Sengketa Tanah Ulayat PDF
Sengketa Tanah Ulayat PDF
TESIS
MARIA D. MUGA, SH
B4B006166
TESIS
PERANAN KEPALA ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA
TANAH ULAYAT MELALUI MEDIASI
(Studi Analisa Terhadap Penyelesaian Sengketa Tanah-Tanah Ulayat di
Kecamatan SOA Kabupaten Ngada-Flores-Nusa Tenggara Timur)
Oleh:
MARIA D. MUGA,SH
B4B006166
Telah disetujui :
Tanggal : 17 Juni 2008
Mengetahui:
Program Magister Kenotariatan
Ana Silviana,SH.Mhum
NIP. 132.046.692
Mulyadi,SH.MS
NIP. 130.529.429
ii
PERNYATAAN
Dengan ini Penulis menyatakan penulisan hukum/tesis ini merupakan hasil karya
penulis, bukan merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan
tinggi dan lembaga pendidikan lainnya. Jika penulisan hukum/tesis ini terbukti
merupakan duplikasi ataupun plagiasi dari hasil karya penulis lain, maka penulis
bersedia menerima sanksi akademik dan/atau sanksi hukum yang berlaku
Semarang ,
Juni 2008
Yang menyatakan
Penulis
iii
Kolose 1: 23
Ada banyak tantangan dalam hidup ini, tetapi hadapilah
semua itu dengan keteguhan Hati serta berani melepaskan
segala keraguan dan kekhwatiran di dalam hati kita.
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan berkat dan Rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Penulisan Hukum/Tesis yang berjudul PERANAN KEPALA
ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT MELALUI
MEDIASI (Studi Analisa Terhadap Penyelesaian Sengketa tanah-tanah Ulayat di
Kecamatan SOA Kabupaten Ngada Propinsi Nusa Tenggara Timur).
Tesis ini disusun guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
S-2 pada Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan, Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro. Penulis berharap tesis ini menambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembaca, khususnya mengenai Hukum Agraria/Pertanahan.
Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak, maka penulisan Hukum/Tesis ini tidak dapat dengan baik. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Mulyadi, SH.MS. Selaku Ketua Program Studi Magister Kenotarian
Program Pasca sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
2. Bapak Yunanto, SH.M.hum , Selaku Sekretaris I Program Studi Magister
Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang dan
selaku dosen penguji tesis penulis yang telah memberikan masukan dan
arahan dalam penulisan tesis ini.
3. Bapak Budi Ispiyarso, SH.M.Hum, Selaku Sekretaris II Program Studi
Magister Kenotariatan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro
Semarang.
4. Ibu Ana Silviana, SH.M.Hum, selaku Dosen Pembimbing penulis yang
dengan penuh kesabaran dan telah meluangkan waktu untuk memberikan
bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penulisan tesis ini.
5. Bapak Ahmad Chulaemi, SH, S.H.M Hum, selaku Dosen penguji tesis penulis
yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penulisan tesis ini.
6. Bapak A. Kusbiyandono, S.H.M Hum, selaku Dosen penguji Tesis penulis
yang telah memberikan masukan dan arahan dalam penulisan Tesis ini.
7. Ibu Hj.Sri Sudaryatmi,SH.M Hum, selaku Dosen Wali yang telah
membimbing penulis selama kuliah di Program Studi Magister Kenotariatan
Pasca sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
8. Bapak dan Ibu Dosen pengajar Fakultas Hukum Program Studi Magister
Kenotariatan Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.
9. Bapak dan Ibu Staf
Kantor
vi
16. Om Endik dan Tante Ima yang dengan sabar memberikan masukan serta
arahan kepada penulis dalam penulisan tesis ini.
17. Sayangku Miller yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis
dalam penyusunan tesis ini.
18. Teman-teman seperjuanganku Dedy, Diana, Susi, Irin, Septi, Kiki, Merlin,
Ahmad, Mbak Putu, Mbak Retno, Mbak Indri, Mbak Iko yang selalu
memberikan semangat penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan Tesis.
19. Sahabat-sahabatku yang terbaik sherli, Eny, Yarden, Kak Cie, Anas, Ansy,
Vera, Okto, Kristo. Terima kasih atas bantuan dan dukungannya.
20. Kepada seluruh teman-teman Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan
Universitas Diponegoro kelas A2 Reguler angkatan 2006.
21. Serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penulis dalam penyusunan Tesis ini.
Penulis sadar bahwa Penulisan Hukum/Tesis ini masih jauh dari sempurna
dan perlu terus dibenahi untuk hasil yang lebih baik lagi. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis harapkan sebagai
masukan dan kesempurnaan Penulisan Hukum/Tesis ini.
Akhir kata, Penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................
ii
iii
iv
viii
xi
ABSTRAK .......................................................................................................
xii
ABSTRACT .....................................................................................................
xiii
BAB
BAB
I :
II :
PENDAHULUAN ...................................................................
11
11
11
14
16
18
viii
1.5. Hak
Ulayat
dalam
peraturan
Menteri
1999
tentang
Penyelesaian
Ulayat
20
22
22
25
Upaya
Penyelesaian
Sengketa
Pertanahan .................................................................
28
3. Mediasi ...............................................................................
33
33
36
3.3. Keunggulan
BAB IV :
Hak
2.3. Macam-Macam
BAB III :
Masalah
dan
Kelemahan
Mediasi
dalam
37
40
40
43
48
49
50
51
51
54
55
57
57
ix
57
58
59
60
3. Gambaran
Umum
Sengketa
Tanah
Ulayat
antara
61
65
yang
Sering
Terjadi
83
Dalam
BAB V :
91
PENUTUP ................................................................................
