Latar Belakang
Provinsi Bengkulu memiliki sumber daya yang sangat besar, baik sumber
daya alam maupun sumber daya manusia. Sumber daya alam adalah segala yang
ada di alam yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Potensi
kekayaan alam Bengkulu tidak kalah dengan provinsi lain di Tanah Air, terutama
di sektor kelautan dan perikanan. Letak wilayah yang sebagian besar menghadap
ke Samudera Hindia dengan panjang pantai mencapai 525 Km, menyebabkan
Provinsi Bengkulu memiliki luas Laut Teritorial sebesar 53.000 Km 2 dan luas
Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE jarak 12 - 200 mil laut dari pantai) mencapai
685.000 km2. Bila potensi tersebut dimanfaatkan secara optimal menurut data
Departemen Kelautan dan Perikanan, Provinsi Bengkulu mampu menghasilkan
145.334 ton ikan. Namun berdasarkan data yang ada menunjukkan hasil
tangkapan tahun 2006 hanya 39.203,3 ton ikan.
Potensi perikanan ZEE laut Bengkulu hingga kini belum tergarap optimal,
padahal dalam kawasan itulah potensi terbesar berada. Penangkapan ikan di
Bengkulu saat ini dilakukan oleh nelayan dengan menggunakan kapal dan alat
tangkap sederhana sehingga nelayan hanya dapat melakukan penangkapan paling
jauh hingga 4 mil karena itu hasil yang diperoleh pun masih minim. Sedangkan
Potensi ikan terbesar berada di kawasan ZEE yang berjarak 200 mil dari pantai.
Bengkulu
juga
menyimpan
kekayaan
alam
yang
layak
dijadikan destinasi pariwisata unggulan. Objek wisata yang ada di Bengkulu juga
beragam, baik wisata alam, budaya maupun sejarah. Wisata alamnya antara lain
Bukit Kaba di Curup, Bukit Belerang Semaleko di Lebong Selatan, Bunga
Raflesia Arnoldi di Taba Pananjung. Rekreasi pantainya antara lain pantai Panjang
Nala di Gading Cempaka dan pantai pasir putih Pulau Baai di Selebar. Wisata
budayanya antara lain kesenian Tabot, tarian rakyat Enggano, dan kerajinan kain
Besurek. Wisata sejarahnya meliputi rumah peninggalan Bung Karno, dan
Benteng Malborough.
Sumber daya manusia adalah individu yang bekerja sebagai penggerak
suatu organisasi dan berfungsi sebagai aset yang harus dilatih dan dikembangkan
kemampuannya. Manusia selain sebagai konsumen juga merupakan sumber daya
yang membawa manfaat besar bagi masyarakat apabila kemampuannya
dimanfaatkan secara maksimal. Menurut Reksohadiprodjo (2001:121)
Orang dapat memusatkan perhatian pada alokasi sumber daya bagaimana
pun keadaannya, oleh karena, dalam pelaksanaan proyek orang selalu
dihadapkan pada realokasi sumber daya. Terutama sekali realokasi sumber
daya manusia, memerlukan selain kemampuan, juga kemauan untuk
ditempatkan di bagian lain. Proses ini memerlukan penyesuaianpenyesuaian yang kadang-kadang menghambat proyek atau memperlambat
penyelesaian proyek.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Bengkulu, jumlah tenaga
kerja pada bulan Agustus 2013 terdiri dari 841 ribu orang angkatan kerja dan
408,3 ribu angkatan bukan kerja. Sayangnya, jumlah penganggurannya mencapai
39,9 ribu orang dengan tingkat pengangguran tertinggi di kabupaten Kaur dan
terendah di kabupaten Seluma.
Provinsi Bengkulu memiliki kekayaan alam yang sangat besar tapi potensi
ini tidak mampu dimanfaatkan dengan baik oleh pemerintah setempat guna
menyejahterakan rakyat.
