Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyalahgunaan dan peredaran ilegal napza (narkoba, psikotropika, dan
zat adikitif) atau biasa disebut dengan narkoba merupakan salah satu
permasalahan sosial yang sering terjadi ditengah-tengah masyarakat. Hal ini
dapat menimbulkan dampak yang sangat luas meliputi berbagai aspek, baik
kesehatan,

kesejahteraan,

keamanan,

dan

ekonomi.

Dewasa

ini

penyalahgunaan narkoba sudah sangat menghawatirkan, setiap tahunnya


jumlah penyalahgunaan narkoba terus meningkat.
Menurut UNODC (2014) perkembangan situasi narkoba dunia tahun
2014, diketahui angka esimasi (perkiraan) pengguna narkoba di tahun 2012
adalah antara 162 juta hingga 324 juta orang sekitar 3,5%-7%. Perbandingan
estimasi prevalensi tahun 2012 (3,5%-7%) dengan estimasi tahun 2010 yang
kisarannya

3,5%-5,7%

menunjukkan

kecenderungan

prevalensi

penyalahgunaan narkoba relatif stabil. Jenis yang paling banyak digunakan


adalah ganja,opiod, cocain atau typhe amphetamine dan kelompok stimulan
(BNN & Puslitkes UI, 2014).
Dalam pertemuan Comission on Narcotic and drug (CND) ke-58 pada
bulan maret 2015 berkaitan dengan situasi penyalagunaan narkoba, United
Nations Office On Drugs and Crime (UNODC) dan World Health
Organization (WHO) memperkiran 3,5-7% penduduk dunia atau sekitar 162324 juta orang paling tidak pernah menggunakan narkoba sementara sekitar
16-39 juta orang mengalami ketergantungan narkoba. Juga diperkirakan 12,7
juta orang menggunakan narkoba dengan jarum suntik, dan sebanyak 1,7 juta
orang mengidap HIV. Secara Global UNODC memperkirakan 183.000 per
tahun angka kematian terkait narkoba (RENSTRA BNN RI, 2015-2019).

Gambar 1. Prevalensi Penyalahguna Narkoba di Indonesia


Tahun 2004, 2009, dan 2011.
Sumber : BNNP DIY, 2014
Pada tahun 2014 BNN dan Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Universitas Indonesia (Puslitbangkes UI) melakukan Survey
Nasional penyalagunaan narkoba yang dilaksanakan di 17 provinsi sebagai
sampling yaitu Sumut, Kepri, Sumsel, Lampung, DKI Jakarta, Jabar, Kalbar,
Kaltim, Bali, Jatim, DI Yogyakarta, NTB, Sulsel, Sulut, Sultra, Maluku, dan
Papua menunjukan bahwa angka prevalensi penyalaguna narkoba di
Indonesia dapat diuraikan berdasarkan jenis penyalaguna coba pakai pada
tahun 2008 sebesar 872,928 (26%) pada tahun 2011 sebesar 1,159,649 (27%)
dan tahun 2014 sebesar 1,624,026 (39%) teratur pakai pada tahun 2008
sebesar 894,492 (27%), pada tahun 2011 sebesar 1,910,295 (45%) dan pada
tahun 2014 sebesar 1,455,232 (37%). Sedangkan pecandu non suntik pada
tahun 2008 sebesar 1,358,935 (40%), pada tahun 2011 sebesar 1,134,354
(27%), dan pada tahun 2014 sebesar 875,248 (23%). Pecandu suntik pada
tahun 2008 sebesar 236,172 (7%), 70,031 (1%), 67,722 (1%) sehingga total
penyalahguna pada tahun 2008 sebesar 3,362,527 (1,99%), pada tahun 2011
sebesar 4,274,233 (2,23/50) dan tahun 2014 sebesar 4,022,228 (2,18%) hal
tersebut mengindikasikan masih lemahnya daya tangkal masyarakat terhadap
bahaya penyalahguna narkoba (RENSTRA BNN RI, 2015-2019).
Dari seluruh penyalahguna tersebut sangat memerlukan layanan
rehabilitasi, namun saat ini lembaga layanan perawatan rehabilitasi yang
tersedia baru sejumlah 348 lembaga rehabilitasi milik pemerintah dan 132

lembaga rehabilitasi milik komponen masyarakat, dan rumah sakit/ klinik


swasta dengan total kapasitas layanan hanya 18000 penyalahguna dan
pecandu pertahunya (RENSTRA BNN RI, 2015-2019).
Prevalensi penyalahguna narkoba di Provinsi Gorontalo berkisar 1,6 %
dari populasi 10-59 tahun atau sekitar 6.700 orang yang coba pakai dan
sekitar 5.800 orang yang menjadi pecandu tetap, ditargetkan pada tahun 2016
ini 300 orang penyalahguna narkoba yang akan direhabilitasi, diharapkan
dapat terealisasi maksimal yang tentunya butuh peran serta kita semua. Pada
tahun 2015 yang lalu, ditargetkan rehabilitasi bagi 100.000 penyalahguna,
namun angka itu tidak dapat dicapai; dan sebagai gambaran di Gorontalo
dengan target 982 realisasinya hanya 415 orang (BNNP gorontalo, 2016).
Pada tahun 2016 BNNP Gorontalo menargetkan 100 penyalahguna atau
residen yang akan menjalani program layanan pasca rehabilitasi namun, pada
sampai saat ini yang menjalani program tersebut berjumlah 50 residen atau
belum mencukupi 50% (BNNP Gorontalo, 2016).
Menurut pasal 70 huruf D UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika,
BNN memiliki tugas meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial pecandu narkotika dan psikotropika serta bahan adiktif
lainnya, kecuali bahan adiktif alkohol dan tembakau;

baik yang

diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat. Hal ini ditindak lanjuti


dengan perka BNN no 4 tahun 2015 tentang tata cara peningkatan
kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang
diselenggarakan oleh pemerintah/ pemerintah daerah maupun masyarakat.
Peningkatan kemampuan antara lain pemberian penguatan, dorongan atau
fasilitasi agar penyelenggaraan rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial dapat
berjalan dengan baik, memenuhi prinsip rehabilitasi bagi penyalahguna
narkotika (BNNP Gorontalo, 2016).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nursetyo Mohammad Rizal pada
tahun 2016 yang berjudul Motivasi Residen dalam mengikuti Program
Pelatihan Otomotif di Panti Sosial Pamardi Putra Purwomartani Kalasan
Kabupaten Sleman di dapatkan bahwa motivasi dari 8 orang residen yang
mengikuti pelatihan otomotif adalah dibagi menjadi 2 yaitu interinsik dan

ekstrinsik. Motivasi dalam diri atau motivasi interinsik residen muncul karena
menyangkut kepuasan yang ada dalam diri atau disebut dengan cognitive
motives.