96
1. Kesimpulan ........................................................................
96
2. Saran...................................................................................
97
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
59
60
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
ABSTRAK
Di Kecamatan SOA Kabupaten Ngada Flores Nusa Tenggara Timur dalam
menyelesaikan sengketa tanah ulayat masih banyak menggunakan lembaga di luar
Pengadilan. Di Wilayah ini masih banyak tanah-tanah ulayat milik masyarakat
hukum adat yang sering menimbulkan sengketa kepentingan ( interest conflict).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang menyebabkan
terjadinya sengketa tanah ulayat di Kecamatan SOA Kabupaten Ngada NTT,
Peranan Kepala adat/Mosalaki dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat melalui
upaya mediasi dan hambatan-hambatan yang sering terjadi dalam penyelesaian
sengketa tanah ulayat di Kecamatan SOA Kabupaten Ngada NTT.
Metode pendekatan yang digunakan adalah yuridis empiris sedangkan jenis
penelitian Deskriptif analitis. Sebagai populasi adalah masyarakat Kecamatan
SOA yang pernah mengalami sengketa tanah yang kemudian diambil sebagai
sampel yaitu masyarakat adat Desa Seso (Suku Meli) dengan cara nonrandom
sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh melalui wawancara dan kuesioner dan data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer yang berupa peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan objek yang diteliti, bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku, karya
tulis ilmiah serta bahan hukum tersier yang berupa kamus Bahasa Indonesia dan
kamus Bahasa Inggris. Data yang diperoleh kemudian dianalisa secara kualitatif.
Hasil penelitian diketahui bahwa hal-hal yang menyebabkan terjadinya
sengketa tanah ulayat di Kecamatan SOA Kabupaten Ngada NTT adalah batas
tanah ulayat tidak jelas, adanya praktek ketidakadilan, adanya klaim dari
Negara/Pemerintah, kehilangan saksi dan pelaku sejarah, meningkatnya nilai
tanah secara ekonomi, mempertahankan status sosial, pemahaman salah terhadap
adat dan kurang sosialisasi. Peranan Kepala Adat dalam menyelesaikan sengketa
tanah ulayat adalah sebagai hakim perdamaian dalam persidangan adat dan
sebagai pengambil keputusan adat yang mana pihak-pihak tersebut mengikat pada
keputusan yang bersengketa. Sedangkan hambatan yang sering terjadi dalam
penyelesaian sengketa tanah ulayat melalui Kepala adat/Mosalaki adalah faktor
internal yang disebabkan oleh saksi tidak mau menjadi saksi, ketidakjelasan batas
tanah dan ketidakjelasan pemilik tanah. Faktor eksternal yang berasal dari pihak
ketiga yang muncul pada saat musyawarah sengketa telah menemukan solusinya
para pihak juga telah sepakat kemudian terdapat pihak lainnya mengajukan
keberatan sehingga muncul masalah baru.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini diketahui bahwa Peranan Kepala Adat
yaitu Mosalaki sangat berperan terhadap penyelesaian sengketa tanah-tanah ulayat
karena Kepala Adat dianggap sebagai hakim perdamaian antara masyarakat
dalam menyelesaiakan sengketa tanah ulayat dan tempat bersandarnya anggota
masyarakat adat untuk menyelesaikan masalahnya.
Kata kunci : Sengketa tanah ulayat, peranan Kepala Adat dan penyelesaian
sengketa
xiii
ABSTRACT
In Sub District of SOA, Regency of Ngada, Flores, East Lesser Sundas
in solving community land dispute still many using extrajudical institute. In this
region still many community land customary law public property that is often
generates importance dispute (interest conflict).
The purpose of this research is to know things causing the happening of
community land dispute in Sub district SOA Regency of Ngada East Lesser
Sundas, role of Head of Custom / Mosalaki in solving of community land dispute
through effort mediation and resistances that is often happened in solving of
community land dispute in Sub District of SOA Regency of Ngada East Lesser
Sundas.
The approach method applied is empirical juridical while analytical
descriptive research type as population is public Sub District SOA which
experienced land dispute that is then taken as sample that is custom public Seso
Village (Meli Ethnic Group) by the way of non random sampling. Data collecting
technique applied is primary data obtained through interview and questionnaire
and secondary data consisted of primary law material which in the form of law
and regulation related to object that is accurate, secondary law material which in
the form of books, masterpiece writes is scientific and tertiary law material which
in the form of dictionary Indonesia language and dictionary English language.
Data obtained then is analyzed in qualitative.
The result of research it is known that things causing the happening of
community land dispute in Sub District of SOA Regency of Ngada East Lesser
Sundas is ill defined community land boundary, existence of practice of injustice,
existence of claim from State / Government, losing of eyewitness and history
perpetrator, increases land value economical, maintains social status, wrong
understanding to custom that is less socialization. Role of Head of Custom in
finalizing community land dispute is as justice of the peace in conference of
custom and as decision taker of custom which the sides ties at decision having
dispute. While resistance that is often happened in solving of community land
dispute through Head of Custom / Mosalaki is internal factor which caused by
eyewitness do not want to become eyewitness, un-clarity of land boundary and
land owner un-clarity. Factor external is coming from third party emerging at the
time of deliberation of dispute has found the solution, the parties have also
mutually agreed to then there is other party to submit objection causing emerges
new problem.
