Makalah Parkinson
Makalah Parkinson
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,
merupakan penyakit terbanyak kedua setelah demensia Alzheimer. Penyakit ini memiliki dimensi
gejala yang sangat luas sehingga baik langsung maupun tidak langsung mempengaruhi kualitas
hidup penderita maupun keluarga. Pertama kali ditemukan oleh seorang dokter inggris yang
bernama James Parkinson pada tahun 1887. Penyakit ini merupakan suatu kondisi ketika
seseorang mengalami ganguan pergerakan.
Tanda-tanda khas yang ditemukan pada penderita diantaranya resting tremor, rigiditas,
bradikinesia, dan instabilitas postural. Tanda-tanda motorik tersebut merupakan akibat dari
degenerasi neuron dopaminergik pada system nigrostriatal. Namun, derajat keparahan defisit
motorik tersebut beragam. Tanda-tanda motorik pasien sering disertai depresi, disfungsi kognitif,
gangguan tidur, dan disfungsi autonom.
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan wanita
seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya muncul sebelum
usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun. Secara keseluruhan,
pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan 1,6 % di Eropa, meningkat
dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85 89 tahun.
Penyakit Parkinson dimulai secara samar-samar dan berkembang secara perlahan. Pada
banyak penderita, pada mulanya Penyakit Parkinson muncul sebagai tremor (gemetar) tangan
ketika sedang beristirahat, tremor akan berkurang jika tangan digerakkan secara sengaja dan
menghilang selama tidur. Stres emosional atau kelelahan bisa memperberat tremor. Pada awalnya
tremor terjadi pada satu tangan, akhirnya akan mengenai tangan lainnya, lengan dan tungkai.
Tremor juga akan mengenai rahang, lidah, kening dan kelopak mata.
Penderita Penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam memulai suatu pergerakan dan
terjadi kekakuan otot. Jika lengan bawah ditekuk ke belakang atau diluruskan oleh orang lain,
maka gerakannya terasa kaku. Kekakuan dan imobilitas bisa menyebabkan sakit otot dan
kelelahan. Kekakuan dan kesulitan dalam memulai suatu pergerakan bisa menyebabkan berbagai
kesulitan. Otot-otot kecil di tangan seringkali mengalami gangguan, sehingga pekerjaan sehari
-hari (misalnya mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu) semakin sulit dilakukan. Penderita
Penyakit Parkinson mengalami kesulitan dalam melangkah dan seringkali berjalan tertatih-tatih
dimana lengannya tidak berayun sesuai dengan langkahnya. Jika penderita Penyakit Parkinson
sudah mulai berjalan, mereka mengalami kesulitan untuk berhenti atau berbalik. Langkahnya
bertambah cepat sehingga mendorong mereka untuk berlari kecil supaya tidak terjatuh. Sikap
tubuhnya menjadi bungkuk dan sulit mempertahankan keseimbangan sehingga cenderung jatuh
ke depan atau ke belakang. Wajah penderita Penyakit Parkinson menjadi kurang ekspresif karena
otot-otot wajah untuk membentuk ekspresi tidak bergerak. Kadang berkurangnya ekspresi wajah
ini disalah artikan sebagai depresi, walaupun memang banyak penderita Penyakit Parkinson yang
akhirnya mengalami depresi. Pandangan tampak kosong dengan mulut terbuka dan matanya
jarang mengedip. Penderita Penyakit Parkinson seringkali ileran atau tersedak karena kekakuan
pada otot wajah dan tenggorokan menyebabkan kesulitan menelan. Penderita Penyakit Parkinson
berbicara sangat pelan dan tanpa aksen (monoton) dan menjadi gagap karena mengalami
kesulitan dalam mengartikulasikan fikirannya. Sebagian besar penderita memiliki intelektual
yang normal, tetapi ada juga yang menjadi pikun.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Penyakit Parkinson (paralysis agitans) atau sindrom Parkinson (Parkinsonismus)
merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat
penurunan atau tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus
palidus/ neostriatum (striatal dopamine deficiency).
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan
erat dengan usia. Penyakit ini mempunyai karakteristik terjadinya degenerasi dari neuron
dopaminergik pas substansia nigra pars kompakta, ditambah dengan adanya inklusi
intraplasma yang terdiri dari protein yang disebut dengan Lewy Bodies. Neurodegeneratif
pada parkinson juga terjadi pasa daerah otak lain termasuk lokus ceruleus, raphe nuklei,
nukleus basalis Meynert, hipothalamus, korteks cerebri, motor nukelus dari saraf kranial,
sistem saraf otonom.