Dalam

proses

pelatihan

otomotif

residen

dituntut

untuk

mengembangkan potensi dalam diri yang sudah ada agar kreativitas muncul
motivasi tersebut dinamakan self expression. Terciptanya suasana kompetensi
yang sehat bagi residen lain disebut dengan self enhancement. Motivasi
eksterinsik adanya dukungan dari keluarga residen, staff, instruktur dan teman
sesama residen di panti agar mengikuti pelatihan otomotif dan kelak bisa
bekerja di bengkel sepeda motor (Nursetyo Mohammad Rizal, 2016).
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian tetntang Program layanan pasca rehabilitasi dengan
judul Motivasi Residen dalam Mengikuti Program Layanan Pasca
Rehabilitasi di BNNP Gorontalo.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana karakteristik residen yang mengikuti program layanan pasca
rehabilitasi di BNNP Gorontalo?
2. Bagaimana motivasi residen dalam mengikuti program layanan pasca
rehabilitasi di BNNP Gorontalo?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui motivasi residen dalam mengikuti program
layanan pasca rehabilitasi di BNNP Gorontalo.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik residen yang mengikuti program
layanan pasca rehabilitasi di BNNP Gorontalo.
b. Untuk mengetahui motivasi residen dalam mengikuti program
layanan pasca rehabilitasi di BNNP Gorontalo.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pengembangan
ilmu pengetahuan melalui upaya untuk mengkaji, menerapkan dan
menjelaskan dalam bentuk teori-teori dan konsep tertentu.
2. Manfaat Institusi

Agar Masyarakat dapat mengetahui pentingnya pasca rehabilitasi


bagi pengguna narkotika agar mereka tidak relapse atau menggunakan
narkotika lagi.
3. Manfaat Praktis
Untuk menambah wawasan bagi peneliti dan untuk penambahan
bagi peneliti selanjutnya.
E. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini yaitu residen yang
diwawancarai berjumlah 15 orang dan penelitian ini dilakukan khusus
dilingkungan BNNP Gorontalo.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP
A. Tinjauan Umum Motivasi
1. Pengertian
Motivasi

berasal

dari

bahasa

Latin

movere,

yang

berarti

menggerakan. Motivasi berasal dari kata motif yang berarti dorongan


atau alasan. Motif merupakan tenaga pendorong yang mendorong

manusia untuk bertindak atau suatu tenaga di dalam diri manusia, yang
menyebabkan manusia bertindak atau melakukan sesuatu. Motivasi
adalah daya dorong (dalam hati-pikiran) yang menjadikan orang mau
(bahkan seringkali dengan penuh semangat) untuk melakukan sesuatu
(Asrukin Mochammad, Tanpa Tahun).
Menurut Sedarmayanti (2000: 66) dalam Nursetyo Mohammad Rizal
(2016). Motivasi dapat diartikan sebagai daya pendorong yang
menyebabkan orang berbuat sesuatu atau yang diperbuat karena takut
akan sesuatu. Perbuatan atau tindakan tersebut dapat berarti kerja keras
guna lebih berprestasi, menambah keahlian, sumbang saran dan lain-lain.
Menurut Robbin (2001) dalam Subyantoro Arif (2009). Motivasi
didefinisikan sebagai satu proses yang menghasilkan suatu intensitas,
arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan.
Motivasi dapat dibedakan menjadi motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri
individu tanpa adanya rangsangan dari luar, sedangkan motivasi
ekstrinsik adalah motivasi yang berasal dari luar misalnya pemberian
pujian, pemberian nilai sampai pada pemberian hadiah dan faktor-faktor
eksternal lainnya yang memiliki daya dorong motivasional (Nursetyo
Mohammad Rizal, 2016).

2. Teori Motivasi
a. Teori Abraham Maslow (1943;1970)
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada
dasarnya

semua

manusia

memiliki

kebutuhan

pokok.

Ia

menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang


memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkatan itu
dikenal dengan sebutan Hirarki kebutuhan Maslow, dimulai dari
kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih

kompleks, yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar


terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus
terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya
menjadi penentu tindakan yang penting.
Aktualisasi
Penghargaan
Sosial
Rasa Aman
Fisiologis
1) Pertama, kebutuhan fisiologis, yang merupakan kebutuhan yang
paling mendasar berkaitan langsung dengan keberadaan atau
kelangsungan hidup manusia, seperti pangan, sandang dan
papan. Pemenuhan kebutuhan fisiologis ini biasanya dilakukan
dengan mempergunakan uang sebagai sarana.
2) Kedua, kebutuhan rasa aman. Bentuk dari kebutuhan rasa aman
yang paling umum adalah keinginan manusia untuk terbebas
dari bahaya yang mengancam kehidupannya. Penanganan
terhadap kebutuhan rasa aman ini, dapat dilakukan dengan cara
positif yaitu melalui berbagai macam program seperti asuransi,
pensiun, dll. atau dengan cara negatif yaitu dengan penetapan
berbagai macam sanksi seperti teguran, pemindahan bahkan
pemecatan.
3) Ketiga, kebutuhan sosial. Manusia adalah makhluk sosial
sehingga suka bahkan butuh berhubungan dengan orang lain dan
menjadi bagian dari yang lain. Motivasi untuk berafiliasi seperti
itu tidak selalu demi persahabatan namun dapat juga untuk
mengkofirmasikan keyakinannya.
4) Keempat, kebutuhan penghargaan. Melalui berbagai macam
upaya, orang ingin dirinya dipandang penting. Hal ini
merupakan salah satu contoh dari kebutuhan penghargaan ini.
Banyak orang memenuhinya dengan melalui macam-macam
simbol status kebendaan yang secara mencolok segera dapat

diketahui; yang lain merupakan prestasi pribadi. Namun


demikian kebutuhan akan prestise ini pada dasarnya memiliki
batasan tertentu. Apabila seseorang merasa telah sampai pada
tingkat yang dianggap puncak, maka persoalannya bukan lagi
peningkatan

melainkan

bagaimana

mempertahankannya.