The conclusion from result of this research known that The Role of Head
of Custom that is Mosalaki so central to solving of customary community land
dispute because Head of Custom is considered to be justice of the peace between
publics in finalizing community land dispute and place of leaning it member of
custom public to solving the problem.
Keyword :
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tanah mempunyai arti dan peranan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia, karena semua orang memerlukan tanah semasa hidup
sampai dengan meninggal dunia dan mengingat susunan kehidupan dan pola
perekonomian sebagian besar yang masih bercorak agraria.
Tanah
bagi
kehidupan
manusia
mengandung
makna
yang
akhir
hayat
setiap
orang
akan
kembali
kepada
tanah.1
Jhon Salindeho, Manusia Tanah Hak dan Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 1994) hal.33
Maria S.W. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan, Antara Regulasi dan Implementasi,
(Jakarta:Kompas, 2005), hal.65
3
ada di lokasi Turewuda adalah tanah ulayat yang diwariskan secara turuntemurun oleh leluhur kepada masyarakat adat untuk tempat upacara adat,
padang penggembalaan dan padang perburuhan sesuai dengan suku-suku atau
woe yang ada di Desa Seso. Dengan pemahaman yang demikian masyarakat
adat Desa Seso (Suku Meli) merasa bahwa orang-orang yang mendiami dan
menguasai lokasi tanah tersebut merupakan perampasan terhadap hak-hak
mereka yang diwariskan secara turun-temurun sehingga tanah ulayat yang ada
dan dianggap sebagai tanah suku harus selalu dipertahankan. Seiring
berjalannya waktu pada masa pemerintahan Belanda ( masa kerajaan dan
hamente) terjadi kontrak kerja dengan penguasa Belanda dengan raja Bajawa
sebagai Kepala Suku. Ketidakpuasan inilah yang mendesak masyarakat adat
desa Seso menuntut masyarakat desa Waepana untuk mengembalikan dan
mengakui tanah-tanah hak ulayat mereka. Disatu pihak ternyata tanah-tanah
ulayat yang dikuasai oleh masyarakat desa Waepana sudah menjadi milik
mereka karena telah diberikan oleh Pemerintah berdasarkan tanah Negara
bebas. Dan kepada masyarakat desa Waepana telah diberikan bukti-bukti
kepemilikan atas tanah berupa sertipikat. Tanah-tanah tersebut sudah
bepuluh-puluh tahun dikuasai dan diolah serta ditanami tanaman umur
panjang oleh masyarakat Desa Waepana.
Penyelesaian sengketa yang dipilih oleh masyarakat adat lebih memilih
menyelesaikan dengan upaya mediasi melalui Kepala Adat (Mosalaki).
Mengapa masyarakat adat di Kecamatan SOA - Kabupaten Ngada Propinsi
Nusa Tenggara Timur lebih memilih cara penyelesaian melalui mediasi,
judul
PENYELESAIAN
PERANANAN
SENGKETA
KEPALA
TANAH
ADAT
ULAYAT
DALAM
MELALUI
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat
dirumuskan permasalahan hukum sebagai berikut :
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung : Citra Aditya Bakti,
2003), hal.4
3. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian ilmiah harus mempunyai tujuan yang jelas dan
merupakan pedoman dalam mengadakan penelitian dan juga menunjukkan
kualitas dari penelitian tersebut berdasarkan permasalahan yang telah
dirumuskan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini
yaitu :
1. Untuk mengetahui sengketa tanah-tanah ulayat yang sering terjadi di
Kecamatan SOA Kabupaten Ngada-Flores-Nusa Tenggara Timur.
2. Untuk mengetahui peranan Kepala Adat / Mosalaki dalam penyelesaian
sengketa tanah-tanah Ulayat melalui upaya mediasi di Kecamatan SOA
Kabupaten Ngada-Flores-Nusa Tenggara Timur.
3. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang sering terjadi dalam
penyelesaian sengketa tanah Ulayat di Kecamatan SOA Kabupaten
Ngada-Flores-Nusa Tenggara Timur.
4. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan kontribusi terhadap
perkembangan Ilmu hukum, khususnya peranan hukum pertanahan untuk
mengatur penyelesaian sengketa tanah-tanah ulayat.
b. Manfaat Praktis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan jalan keluar
terhadap permasalahan yang timbul atau dihadapi dalam masalah
pertanahan khususnya mengenai peranan Kepala Adat dalam
penyelesaian sengketa tanah Ulayat.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan
dan sumbangan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk
mengambil kebijakan dalam masalah pertanahan khususnya mengenai
penyelesaian sengketa tanah Ulayat.
5. Sistematika Penulisan
Agar penulisan karya ilmiah ini tesis ini dapat terarah dan sistematis, di
butuhkan sistem penulisan yang baik. Sistem penulisan tesis ini berdasarkan
pada buku pedoman penulisan hukum fakultas hukum Universitas Diponegoro
Semarang tahun 2002. Sistematika penulisan ini terdiri dari lima bab yang akan
diuraikan sebagai berikut:
Bab I
Bab II
sengketa
pertanahan
yang
berisi
tentang
: Metode
penelitian
terdiri
dari
metode
pendekatannya,
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
6
11
Ibid hal. 56
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria Isi dan Pelaksanaannya, ( Jakarta : Djambatan, 2003) hal.185-186
8
12
hubungan
hukum
antara
orang-orang
dengan
Ibid hal.182
13
10
11
14
terjadinya
perselisihan
dalam
penggunaan
tanah
atau
mengalihkan
seluruh
atau
sebagian
tanah
15
16
17
15
18
Nasional
membatasi
pelaksanaannya,
dalam
arti
19
1.5. Hak Ulayat dalam Peraturan Menteri Agraria / Ka. BPN No. 5
Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat
Masyarakat Hukum Adat.
