasilitas)

Prolaktin
Tiroid (TSH, FT4)
DHEAS, Testosteron
Hemostasis (PT,
aPTT, fibrinogen,
D-dimer)

USG transabdominal
USG transvaginal
SIS

USG transabdominal
USG transvaginal
SIS
Doppler

Mikrokuret
D&K

Mikrokuret / D&K
Histeroskopi
Endometrial sampling
(hysteroscopy guided)

Pap smear

IVA

Tersier

Pap smear
Kolposkopi

Keterangan:
aPTT = activated partial tromboplastin time, BT-CT = bleeding time-clotting time,
DHEAS = dehidroepiandrosterone sulfat, D&K = dilatasi dan kuretase, FT4 = free T4,
Hb = hemoglobin, PT = protrombin time, TSH = thyroid stimulating hormone, USG =
ultrasonografi, SIS = saline infusion sonography, IVA = inspeksi visual asam asetat

Langkah diagnostik perdarahan uterus disfungsional


A. Perdarahan uterus abnormal didefinisikan sebagai setiap perubahan yang

terjadi dalam frekuensi, jumlah dan lama perdarahan menstruasi. Perdarahan

uterus abnormal meliputi PUD dan perdarahan lain yang disebabkan oleh kelainan

organik.

B. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk menyingkirkan


diagnosis diferensial perdarahan uterus abnormal.

C. Pada wanita usia reproduksi, kehamilan merupakan kelainan pertama yang harus

disingkirkan. Perdarahan yang terjadi dalam kehamilan dapat disebabkan oleh


5

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

abortus, kehamilan ektopik atau penyakit trofoblas gestasional.

D. Penyebab iatrogenik yang dapat menyebabkan perdarahan uterus abnormal


antara lain penggunaan obat-obatan golongan antikoagulan, sitostatika, hormonal,

anti psikotik, dan suplemen.

E. Setelah kehamilan dan penyebab iatrogenik disingkirkan langkah selanjutnya


adalah melakukan evaluasi terhadap kelainan sistemik meliputi fungsi tiroid,

fungsi hemostasis, dan fungsi hepar. Pemeriksaan hormon tiroid dan

fungsi hemostasis perlu dilakukan bila pada anamnesis dan pemeriksaan fisik

didapatkan gejala dan tanda yang mendukung (rekomendasi C). Bila terdapat

galaktorea maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap hormon prolaktin untuk

menyingkirkan kejadian hiperprolaktinemia.

F. Bila tidak terdapat kelainan sistemik, maka langkah selanjutnya adalah melakukan

pemeriksaan untuk menyingkirkan kelainan pada saluran reproduksi. Perlu

ditanyakan adanya riwayat hasil pemeriksaan pap smear yang abnormal atau

riwayat operasi ginekologi sebelumnya. Kelainan pada saluran reproduksi

yang harus dipikirkan adalah servisitis, endometritis, polip, mioma uteri,

adenomiosis, keganasan serviks dan uterus serta hiperplasia endometrium.

G. Bila tidak terdapat kelainan sistemik dan saluran reproduksi maka gangguan haid

yang terjadi digolongkan dalam perdarahan uterus disfungsional (PUD).

H. Bila terdapat kelainan pada saluran reproduksi dilakukan pemeriksaan dan


penanganan lebih lanjut sesuai dengan fasilitas.

I. Pada kelainan displasia serviks perlu dilakukan pemeriksaan kolposkopi untuk


menentukan tata laksana lebih lanjut.

J. Bila dijumpai polip endoserviks dapat dilakukan polipektomi.


K. Bila dijumpai massa di uterus dan adneksa perlu dilakukan pemeriksaan

lebih lanjut dengan USG transvaginal atau saline infusion sonography (SIS).

Ultrasonografi transvaginal merupakan lini pertama untuk mendeteksi kelainan

pada kavum uteri (rekomendasi A). Sedangkan tindakan SIS diperlukan bila

penilaian dengan USG transvaginal belum jelas (rekomendasi A).

L. Bila dijumpai massa di saluran reproduksi maka dilanjutkan dengan tata laksana

operatif.