Pengaruhnya terhadap aktualisasi diri. Kompetensi dan prestasi


merupakan dua hal yang berkaitan erat dengan kebutuhan ini.
5) Kelima, kebutuhan aktualisasi diri. Aktualisasi diri merupakan
kebutuhan manusia yang paling tinggi, namun paling kurang
dipahami. Pada hakekatnya kebutuhan ini mendorong orang
untuk mampu melakukan apa yang dia mampu lakukan dalam
perwujudan diri yang terbaik. Pengalaman masa lalu, baik
berupa

keberhasilan

maupun

kegagalan,

sangat

besar

pengaruhnya terhadap aktualisasi diri. Kompetensi dan prestasi


merupakan dua hal yang berkaitan erat dengan kebutuhan ini
(Suhardjono, 2010).
Pada teori Maslow ini terdapat dua prinsip yang dapat membatu
kita untuk memahami mekanisme kerja teori ini. Kedua prinsip itu
adalah sebagai berikut:
1) Prinsip Kekurangan (The Deficit Principles); yang dapat
menjadi motivator perilaku hanyalah kebutuhan yang belum
terpenuhi atau terpuaskan.

Kebutuhan yang sudah dipenuhi

tidak lagi berfungsi sebagai motivator. Seorang individu akan


berperilaku dengan cara tertentu dalam upaya memenuhi atau
memuaskan kebutuhannya. Suatu kebutuhan akan timbul bila
orang merasa ada kekurangan .
2) Prinsip Peningkatan (The Progression Principle); kebutuhan
mengikuti prioritas. Kebutuhan pada jenjang tertentu tidak akan
bekerja aktif sebelum kebutuhan pada jenjang di bawahnya
terpenuhi terlebih dahulu. Dalam rangka mencapai pemenuhan
berbagai macam kebutuhan tersebut, orang akan bergerak dari
jenjang kebutuhan yang rendah, selangkah demi selangkah

menaiki jenjang tersebut hingga yang tertinggi yaitu aktualisasi


diri (Suhardjono, 2010).
b. Teori Herzberg
Frederick Herzberg dalam buku pengembangan sumber daya
manusia (2009: 119) seorang ahli psikologi dari Amerika Serikat.
Pada tahun 1950 telah mengembangkan teori motivasi dua faktor.
Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi seseorang
dalam tugas atau pekerjaan, yaitu: Faktor-faktor penyebab kepuasan
(satisfierr) atau faktor motivasional.
1) Faktor penyebab kepuasan ini menyangkut kebutuhan psikologis
seseorang, yang meliputi serangkaian kondisi intrinsik. Apabila
kepuasan

kerja

dicapai

dalam

pekerjaan

maka

akan

menggerakan tingkat motivasi yang kuat bagi seseorang pekerja


dan akhirnya dapat menghasilkan kinerja yang tinggi. Faktor
motivasional (kepuasan) ini mencakup antara lain:
a) Prestasi (achivement)
b) Penghargaan (recognation)
c) Tanggung Jawab (responsibility)
d) Kesempatan untuk maju (posibility of growth)
e) Pekerjaan itu sendiri (work)
2) Faktor-faktor penyebab ketidakpuasan (dissatisfaction) atau
faktor higiene. Faktor-faktor ini menyangkut kebutuhan akan
pemeliharaan atau maintenance factor yang merupakan hakikat
manusia yang ingin memperoleh kesehatan badaniah. Hilangnya
faktor-faktor ini akan menimbulkan ketidakpuasan bekerja
(disatisfaction).

Faktor

higienes

yang

menimbulkan

ketidakpuasan kerja ini antara lain:


a) Kondisi kerja fisik (physical enviroment)
b) Hubungan interpersonal (interpersonal relationship)
c) Kebijakan dan administrasi perusahaan (company and
administration policy)
d) Pengawasan (supervision)
e) Gaji (salary)
f) Keamanan kerja (job security)
(Nursetyo Mohammad Rizal, 2016).
c. Teori Harapan

Pencetus Teori Harapan ini adalah Victor H. Vroom yang


mengungkapkan: Bahwa kekuatan yang memotivasi seseorang untuk
bekerja giat tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang
ia inginkan dan butuhkan dari hasil kegiatan itu. Berapa besar ia
yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginannya
sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya itu. Bila keyakinan
yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasan, maka ia
akan bekerja keras pula dan sebaliknya (Suhardjono, 2010).
3. Macam-macam Motivasi
Ada beberapa macam motivasi yaitu:
a. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya:
1) Motif-motif bawaan
Arti dari motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir,
jadi motivasi itu ada tanpa dipelajari. Sebagai contoh misalnya:
dorongan untuk makan, dorongan untuk minum, dorongan untuk
bekerja, untuk beristirahat, dorongan seksual. Motif-motif ini
seringkali disebut motif-motif yang disyaratkan secara biologis.
2) Motif-motif yang dipelajari
Maksud dari motif-motif yang timbul karena dipelajari.
Sebagai contoh misalnya: dorongan untuk belajar suatu cabang
ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam
masyarakat. Motif-motif ini seringkali disebut dengan motifmotif yang diisyaratkan secara sosial. Sebab manusia hidup
dalam lingkungan sosial dengan sesama manusia yang lain,
sehingga motivasi itu terbentuk. Frandsen mengistilahkan
dengan affliative needs. Sebab justru dengan kemampuan
berhubungan, kerja sama di dalam masyarakat tercapailah suatu
kepuasan diri. Sehingga manusia perlu mengembangkan sifatsifat ramah, kooperatif, menimba hubungan baik dengan
sesama, apalagi orang tua dan guru. Dalam kegiatan belajar mengajar hal ini dapat membantu dalam usaha mencapai
prestasi. Disamping itu Frandsen dalam buku interaksi dan

10

motivasi belajar (2007:87), masih menambahkan jenis-jenis


motif berikut:
a) Cognitive motives
Motif ini menunjuk pada gejala intrinsik, yakni
menyangkut kepuasan individual. Kepuasan individual yang
berada di dalam diri manusia dan biasanya berwujud proses
dan produk mental. Jenis motif seperti ini adalah sangat
primer dalam kegiatan belajar di sekolah terutama yang
berkaitan dengan perkembangan intelektual.
b) Self-expression
Penampilan diri adalah sebagian dari perilaku manusia.
Paling penting adalah kebutuhan individu itu tidak sekedar
tau mengapa dan bagaimana sesuatu itu terjadi, tetapi kita
harus juga mampu membuat suatu kejadian. Untuk ini
memang diperlukan kreativitas, penuh imajinasi. Jadi dalam
hal ini seseorang memiliki keinginan untuk aktualisasi diri.
c) Self-enhancement
Melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi
akan meningkatkan kemajuan diri seseorang. Ketinggian
dan kemajuan diri ini menjadi salah satu keinginan bagi
setiap individu. Dalam belajar dapat diciptakan suasana
kompetensi yang sehat bagi anak didik untuk mencapai
suatu prestasi (Nursetyo Mohammad Rizal, 2016).
b. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis
dalam buku Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Sardiman,
2007: 88-89).
1) Motivasi jasmaniah dan rohaniah
Ada beberapa ahli yang menggolongkan jenis motivasi itu
menjadi dua jenis yakni motivasi jasmaniah dan motivasi
rohaniah. Termasuk motivasi jasmaniah seperti misalnya:
refleks, insting otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk
motivasi rohaniah adalah kemauan. Soal kemauan itu pada
setiap diri manusia terbentuk melalui empat momen.