Hak Ulayat menurut Pasal 1 ayat (1) PMA/Ka.BPN No.5 tahun
1999 adalah:
Kewenangan yang menurut hukum adat dipunyai oleh masyarakat
hukum adat tertentu atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan
hidup para warganya untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam
termasuk tanah dalam wilayah tersebut bagi kelangsungan hidup dan
kehidupannya, yang timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah
turun temurun dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat
tersebut yang bersangkutan.
Terhadap pelaksanaan Hak Ulayat ditentukan dalam Pasal 2 ayat 1
yaitu: sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan oleh
masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum
adat setempat. Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada
apabila :
a. Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan
hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum
tertentu, yang mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan
persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.
20
16
21
dalam masalah Hak Ulayat masyarakat hukum adat yang nyatanyata masih ada di daerah yang bersangkutan.
Regulasi ini memuat kebijaksanaan yang memperjelas prinsip
pengakuan terhadap Hak Ulayat dan hak-hak serupa dari
masyarakat hukum adat, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 5
Tahun
1960
tentang
Peraturan
Dasar
Pokok
Agraria.
yang
menyebabkan
perbedaan
pendapat,
pertikaian
atau
22
17
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai
Pustaka, 1990), hal. 643.
18
Koentjaraningrat, Kebudayaan Mataliteit dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1982) hal.103
19
Mulyo Putro, Pluralisme hukum dan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung :
Fokusmedia, 2002), hal.188
23
kesalahan
informasi
(miss
information),
adanya
20
24
25
22
Ibid hal.23
26
23
Maria S.W. Sumardjono, Puspita Serangkum Masalah Hukum Agraria, (Jogyakarta: Liberty,
1982), hal. 28
24
Suyud Margono, ADR ( Alternative Dispute Resolution ) & Arbitrase Proses Perkembangan &
Aspek Hukum, ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000) hal.
25
Ari Sukanti Hutagalung, Penyelesaian Sengketa Tanah Menurut Hukum yang Berlaku,(Jakarta:
Jurnal Hukum Bisnis, 2002) hal. 52
27
28
diupayakan
dapat
selesai
secara
musyawarah
atau
dibantu
strategi
untuk
menyelesaikannya.
Mekanisme
26
29
30
perbedaannya
adalah
sebagai
ajudikasi
keputusan
yang
telah
ditentukan
tanpa
31
Ajudikasi
Arbitrase
Mediasi
Negosiasi
Sukarela/tidak sukarela
Pemutus
Banding : mengikat dan
tidak mengikat
Tidak sukarela
Sukarela
Sukarela
Sukarela
Hakim
Mengikat
dengan
kemungkinan banding.
Pihak ketiga
Arbitrator
Mengikat tetapi dapat
diuji untuk hal yang
sangat terbatas.
Dipilih oleh para pihak
dan
biasanya
mempunyai
keahlian
dibidang subjek yang
disengketakan.
Para pihak
Jika
tercapai
kesepakatan
Enforceable
sebagai
kontrak.
Dipilih oleh para pihak
dan bertindak sebagai
fasilator.
Derajat formalitas
Aturan Pembuktian
Para pihak
Jika
tercapai
kesepakatan
Enforceable
sebagai
kontrak.
Tidak pihak ketiga atau
fasilator = perundingan
secara langsung oleh
para
pihak
yang
bersengketa.
Biasanya informal dan
tidak terstruktur.
Sikap
yang
saling
bermusuhan = antagonis.
Masa lalu
Masa depan.
Masa kini.
Fokus penyelesaian
Proses penyelesaian
Kesepakatan
masingmasing
pihak
menyampaikan
pembuktian dan argumen.
Emosi bergejolak
Kesepakatan
masingmasing
pihak
menyampaikan bukti dan
argumen.
Emosional
Presentasi
bukti-bukti
dan
argumen
dan
kepentingan-kepentingan
bebas emosional.
Presentasi
bukti-bukti
dan
argumen
dan
kepentingankepentingan.
Suasana emosional
Hasil
Bebas emosional
Publikasi
Kadang-kadang sama
dengan
ajudikasi
kadang-kadang
kompromi tanpa ada
opini.
Tidak terbuka untuk
umum=privat.
Bebas emosional
Kesepakatan
yang
diterima kedua belah
pihak : win-win solution.
Tidak terbuka untuk
umum=privat.
Segera (3-6 minggu)
Jangka waktu
27
32
Kesepakatan
yang
diterima kedua belah
pihak : win-win solution.
Tidak terbuka untuk
umum=privat.
Segera (3-6 bulan)
3. Mediasi
3.1. Pengertian Mediasi
Mediasi berasal dari kata mediation yang berarti penyelesaian
sengketa dengan jalan menengahi.28
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa tidak memberikan rumusan defenisi
atau pengertian dari mediasi secara jelas dan tegas. Oleh karena itu
beberapa ahli hukum berusaha menafsirkan dan memberikan batasan
mengenai kondisi mediasi yang merupakan salah satu cara dari
alternatif penyelesaian sengketa yang diatur dalam Undang-Undang
No. 30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian
sengketa.
28
33
mencapai
kesepakatan
penyelesaian
yang
dapat
29
34
30
31
35
32
36
37
lebih
efektif.
Pertimbangan
dimana
orang
cenderung
38
pendekatan
diarahkan
pada
kerjasama
yang
saling
2.