M. Diagnosis infeksi ditegakkan bila pada pemeriksaan bimanual uterus teraba kaku

dan nyeri. Pada kondisi ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan Chlamydia

dan Neisseria. Pengobatan yang direkomendasikan adalah doksisiklin 2 x 100 mg

selama 10 hari
6

A. Perdarahan uterus
abnormal

B. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

C. Kehamilan
Tidak

Ya
C. Tata laksana
kehamilan

D. Penyebab iatrogenik
Tidak

Ya

E. Kelainan sistemik

D. Stop penyebab iatrogenik


Ya

Tidak
F. Patologi saluran
reproduksi

E. Medikamentosa
Ya

H. Tata laksana lebih


lanjut

I. Displasia
serviks

I.
Kolposkopi

J. Polip
endoserviks

K. Massa di uterus
atau adneksa

Tidak
G. PERDARAHAN UTERUS
DISFUNGSIONAL

M. Servisitis atau
endometritis
M. Antibiotika

J. Polipektomi

K. USG TV atau SIS

L. Kehamilan ektopik, mioma uteri,


tumor ovarium atau endometrium

L. Operatif

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

Manajemen

Emergensi
(Hb < 10,
hemodinamik
tidak stabil)

Primer

Sekunder

Pasang iv line
resusitasi
cairan dengan
RL rujuk

Transfusi bila Hb
< 7.5

EEK 4x2.5 mg
(bila tidak berhenti
dalam waktu 24 jam,
lakukan D&K, harus
ada persetujuan
pada nona)

Stop perdarahan

PKK 4x1 4d
PKK 3x1 3d
PKK 2x1 2d
PKK 1x1 21d

Tersier

Medikamentosa
- GnRH agonis
- LNG IUS
- Danazol
Operatif
- D&K
- Ablasi
- Histerektomi

As. traneksamat
3x1 g
AINS 3x500mg
Manajemen

Follow up
- regulasi haid

- PKK
- Progestin siklik

- ingin hamil

tata laksana
infertilitas

tata laksana
infertilitas

- risiko
tinggi kanker
endometrium

D&K (bila
dijumpai
hiperplasia atipik
histerektomi)
hiperplasia non
atipik progestin
siklik

ablasi endometrium

- gagal
medikamentosa

histerektomi

ablasi endometrium

- ingin stop
haid

- LNG IUS
- GnRH agonis
- Danazol

ablasi endometrium

Keterangan:
AINS = anti inflamasi non steroid, D&K = dilatasi dan kuretase, EEK = estrogen ekuin
konyugasi, LNG-IUS = levonorgestrel intra uterine system, PKK = pil kontrasepsi
kombinasi
8

Perdarahan akut dan banyak


A. Jika perdarahan aktif dan banyak disertai dengan gangguan hemodinamik dan atau

Hb < 10 g / dl perlu dilakukan rawat inap.

B. Jika hemodinamik stabil, cukup rawat jalan, kemudian lanjutkan ke D.


C. Pasien rawat inap, berikan infus cairan kristaloid, oksigen 2 liter / menit dan

transfusi darah jika Hb < 7,5 g / dl, untuk perbaikan hemodinamik.

D. Stop perdarahan dengan EEK 2.5 mg per oral setiap 4-6 jam (rekomendasi B),

ditambah prometasin 25 mg peroral atau injeksi IM setiap 4-6 jam untuk

mengatasi mual. Asam traneksamat 3 x 1 gram dapat diberikan bersama EEK. Bila

nyeri ditambahkan asam mefenamat 3 x 500 mg.

E. Jika perdarahan tidak berhenti dalam 12-24 jam, lakukan dilatasi dan kuretase

(D&K) (rekomendasi B).

F. Jika perdarahan berhenti dalam 24 jam, lanjutkan dengan PKK 4 kali 1 tablet

perhari (4 hari), 3 kali 1 tablet perhari (3 hari), 2 kali 1 tablet perhari (2 hari)

dan 1 kali 1 tablet sehari (3 minggu), kemudian stop 1 minggu, dilanjutkan PKK

siklik sebanyak 3 siklus (rekomendasi A).

G. Jika terdapat kontraindikasi PKK, berikan progestin selama 14 hari kemudian stop

14 hari. Ulangi selama 3 bulan. (rekomendasi A). Untuk riwayat perdarahan

berulang sebelumnya, injeksi gonadotropin-releasing hormone (GnRH)

agonis dapat diberikan bersamaan dengan pemberian PKK untuk stop perdarahan

(rekomendasi A). GnRH agonis diberikan 2-3 siklus dengan interval 4 minggu.