11

a) Momen timbulnya alasan


Sebagai contoh seorang pemuda yang sedang giat berlatih
olah raga untuk menghadapi suatu porseni di sekolahnya,
tetapi tiba-tiba disuruh ibunya untuk mengantarkan seorang
tamu itu mau pergi ke luar kota. Si pemuda itu kemudian
mengantarkan tamu tersebut, dalam hal ini si pemuda tadi
timbul alasan baru untuk melakukan sesuatu kegiatan
(kegiatan mengantar). Alasan baru itu bisa karena untuk
menghormat tamu atau mungkin keinginan untuk tidak
mengecewakan ibunya.
b) Momen pilih
Momen pilih, maksudnya dalam keadaan pada waktu ada
alternatif-alternatif yang mengakibatkan persaingan diantara
alternatif atau alasan-alasan itu. Kemudian seseorang
menimbang-nimbang dari berbagai alternatif untuk kemudian
c)

menentukan pilihan alternatif yang akan dikerjakan.


Momen putusan
Dalam persaingan antara berbagai alasan, sudah tentu akan
berakhir dengan dipilihnya satu alternatif. Satu alternative
yang dipilih inilah yang menjadi putusan untuk dikerjakan.
d) Momen terbentuknya kemauan
Momen terbentuknya kemauan sudah menetapkan satu
putusan untuk dikerjakan, kemudian timbullah dorongan
pada diri seseorang untuk bertindak dan melaksanakan
putusan itu (Nursetyo Mohammad Rizal, 2016).
B. Tinjauan Umum Residen
Residen adalah istilah dari orang yang mengkonsumsi narkoba dan
mereka menjalani proses rehabilitasi di panti milik pemerintah atau panti
rehabilitasi swasta.
C. Tinjauan Umum Rehabilitasi
1. Pengertian
Menurut Kemenkes RI (2010) dalam Nurhidayati Nuni dan
Nurdibyanandaru Duta (2014). Rehabilitasi adalah suatu proses
pemilihan penyalahguna narkoba baik dalam jagka waktu pendek

12

maupun panjang yang bertujuan mengubah perilaku mereka agar siap


kembali ke masyarakat.
Menurut Kemenkes RI (2010) dalam Nurhidayati Nuni dan
Nurdibyanandaru Duta (2014). Ada dua macam rehabilitasi di indonesia,
yaitu rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis adalah
suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan
pecandu dari ketergantungan narkoba. Sedangkan rehabilitasi sosial
adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental
maupun sosial, agar bekas pecandu narkoba dapat kembali melaksanakan
fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.
2. Sasaran Layanan Rehabilitasi :
a. Pecandu akibat penyalahgunaan narkotika.
b. Korban penyalahgunaan narkotika.
c. Orang terdekat/keluarga.
3. Tujuan Rehabilitasi :
a. Mengubah perilaku ke arah positif dan hidup sehat.
b. Meningkatkan kemampuan kontrol emosi yag lebih baik, sehingga
terhindar dari masalah hukum.
c. Hidup lebih produktif sehingga mampu melaksanakan fungsi
sosialnya.
d. Sedapat mungkin berhenti total dari ketergantungan narkotika.
4. Metode Rehabilitasi :
a. Rehabilitasi Rawat Inap :
1) Detoksifikasi dan pengobatan.
2) Pendekatan psikososial dan spritual.
3) Jangka pendek.
4) Jangka panjang.
b. Rehabilitasi Rawat Jalan :
1) Terapi obat-obatan (farmakoterapi).
2) Terati singkat.
3) Konseling adiksi.
4) Psikoedukasi keluarga.
5) Kelompok bantu diri antara sesama pecandu.
5. Proses Rehabilitasi
a. Penjangkauan : penyalahguna datang sendri atau melalui
penjangkauan
b. Assesmen : dilakukan assesmen medis untuk memperoleh data
tentang: usia dan riwayat penggunaan, gejala ketergantungan serta
penyakit penyerta, pemeriksaan dan laboratorium (tes urin/lab).
c. Rencana terapi (metode dan waktu).

13

d. Detoksifikasi selama 2 minggu (bila perlu).


e. Rehabilitasi rawat jalan (3 bulan)
f. Rehabilitasi rawat inap (6 bulan 1 tahun)
Lamanya perawatan rehabilitasi tergantung kondisi penyalahguna (312 bulan). Setelah rehabilitasi masuk ke program pasca rehabilitasi yang
bertujuan memelihara kepulihan dan mencapai hidup sehat mandiri
produktif (BNN, 2015).
D. Tinjauan Umum Pasca Rehabilitasi
1. Pengertian
Pasca rehabilitasi adalah korban penyalahgunaan narkoba yang
sudah selesai direhabilitasi baik rawat jalan maupun rawat inap. Sebelum
residen mengikuti program pasca rehabilitasi, residen melakukan
assessment terlebih dahulu, apabila residen masih positif menggunakan
narkoba maka ia belum bisa mengikuti program pasca rehabilitasi
namun, apabila residen dinyatakan negatif menggunakan narkoba maka
ia akan mengikuti program pasca rehabilitasi.
2. Tujuan
Pasca rehabilitasi bertujuan untuk membantu mantan pecandu
mampu hidup normal, berfungsi sosial dan diterima oleh masyarakat
(hidup mandiri serta tidak mengulangi perbuatannya menyalahgunakan
narkoba). Program ini berlangsung minimal 6 bulan.
3. Program Pasca Rehabilitasi
Pada program pasca rehabilitasi terdapat 2 program yang
dilaksanakan yaitu:
a. Program Layanan Pasca rehabilitasi
Pada program layanan pasca rehabilitasi dilaksanakan selama
dua bulan dengan pertemuan sebanyak 7 kali dan 3 kali melakukan
tes urin.
Dalam layanan pasca rehabilitasi terdapat program yang dikenal
dengan peer group, seminar pengembanngan diri dan family support
goup (Program 4,2,1) yang dilaksanakan selama 2 bulan dan selama
2 bulan tersebut dilakukan tes urine sebanyak 3 kali. Adapun
program yang dilakukan dalam layanan pasca rehabilitasi yaitu:
1) Program layanan pasca rehabilitasi yang pertama yaitu peer
group (teman sebaya), dimana program ini dilaksanakan
sebanyak 4 kali dengan metode diskusi sesama mantan