3.
4.
Mediasi tidak akan membawa hasil yang baik terutama, jika informasi
dan kewenangan tidak cukup diberikan kepadanya.
5.
33
Munir Fuadi, Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung: PT.Citra
Aditya Bakti, 2000), hal.50-51
39
34
Soepomo, Bab Bab Tentang Hukum Adat,( Jakarta : Pradnya Paramita 1979), hal. 45
40
Adanya
pertumbuhan
hukum,
sehingga
dibawah
Adat,
dipihak
lain
ia
bertugas
sebagai
pelaksana
35
41
42
37
38
Ibid hal. 20
Soeleman Biasene Taneko, Dasar Dasar Hukum Adat dan Ilmu Hukum Adat,( Bandung :
Alumni, 1981), hal. 54.
43
tempat
anggota
masyarakat
bersandar
untuk
Adat
untuk
menyelesaikan
masalah,
baik
yang
Oleh
karena
itu
dimana
adanya
gangguan
44
39
Soebakti Poespanoto K. Ng. Asas Asas dan Susunan Hukum Adat, ( Jakarta : Pradnya
Paramitha. Cetakan ke-6. 1981), hal. 225
40
Soepomo, op.cit.hal.112
45
41
Wirjono Prodjodikoro, Pengantar dan Asas-asas Hukum Adat,( Jakarta : CV.Haji Mas Agung
cetakan VII,1998),hal.161
46
berperan
sebagai
media
informasi
adat
untuk
42
ibid hal.5
47
BAB III
METODE PENELITIAN
43
Bambamg Waluyo, Penelitian Dalam Praktek, (Jakarta : Sinar Grafika, 1991), hal.7
48
diperoleh, variable apa saja yang menjadi fokus penelitian, serta bagaimana data
yang terkumpul akan dianalisis untuk dapat menjawab masalah penelitian.44
Menurut asal katanya metodologi berasal dari kata metodos dan
logos yang berarti jalan ke. Dengan demikian penggunaan kata metodologi
penelitian dimaksudkan bahwa dalam melakukan penelitian ini penulis
menggunakan suatu jalan / tata cara tertentu yang sistematis dan konsisten.
Dengan demikian inti dari pada metodologi dalam setiap penelitian hukum
adalah menguraikan tentang cara bagaimana suatu penelitian hukum harus
dilakukan. Disini penulis menentukan metode apa yang akan digunakan,
spesifikasi / tipe penelitian yang dilakukan, metode populasi dan sampling,
bagaimana pengumpulan data akan dilakukan dan analisa data yang dipergunakan.
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode
pendekatan yuridis empiris yaitu suatu pendekatan yang mengacu pada
peraturan-peraturan tertulis atau bahan-bahan hukum lainnya yang bersifat
sekunder untuk melihat bagaimana pelaksanaannya melalui suatu penelitian
lapangan yang dilakukan dengan sosiologis dan wawancara, sehingga
diperoleh tentang kejelasan yang diteliti.
Pada penelitian empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data
sekunder, sebagaimana di atas untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian
terhadap data primer di lapangan atau terhadap masyarakat atau para pihak
44
Maria S.W. Sumardjono, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian Sebuah Panduan Dasar,
(Jakarta : Gramedia Pustaka Umum, 1997), hal. 27
49
yang terlibat dalam konflik. Dikatakan sebagai data primer karena yang
hendak diteliti adalah sebuah perilaku dari praktek penyelesaian sengketa
tanah Ulayat lewat Kepala Adat melalui upaya mediasi.
Metode pendekatan di atas digunakan karena mengingat bahwa
permasalahan yang diteliti berhubungan dengan cara Kepala Adat dalam
menyelesaikan sengketa tanah Ulayat melalui mediasi yang juga mencakup
bidang yuridis yaitu peraturan-peraturan perundangan yang mengatur tata cara
pelaksanaannya dan penyelesaian sengketa tanah Ulayat yang timbul.
2. Spesifikasi Penelitian
Pada umumnya suatu penelitian sosial termasuk penelitian hukum
ditinjau dari sifat suatu penelitian, dapat dibagi menjadi tiga yaitu pertama,
penelitian ekplotoris yaitu penelitian penjelajahan, mencari keterangan,
penjelasan dan data mengenai hal-hal yang belum diketahui. Kedua penelitian
deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan menuliskan tentang sesuatu hal di
daerah tertentu dan pada saat tertentu. Ketiga disebut penelitian ekplanatoris
yaitu suatu penelitian yang menerangkan, memperkuat atau menguji dan
bahkan menolak suatu dan teori atau hipotesa-hipotesa serta terhadap hasil
penelitian yang ada.45
Pada penulisan tesis ini penelitian yang penulis pergunakan adalah
deskriptif analitis yaitu penelitian yang sifat dan tujuannya memberikan
deskripsi tentang sengketa yang timbul, menganalisa secara sistematis untuk
45
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal 7-9
50
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan SOA Kabupaten Ngada Propinsi
Nusa Tenggara Timur. Lokasi yang ditunjuk secara purposive tersebut
merupakan tempat terjadinya sengketa pertanahan, sehingga dengan demikian
diharapkan mudah untuk mengetahui sengketa yang berlangsung disamping
mudah memahami berbagai klasifikasi maupun kearifan masyarakat setempat
sebagai pihak-pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan sengketa yang
terjadi.