2.2. Insidensi
Penyakit Parkinson terjadi di seluruh dunia, jumlah penderita antara pria dan
wanita seimbang. 5 10 % orang yang terjangkit penyakit parkinson, gejala awalnya
muncul sebelum usia 40 tahun, tapi rata-rata menyerang penderita pada usia 65 tahun.
Secara keseluruhan, pengaruh usia pada umumnya mencapai 1 % di seluruh dunia dan
1,6 % di Eropa, meningkat dari 0,6 % pada usia 60 64 tahun sampai 3,5 % pada usia 85
89 tahun.
Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000400.000 penderita. Rata-rata usia penderita di atas 50 tahun dengan rentang usia-sesuai
dengan penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Sumatera dan Jawa- 18
hingga 85 tahun. Statistik menunjukkan, baik di luar negeri maupun di dalam negeri,
lelaki lebih banyak terkena dibanding perempuan (3:2) dengan alasan yang belum
diketahui.
2.3 Etiologi
Etiologi Parkinson primer belum diketahui, masih belum diketahui. Terdapat
beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum
diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat
toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.
Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra.
Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki
(involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang
tidak disadarinya. Mekanis-me bagaimana kerusakan itu belum jelas benar. Beberapa hal
yang diduga bisa menyebabkan parkinson adalah sebagai berikut.
1.Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200
dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi
mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia
nigra, pada penyakit parkinson.
2.Geografi : Di Libya 31 dari 100.000 orang, di Buinos aires 657 per 100.000
orang. Faktor resiko yang mempengaruhi perbedaan angka secara geografis
ini termasuk adanya perbedaaan genetik, kekebalan terhadap penyakit dan
paparan terhadap faktor lingkungan.
3.Periode : Fluktuasi jumlah penderita penyakit parkinson tiap periode mungkin
berhubungan dengan hasil pemaparan lingkungan yang episodik, misalnya
proses infeksi, industrialisasi ataupn gaya hidup. Data dari Mayo Klinik di
Minessota, tidak terjadi perubahan besar pada angka morbiditas antara tahun
1935 sampai tahun 1990. Hal ini mungkin karena faktor lingkungan secara
relatif kurang berpengaruh terhadap timbulnya penyakit parkinson.
4.Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada
penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang
kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan.
Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi
point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan
adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada
4.Neuromuskuler : kelumpuhan sering disertai atrofi otot dan reflek tendon yang
menurun.
Patofisiologi depresi pada penyakit Parkinson sampai saat ini belum diketahui
pasti. Namun teoritis diduga hal ini berhubungan dengan defisiensi serotonin, dopamin
dan noradrenalin.
Pada penyakit Parkinson terjadi degenerasi sel-sel neuronyang meliputi berbagai
inti subkortikal termasuk di antaranya substansia nigra, area ventral tegmental, nukleus
basalis, hipotalamus, pedunkulus pontin, nukleus raphe dorsal, locus cereleus, nucleus
central pontine dan ganglia otonomik. Beratnya kerusakan struktur ini bervariasi. Pada
otopsi didapatkan kehilangan sel substansia nigra dan lokus cereleus bervariasi antara
50% - 85%, sedangkan pada nukleus raphe dorsal berkisar antara 0% - 45%, dan pada
nukleus ganglia basalis antara 32 % - 87 %. Inti-inti subkortikal ini merupakan sumber
utama neurotransmiter. Terlibatnya struktur ini mengakibatkan berkurangnya dopamin di
nukleus kaudatus (berkurang sampai 75%), putamen (berkurang sampai 90%),
hipotalamus (berkurang sampai 90%). Norepinefrin berkurang 43% di lokus sereleus,
52% di substansia nigra, 68% di hipotalamus posterior. Serotonin berkurang 40% di
nukleus kaudatus dan hipokampus, 40% di lobus frontalis dan 30% di lobus temporalis,
serta 50% di ganglia basalis. Selain itu juga terjadi pengurangan nuropeptid spesifik
seperti met-enkephalin, leu-enkephalin, substansi P dan bombesin.