14

penyalahguna, agar mereka bisa mendapat solusi dari masalah


mereka masing-masing.
2) Program layanan pasca rehabilitasi yang kedua yaitu Seminar
pengembangan diri. Program ini dilaksanakan sebanyak 2 kali
yang bekerja sama dengan instansi terkait seperti dinas sosial.
Seminar pengembangan diri ini bertujuan agar mantan
penyalahguna dapat mempunyai keterampilan dan mandiri
ketika berada dimasyarakat. Mantan penyalahguna narkoba atau
residen diberikan keterampilan berupa pembuatan kue pia, abon
sagela, perbaikan AC dll. Hal ini diharapkan agar mantan
penyalahguna narkoba setelah selesai menjalani program pasca
rehabilitasi dapat mempunyai pekerjaan dan bisa mandiri.
3) Program layanan pasca rehabilitasi yang ketiga yaitu family
support group yang dilaksanakan sebanyak satu kali dengan
tujuan agar mereka mendapatkan dukungan dari keluarga untuk
mengikuti program layanan pasca rehabilitasi. Pada kegiatan ini
keluarga

dari

residen

dikumpulkan

dan

membicarakan

permasalahan yang menyangkut residen hal ini diharapka


residen tidak relapse atau tidak menggunakan narkoba kembali.
Apabila mantan penyalahguna masih positif setelah mengikuti
program layanan pasca rehabilitasi maka program selanjutnya yang
dilakukan yaitu rawatan lanjutan yang dialaksanakan selama 6 kali
dalam 6 bulan. Metode yang digunakan dalam program rawatan
lanjut

ini

berupa

kunjungan

langsung

kerumah

mantan

penyalahguna. Dalam rawatan lanjutan yang dilakukan dirumah


terdapat 4 komponen yang dilihat pada mantan penyalahguna yaitu
kondisi fisik kesehatannya, pekerjaan, lingkungan dan keluarga.
Dari program yang di laksanakan BNNP Gorontalo Bidang
Pasca

Rehabilitasi

sebagian

mantan

penyalahguna

sudah

menunjukan hasil yang positif di lihat dari tes urine yang dilakukan
pada beberapa waktu kemarin yang menunjukan banyak mantan
penyalahguna sudah tidak kembali lagi menggunakan ataupun

15

kembali ke dunia narkoba tersebut, dengan kata lain dapat di katakan


program dari BNNP Gorontalo Bidang Pasca Rehabilitasi efektif
dalam menanggulangi mantan penyalahguna untuk tidak kembali
menggunakan lagi narkoba meskipun masih ada yang positif
Narkoba. Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut
misalnya perilaku dari penyalahguna itu sendiri, dukungan dari
keluarga yang kurang, dan lingkungan dari penyalahguna.
D. Tinjauan Umum Napza
1. Pengertian
Napza adalah singkatan dari Narkotika, psikotropika, dan zat adiktif
lainnya. Kata lain yang sering dipakai adalah NARKOBA (Narkotika,
Psikotropika, dan Bahan-Bahan Berbahaya lainnya). Narkoba juga
bagian hidup kita sehari-hari. Memang narkotika dan obat psikotropika
merupakan zat yang berguna dalam bidang pengobatan, tetapi dalam
kenyataannya zat-zat ini sering disalahgunakan yang menimbulkan
kerusakan fisik, mental dan emosi selain kerusakan kehidupan dan
kesejahteraan umat manusia.
Menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 35 Tahun 2009, pengertian
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam
UU No. 35 Tahun 2009 (Hendro Nugroho Prasetyo, Tanpa Tahun).
Narkoba digolongkan menjadi 3 golongan yaitu narkotika,
psikotropika dan zat adiktif lainnya. Menurut undang-undang Republik
Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika:
a. Narkotika
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi

sampai

menghilangkan

rasa

nyeri,

dan

dapat

menimbulkan ketergantungan. Narkotika terdiri dari 3 golongan :

16

Golongan I: Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan


pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi,
serta

mempunyai

potensi

sangat

tinggi

mengakibatkan

ketergantungan. Contoh: Heroin, Kokain, Ganja.


Golongan II: Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan
sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan / atau
untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : Morfin,
Petidin.
Golongan III: Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan
ketergantungan. Contoh: Codein (Nursetyo Mohammad Rizal,
2016).
b. Psikotropika
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis
bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas
pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika terdiri dari 4
golongan :
Golongan I: Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh : Ekstasi.
Golongan II: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat
digunakan dalan terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contoh : Amphetamine.
Golongan III: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta

mempunyai

potensi

sedang

mengakibatkan

sindroma

ketergantungan. Contoh: Phenobarbital.


Golongan IV: Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat
luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan

17

serta

mempunyai

ketergantungan.

potensi

Contoh:

ringan

mengakibatkan

Diazepam,

Nitrazepam

sindroma
(Nursetyo

Mohammad Rizal, 2016).


c. Zat adiktif lainnya Adalah bahan / zat yang berpengaruh psikoaktif
diluar narkotika dan psikotropika, misalnya alkohol, inhalans (gas
yang dihirup), tembakau (Nursetyo Mohammad Rizal, 2016).
2. Dampak Penyalahgunaan Napza
Penyalahgunaan narkoba terus menjadi permasalahan global,
mewabah hampir semua bangsa di dunia ini yang mengakibatkan
kematian jutaan jiwa. Narkoba juga dapat menghancurkan kehidupan
keluarga dan mengancam keamanan, stabilitas dan ketahanan nasional.
PBB mengatakan bahwa narkoba sedang mencabik-cabik masyarakat
kita. Narkoba dapat memicu seseorang memiliki penyakit yang
berbahaya seperti HIV/AIDS dan merenggut generasi muda serta masa
depan kita. Tidak ada satu negara pun yang terluput dan tidak ada satu
negara pun yang sanggup memberantas sendiri perdagangan narkotika
dari kawasan negarannya. Globalisasi perdagangan narkoba menurut
penanganan secara internasional. Faktor penyebab ataupun faktor
pendorong penyalahgunaan narkoba dapat dipengaruhi oleh berbagai
factor yaitu keadaan mental, sosial, kondisi fisik, psikologis, gangguan
kepribadian,

depresi.