H. Ketika hemodinamik pasien stabil, perlu upaya diagnostik untuk mencari penyebab

perdarahan. Lakukan pemeriksaan USG transvaginal / transrektal (rekomendasi

B), periksa darah perifer lengkap (DPL) (rekomendasi C) dan fungsi hemostasis

(hitung trombosit, PT, aPTT dan TSH) (rekomendasi C). Tindakan SIS dapat

dilakukan pada keadaan endometrium yang tebal, untuk melihat adanya

polip endometrium atau mioma submukosum. Jika perlu dapat dilakukan

pemeriksaan histeroskopi office (rekomendasi A).

I. Dapat diberikan suplemen hematinik 1 x 1 tablet dan anti oksidan.


J. Jika terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik, maka dapat

dilakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium, miomektomi, polipektomi

atau histerektomi (rekomendasi A).

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

Hipotensi ortostatik atau hemoglobin < 10 g / dl atau perdarahan aktif & banyak

Tidak

Ya
A. Rawat inap

B. Rawat jalan
D. EEK 2.5 mg, oral setiap 6 jam,
ditambah prometasin 25 mg
oral. Asam traneksamat 3 x
1 gram diberikan bersamaan
dengan EEK.
E. D&K jika perdarahan masih
berlangsung dalam 12-24 jam.
F. Setelah perdarahan akut
berhenti, diberikan PKK 4x1
tab (4 hari), 3x1 tab (3
hari), 2x1 tab (2 hari)
dan 1x1 tab, 3 minggu
dan 1 minggu bebas
PKK. PKK siklik selama
3 bulan.
G. Jika terdapat kontra indikasi
PKK dapat diberikan progestin
selama 14 hari, kemudian stop
14 hari. Ulangi 3 bulan.
H. USG transvaginal / transrektal,
TSH, DPL, PT, aPTT.
I. Tablet hematinik 1x1 tab.

C. Infus RL dan oksigen dan


transfusi darah jika Hb < 7,5 g
/ dl
D. EEK 2.5 mg, oral setiap 6 jam,
ditambah prometasin 25 mg
oral atau injeksi setiap
4-6 jam.Asam traneksamat 3
x 1 gram diberikan bersamaan
dengan EEK.
E. D&K jika perdarahan masih
berlangsung dalam 12-24 jam.
F. Setelah perdarahan akut
berhenti, diberikan
PKK 4x1 tab (4 hari), 3x1 tab
(3 hari), 2x1 tab (2 hari) dan 1x1
tab, 3 minggu dan 1
minggu bebas PKK.
PKK siklik selama
3 bulan. Dapat diberikan
GnRH agonis 3 siklus bersama
PKK.
G. Jika terdapat kontra indikasi
PKK dapat diberikan
progestin selama 14 hari,
kemudian stop 14 hari. Ulangi
3 bulan.
H. USG transvaginal/transrektal,
TSH, DPL, PT, aPTT.
I. Tablet hematinik 1x1 tab.

J. Bila terapi medikamentosa tidak berhasil atau ada kelainan organik,


lakukan terapi pembedahan seperti ablasi endometrium, miomektomi,
polipektomi atau histerektomi

Perdarahan ireguler
A. Yang termasuk dalam perdarahan ireguler adalah metroragia, menometroragia,

oligomenore, perdarahan haid yang lama (> 12 hari), perdarahan antara 2 siklus
10

haid dan pola perdarahan lain yang ireguler.

B. Pemeriksaan hormon tiroid dan prolaktin perlu dilakukan terutama pada keadaan

oligomenorea. Bila dijumpai hiperprolaktinemia yang disebabkan oleh hipotiroid

maka kondisi ini harus diterapi.

C. Pada wanita usia > 35 tahun atau dengan risiko tinggi keganasan endometrium

perlu dilakukan pemeriksaan USG transvaginal dan pengambilan sampel

endometrium.

D. Asam traneksamat 3 x 1 g merupakan pilihan lini pertama dalam tata laksana


menoragia (rekomendasi A), jika pasien mengeluh nyeri dapat ditambahkan asam

traneksamat 3 x 500 mg.

E. Bila menginginkan kehamilan dapat langsung mengikuti prosedur tata laksana


infertilitas.