Perubahan neurotransmiter dan neuropeptid menyebabkan perubahan
neurofisiologik yang berhubungan dengan perubahan suasana perasaan. Sistem transmiter
yang terlibat ini menengahi proses reward, mekanisme motivasi, dan respons terhadap
stres. Sistem dopamin berperan dalam proses reward dan reinforcement. Febiger
mengemukakan hipotesis bahwa abnormalitas sistem neurotransmiter pada penyakit
Parkinson akan mengurangi keefektifan mekanisme reward dan menyebabkan anhedonia,
kehilangan motivasi dan apatis. Sedang Taylor menekankan pentingnya peranan sistem
dopamin forebrain dalam fungsi-fungsi tingkah laku terhadap pengharapan dan
antisipasi. Sistem ini berperan dalam motivasi dan dorongan untuk berbuat, sehingga
disfungsi ini akan mengakibatkan ketergantungan yang berlebihan terhadap lingkungan
dengan berkurangnya keinginan melakukan aktivitas, menurunnya perasaan kemampuan
untuk mengontrol diri. Berkurangnya perasaan kemampuan untuk mengontrol diri sendiri
dapat bermanifestasi sebagai perasaan tidak berguna dan kehilangan harga diri.
2.5 Klasifikasi
Pada umumnya diagnosis sindrom Parkinson mudah ditegakkan, tetapi harus
diusahakan menentukan jenisnya untuk mendapat gambaran tentang etiologi, prognosis
dan penatalaksanaannya.
1.Parkinsonismus primer/ idiopatik/paralysis agitans.
Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum
jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini.
2.Parkinsonismus sekunder atau simtomatik
Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis
meningovaskuler, iatrogenik atau drug induced, misalnya golongan fenotiazin,
reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral petekial pasca
trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri,
hipoparatiroid dan kalsifikasi.
3.Sindrom paraparkinson (Parkinson plus)
Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit
keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada penyakit Wilson (degenerasi hepatolentikularis),
hidrosefalus
normotensif,
sindrom
Shy-drager,
degenerasi
terdapat
pada
jari
tangan,
tremor
kasar
pada
sendi
13
Bradikinesia mengakibatkan
kurangnya ekspresi muka serta mimic muka. Disamping itu, kulit muka seperti
berminyak dan ludah suka keluar dari mulut karena berkurangnya gerak menelan
ludah.
e.Mikrografia
Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus
hal ini merupakan gejala dini.
e.Gangguan sensasi,
- kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna,
- penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension
orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian
tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan
- berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau ( microsmia atau
anosmia),
2.7Diagnosis
Diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada
setiap kunjungan penderita :
1.Tekanan darah diukur dalam keadaan berbaring dan berdiri, hal ini untuk mendeteksi
hipotensi ortostatik.
2.Menilai respons terhadap stress ringan, misalnya berdiri dengan tangan diekstensikan,
menghitung surut dari angka seratus, bila masih ada tremor dan rigiditas yang san
gat, berarti belum berespon terhadap medikasi.
3.Mencatat dan mengikuti kemampuan fungsional, disini penderita disuruh menulis kalimat
sederhana dan menggambarkan lingkaran-lingkaran konsentris dengan tangan kanan
dan kiri diatas kertas, kertas ini disimpan untuk perbandingan waktu follow up
berikutnya.
Cogentin),
trihexyphenidyl
Artane).
Berguna
untuk
waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit parkinson. Yaitu untuk
mengaluskan pergerakan.
Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi
monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang
dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin
and L-methamphetamin. Efek sampingnya adalah insomnia. Kombinasi dengan Ldopa dapat meningkatkan angka kematian, yang sampai saat ini tidak bisa
diterangkan secara jelas. Efek lain dari kombinasi ini adalah stomatitis.
f.Amantadine (Symmetrel)
Berguna untuk perawatan akinesia, dyskinesia, kekakuan, gemetaran.
g.Inhibitor dopa dekarboksilasi dan levodopa
Untuk mencegah agar levodopa tidak diubah menjadi dopamin di luar otak, maka
levodopa dikombinasikan dengan inhibitor enzim dopa dekarboksilase. Untuk
maksud ini dapat digunakan karbidopa atau benserazide ( madopar ). Dopamin
dan karbidopa tidak dapat menembus sawar-otak-darah. Dengan demikian lebih
banyak levodopa yang dapat menembus sawar-otak-darah, untuk kemudian
dikonversi menjadi dopamine di otak. Efek sampingnya umunya hampir sama
dengan efek samping yang ditimbulkan oleh levodopa.