Terdapat

tiga

faktor

terjadinya

tindakan

penyalahgunaan Napza:
a. Faktor keluarga
Lingkunagn keluarga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak. Suatu kondisi atau keadaan keluarga yang tidak
harmonis, seperti keluarga tidak utuh, hubungan yang tidak baik
antara anak-ibu-bapak, orang tua terlalu sibuk. Hal ini dapat
menjadikan anak membentuk nilai-nilai sendiri dengan mengkaitkan
dirinya terhadap obat-obatan.
b. Tekanan kelompok sebaya
Teman sebaya besar pengaruhnya bagi awal penggunaan Napza.
Sering disebabkan oleh tekanan kelompok, bujukan untuk mencoba
yang apabila menolak akan dikucilkan dari kelompok.
c. Faktor individu

18

Beberapa faktor individu yang dapat menyebabkan terjadinya


penyalahgunaan Napza adalah keinginan untuk coba-coba, ingin
diterima oleh kelompok tertentu, ikut trend, mencari kenikmatan
sesaat, mencari perhatian.
d. Faktor zat
Khasiat zat yang dapat memenuhi keinginan pengguna dan
mudahnya mendapatkan Napza serta harga yang terjangkau. Dampak
negatif penyalahgunaan narkoba terhadap anak atau remaja (pelajar)
adalah sebagai berikut:
1) Perubahan dalam sikap, perangai dan kepribadian.
2) Sering membolos, menurunya kedisiplinan dan nilai-nilai
3)
4)
5)
6)

pelajaran.
Menjadi mudah tersinggung dan cepat marah.
Sering menguap, mengantuk, dan malas.
Tidak memperdulikan kesehatan dirinya.
Suka mencuri untuk membeli narkoba.

(Nursetyo Mohammad Rizal, 2016).


E. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian ini peneliti gunakan sebagai acuan untuk membuat
rumusan pertanyaan yang nantinya akan mengisi pembahasan dalam
penelitian ini. Adapun pertanyaannya yaitu sebagai berikut:
Nama Residen :
Jenis Kelamin
:
Umur
:
Pekerjaan
:
Pendidikan
:
Alamat
:
1. Apa yang melatar belakangi atau mendorong anda untuk mengikuti
program layanan pasca rehabilitasi?
2. Siapa yang memotivasi/mendukung anda dalam mengikuti program
layanan pasca rehabilitasi?
3. Apa pendapat anda mengenai program ini?

19

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Menurut Sugiyono (2009:1) dalam Nurhuda Trisulistiyanto (2015)
pendekatan penelitian meruipakan keseluruhan cara atau kegiatan yang
dilakukan oleh peneliti dalam melaksanakan penelitian mulai dari
merumuskan masalah sampai dengan penarikan kesimpulan.
Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Dalam penelitian ini, peneliti mendeskripsikan motivasi residen
dalam mengikuti program layanan pasca rehabilitasi yang dilakukan oleh
BNNP Gorontalo.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 juni sampai pada tanggal 26
juli 2016.

20

2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di BNNP Gorontalo
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh mantan
penyalahguna narkoba yang menjalani pasca rehabilitasi tahap 2
sebanyak 25 orang.
2. Sampel
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
Purvosive sampling dimana sampel yang diambil sesuai pertimbangan
peneliti sendiri.
Menurut Notoatdmojo soekidjo, 2012. Purvosive sampling yaitu
pengambilan sampel didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang
dibuat oleh peneliti, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah
diketahui sebelumnya.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
karakteristik residen (nama, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan
dan alamat), dan motivasi residen mengikuti program layanan pasca
rehabilitasi.
2. Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu program layanan pasca
rehabilitasi
E. Teknik Pengumpulan Data
Instrumen utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti
sendiri dibantu pedoman wawancara, observasi, dan dokumentasi. Adapun
teknik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Observasi
Observasi yaitu penulis melakukan kegiatan pengamatan secara
langsung pada objek penelitian dengan cara non partisipasi artinya
peneliti tidak ikut serta dalam proses kerja dan mencatat hal yang
berkaitan dengan permasalahan penelitian.
2. Wawancara mendalam (indepeth interview) yaitu suatu cara untuk
mendapatkan dan mengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog
atau diskusi dengan informan yang dianggap mengetahui banyak tentang
dan masalah penelitian.

21

3. Dokumentasi
Metode dokumentasi ini merupakan metode bantu dalam upaya
memperoleh data. Kejadian-kejadian atau peristiwa tertentu yang dapat
dijadikan atau dipakai untuk menjelaskan kondisi didokumentasikan oleh
peneliti.
Dokumentasi dalam penelitian ini meliputi dokumentasi kegiatan
layanan pasca rehabilitasi yang di laksanakan oleh pihak BNNP
Gorontalo.

F. Teknik Analisis Data


Data penelitian di mulai dengan menelah seluruh data yang tersedia dari
berbagai sumber dari wawancara dengan subjek, pengamatan yang sudah
dituliskan dalam catatan lapangan, dokumentasi, observasi yang kemudian
dideskripsikan dan interpetasi dari jawaban yang diperoleh. Adapun tahaptahap teknik analisis data yang digunakan meliputi :
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mencari, mencatat dan mengumpulkan
semua data secara objektif dan apa adanya sesuai dengan hasil observasi
dan wawancara di lapangan, yaitu pencatatan data-data yang diperlukan
terhadap berbagai jenis data dan berbagai bentuk data yang ada di
lapangan yang diturunkan peneliti serta melakukan pancatatan di
lapangan.
2. Reduksi data
Data yang dihasilkan dari wawancara dan dokumen merupakan data
mentah yang bersifat acak-acakan dan kompleks untuk itu peneliti
melakukan pemilihan data yang relevan dan bermakna untuk disajikan
dengan cara memilih data pokok atau inti memfokuskan pada data
mengenai Motivasi Residen dalam mengikuti Program Layanan
Pasca Rehabilitasi di BNNP Gorontalo tahun 2016.
3. Display data
Display data adalah data yang telah direduksi disajikan dalam bentuk
laporan sistematis dengan dilengkapi tabel, diagram, gambar atau foto
yang sesuai. Data disajikan dalam bentuk teks naratif yang berkaitan

22

dengan Motivasi Residen dalam mengikuti Program Layanan Pasca


Rehabilitasi di BNNP Gorontalo tahun 2016.
4. Penarikan kesimpulan
Data yang telah di proses lalu diambil kesimpulan yang objektif
selanjutnya kesimpulan itu akan diverifikasi dengan cara melihat reduksi
data maupun display data sehingga kesimpulan yang diambil tidak
menyimpang dari permasalahan penelitian.
Analisis data kualitatif adalah proses analisis data kualitatif yang
mendasarkan pada adanya hubungan sistematis antar variabel yang
sedang diteliti. Tujuan analisis data kialitatif yaitu agar peneliti
mendapatkan

makna

hubungan

variabel-variabel

sehingga

dapat

digunakan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam penelitian.