F. Bila pasien tidak menginginkan kehamilan dapat diberikan terapi hormonal dengan

menilai ada atau tidaknya kontra indikasi terhadap PKK.

G. Bila tidak dijumpai kontra indikasi, dapat diberikan PKK selama 3 bulan

(rekomendasi A).

H. Bila dijumpai kontra indikasi dapat diberikan preparat progestin selama 14 hari,

kemudian stop 14 hari. Hal ini diulang sampai 3 bulan siklus (rekomendasi A).

I. Setelah 3 bulan dilakukan evaluasi untuk menilai hasil pengobatan.


J. Bila keluhan berkurang pengobatan hormonal dapat dilanjutkan atau distop sesuai

keinginan pasien.

K. Bila keluhan tidak berkurang, lakukan pemberian PKK atau progestin dosis

tinggi (naikkan dosis setiap 2 hari sampai perdarahan berhenti atau dosis

maksimal) Perhatian terhadap kemungkinan munculnya efek samping seperti

sindrom pra haid. Lakukan pemeriksaan ulang dengan USG TV atau SIS

untuk menyingkirkan kemungkinan adanya polip endometrium atau mioma

uteri (rekomendasi A). Pertimbangkan tindakan kuretase untuk

menyingkirkan keganasan endometrium. Bila pengobatan medikamentosa

gagal, dapat dilakukan ablasi endometrium, reseksi mioma dengan histeroskopi

atau histerektomi. Tindakan ablasi endometrium pada perdarahan uterus yang

banyak dapat ditawarkan setelah memberikan informed consent yang jelas pada

pasien. Pada uterus dengan ukuran < 10 minggu tindakan ablasi endometrium

merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan histerektomi (rekomendasi A).

11

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

A. Perdarahan ireguler

B. Periksa hormon tiroid. Bila terdapat amenore atau oligomenore lakukan


pemeriksaan prolaktin. Lakukan pap smear terutama bila terdapat perdarahan
pasca koitus

C. Umur > 35 tahun


atau risiko tinggi kanker
endometrium

Ya

C. Biopsi endometrium,
USG TV

Tidak
D. Asam traneksamat 3 x1 g, tambahkan asam
mefenamat 3 x 500 mg, bila ada nyeri

E. Ingin hamil ?

Ya

E. Tata laksana
infertilitas

Tidak
F. Kontra indikasi PKK
Ya

Tidak

H. Progestin selama 14 hari,


kemudian stop selama 14 hari. Diulang
selama 3 bulan

G. PKK selama 3 bulan

I. Perdarahan berkurang

Ya

C. Teruskan atau stop terapi


hormonal sesuai keinginan pasien

Tidak

K. Pertimbangkan pemberian PKK atau progestin dosis tinggi.


Pertimbangkan USG TV atau SIS untuk menyingkirkan polip
endometrium atau mioma uteri. Biopsi endometrium untuk
menyingkirkan keganasan endometrium. Bila pengobatan
medikamentosa tidak berhasil pertimbangkan untuk melakukan
ablasi endometrium, reseksi dengan histeroskopi atau
histerektomi

12

Menoragia
A. Menoragia merupakan perdarahan menstruasi dengan jumlah darah haid > 80 cc

atau lamanya > 7 hari pada siklus yang teratur. Bila perdarahannya terjadi > 12 hari

harus dipertimbangkan termasuk dalam perdarahan ireguler

B. Pemeriksaan fungsi tiroid dilakukan bila didapatkan gejala dan tanda hipotiroid

atau hipertiroid pada anamnesis dan pemeriksaan fisik (rekomendasi C).

Pemeriksaan USG transvaginal atau SIS terutama dapat dilakukan untuk menilai

kavum uteri (rekomendasi A)

C. Jika pasien memerlukan kontrasepsi lanjutkan ke G, jika tidak lanjutkan ke D


D. Asam traneksamat 3 x 1 g dan asam mefenamat 3 x 500 mg merupakan pilihan lini

pertama dalam tata laksana menoragia (rekomendasi A)

E. Lakukan observasi selama 3 siklus menstruasi


F. Jika respons pengobatan tidak adekuat, lanjutkan ke G
G. Nilai apakah terdapat kontra indikasi pemberian PKK
H. PKK mampu mengurangi jumlah perdarahan dengan menekan pertumbuhan

endometrium. Dapat dimulai pada hari apa saja, selanjutnya pada hari pertama

siklus menstruasi (rekomendasi A)