46
Ronny H. Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta : Ghalia Indonesia,
1990) hal.44
51
Populasi dalam penelitian ini adalah unit yang ada kaitannya dengan
penyelesaian sengketa tanah ulayat melalui upaya mediasi di Kecamatan
SOA Kabupaten Ngada Flores Nusa Tenggara Timur.
b. Teknik sampling
Pada dasarnya teknik sampling dapat dibedakan menjadi dua macam
yaitu :
1. Teknik random sampling yaitu cara pengambilan, secara random tanpa
memilih bulu, sehingga setiap anggota dari seluruh
populasi
52
1. Cara ini tidak mengikuti suatu seleksi secara random, sehingga lebih
mudah dan tidak menelan banyak biaya.
2. Cara ini menjamin keinginan peneliti untuk memasukkan unsur-unsur
tertentu kedalam sampelnya.
c. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi.
Adapun sampel dalam penelitian ini yang kemudian dijadikan
responden adalah:
1. Masyarakat adat desa Seso (Suku Meli) yang di wakili Tetua
adatnya
2. Masyarakat desa Waepana yang menjadi objek sengketa yang
diwakili oleh Kepala desa
Untuk melengkapi data di atas diwawancarai pihak-pihak yang terkait
dalam sengketa sebagai nara sumbernya:
1. Camat di Kecamatan SOA Kabupaten Ngada
2. Kepala Adat ( Mosalaki)
3. Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Ngada
4. Praktisi
Hukum
sebagai
Pertanahan
53
yang
menguasai
bidang
Hukum
dipersiapkan
daftar
pertanyaan
sebagai
pedoman,
tetapi
kekuatan
hukum
54
mengikat,
yaitu
peraturan
55
47
56
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Kabupaten
yang
57
58
Matapencaharian
Jumlah
Persentase (%)
1.
a. PNS
b. POLRI
c. Swasta
960
917
412
jiwa
jiwa
jiwa
3,15 %
3,01 %
2,03 %
2.
Petani
15,052 jiwa
49,38 %
3.
Pensiunan
1.058 jiwa
3,45 %
59
4.
Nelayan
1.865 jiwa
9,51 %
5.
Pertukangan
1.345 jiwa
5,01 %
6.
Jasa
1.507 jiwa
4,94 %
jumlah
30.321 jiwa
100%
kecamatan
Aisesa
Desa/kelurahan
Masalah
Kelurahan Lape
tanah suku
Para pihak
Orang Rate Ule & ola
ape
Mbay
60
2.
Aimere
Kel. Aimere
Pau
tanah
suku
Kewi
&
Pemda
3.
Wolowae
4.
Desa Anakoli
Tanah suku
Ruing
Tanah Puskesmas
5.
Nangaroro
6.
Mauponggo
Kel. Sawu
Tanah
kantor
Lurah
Bajawa
Desa
Uluwae,Benteng
Tanah
perbatasan
&
tanah ulayat
& Nginamanu
Suku Lodo Raghi
8.
Golewa
Desa Sangadeto
Tanah Matawawo
9.
Ruing Barat
Desa Lanamai
Tanah
pemukiman
di
bukit Kawet
10.
SOA
Batas wilayah
Desa Seso
Tanah di waehoo
Suku
Seso
&
Penggarap di Turewuda
11.
Jerebuu
Desa Naruwolo
12.
Boawae
Desa Raja
Tanah
Suku
di
Natabhada
Sumber Data: Hasil Pendataan Dinas Polisi Pamong Praja Kabupaten Ngada, Desember 2007
61
dimana masyarakat adat Desa Seso (Suku Meli) melihat dan merasa bahwa
tanah yang ada di lokasi Turewuda adalah tanah ulayat yang diwariskan secara
turun-temurun oleh leluhur kepada masyarakat adat untuk tempat upacara
adat, padang penggembalaan dan padang perburuhan sesuai dengan suku-suku
atau woe yang ada di Desa Seso. Dengan pemahaman yang demikian
masyarakat Adat Desa Seso merasa bahwa orang-orang yang mendiami dan
menguasai lokasi tanah tersebut merupakan perampasan terhadap hak-hak
mereka yang diwariskan secara turun-temurun sehingga tanah ulayat yang ada
dan dianggap sebagai tanah suku harus selalu dipertahankan.
Tanah hak ulayat masyarakat adat desa Seso (Suku Meli) yang menjadi
sengketa di lokasi Turewuda terdiri dari berbagai suku yakni antara lain : 48
a. Tanah Ulayat milik suku Tiwu-Ngina
48
Thomas Bay Keu, Ketua Suku Mude, Wawancara, Tanggal 12 April 2008
Cyrlus Bau Engo, Seminar Hasil Penelitian Peranan Hukum Pertanahan dalam pembangunan
daerah Otonomi Ngada, 21-23April 2008
49
62
63
64
50
65
66
yang sama. Meskipun ini merupakan konflik interen sesama warga satu
suku, namun tidak jarang konflik tersebut mendatangkan kekacauan dan
perpecahan yang tentu saja menciptakan ketidakharmonisan kehidupan
sosial masyarakat secara umum.
Tanah ulayat merupakan hak semua masyarakat ulayat yang dalam
bahasa adat disebut
67
68
69
70
bersama antara tokoh adat dari dua ulayat atau lebih. Keputusan lisan ini
secara adat memanglah kuat karena sering dibuat melalui suatu perjanjian
adat yang disertai dengan korban hewan sebagi perjanjian. Perjanjian ini
dalam hukum adat ini mempunyai keharusan yang harus ditaati dan
semestinya tidak boleh dilanggar oleh kelompok ulayat yang terlibat dalam
perjanjian tersebut. Tetapi karena perjanjian adat dilaksanakan secara lisan
dan bukan tertulis kemudian perjanjian ini dimanipulasi. Ada kelompok
ulayat tertentu yang sengaja menghilangkan jejak batas tanah ulayat yang
sudah disepakati bersama sejak leluhur. Atau karena batas tanah ulayat
adalah gunung, sungai, atau bukit dan pohon tertentu kemudian batas
tersebut sudah tidak saling mengakui.
Karena hilangnya saksi dan pelaku sejarah, setiap orang yang tidak
mengetahui secara pasti keberadaan tanah ulayatnya dapat tampil untuk
memberikan kesaksian tentang keberadaan tanah ulayatnya menurut
pandangannya sendiri, yang tentu saja kebenarannya sangat diragukan.
Dalam pemberian bukti keberadaan tanah ulayat ini tidak jarang kelompok
ulayat tertentu menyampaikannya melalui nyanyian adat pada upacara
71
72
73
tanah oleh kelompok ulayat lain dalam satu kelompok masyarakat ulayat
karena dia merasa punya hak atas tanah yang sama. Kasus-kasus tersebut
sering terjadi di mana kelompok ulayat mengklaim dan menjalankan suatu
usaha di atas tanah hak kelompok ulayat lain tanpa sepengatahuan atau
mendapat kuasa dari ulayat yang mempunyai hak atas tanah yang
bersangkutan.
Akibat saling mengklaim tanah ulayat antar suku yang satu dengan
suku yang lain masyarakat terlibat dalam satu permusuhan antara suku,
malah dalam beberapa suku atau ulayat tertentu sampai terlibat dalam
peperangan atau penganiayaan antara warga suku lainnya sampai
menimbulkan korban nyawa.
74
75
76
9. Kurangnya sosialisasi
Agar semua warga masyarakat ulayat mengetahui status tanah ulayat
disertai dengan luas, batas dan cara pemanfaatannya, maka salah satu hal
hal yang perlu dilakukan adalah sosialisasi tentang keberadaan tanah
ulayat sehingga jelas bukti kepemilikannya. Sosialisasi bukan hanya
tanggung jawab tokoh adat, melainkan tanggung jawab Pemerintah dalam
hal ini Badan Pertanahan Nasional. Fungsi tokoh adat dalam sosialisasi
adalah, agar warga ulayatnya mengetahui keberadaan tanah ulayat yang
dimiliki, luas dan batas tanah ulayat yang dimiliki dan batas tanah ulayat
yang ada.
Salah satu penyebab konflik kepemilikan tanah ulayat adalah, karena
Pemerintah dan juga tokoh-tokoh adat
77
nilai
tanah
secara
ekonomi
menyebabkan
52
78
79
80
kelas sosial atas, tidak menerima atau mengakui kalau mereka yang
berasal dari kelas sosial bawah turut serta dalam mengambil kebijakan
dan menguasai tanah lebih banyak, karena hal ini dianggap mengurangi
kuasa dan pengaruh mereka. Atas dasar ini, banyak kebijakan atau
keputusan yang sudah diambil dengan melibatkan masyarakat yang
berada dalam strata sosial sudah dianggap tidak sah. Kalau tanah itu
sudah diserahkan kepada kelompok masyarakat ulayat lain atau kepada
Pemerintah untuk dimanfaatkan untuk kepentingan umum, mereka yang
menganggap diri berasal dari kelas sosial tinggi tidak mengakui dan
biasa diambil kembali.
4. Kurangnya sosialisasi
Agar semua masyarakat adat Desa Seso (suku Meli) mengetahui
status tanah ulayat disertai dengan luas, batas dan cara pemanfaatannya,
maka salah satu hal hal yang perlu dilakukan adalah sosialisasi tentang
keberadaan
tanah-tanah
ulayat
sehingga
jelas
keberadaannya.
satu
penyebab
konflik
kepemilikan
tanah
ulayat
masyarakat adat Desa Seso (Suku Meli) adalah karena Pemerintah dan
juga tokoh-tokoh adat yang mengetahui persis hak tanah ulayatnya itu
81
ulayatnya.
Kurang
pemahaman/informasi
terhadap
meningkatnya
nilai
tanah
secara
ekonomi
sehingga
82
83
53
84
85
perhatiannya
untuk
memulai
rapat,
maka
Kepala
86
telah
memahami
maksud
dan
tujuan
diadakannya
87
kesempatan
untuk
menyampaikan
kesaksiannya.
Dalam
jalan
keluar
atas
sengketa
tanah
yang
88
sedang
Setelah
para
pihak
dirasa
cukup
untuk
menyampaikan
Meli)
melalui
Kepala
adat/Mosalaki
digunakan
untuk
89
sepakat atau ditemukan jalan keluar yang terbaik bagi sengketa tanah
yang terjadi dan kedua belah pihak merasa puas atas kesepakatan tersebut.
Apabila setelah melewati bebarapa kali pertemuan oleh juru
penengah yang sama tetap tidak menemukan jalan keluar maka juru
penengah akan menyarankan agar sengketa tersebut diselesaikan oleh juru
penengah yang lebih berpengalaman misalnya pada tingkat Kecamatan
atau lewat Pengadilan.