Hubungan antar sistematis sangat penting karena dalam analisis
kualitatif, peneliti tidak menggunakan angka-angka seperti pada analisis
kuantitatif. Prinsip pokok teknik analisis data kualitatif ialah mengolah
dan menganalisis data-data yang terkumpul menjadi data yang sistematik,
teratur, terstruktur da mempunyai makna (pengertian pakar, 2015).

23

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Sejarah BNNP Gorontalo
Permasalahan Narkoba merupakan permasalahan kejahatan besar
(extraordinary crime) yang terorganisasi dan memiliki jaringan yang
luas melampaui batas Negara. Hal ini menjadi tanggung jawab seluruh
bangsa dan rakyat Indonesia. Untuk itu dalam rangka mengintensifkan
program Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba (P4GN), pada tahun 2009 pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 35 tentang Narkotika.
Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 diatur kelembagaan Badan
Narkotika Nasional (BNN) dari lembaga non struktural sebagai
Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang berada dibawah
dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Program nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba (P4GN) menjadi tugas utama BNN. Dalam rangka
mewujudkan program P4GN, BNN menyebar sampai tingkat wilayah
provinsi bahkan kabupaten/kota di Indonesia.
Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) adalah instansi
vertikal BNN yang melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang BNN
dalam wilayah provinsi. BNNP Gorontalo merupakan instansi vertikal
BNN yang bertugas di wilayah provinsi Gorontalo. Dahulu BNNP
Gorontalo, merupakan instansi pemerintah daerah provinsi Gorontalo
dengan nama Badan Narkotika Provinsi (BNP) Gorontalo. Namun
sejak tanggal 20 April 2011, melalui kesepakatan bersama antara pihak

24

BNN dengan Pemerintah Provinsi Gorontalo, BNP Gorontalo berubah


menjadi lembaga vertikal dengan nama BNNP Gorontalo.
BNNP Gorontalo dipimpin oleh seorang Kepala dan bertanggung
jawab kepada Kepala BNN. Kepala BNNP Gorontalo pertama yakni
Drs. H. Hamdan Dumbi yang dilantik pada tanggal 20 April 2011
bersamaan dengan peresmian BNNP Gorontalo. BNNP Gorontalo
memiliki pimpinan dan jajarannya yang berasal dari latar belakang
yang berbeda. Ada yang berasal dari PNS Pusat baik organik maupun
peralihan status, PNS Provinsi Gorontalo yang berstatus dipekerjakan,
dan dari unsur Kepolisian Daerah Gorontalo yang berstatus penugasan.
Sesuai dengan amanat pasal 67 UU Nomor 35 Tahun 2009,
BNNP Gorontalo melakukan program Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN) dengan
berbagai kegiatan melalui Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan
Masyarakat, Bidang Rehabilitasi, serta Bidang Pemberantasan. Melalui
bidang

tersebut

BNNP Gorontalo

bersinergi

dengan

seluruh

elemen/komponen masyarakat Gorontalo untuk melakukan perlawanan


terhadap kejahatan Narkoba.
2.

Rencana Strategis
a. Visi
Visi BNNP Gorontalo yakni menjadi perwakilan Badan
Narkotika Nasional (BNN) di provinsi yang bekerja secara
profesional dan mampu menyatukan dan menggerakkan seluruh
komponen masyarakat, instansi pemerintah,dan instansi swasta di
provinsi Gorontalo dalam melaksanakan program nasional
Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkoba (P4GN).
b. Misi
Misi BNNP Gorontalo yakni bersama-sama dengan instansi
pemerintah, instansi swasta serta seluruh komponen masyarakat
di wilayah provinsi Gorontalo dalam melaksanakan program.
3. Program BNNP Gorontalo
a. Pencegahan;

25

b. Pemberdayaan Masyarakat;
c. Rehabilitasi;
d. Pemberantasan; serta didukung oleh tata kelola pemerintahan
yang akuntabel.
4. Tugas Pokok
BNNP Gorontalo mempunyai tugas pokok, yakni :
a. Mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkoba (Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya) di
wilayah provinsi Gorontalo;
b. Berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Daerah Gorontalo dalam
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkoba (Narkotika, Psikotropika, dan Bahan Adiktif
Lainnya);
c. Meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial pecandu Narkotika di wilayah provinsi
Gorontalo, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat;
d. Memberdayakan masyarakat provinsi Gorontalo dalam pencegahan
penyalahgunaan

dan

peredaran

gelap

Narkoba

(Narkotika,

Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya);


e. Memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatan masyarakat
provinsi Gorontalo dalam pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkoba (Narkotika, Psikotropika, dan Bahan
Adiktif Lainnya);
f. Melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadap
perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba (Narkotika,
Psikotropika, dan Bahan Adiktif Lainnya);
g. Membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas dan
wewenang.
5. Fungsi
BNNP Gorontalo menyelenggarakan fungsi :
a. Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana strategis dan rencana
kerja

tahunan

di

bidang

pencegahan

dan

pemberantasan

penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika,

26

prekursor, dan bahan adiktif lainnya kecuali rokok dan alkohol


(P4GN) di wilayah provinsi Gorontalo;
b. Pelaksanaan kebijakan teknis di bidang Pencegahan, Pemberdayaan
Masyarakat, Rehabilitasi, dan Pemberantasan di wilayah provinsi
Gorontalo;
c. Pelaksanaan pembinaan teknis dan supervisi P4GN kepada
BNNK/Kota dalam wilayah provinsi Gorontalo, dalam hal ini BNN
Kota Gorontalo, BNNK Bone Bolango, dan BNNK Boalemo;
d. Pelaksanaan layanan hukum dan kerja sama dalam wilayah
provinsi Gorontalo;
e. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama P4GN dengan instansi
pemerintah terkait, instansi swasta, dan seluruh komponen
masyarakat dalam wilayah provinsi Gorontalo;
f. Pelayanan administrasi BNNP Gorontalo; dan
g. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan BNNP Gorontalo.

6. Struktur Organisasi

27

SUSUNAN PEGAWAI BIDANG REHABILITASI BADAN


NARKOTIKA NASIONAL PROVINSI
KEPALA BADAN NARKOTIKA
NASIONAL PROVINSI GORONTALO
PURWOKO ADI, SE
KOMBES POL/NRP, 67020516
KEPALA BIDANG REHABILITASI
Dra. MARIA JEANNE TANZIL.,Apt
NIP, 196810161993122001
PEMBINA TINGKAT I/IV-B

KASI PENGUATAN LEMBAGA


REHABILITASI

KASI PASCA REHABILITASI

BUDI KURNIAWAN KIYAI, SH

ABDUL KARIM.ENGAHU, SH. MH

NIP, 197908252008011012

NIP, 197212092005011008

PENATA MUDA TINGKAT I/III-B

PENATA/ III-C

STAFF

STAFF

YOLANDA MOHUNE., Amd. Kep


STAFF
CAROLINE HUTAGALUNG Amd. Kep
YOLANDA MOHUNE., Amd. Kep
Dr. Dharma Balango M.kes

Lee Chandra Wahidji S.Farm APT

Djamal Mbuinga, S.Ip

Husain Djunaid

M. Rasul, S.Kep

Fivin F. Ishak, S.psi

Arfan Rahim SE
Ummu Aiman Fikriani S.psi

NurAin Napu, SKM


Reyni Anasiru, SKM. M.kes
Noldi F. Tampi SKM

B. Hasil Penelitian
1. Karakteristik Residen yang mengikuti Program Pasca Rehabilitasi
a. Tabel 1. Distribusi Residen berdasarkan Jenis Kelamin
BNNP Gorontalo

28

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Sumber: Data Primer, 2016.

n
12
3
15

%
80
20
100

Berdasarkan tabel 1 diatas, jumlah residen berdasarkan jenis


kelamin yang paling banyak mengikuti kegiatan program pasca
rehabiitasi yaitu laki-laki sebanyak 12 orang (80%) dan yang
terendah yaitu perempuan sebanyak 3 orang (20%).
80

20
Persentase
3

12 Jumlah

laki- laki

perempuan

Diagram 1. Distribusi Residen berdasarkan Jenis Kelamin


b. Tabel 2. Distribusi Residen berdasarkan Umur di BNNP Gorontalo
Umur
>25 tahun
<25 tahun
Jumlah
Sumber: Data Primer, 2016.

n
7
8
15

%
46.7
53.3
100

Berdasarkan tabel 2 diatas, distribusi residen berdasarkan umur yang


mengikuti program pasca rehabilitasi yang tertinggi yaitu umur <25
tahun sebanyak 8 orang (53.3%) dan umur >25 tahun sebanyak 7 orang
(46.7%).

29

53.3

46.7

Jumlah

Persentase
8

>25 tahun

<25 tahun

Diagram 2. Distribusi Residen berdasarkan umur


c. Tabel 3. Distribusi Residen berdasarkan Pekerjaan
Pekerjaan
n
%
Wiraswasta
7
46.6
Pelajar
2
13.3
Perbengkelan
3
20
Tukang Bentor
1
6.7
Pengamen
1
6.7
Tidak Ada
1
6.7
Jumlah
15
100
Sumber: Data Primer, 2016.
Berdasarkan tabel 3 diatas, menunjukkan residen yang memiliki
pekerjaan terbanyak yaitu wiraswasta sebanyak 7 orang (46.6%) dan
yang terendah yaitu tukang bentor, pengamen, dan tidak memiliki
pekerjaan sebanyak 1 orang (6.7%).

30

46.6

20
13.3
Jumlah

Persentase
6.7
6.7

7
3

6.7
1

Di
agram 3. Distribusi Residen berdasarkan Pekerjaan
d. Tabel 4. Distribusi Residen berdasarkan Pendidikan
Pendidikan
n
%
SD
1
6.7
SMP
0
0
SMA
13
86.6
PT
1
6.7
Total
15
100
Sumber: Data Primer, 2016.
Berdasarkan tabel 4 diatas, menunjukkan bahwa distribusi residen
berdasarkan pendidikan yang tertinggi yaitu SMA sebanyak 13 orang
(86.6) dan pendidikan terendah yaitu SD dan PT sebanyak 1 orang
(6.7%).
86.6

1
SD

6.7

Jumlah

13

0
0
SMP

Persentase

SMA

PT

Diagram 3. Distribusi Residen berdasarkan Pendidikan


2. Motivasi Residen dalam Mengikuti Pasca Rehabiltasi

31

6.7

Penggunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif


lainna) sangat berbahaya bagi tubuh terutama jika pengguna sudah
mengalami ketergantungan dengan obat terlarang tersebut maka akan
menyebabkan kematian, dengan begitu pemerintah membuat aturan
bahwa penyalahguna narkoba menjalani rahabilitasi. Setelah menjalani
rehabilitasi baik rawat jalan maupun rawat inap penyalahguna
selanjutnya menjalani pasca rehabilitasi.
Motivasi residen dalam mengikuti kegiatan pasca rehabilitasi dibagi
menjadi dua yaitu motivasi intrinsik dan motvasi ekstrinsik. Motivasi
intinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri individu tanpa
adanya rangsangan dari luar, sedangkan motivasi ekstrinsik adalah
motivasi yang berasal dari luar misalnya pemberian pujian, pemberian
nilai sampai pada pemberian hadiah dan faktor-faktor eksternal lainnya
yang memiliki daya dorong motivasional.
a. Responden pertama
Pertanyaan tentang apa yang melatar belakangi atau mendorong
untuk mengikuti program layanan pasca rehabilitasi, menurut E. A
selaku peserta yang mengikuti program pasca rehabilitasi BNNP
Provinsi:
Saya mengikuti program pasca rehabilitasi karena ingin
merubah diri dan menambah pengetahuan tentang bahaya dari
narkoba.
Sedangkan untuk pertanyaan siapa yang memotivasi untuk
mengikuti kegiatan program pasca rehabilitasi.
Saya sendiri dan tidak ada dukungan dari keluarga.
Pertanyaan mengenai pendapat tentang program pasca rehabilitasi
Menurut saya kegiatan ini sangat bagus, karena mendorong
orang untuk tidak menggunakan narkoba dan saya nyaman mengikuti
b.

kegiatan ini.
Responden kedua
Pertanyaan tentang apa yang melatar belakangi atau mendorong
untuk mengikuti program layanan pasca rehabilitasi, menurut S.A
selaku peserta yang mengikuti program pasca rehabilitasi BNNP
Provinsi:

32

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran

33

34

Anda mungkin juga menyukai