I. Jika pasien memiliki kontra indikasi terhadap PKK maka dapat diberikan preparat

progestin siklik selama 14 hari diikuti dengan 14 hari tanpa obat. (rekomendasi A)

Kemudian diulang selama 3 siklus. Dapat ditawarkan penggunaan LNG-IUS

J. Jika setelah 3 bulan, respons pengobatan tidak adekuat dapat dilakukan penilaian

USG transvaginal atau SIS untuk menilai kavum uteri

K. Jika dengan USG TV atau SIS didapatkan polip atau mioma submukosum segera

pertimbangkan untuk melakukan reseksi dengan histeroskopi (rekomendasi B)

L. Jika hasil USG TV atau SIS didapatkan ketebalan endometrium > 10 mm, lakukan

pengambilan sampel endometrium untuk menyingkirkan hiperplasia (rekomendasi

B)

M. Jika terdapat adenomiosis dapat dilakukan pemeriksaan MRI, terapi dengan


progestin, LNG IUS, GnRHa atau histerektomi

N. Jika hasil pemeriksaan USG TV dan SIS menunjukkan hasil normal atau terdapat

kelainan tetapi tidak dapat dilakukan terapi konservatif maka dilakukan evaluasi

terhadap fungsi reproduksinya

O. Jika pasien sudah tidak menginginkan fungsi reproduksi dapat dilakukan ablasi

endometrium atau histerektomi. Jika pasien masih ingin mempertahankan fungsi

reproduksi anjurkan pasien untuk mencatat siklus haidnya dengan baik dan

memantau kadar Hb


13

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

A. Menorragia

B. Periksa hormon tiroid, USG


TV atau SIS

C. Memerlukan kontrasepsi
Ya

Tidak

G. Kontra indikasi PKK

D. Asam traneksamat 3 x1 g,
tambahkan asam mefenamat 3 x
500 mg, bila ada nyeri

Tidak

E. Observasi selama 3 siklus

F. Respon tidak adekuat

H. PKK 3 siklus

N. Normal atau
abnormal dan tidak
bisa dilakukan terapi
konservatif

Tidak

I. Progestin
selama 14 hari, kemudian stop
selama 14 hari. Ulang selama 3
siklus. Tawarkan LNG IUS

J. Respon tidak
adekuat

K. USG transvaginal
atau SIS

P. Catat siklus
menstruasi
Monitor Hb

Ya

O. Fungsi
reproduksi komplit
Ya
O. Pertimbangkan
ablasi endometrium
atau histerektomi

14

K. Polip
atau mioma
submukosum
L. Hiperplasia
endometrium (tebal
endometrium > 10)
mm)

M. Adenomiosis

K. Pertimbangkan
reseksi dengan
histeroskopi

L. Pengambilan
sampel
endometrium
M.
Pertimbangkan
MRI, progestin,
LNG IUS,
leuprolide atau
histerektomi

Perdarahan karena efek samping kontrasepsi


1. Perdarahan karena efek samping PKK

A. Penanganan efek samping menoragia disesuaikan dengan algoritma

B. Perdarahan sela (breakthrough bleeding) dapat terjadi dalam 3 bulan pertama

C. Jika perdarahan sela terjadi dalam 3 bulan pertama maka penggunaan PKK

D. Jika pasien tidak ingin melanjutkan PKK atau perdarahan menetap > 3 bulan

E. Lakukan pemeriksaan Chlamydia dan Neisseria (endometritis), bila positif

berikan doksisiklin 2 x 100 mg selama 10 hari. Yakinkan pasien minum PKK

secara teratur. Pertimbangkan untuk menaikkan dosis estrogen. Jika usia

pasien lebih dari 35 tahun dilakukan biopsi endometrium.

F. Jika perdarahan abnormal menetap lakukan TVS, SIS atau histeroskopi untuk

G. Jika perdarahan sela terjadi setelah 3 bulan pertama penggunaan PKK,

H. Jika efek samping berupa amenorea lanjutkan ke I.

I. Singkirkan kehamilan.

J. Jika tidak hamil, naikkan dosis estrogen atau lanjutkan pil yang sama.

menoragia.

atau setelah 3 bulan penggunaan PKK.

dilanjutkan dengan mencatat siklus haid.

lanjutkan ke E.

menyingkirkan kelainan saluran reproduksi.

lanjutkan ke E.

15

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

A. Menoragia

B. Perdarahan sela
(breakthrough bleeding)

Algoritma Menoragia
C. 3 bulan pertama
penggunaan PKK

H. Catat siklus

I. Singkirkan kehamilan
G. Setelah 3 bulan
pertama penggunaan PKK
J. Naikkan dosis estrogen
atau lanjutkan pil yang
sama

C. Penggunaan PKK
dilanjutkan, catat siklus
haid
D. Pasien tidak ingin
melanjutkan PKK atau
perdarahan menetap > 3 bulan

E. Cek klamidia dan gonorrhea (endometritis). Tanyakan


mengenai kepatuhan. Naikkan dosis estrogen . Jika berusia
lebih dari 35 tahun, lakukan biopsi endometrium

F. Perdarahan menetap, lakukan TVS, SIS atau histeroskopi


untuk menyingkirkan kelainan saluran reproduksi

2. Perdarahan karena efek samping kontrasepsi progestin


A. Jika terdapat amenorea atau perdarahan bercak, lanjutkan ke B.

B. Konseling bahwa kelainan ini merupakan hal biasa.

C. Jika efek samping berupa perdarahan ireguler, lanjutkan ke D.

D. Jika usia pasien > 35 tahun dan memiliki risiko tinggi keganasan endometrium,

E. Biopsi endometrium.

F. Jika dalam 4-6 bulan pertama pemakaian kontrasepsi, lanjutkan ke G. Jika tidak

G. Berikan 3 alternatif sebagai berikut:

lanjutkan ke E, jika tidak lanjutkan ke F.

lanjutkan ke I.

16

- Lanjutkan kontrasepsi progestin dengan dosis yang sama

- Ganti kontrasepsi dengan PKK (jika tidak ada kontra indikasi)

- Suntik DMPA setiap 2 bulan (khusus akseptor DMPA).

H. Bila perdarahan tetap berlangsung setelah 6 bulan, lanjutkan ke I.

I. Berikan estrogen jangka pendek (EEK 4 x 1.25 mg / hari selama 7 hari) yang

dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi kembali. Pertimbangkan

pemilihan metoda kontrasepsi lain.


C. Perdarahan ireguler

A. Amenorea atau perdarahan bercak

B. Menasihati pasien bahwa


hal tersebut merupakan hal yang
diharapkan

D. Usia diatas 35 tahun atau


risiko tinggi untuk karsinoma
endometrium

Tidak

E. Biopsi endometrium

F. 4-6 bulan pertama


pemakaian kontrasepsi

Ya

G. - lanjutkan kontrasepsi
- ganti dengan PKK
- suntik DMPA setiap 2 bulan
(khusus akseptor DMPA)

Tidak
H. Perdarahan berlanjut setelah 6
bulan

I. Berikan estrogen jangka pendek (EEK 1,25 mg 4 x sehari


selama 7 hari). Dapat diulang jika perdarahan abnormal terjadi
kembali. Pertimbangkan pemilihan metoda kontrasepsi lain

17

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

3. Perdarahan karena efek samping penggunaan AKDR


A. Jika pada pemeriksaan pelvik dijumpai rasa nyeri, lanjutkan ke B.

B. Berikan doksisiklin 2x100 mg sehari selama 10 hari karena perdarahan pada

pengguna AKDR dapat disebabkan oleh endometritis. Jika tidak ada perbaikan,

pertimbangkan untuk mengangkat AKDR.

C. Jika tidak dijumpai rasa nyeri dan AKDR digunakan dalam 4-6 bulan pertama,

D. Lanjutkan penggunaan AKDR, jika perlu dapat ditambahkan AINS. Jika setelah

E. Berikan PKK untuk 1 siklus.

F. Jika perdarahan abnormal menetap lakukan pengangkatan AKDR. Bila usia

lanjutkan ke D. Jika tidak, lanjutkan ke E.


6 bulan perdarahan tetap terjadi dan pasien ingin diobati, lanjutkan ke E.

pasien > 35 tahun lakukan biopsi endometrium.