2. Deep Brain Stimulation (DBS)
Terapi ini memberikan stimulasi elektrik rendah pada thalamus. Stimulasi ini
digerakkan oleh alat medis implant yang menekan tremor. Terapi ini memberikan
kemungkinan penekanan pada semua gejala dan efek samping, dokter menargetkan
wilayah subthalamic nucleus (STN) dan globus pallidus (GP) sebagai wilayah
stimulasi elektris. Pilihan wilayah target tergantung pada penilaian klinis.
DBS kini menawarkan harapan baru bagi hidup yang lebih baik dengan
kemajuan pembedahan terkini kepada para pasien dengan penyakit parkinson. DBS
direkomendasikan bagi pasien dengan penyakit parkinson tahap lanjut (stadium 3 atau
4) yang masih memberikan respon terhadap levodopa.
Pengendalian parkinson dengan terapi DBS menunjukkan keberhasilan 90%.
Berdasarkan penelitian, sebanyak 8 atau 9 dari 10 orang yang menggunakan terapi
DBS mencapai peningkatan kemampuan untuk melakukan akltivitas normal seharihari.
Selain terapi obat yang diberikan, pemberian makanan harus benar-benar
diperhatikan, karena kekakuan otot bisa menyebabkan penderita mengalami kesulitan
untuk menelan sehingga bisa terjadi kekurangan gizi (malnutrisi) pada penderita.
Makanan berserat akan membantu mengurangi ganguan pencernaan yang disebabkan
kurangnya aktivitas, cairan dan beberapa obat.
3. Terapi Fisik
Sebagian terbesar penderita Parkinson akan merasa efek baik dari terapi fisik.
Pasien akan termotifasi sehingga terapi ini bisa dilakukan di rumah, dengan diberikan
petunjuk atau latihan contoh diklinik terapi fisik. Program terapi fisik pada penyakit
Parkinson merupakan program jangka panjang dan jenis terapi disesuaikan dengan
perkembangan atau perburukan penyakit, misalnya perubahan pada rigiditas, tremor
dan hambatan lainnya.
Latihan fisik yang teratur, termasuk yoga, taichi, ataupun tari dapat
bermanfaat dalam menjaga dan meningkatkan mobilitas, fleksibilitas, keseimbangan,
dan range of motion. Latihan dasar selalu dianjurkan, seperti membawa tas, memakai
dasi, mengunyah keras, dan memindahkan makanan di dalam mulut.
4. Terapi Suara
Perawatan yang paling besar untuk kekacauan suara yang diakibatkan oleh
penyakit Parkinson adalah dengan Lee Silverman Voice Treatment ( LSVT ). LSVT
fokus untuk meningkatkan volume suara. Suatu studi menemukan bahwa alat
elektronik yang menyediakan umpan balik indera pendengar atau frequency auditory
feedback (FAF) untuk meningkatkan kejernihan suara.
5. Terapi gen
Pada saat sekarang ini, penyelidikan telah dilakukan hingga tahap terapi gen
yang melibatkan penggunaan virus yang tidak berbahaya yang dikirim ke bagian otak
yang disebut subthalamic nucleus (STN). Gen yang digunakan memerintahkan untuk
mempoduksi sebuah enzim yang disebut glutamic acid decarboxylase (GAD) yang
mempercepat produksi neurotransmitter (GABA). GABA bertindak sebagai
penghambat langsung sel yang terlalu aktif di STN.
Terapi lain yang sedang dikembangkan adalah GDNF. Infus GDNF (glialderived neurotrophic factor) pada ganglia basal dengan menggunakan implant
kathether melalui operasi. Dengan berbagai reaksi biokimia, GDNF akan merangsang
pembentukan L-dopa.
6. Pencangkokan syaraf
Cangkok sel stem secara genetik untuk memproduksi dopamine atau sel stem
yang berubah menjadi sel memproduksi dopamine telah mulai dilakukan. Percobaan
pertama yang dilakukan adalah randomized double-blind sham-placebo dengan
pencangkokan dopaminergik yang gagal menunjukkan peningkatan mutu hidup untuk
pasien di bawah umur.