Kepemimpinan itu hendaknya jangan terlalu berat dinilai dari segi-segi
prestasi materiilnya saja. Akan tetapi, juga harus ikut di pertimbangkan
pengaruh baik atau akibat buruk apa yang mereka timbulkan bagi
kesejahteraan jasmani-ruhani [sic!] anak buah dan pengikut-pengikutnya,
atau bagi manusia pada umumnya (Kartono, 2014:92-93)
Contohnya adalah kasus 22 titik konflik lahan pada Desember 2012. Pada
saat itu terdapat 22 titik konflik agraria mengancam Bengkulu akibat ketimpangan
penguasaan lahan antara pemilik modal dengan masyarakat. Konflik ini terjadi di
enam kabupaten yakni Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, Mukomuko, Seluma,
Kepahiang, dan Kabupaten Kaur. Kelalaian pemerintah dalam mengelola agraria
juga terbukti dari banyak lahan yang sudah memiliki izin Hak Guna Usaha (HGU)
tetapi ditelantarkan. Akibatnya, ruang kelola masyarakat Bengkulu sebagian besar
dikuasai pemodal dengan luasan 463,964 hektare. Meski sudah berganti rezim,
tetapi belum ada niat baik pemerintah menuntaskan konflik-konflik agraria.
Kurangnya kesadaran masyarakat juga menjadi permasalahan dalam
menjaga kekayaan alam Bengkulu. Seperti membuka lahan baru dengan cara
dibakar dan ditebang di sempadan Danau Nibung, seluas 2,5 hektare hutan
konservasi di sepanjang sempadan Danau Nibung dirusak oleh oknum tidak
bertanggung jawab. Begitu juga dengan kasus pencurian 146 batang kayu dari
Taman Nasional Kerinci Sebelat, kalau semua kayu dalam kawasan hutan dibabat,
maka efeknya sangat besar. TNKS yang termasuk paru-paru dunia bukanlah milik
pribadi tetapi untuk semua.
II.
Rumusan Masalah
A. Bagaimana pengaruh pariwisata Bengkulu terhadap sumber daya
daerah Bengkulu?
B. Bagaimana seharusnya
peran
pemerintah
terhadap
upaya
IV.
Pembahasan
IV.1 Pengaruh Pariwisata Bengkulu Terhadap Sumber Daya Daerah
Bengkulu
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
Peran
Pemerintah
Sebagai
Upaya
Peningkatan
Pariwisata
Bengkulu
Casson (1992:17) menyatakan bahwa, jika ingin memulai bisnis,
permasalahan pertama terletak pada cara mengusahakan agar pekerja bisa berguna
dan menguntungkan. Maka hal pertama yang harus dilakukan Pemerintah
Bengkulu adalah memberikan pengarahan dan pelatihan untuk meningkatkan
pengetahuan
masyarakat
Bengkulu
tentang
pentingnya
menjaga
dan
V.
Kesimpulan
Potensi yang dimiliki Bengkulu sangat besar baik sumber daya alam
maupun sumber daya manusianya. Bila peluang ini dimanfaatkan sebagai bisnis
pariwisata maka akan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat di
daerah Bengkulu. Roda perekonomian akan bergerak dan memberikan
keuntungan bagi banyak pihak. Namun untuk mencapai tujuan tersebut,
dibutuhkan peran pemerintah sebagai pendukung utama. Pertama Pemprov
Bengkulu harus menciptakan rasa sadar masyarakatnya terhadap sumber daya
Bengkulu. Kemudian Pemprov Bengkulu dapat meningkatkan fasilitas-fasilitas
pendukung untuk menarik investor menanamkan modalnya di sektor pariwisata
Bengkulu.
VI.
Daftar Pustaka
Casson N. Herbert. 1992. Bagaimana Cara Memperoleh dan Memanfaatkan
Uang. Jakarta: Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara
Kartono, Kartini. 2014. Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah kepemimpinan
Abnormal Itu?. Jakarta: Rajawali Pers
Reksohadiprodjo, Sukanto. 2001. Manajemen Proyek. Yogyakarta: BPFE
Suryadana M. Liga dan Vanny Octavia. 2015. Pengantar Pemasaran Pariwisata.
Bandung: Penerbit Alfabeta
Thatagati, Arini. 2015. Super Tourismpreneur. Yogyakarta: Penerbit Andi