A. Nyeri pada uterus
Ya
B. Doksisiklin 2x100 mg sehari 10
hari, pertimbangkan pengangkatan
AKDR

Tidak

C. Penggunaan 4-6 bulan


pertama

Ya

D. Lanjutkan penggunaan AKDR,


jika perlu dapat ditambahkan AINS

Tidak

D. Perdarahan abnormal berlanjut


setelah 6 bulan atau pasien ingin
diterapi

E. Berikan PKK untuk


1 siklus

F. Jika perdarahan
abnormal menetap,
angkat AKDR. Pada
pasien berusia > 35
tahun lakukan biopsi
endometrium
18

Manajemen medisinalis PUD


NON-HORMONAL
(A). Asam Traneksamat
Obat ini bersifat inhibitor kompetitif pada aktivasi plasminogen. Plasminogen
akan diubah menjadi plasmin yang berfungsi untuk memecah fibrin menjadi fibrin
degradation products (FDPs). Oleh karena itu obat ini berfungsi sebagai agen
anti fibrinolitik. Obat ini akan menghambat faktor-faktor yang memicu terjadinya
pembekuan darah, namun tidak akan menimbulkan kejadian trombosis. Efek samping :
gangguan pencernaan, diare dan sakit kepala.
(B). Anti inflamasi non steroid
(AINS)
Kadar prostaglandin pada
endometrium penderita
gangguan haid akan meningkat.
AINS ditujukan untuk menekan
pembentukan siklooksigenase,
dan akan menurunkan kadar
prostaglandin pada endometrium.
AINS dapat mengurangi jumlah
darah haid hingga 20-50 persen.
Pemberian AINS dapat dimulai
sejak haid hari pertama dan
dapat diberikan untuk 5 hari
atau hingga haid berhenti. Efek
samping: gangguan pencernaan,
diare, perburukan asma pada
penderita yang sensitif, ulkus
peptikum hingga kemungkinan
terjadinya perdarahan dan
peritonitis.

19

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

HORMONAL
(A). Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak. Sediaan yang
digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1 dalam waktu 48 jam.
Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai dengan pemberian obat anti-emetik
seperti promethazine 25 mg per oral atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan
kebutuhan. Mekanisme kerja obat ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak
terkait langsung dengan endometrium. Obat ini bekerja untuk memicu vasospasme
pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi kadar fibrinogen, faktor IV, faktor X ,
proses agregasi trombosit dan permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor
progesteron akan meningkat sehingga diharapkan pengobatan selanjutnya dengan
menggunakan progestin akan lebih baik. Efek samping berupa gejala akibat efek
estrogen yang berlebihan seperti perdarahan uterus, mastodinia dan retensi cairan.
(B). PKK
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi kombinasi akibat
endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada saat perdarahan akut adalah
4 x 1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan dengan 3 x 1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan
dengan 2 x 1 tablet selama 2 hari, dan selanjutnya 1 x 1 tablet selama 3 minggu.
Selanjutnya bebas pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil
kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan. Apabila pengobatannya ditujukan
untuk menghentikan haid, maka obat tersebut dapat diberikan secara kontinyu, namun
dianjurkan setiap 3-4 bulan dapat dibuat perdarahan lucut. Efek samping dapat berupa
perubahan mood, sakit kepala, mual, retensi cairan, payudara tegang, deep vein
thrombosis, stroke dan serangan jantung.
(C). Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen serta akan
mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase pada sel-sel endometrium,
sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron yang efek biologisnya lebih rendah
dibandingkan dengan estradiol. Meski demikian penggunaan progestin yang lama
dapat memicu efek anti mitotik yang mengakibatkan terjadinya atrofi endometrium.
Progestin dapat diberikan secara siklik maupun kontinyu. Pemberian siklik diberikan
selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu berulang-ulang tanpa
memperhatikan pola perdarahannya.
20

Apabila perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, maka dosis
progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama perdarahan tadi sebagai
hari pertama, dan selanjutnya progestin diminum sampai hari ke 14. Pemberian
progestin secara siklik dapat menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi
apabila terdapat kontra-indikasi (misalkan : hipersensitivitas, kelainan pembekuan
darah, riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark miokard, kecurigaan
keganasan payudara ataupun genital, riwayat penyakit kuning akibat kolestasis, kanker
hati). Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1 x 10 mg, noretisteron
asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg, didrogesteron 2 x 5 mg atau nomegestrol asetat 1 x 5
mg selama 10 hari per siklus.
Apabila pasien mengalami perdarahan pada saat kunjungan, dosis progestin dapat
dinaikkan setiap 2 hari hingga perdarahan berhenti. Pemberian dilanjutkan untuk
14 hari dan kemudian berhenti selama 14 hari, demikian selanjutnya berganti-ganti.
Pemberian progestin secara kontinyu dapat dilakukan apabila tujuannya untuk
membuat amenorea. Terdapat beberapa pilihan, yaitu :