7. Operasi
Operasi untuk penderita Parkinson jarang dilakukan sejak ditemukannya
levodopa. Operasi dilakukan pada pasien dengan Parkinson yang sudah parah di mana
terapi dengan obat tidak mencukupi. Operasi dilakukan thalatotomi dan stimulasi
thalamik.
8. Terapi neuroprotektif
Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang
diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen
neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids,
bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering
digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline),
dopamine agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10.
9. Nutrisi
Beberapa nutrient telah diuji dalam studi klinik klinik untuk kemudian
digunakan secara luas untuk mengobati pasien Parkinson. Sebagai contoh, L- Tyrosin
yang merupakan suatu perkusor L-dopa mennjukkan efektifitas sekitar 70 % dalam
mengurangi gejala penyakit ini. Zat besi (Fe), suatu kofaktor penting dalam
biosintesis L-dopa mengurangi 10%- 60% gejala pada penelitian terhadap 110 pasien.
THFA, NADH, dan piridoxin yang merupakan koenzim dan perkusor
koenzim dalam biosintesis dopamine menunjukkan efektifitas yang lebih rendah
dibanding L-Tyrosin dan zat besi. Vitamin C dan vitamin E dosis tinggi secara teori
dapat mengurangi kerusakan sel yang terjadi pada pasien Parkinson. Kedua vitamin
tersebut diperlukan dalam aktifitas enzim superoxide dismutase dan katalase untuk
menetralkan anion superoxide yang dapat merusak sel.
Belum lama ini, Koenzim Q10 juga telah digunakan dengan cara kerja yang
mirip dengan vitamin A dan E. MitoQ adalah suatu zat sintesis baru yang memiliki
struktur dan fungsi mirip dengan koenzim Q10.
10. Qigong
Terdapat dua penelitian mengenai qigong pada penyakit bParkinson. Dalam
percobaan di Bonn, studi terhadap 56 pasien didapatkan peningkatan gejala motorik
dan non-motorik di antara pasien yang melakukan latihan qigong terstruktur 1 kalin
seminggu selama 8 minggu. Penulis berspekulasi bahwa gambaran aliran energy yang
membantu peningkatan dalam movement pasien.
Namun demikian studi kedua menunjukkan qigong tak efektif pada penyakit
Parkinson. Dalam studi tersebut, peneliti menggunakan randomized cross-over trial
untuk membandingkan latihan aerobic dengan qigong pada penyakit Parkinson tahap
lanjut.dua kelompok pasien PD dinilai, kemudian melakukan 20 sesi baik latihan
aeronik maupun qigong, dinilai lagi, kemudian setelah selang 2 bulan, ditukar dengan
20 sesi lainnya, kemudian dinilai lagi. Penulis mendapatkan peningkatan kemampuan
motorikdan fungsi kardiorespirator setelah mengikuti latihan aerobic, tetapi tak
mendapatkan manfaat setelah mengikuti qigong. Penulis juga menyimpulkan latihan
aerobik tak memiliki manfaat terhadap kualitas hidup pasien.
11. Botox
Baru-baru ini, injeksi Botox sedang diteliti sebagai salah satu pengobatan nonFDA di masa mendatang.
2.10 Prognosis
Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan
perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka
penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan
kematian.
Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien
berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat
bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.4
PD sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan
waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien PD pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang
tidak menderita PD. Pada tahap akhir, PD dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak,
pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian.
Progresifitas gejala pada PD dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian
pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan
lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakn
pasien PD dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.
BAB III
PENUTUP
Penyakit Parkinson adalah penyakit neurodegeneratif yang bersifat kronis progresif,
merupakan suatu penyakit/sindrom karena gangguan pada ganglia basalis akibat penurunan atau
tidak adanya pengiriman dopamine dari substansia nigra ke globus palidus/ neostriatum (striatal
dopamine deficiency). Di Amerika Serikat, ada sekitar 500.000 penderita parkinson. Di Indonesia
sendiri, dengan jumlah penduduk 210 juta orang, diperkirakan ada sekitar 200.000-400.000
penderita
Penyakit Parkinson merupakan penyakit kronis yang membutuhkan penanganan secara
holistik meliputi berbagai bidang. Pada saat ini tidak ada terapi untuk menyembuhkan penyakit
ini, tetapi pengobatan dan operasi dapat mengatasi gejala yang timbul . Obat-obatan yang ada
sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa
dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani
sepanjang hidupnya.
Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total
disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan
kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien
berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat
bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah.