PRE-LAB
1.
Prinsip evaluasi daya cerna protein secara in vitro yaitu ketika suatu protein
dihidrolisis oleh enzim protease maka akan dilepas sejumlah ion-ion hidrogen sehingga
akan menurunkan nilai pH larutan sampel. Dalam hal ini secara in vitro artinya penentuan
daya cerna protein dilakukan dengan menggunakan enzim-enzim pencernaan dan
menciptakan reaksi enzimatis yang mirip dengan yang terjadi dalam pencernaan tubuh
manusia. Kemudian dilakukan pengukuran kadar dengan mereaksikan dengan reagen
Bradford di mana dalam hal ini akan terjadi pengikatan warna Coomassie Brilliant Blue
(CBB) yang terdapat pada reagen Bradford dengan protein yang mengandung residu
asam amino membentuk kompleks berwarna biru yang dapat diukur absorbansinya
dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm (Ertanto, 2008).
Tangg
al
Nilai
TINJAUAN PUSTAKA
1. Macam-macam metode penentuan daya cerna protein
Beberapa metode penentuan daya cerna protein antara lain:
1) PDCAAS (Protein Digestibility-Corrected Amino Acid Score)/ Skor Asam Amino
Pada metode ini dilakukan penentuan daya cerna protein dengan cara membandingkan
kandungan asam amino sampel dengan protein patokan. Dalam hal ini kemudian
dilakukan uji in vivo dengan menggunakan mencit. Selanjutnya pada metode ini
dilakukan pengukuran daya cerna sejati yang diukur berdasarkan nitrogen yang tercerna
Skor Asam Amino =
enzimatis yang menyerupai kondisi pada saluran pencernaan manusia. Dalam hal ini pH
larutan sampel yang mengandung protein akan turun ketika protease menghidrolisis
ikatan peptida dan melepaskan gugus karboksil dan ion hidrogen.
% daya cerna =
x 100%
(Nielsen, 2010)
2. Tinjauan reagen
1. Buffer fosfat
Larutan buffer fosfat (HPO42-/ H2PO4-) ini merupakan salah satu contoh dari larutan buffer
asam dengan pK 6,8 dan jika diencerkan atau ditambahkan sedikit asam atau basa pH
nya tidak berubah atau hanya berubah sedikit sehingga akan mempertahankan pH.
Buffer fosfat terdiri dari monobasis (NaH2PO4) dan dibasis (Na2HPO4) dengan rasio
normal 1:4. Adanya penambahan larutan buffer fosfat sebelum penambahan enzim
pankreatin pada penentuan daya cerna protein ini berfungsi untuk menstabilkan pH
sampel (Sembunglingam, 2012)
2. TCA (Tri Chloro Asetic Acid)
Asam trikloroasetat (TCA) merupakan asam kuat dan dapat mendenaturasi protein
sehingga digunakan untuk menghentikan reaksi. Adanya TCA pada penentuan daya
cerna protein ini berfungsi sebagai agen presipitasi atau untuk mengendapkan protein
pada sampel. Asam yang digunakan untuk mengendapkan protein ini dapat bercampur
dengan air untuk memisahkan protein dari plasma (Almira, 2012)
3. BSA
BSA (Bovine Serum Albumin) merupakan rantai polipeptida tunggal yang terdiri 583
residu asam amino dan tidak mengandung karbohidrat. BSA yang memiliki berat molekul
66,430 ini bersifat larut air. Pada penentuan daya cerna protein ini BSA berfungsi sebagai
larutan standar yang dapat digunakan dalam penentuan kadar protein sampel melalui
kurva standar dan persamaan regresi linear (Anam, 2010).
4. Enzim pankreatin
Enzim pankreatin adalah gabungan enzim yang berfungsi untuk mencerna dam
membantu absorbsi lemak, protein, dan karbohidrat. Enzim ini biasanya terdiri dari enzim
tripsin, amilase, nuklease, dan lipase. Fungsi digunakannya enzim pankreatin dalam
penentuan daya cerna protein yaitu berperan sebagai enzim protease untuk
menghidrolisis protein sampel (Walsh, 2006).
5. NaOH
Larutan NaOH pada metode kjeldahl berfungsi sebagai pemecah amonium sulfat
menjadi amonia hingga amonia yang terlepas dapat ditangkap oleh larutan asam.
Larutan NaOH pada air akan membentuk ion sehingga merupakan larutan elektroli
(Damanhuri, 2008).
6. Dietil eter
Dietil eter atau yang dikenal juga dengan eter sederhana atau etoksi etana merupakan
senyawa organik yang memiliki rumus molekul (C2H5)2O. Senyawa ini merupakan
senyawa yang berupa cairan tidak berwarna, bersifat volatil, dan mudah terbakar.
Senyawa ini memiliki berat molekul 74,1 g/mol dengan titik lebur dan titik didih secara
berurutan -116,3C dan 34,5C serta massa jenis sebesar 0,71 g/cm 3. Senyawa ini
biasanya digunakan sebagai solven dan adapun pada penentuan daya cerna protein ini
dietil eter digunakan untuk menghilangkan komponen lemak yang terkandung pada
sampel sehingga tidak menganggu penentuan daya cerna protein (Mackay, 2006).
7. Reagen Biuret
Reagen biuret berfungsi untuk menguji kandungan protein dalam suatu sampel
berdasarkan ada tidaknya ikatan peptida. Uji dengan reagen biuret akan memberikan
reaksi positif yaitu ditandai dengan timbulnya warna merah muda hingga violet akibat
terbentuk kompleks koordinasi antara Cu2+ dengan alfa amino. Dalam hal ini tembaga
sulfat berfungsi untuk memberikan kompleks berwarna dimana ion Cu2+ akan membentuk
kompleks dengan ikatan peptida suatu protein sehingga menghasilkan warna ungu
dengan absorbansi dari panjang gelombang maksimal 540 nm. Lalu adanya NaOH
bertujuan memberikan suasan basa dan kalium natrium tartrat berfungsi untuk
menstabilkan kompleks ion Cu2+. Reagen ini termasuk cairan yang stabil dan sangat
mudah larut dalam air dingin. Namun, reagen ini sangat korosif ketika kontak dengan
aluminium. Reagen ini dapat menimbulkan iritasi pada kulit dan mata (Wahyu, 2013).
3. Persentase daya cerna protein tiap sampel
Tiap sampel yang digunakan dalam praktikum daya cerna protein ini memiliki
persentase daya cerna yang berbeda. Adapun daya cerna kedelai mentah 50%; kedelai
rendam 52%; kedelai rebus 80,5% (Shurtleff, 2015), kedelai sangrai 51,8%; dan kecambah
kedelai 56% (Mardiyanto, 2015) sedangkan tempe kedelai 83% (Bastian, 2013). Sementara
itu, persentase daya cerna protein susu cair 95% dan yogurt 98 % (Rasyid, 2012) lalu daging
sapi mentah 78,3%; dan abon sapi 31,2% (Dalilah, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Bandung: Institut
Anam, K. 2010. Pengukuran Kadar Protein dengan Metode Bradford. Bogor: Institut
Pertanian Bogor
Bastian, F. 2013. Daya Terima dan Kandungan Zat Gizi Formula Tepung Tempe dengan
Penambahan Semi Refined Carragenan (SRC) dan Bubuk Kakao.
www.journal.ift.or.id.diakses pada 6 Desember 2016
Budimarwanti, C. 2011. Komposisi dan Nutrisi pada Susu Kedelai. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta
Dalilah, E. 2006. Evaluasi Nilai Gizi dan Karakteristik Protein Daging Sapi dan Hasil
Olahannya. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Ertanto, T. 2008. Penentuan Daya Cerna Protein Kacang Komak secara In-Vitro
sebagai Diversifikasi Pangan Sumber Nabati. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Gropper, S. 2012. Advanced Nutrition and Human Metabolism. New York: Wadsworth
Publishing
Hui, Y.H. 2012. Handbook of Animal-Based Fermented Food and Beverage Technology
Second Edition. New York: Taylor & Francis Group
Mackay, D. 2006. Handbook of Physical-Chemical Properties and Environmental Fate
for Organic Compound. New York: CRC Press
Mardiyanto, T.C. dan Sudarwati, S. 2015. Studi Nilai Cerna Protein Susu Kecambah
Kedelai Varietas Lokal secara In Vitro. Ungaran: Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian
Nielsen, S. 2010. Food Analysis. New York: Springer.
Rasyid,
Y.G.
2012.
Susu
Sumber
Makanan
www.warintek.ristek.go.id.diakses pada 6 Desember 2016
Sempurna.
DIAGRAM ALIR
1. Persiapan Sampel
a. Kedelai Mentah
Kedelai
Ditimbang sebanyak 10 gram
Dihaluskan
Kedelai Mentah
b. Kedelai Rendam
Kedelai
Ditimbang sebanyak 10 gram
Direndam selama 12 jam dalam 100 ml air
Ditiriskan
Air rendaman
Dihaluskan
Kedelai Rendam
c. Kedelai Rebus
Kedelai
Ditimbang sebanyak 10 gram
Dimasukkan kedalam rebusan air mendidih 100 ml selama 20 menit
Ditiriskan
Dihaluskan
d. Kedelai Sangrai
Kedelai
Rebus
Kedelai
Ditimbang sebanyak 10 gram
Air rebusan
f. Tempe Kedelai
Tempe
Ditimbang sebanyak 10 gram
Dihaluskan
Hasil
2. Penentuan Daya Cerna Protein
20 mg sampel
9 mL Buffer Phosphat pH 6,4
Dilarutkan
2 mL enzim pankreatin
Dinkubasi selama 1 jam dalam waterbath bergoyang suhu 370C
Filtrat
100 L Blanko
aquades
1,5 mL reagen
Comassie Briliant Blue
100 L Buffer
Divorteks
Diinkubasi selama 5 menit
Diukur absorbansinya pada panjang gelombang 595 nm
Hasil