Pemberian progestin oral : MPA 10-20 mg per hari

Pemberian DMPA setiap 12 minggu

Penggunaan LNG IUS

Efek samping : peningkatan berat badan, perdarahan bercak, rasa begah, payudara
tegang, sakit kepala, jerawat dan timbul perasaan depresi.
(D). Androgen
Danazol adalah suatu sintetik isoxazol yang berasal dari turunan 17a-etinil testosteron.
Obat tersebut memiliki efek androgenik yang berfungsi untuk menekan produksi
estradiol dari ovarium, serta memiliki efek langsung terhadap reseptor estrogen di
endometrium dan di luar endometrium. Pemberian dosis tinggi 200 mg atau lebih per
hari dapat dipergunakan untuk mengobati PUD.
Efek samping : peningkatan berat badan, kulit berminyak, jerawat, perubahan suara.
(E). Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH) agonist
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi konsentrasi reseptor GnRH pada hipofisis
melalui mekanisme down regulation terhadap reseptor dan efek pasca reseptor,
yang akan mengakibatkan hambatan pada penglepasan hormon gonadotropin.
21

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

Pemberian obat ini biasanya ditujukan untuk membuat penderita menjadi amenorea.
Dapat diberikan leuprolide acetate 3.75 mg intra muskular setiap 4 minggu, namun
pemberiannya dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan. Apabila pemberiannya melebihi 6
bulan, maka dapat diberikan tambahan terapi estrogen dan progestin dosis rendah
(add back therapy). Efek samping: keluhan-keluhan mirip wanita menopause (misalkan
hot flushes, keringat yang bertambah, kekeringan vagina), osteoporosis (terutama
tulang-tulang trabekular apabila penggunaan GnRH agonist lebih dari 6 bulan).

22

23

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

Daftar Bacaan
1. The Royal College of Obstetricians and Gynecologist. The management of heavy menstrual
bleeding ; 2007
2. The Royal College of Obstetricians and Gynecologist. The initial management of menorrhagia
; 1999
3. Behera M, Elia G, Price, T, Queenan J. Dysfunctional uterine bleeding. eMedicine, June
2006.
4. Vilos G, Lefebvre G, Allaire C, Fortier M, Gilliland B, Jeffrey J, Murdock W, Fredericton.
Guidelines for the management of abnormal uterine bleeding. J Soc Obstet Gynecol Can,
2001 ; 106 : 1 6
5. Munro M. Dysfunctional uterine bleeding. Curr Op in Obstet Gynecol 2001 ; 13 : 475 89
6. Ely J, Kennedy C, Clark E, Browdler C. Abnormal uterine bleeding: a management algorithm.
J Am Board Fam Med 2006 ; 19 : 590 602
7. Schrager S. Abnormal uterine bleeding associated with hormonal contraception. J Am Fam
Physician 2002 ; 65 : 2073 80
8. Albers J, Hull S, Wesley R. Abnormal uterine bleeding. J Am Fam Physician 2004 ; 69 : 1915
26
9. The Royal College of Obstetricians and Gynecologist. The management of menorrhagia in
secondary care ; 1999
10. Walden M. Primary care management of dysfunctional uterine bleeding. JAAPA 2006 ; 19 :
32 39
11. Slap G. Menstrual disorders in adolescence. Best Pract Res 2003 ; 17 : 75 92
12. Irvine G. Medical management of dysfunctional uterine bleeding. Best Pract Res 1999 ; 13 :
189 202
13. Strickland J, Wall J. Abnormal uterine bleeding in adolescents. Obstet Gynecol Clin N Am
2003 ; 30 : 321 35

24

Notes

25

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

Notes

Panduan Tata Laksana Perdarahan Uterus Disfungsional

ISBN 978-979-16516-0-8

Anda mungkin juga menyukai