4) Penutup
Tahap akhir merupakan tahap dalam proses penyelesaian sengketa
secara musyawarah. Pada tahap ini juru penengah dalam hal ini Kepala
adat/Mosalaki akan menyimpulkan apa yang dibicarakan sebelumnya
dalam musyawarah. Apabila dalam musyawarah tersebut telah diperoleh
kesepakatan mengenai solusi bagi sengketa tanah yang terjadi, maka
kesepakatan tersebut dapat dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis. Bila
anjuran tersebut diterima oleh para pihak yang bersengketa, juru
penengah akan menjadwalkan lagi musyawarah selanjutnya, tetapi bila
para pihak menolak untuk melakukan musyawarah lagi maka juru
penengah menganjurkan para pihak untuk menyelesaikan lewat jalur lain
yang lebih formal melalui jalur hukum.
Dalam mencari jalan penyelesaian sengketa tanah hak ulayat antara
masyarakat adat Desa Seso (suku Meli) dengan masyarakat desa
Waepana, menghendaki adanya penyelesaian yang rukun dan damai yang
90
menjamin
ketentraman.
Karena
itu
setiap
ada
91
internal yang berasal dari para pihak yang bersengketa (subyeknya) dan pada
objek yang disengketakan dan faktor-faktor eksternal yang berasal dari pihak
lainnya.
Faktor yang menghambat proses penyelesaian sengketa masyarakat adat
Desa seso (Suku Meli) dan Desa Waepana antara lain karena:54
1) Saksi tidak mau menjadi saksi
Berdasarkan informasi yang di peroleh dari Thomas Toy selaku
Kepala Adat/Mosalaki dalam menentukan saksi tidak boleh asal pilih
karena mereka yang telah mengetahui dalam perkara masalah kadang
tidak mau menjadi saksi. Selain itu akibat dari kesaksian mereka biasa
membawa perpecahan antara pihak-pihak yang bersengketa. Karena
menurut suku dan kepercayaan masyarakat adat Desa Seso (suku Meli)
apabila saksi ketahuan telah berbohong memberikan keterangan akan
mendapatkan hukuman yang sangat berat karena suku memandang hina
pada seorang yang berbohong.
2) Ketidakjelasan batas tanah
Ketidakjelasan batas tanah juga menyebabkan penghambat dalam
menyelasaikan masalah tanah oleh Kepala Adat/Mosalaki. Sebagai contoh
dalam penentuan batas tanah, karena semula patokan yang menjadi batasbatas tanahnya tidak jelas karena yang menjadi patokannya sudah tidak
ada. Hal ini dikarenakan dahulu pada awal pemilikan tanah sebagian
penentuan batas tanah didasarkan pada pohon tahunan saja sebagai patok
54
ibid
92
dan pada saat ini pohon tersebut sudah tidak ada, sehingga pada saat ini
para pihak kesulitan menunjukkan batasnya.
3) Ketidak jelasan pemilik tanah
Ketidakjelasan siapa pemilik tanah juga menjadi salah satu
penghambat musyawarah. Sering terjadi terhadap satu bidang tanah
terdapat lebih dari dari satu surat tanda bukti kepemilikan. Tanda bukti
kepemilikan tersebut dapat berupa sertipikat bahkan tidak jarang
kepemilikan tanah hanya didasarkan pada pengakuan saja tanpa didukung
surat-surat lainnya. Sehingga dalam hal ini maka harus dibuktikan mana
diantara mereka yang merupakan pemilik yang sebenarnya.
Faktor eksternal yang menghambat sengketa tanah ulayat
masyarakat adat Desa Seso (suku Meli) yang tidak bersumber dari subyek
maupun objek sengketa yang dapat disebabkan oleh pihak ketiga. Pihak
ketiga dalam sengketa tanah adalah pihak lain selain para pihak yang
bersengketa. Pihak ketiga ini biasanya adalah keluarga dari salah satu
pihak yang ikut campur tangan yang terkadang mempengaruhi salah satu
pihak yang bersengketa.
Pihak ketiga lainnya dapat muncul pada saat musyawarah sengketa
tanah telah menemukan solusinya dan para pihak juga telah sepakat
kemudian terdapat pihak lainnya yang muncul dan menyatakan bahwa dia
juga mempunyai hak yang sama atas tanah yang disengketakan dan
mengajukan keberatan, sehingga memunculkan masalah baru yang harus
diselesaiakan. Dengan demikian musyawarah yang tadinya sudah selesai,
93
94
95
BAB V
PENUTUP
96
2. Saran
Sebagai akhir dari pembahasan ini maka penulis mencoba memberikan
saran yang sekiranya dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
terkait yaitu:
1. Kepala Adat di Kecamatan SOA masih dianggap sangat berperan dalam
menyelesaikan konflik pertanahan, sehingga kedepannya sudah mulai
Kepala-Kepala adat diwilayah tersebut lebih diberikan pemahaman tentang
tanah khususnya hukum pertanahan dan hak ulayat masyarakat Hukum
Adat melalui sosialisasi.
97
98
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku :
Boedi Harsono, 2005, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UndangUndang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jambatan, Jakarta.
------------------, 2000,
Jambatan,Jakarta
Himpunan
Peraturan-Peraturan
Hukum
Tanah,
99
Peraturan-Perundang-Undangan :
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria.
UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Peraturan Menteri Agraria No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Hak
Ulayat Masyarakat Hukum Adat.
100
101
102
Gambar 1
Lokasi Masyarakat Adat Desa Seso
(Suku Meli)
Gambar 2
103
104
Gambar 3
Lokasi Tanah Sengketa Yang Sudah Digarap
Oleh Masyarakat Desa Waepana
105
Gambar 4
Musyawarah Adat untuk
Menyelesaikan sengketa Tanah
106
Gambar 5
Jalannya Upacara Adat
107